• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pater Donatus Filsafat India downloaded (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pater Donatus Filsafat India downloaded (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN PERTAMA

[gambar Shiva, Dewa Tari]

FILSAFAT INDIA

Kronologi

SM Peristiwa dan Pemikir

2500-1500 Peradaban Indus

1500-1000 Awal mula Veda, bahasa Sanskerta di India; Rig Veda, Atharva Veda

1200-800 Yajur Veda dan Sama Veda; perang Mahabharata

800-400 Upanishad awal (Brihadaranyaka, Chandogya, Taittiriya); Epos Mahabharata

600-400 Perkembangan Jainisme, (Mahavira); awal mula Buddhisme (Buddha); Ramayana (bentuk lisan)

500-300 India di bawah Chandra Gupta dan Ashoka; uraian-uraian tertulis tentang dharma, artha, kama; Yoga Sutra Patanjali, Vedanta Sutra; Samkhya awal

300 SM-300M Perkembangan sistem-sistem besar filsafat India: Samkhya, Yoga, Mimamsa, Vedanta, Nyaya, Vaisheshika, Jainisme, Buddhisme dan Carvaka

M

300-800 Periode komentar-komentar besar terhadap sistem-sistem filosofis yang bermacam-macam; Guadapada (500-an); Shankara (700-an); permulaan Islam (612)

1000-1500 India di bawah pengaruh kekuasaan Muslim; Ibn Sina (981-1037); Al Ghazali (1059-1111); Ibn Arabi (1165-1240); Perkembangan filsafat theistis dari Vaishnavisme dan Shaivisme; Ramanuja (1100-an); Madhva (1200-an); Kabir (1440-1518)

(2)

1700-1900 Kolonisasi di bawah kekuasaan Barat; Ram Mohun Roy (1772-1833), pendiri masyarakat Brahmo; Dayananda Saraswati (1824-1883), pendiri masyarakat Arya; Ramakrishna (1836-1886)

1850-2000 R. Tagore (1861-1941); Gandhi (1869-1948); Aurobindo Ghose (1872-1950); Mohammad Iqbal (1877-1938); Sarvepalli

(3)

BAB 1

PERSPEKTIF HISTORIS

Bila kita melihat perkembangan filsafat India dalam kurun waktu tiga ribu tahun yang lalu, kita dapat membedakan periode yang berbeda dari perkembangan itu, masing-masing dengan corak khas tertentu. Kita juga dapat melihat satu kesinambungan yang mendasari perkembangan itu, yang dalamnya ide-ide dasar dan sikap-sikap tertentu tampak dominan. Bab ini menyuguhkan satu pandangan sekilas tentang perkembangan filsafat India sebagai satu konteks historis untuk bab-bab yang lebih terperinci berikutnya.

SEKILAS PANDANGAN SEJARAH

Meskipun pemikiran filosofis kritis dan sistematis baru muncul dalam Upanishad dan sistem-sistem filosofis yang lebih awal pada abad ke-7 hingga abad ke-5 SM, namun pemikiran reflektif secara mendalam sudah ditemukan dalam tulisan Rig Veda, yang mungkin sudah disusun pada masa-masa lebih awal dari tahun 1500 SM. Sejak masa-masa awal itu, India sudah memiliki satu kekayaan yang luar biasa besar dalam hal visi, spekulasi dan argumen filosofis. Namun sulit untuk mendekati filsafat India secara kronologis, karena sejarah India pada masa-masa awalnya penuh dengan ketidakpastian sehubungan dengan nama-nama, tanggal dan tempat. Di India penekanan begitu banyak diletakkan pada isi pemikiran dan begitu sedikit pada pribadi, tempat dan waktu, sehingga dalam banyak hal tidak diketahui siapa yang bertanggung jawab terhadap filsafat tertentu. Dan bila pengarangnya tidak diketahui, maka waktu dan tempat hanya ditentukan secara tidak langsung. Karena hal itulah, maka waktu kerapkali ditentukan sebaliknya menurut abad alih-alih tahun atau dekade, dan kepengarangan kadang-kadang ditandai oleh mazhab alih-alih pribadi individual. Namun tetap mungkin untuk melihat perubahan-perubahan dalam pemikiran filosofis yang muncul dalam satu urutan historis tertentu. Maksudnya ialah bukan mustahil untuk melihat masa sebelum dan masa sesudah menyangkut problem-problem filosofis yang bermacam-macam itu beserta pemecahan-pemecahannya.

(4)

Masa Veda

Masa Veda dimulai ketika orang-orang yang berbicara bahasa Sanskerta mulai menguasai kehidupan dan pemikiran sekitar tahun 1500 SM di lembah Indus. Sejarawan biasanya berpikir bahwa orang-orang yang berbicara bahasa Sanskerta itu menyebut dirinya bangsa Arya, dan sebagai bangsa penakluk mereka memasuki lembah Indus di India barat daya sekitar 3.500 tahun lalu. Namun hasil temuan baru para ahli menantang tesis tentang bangsa Arya sebagai bangsa penakluk. Apa yang kita ketahui ialah bahwa kebudayaan Indus yang lebih awal, yang berkembang dari tahun 2500-1500 SM dan yang menurut bukti peninggalan arkeologis terbilang sangat rumit, justru merosot pada saat ini. Kita juga mengetahui bahwa pemikiran Veda dan kebudayaan yang direfleksikan dalam Rig Veda memiliki satu sejarah yang berkesinambungan tentang dominasi di India selama 3.500 tahun silam. Boleh jadi bahwa tradisi budaya bangsa pada masa Veda sudah membaur dengan tradisi dan budaya bangsa Indus, dan apa yang kita pikirkan sekarang sebagai kebudayaan India mulai membentuk sosoknya dari sekitar tahun 1500 SM dan seterusnya.

Tulisan Veda yang paling awal disusun antara tahun 1500 dan 700 SM. Meskipun tulisan itu pertama-tama berkaitan dengan praktik-praktik religius, tetapi sesewaktu muncul ikhtiar reflektif ketika para pemikir Veda mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang diri mereka, tentang dunia di sekitar mereka, dan tentang tempat mereka di dalamnya. Apa yang dipikirkan? Apa sumbernya? Mengapa angin bertiup? Siapa meletakkan matahari – pemberi terang dan kehangatan – di langit? Bagaimana terjadi bahwa bumi menghasilkan bentuk-bentuk kehidupan yang tak terbilang banyaknya? Bagaimana kita membarui eksistensi kita dan menjadi utuh?

Pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana, apa dan mengapa merupakan awal mula pertanyaan filosofis. Mula-mula para pemikir mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dalam arti pelaku yang manusiawi dengan mengasalkan peristiwa-peristiwa alam pada para dewa yang digagas sebagai pribadi-pribadi adi-insani. Hal ini cenderung memberanikan orang untuk berpikir lebih religius daripada filosofis. Namun daya pikir yang bersifat meneliti segala sesuatu mendorong usaha lebih lanjut untuk menyelidiki siapa para dewa itu dan apa di balik keberadaan mereka. Karena semata-mata tidak puas dengan menerima tujuan hidup yang tradisional, para pemikir itu lalu berupaya untuk mengerti apa sebetulnya kebaikan tertinggi dan bagaimana hal ini dapat dicapai. Mereka meneliti kodrat pengetahuan dan alam pikiran manusia. Cara berpikir seperti ini dalam Veda justru menandai awal mula filsafat India.

Teks-teks utama pada masa Veda adalah Rig Veda, Sama Veda, Yajur Veda dan Atharva Veda. Masing-masing Veda memiliki empat bagian. Bagian pertama, yaitu kumpulan ayat-ayat yang disebut Samhita, memuat himne untuk para dewa, pertanyaan-pertanyaan dan refleksi-refleksi, nyanyian-nyanyian serta rumusan-rumusan untuk hidup sukses. Bagian kedua yang disebut Brahmana terdiri dari susunan-susunan ayat samhita untuk kepentingan ritual. Bagian ketiga yang disebut Aranyaka termuat refleksi dan tafsiran terhadap upacara-upacara ritual. Bagian terakhir yang disebut Upanishad berisikan refleksi tentang persoalan-persoalan utama yang mendasari pemikiran dan praktik religius.

(5)

ribu tahun silam. Visi pertama, diri (self) yang paling dalam, yaitu Atman, adalah satu dengan realitas tertinggi, yaitu Brahman. Kedua, karena hidup dipimpin oleh karma, maka kita dapat menjadi baik hanya dengan melakukan tindakan-tindakan yang baik. Ketiga, hanya pengetahuan meditatif yang membebaskan kita dari lingkaran kematian dan penderitaan.

Masa Cerita Epos

Kebijaksanaan tulisan Veda merupakan bagian dari satu tradisi suci yang dijaga secara cermat, tradisi yang kerapkali tidak tersedia untuk kebanyakan anggota masyarakat, atau kalau pun tersedia hal itu pun melampaui daya pengertian mereka. Untuk mengimbangi hal ini, muncul folklor yang dituang dalam cerita-cerita dan syair-syair untuk menyalurkan banyak hal dari cita-cita tradisi suci itu kepada kebanyakan anggota masyarakat. Dua kumpulan yang paling terkenal dari bahan-bahan itu yang membangun sastra tulisan ini adalah duet cerita epos besar India, yaitu Mahabharata dan Ramayana.

Mahabharata adalah satu cerita epos yang mengisahkan penaklukan negeri India, dan dengan cara ini cerita epos tersebut menyuguhkan satu tuntunan untuk hidup dalam segala dimensinya, dari dimensi filosofis dan religius hingga dimensi politik. Bagian tersendiri yang paling berpengaruh dari Mahabharata adalah Bhagavad Gita, yaitu “Nyanyian Dewa”. Gita dalam satu dialog antara Krishna (Dewa yang menjelma dalam rupa manusia) dan Arjuna menjelaskan kodrat kemanusiaan dan realitas dengan memperlihatkan cara hidup yang memampukan manusia untuk mencapai kebebasan spiritual melalui tindakan yang sesuai dengan kodrat self-nya yang paling dalam.

Ramayana, satu syair indah dalam empat jilid, mengungkapkan tata tertib ideal untuk masyarakat sebagai satu keseluruhan dan cara hidup ideal untuk individu. Syair ini menghadirkan gambaran ideal keperempuanan dalam pribadi dan hidup Sita dan gambaran ideal kelaki-lakian dalam pribadi dan hidup suaminya, yaitu Rama, si pahlawan ilahi dari cerita epos ini. Melalui tarian, drama, cerita rakyat dan film-film, Ramayana dikenal secara luas dan masih terus mengilhami rakyat India malah sampai abad ke-21 ini.

Dalam masa cerita epos ini, uraian-uraian penting tentang moral yang disebut Dharma Shastras ditulis dengan maksud untuk menjelaskan bagaimana kehidupan individual dan masyarakat diatur. Contohnya, Artha Shastra dari Kautilya menjelaskan kebutuhan dan kepentingan sarana hidup yang bermacam-macam, khususnya kekuatan politik, dan menjelaskan bagaimana sarana hidup itu bisa diperoleh. Manu Shastra menjelaskan bagaimana keadilan dan tata tertib bisa dijamin oleh raja dan lembaga pemerintah. Shastra dari Yajnavalkya menekankan pencapaian keberhasilan dan tata aturan dalam kehidupan keluarga.

Masa Sistem-Sistem Filsafat

(6)

sistematis-filosofis tentang dunia dan kodrat manusia sudah mulai terbentuk sejak tahun 500 SM, meskipun sistematisasi yang lengkap tentang itu baru tercapai 700 atau 800 tahun kemudian. Sistem-sistem ini memperlihatkan usaha awal yang semata-mata filosofis di India, karena sistem-sistem itu tidak hanya berusaha menjelaskan kodrat eksistensi, tetapi juga dengan secara sadar dan kritis berusaha memperlihatkan ketepatan jawaban-jawaban mereka dalam analisis yang cermat serta argumentasinya. Ringkasan-ringkasan dari analisis, argumentasi dan jawaban-jawaban itu disimpan sebagai sutras, yang secara harfiah berarti “untaian benang” yang padanya bergantung seluruh sistem filsafat. Komentar-komentar yang luas dikembangkan dengan tujuan untuk menyingkapkan dan menjelaskan ringkasan-ringkasan yang termuat dalam sutras itu.

Buddhisme, Jainisme dan Carvaka tergolong dalam nastika atau sistem-sistem yang tidak ortodoks, karena para penulisnya tidak menerima pernyataan-pernyataan Veda sebagai yang benar dan final. Para pemikir dari sistem-sistem itu tidak juga berusaha untuk membenarkan analisis dan pemecahan soal mereka dengan jalan menunjukkan apakah analisis dan pemecahan soal mereka sesuai dengan kitab Veda. Namun sistem-sistem filsafat Nyaya, Vaisheshika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Vedanta, khususnya dalam perkembangannya yang lebih kemudian menerima otoritas Veda, dan mereka semua sungguh-sungguh memperlihatkan bahwa analisis dan pernyataan-pernyataan mereka sejalan dengan ajaran-ajaran utama kitab Veda.

Pembagian besar bisa juga dibuat antara Carvaka dan sistem-sistem filsafat yang lain. Carvaka merupakan satu sistem filsafat yang sungguh-sungguh bersifat materialistis; semua sistem filsafat yang lain menyuguhkan ajaran untuk kehidupan rohani. Jainisme misalnya berusaha memperlihatkan jalan keluar dari belenggu karma. Ia menekankan satu hidup dengan sikap “tidak melukai”, dan hidup dengan sikap itu memuncak pada pembebasan akhir dari belenggu melalui perwujudan diri dalam meditasi. Buddhisme menghadirkan analisis tentang kodrat dan sebab-sebab penderitaan manusia serta delapan jalan sebagai usaha untuk menghilangkan penderitaan.

Berpaling ke sistem-sistem ortodoks, Nyaya pertama-tama menaruh perhatian pada analisis logis tentang sarana pengetahuan. Vaisheshika menganalisis hal-hal yang diketahui sambil menyuguhkan satu metafisika yang pluralistis. Samkhya merupakan satu sistem dualistis yang berusaha menghubungkan realitas diri dengan dunia luar dan menjelaskan evolusi dunia. Yoga menganalisis kodrat realitas diri (self) dan menjelaskan bagaimana realitas Diri yang murni (Self dengan S besar – penterjemah) dapat terwujud. Mimamsa mengembangkan satu teori tafsiran dan pengetahuan, satu teori yang berpusat pada kriteria untuk mengbasahkan pengetahuan, dan dari sana mimamsa berusaha menegakkan kebenaran pernyataan-pernyataan Veda. Vedanta berawal dari kesimpulan-kesimpulan Upanishad lalu berusaha menunjukkan bahwa satu analisis rasional tentang pengetahuan dan realitas akan mendukung kesimpulan-kesimpulan itu.

Masa Komentar-Komentar Besar

(7)

dan Vallabha (abad ke-15) yang ditulis berkenaan dengan Vedanta Sutras dari Badarayana. Sistem-sistem lain memiliki sejarah komentar serupa.

Masa Modern

Sebagai akibat dari pengaruh luar, khususnya kontak dengan Barat, filsuf-filsuf India mulai menguji kembali tradisi filosofis mereka. Dengan berawal pada berbagai studi, terjemahan dan komentar Ram Mohun Roy pada abad ke-19, pembaruan atas tradisi kuno ini mulai berkembang pada abad lalu. Gandhi, Tagore, Ramakrishna, Vivekananda dan Radhakrishnan termasuk di antara pemikir-pemikir India modern yang berpengaruh. Kini ketika kita memasuki abad ke-21, India tengah bergembira atas satu renaisans filosofisnya. Penemuan kembali tradisi kuno, tafsiran baru terhadap pemikiran Barat, karya kreatif dalam filsafat perbandingan dan perkembangan visi-visi baru sedang berkembang pesat satu di samping yang lain, malah kerapkali berpengaruh satu sama lain.

CORAK YANG DOMINAN

Sedari mula dalam refleksi para resi Veda ribuan tahun lalu dan yang berlangsung terus hingga kini, pemikiran filosofis India menghadirkan satu kekayaan yang luar biasa, kerumitan dan keragaman pandangan. Kekayaan dan keragaman ini justru membuat sulit untuk meringkaskan filsafat India melalui satu generalisasi yang sederhana. Meskipun demikian, corak-corak tertentu yang dominan dapat dikenali berdasar pada ketahanan, pengaruhnya atas para pemikir atau kepentingannya yang tersebar luas bagi hidup banyak orang.

Karakter Praktis

Di samping kekayaan dan keluasan pengertiannya, corak pemikiran filsafat India yang paling menarik perhatian adalah karakter praktisnya. Sedari mula spekulasi para bijak India keluar dari usaha mereka untuk memperbaiki hidup. Ketika dikonfrontasikan dengan penderitaan fisik, mental dan rohani, mereka mencari jalan untuk mengerti sebab-sebabnya sambil berusaha untuk memahami kodrat manusia dan alam semesta agar dapat menghapus sebab-sebab penderitaan itu.

Filsafat India memberi respons baik terhadap motivasi praktis maupun spekulatif. Pertimbangan-pertimbangan praktis memberi motivasi terhadap usaha pencarian jalan keluar untuk mengatasi berbagai macam bentuk penderitaan. Pertimbangan-pertimbangan spekulatif menuntun orang untuk menyusun pernyataan-pernyataan yang menjelaskan kodrat realitas dan kodrat eksistensi manusia serta mengembangkan logika dan teori-teori pengetahuan. Namun usaha-usaha filosofis ini tidak dilakukan secara terpisah. Pemahaman dan pengetahuan yang berasal dari rasa ingin tahu yang bersifat spekulatif digunakan dalam usaha-usaha praktis untuk mengatasi penderitaan.

(8)

ada perbedaan antara siapa dirinya dan apa yang ia miliki, antara seperti apa ia ingin menjadi dan apa yang ia ingin miliki, maka tidak akan ada penderitaan. Namun ketika ada perbedaan itu, maka penderitaan tak terelakkan karena kerinduan seorang tidak terpuaskan. Pemecahan untuk persoalan itu tampak jelas, yaitu apa dan apa yang diinginkan harus dibuat identik.

Disiplin Diri

Namun bagaimana identitas ini dapat dicapai? Satu cara pendekatan untuk memecahkannya adalah mencoba mencapai apa yang diinginkan. Pribadi yang menginginkan kekayaan mencoba menumpuk kekayaan. Pribadi yang ingin tidak mati akan mendukung riset medis dan teknologis yang menjanjikan perpanjangan hidup. Pendekatan kedua berupa usaha menyesuaikan keinginan seorang dengan apa yang ia miliki. Jika seorang miskin dan menginginkan kekayaan, maka penderitaan yang diakibatkannya dapat dilenyapkan dengan jalan menyingkirkan keinginannya akan kekayaan. Pribadi yang menderita takut akan kematian oleh karena kerinduannya akan hidup kekal dapat melenyapkan penderitaan itu dengan jalan menerima kematian sebagai bagian dari hidup.

Pada dasarnya pendekatan kedualah yang ditekankan filsafat India, yaitu menonjolkan pengontrolan akan keinginan. Akibatnya, filsafat-filsafat India cenderung berpegang pada disiplin diri dan kontrol diri sebagai jalan untuk melenyapkan penderitaan.

Pengetahuan Diri

Karena disiplin diri dan kontrol diri menuntut bahwa seorang perlu memiliki pengetahuan tentang diri, maka pengetahuan diri sudah merupakan satu keprihatinan yang mencolok dari filsafat India. Tentu mengetahui apa itu diri (self) dan bagaimana mewujudkan kesempurnaan diri melalui disiplin diri justru sudah sedari awal menjadi jantung kegiatan filosofis India.

Visi

Karakter praktis filsafat India diungkapkan dalam berbagai macam jalan. Kata darshana yang biasanya diterjemahkan sebagai “filsafat” menunjuk ke arah itu. Darshana secara harfiah berarti “visi”, yaitu apa yang “dilihat”. Dalam arti teknisnya, darshana berarti apa yang dilihat ketika realitas tertinggi diselidiki. Para pelihat India (resi) ketika mencari pemecahan atas penderitaan hidup menyelidiki kondisi penderitaan dan menguji kodrat hidup manusia dan dunia dengan maksud untuk menemukan sebab-sebab penderitaan dan sarana untuk menghilangkan penderitaan. Apa yang mereka temukan merupakan darshana, yaitu filsafat hidup mereka.

Kebenaran

(9)

historis ditemukan dua metode untuk memverifikasi visi filosofis. Menurut metode pertama, analisis logis digunakan untuk menentukan entah satu pandangan yang khas salah atau tidak. Jika konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan visi tidak konsisten, maka visi itu bisa saja dikesampingkan sebagai yang bertentangan dengan dirinya sendiri.

Seraya mengakui ketidakcukupan logika sendiri, metode kedua bersifat pragmatis yakni dengan menemukan verifikasi pandangan-pandangan filosofis atau teori-teori dalam kualitasnya yang berdampak pada praksis. Para filsuf India sudah selalu berpegang teguh pada pendirian bahwa praksis adalah ujian tertinggi kebenaran. Visi-visi filosofis harus dipraktikkan, dan hidup harus dihayati menurut cita-cita visi. Kualitas hidup yang dihayati menurut cita-cita itu adalah ujian tertinggi satu visi. Semakin baik hidup dihayati, semakin dekat visi mencapai kebenaran yang lengkap.

Kriteria untuk menentukan kualitas hidup pada gilirannya berasal dari dorongan dasar untuk filsafat, yaitu dorongan untuk menghilangkan penderitaan. Visi yang memungkinkan hidup tanpa penderitaan secara tepat disebut satu filsafat yang benar. Tingkat kebenaran filosofis ditentukan menurut tingkat keringanan penderitaan. Secara positif pandangan-pandangan itu benar sejauh mereka memperbaiki kualitas hidup.

Menaruh penekanan positif pada pembenaran filsafat atas pengalaman alih-alih pada logika (meskipun logika tidak disingkirkan) berarti meletakkan filsafat pada praksis. Jalan praksis adalah bagian dari visi, dan jika jalan untuk mewujudkan cita-cita visi tidak dapat ditempuh, maka visi tersebut dipandang tidak memadai. Mengatakan “baik dalam teori, tetapi tidak dalam praksis” tidak berarti apa-apa apabila dikenakan pada filsafat India. Baik dalam teori harus berarti baik dalam praksis.

Agama dan Filsafat

Penyerupaan jalan menuju hidup yang baik dengan visi hidup yang baik itu sendiri merupakan faktor yang memadukan agama dan filsafat di India. Karena filsafat tidak dipandang sebagai yang menaruh keprihatinan semata-mata pada teori, maka keprihatinannya pada cara praktis untuk mencapai hidup yang baik justru memungkinkan filsafat India untuk mempertahankan hubungannya dengan agama. Di Barat, filsafat dan agama dipandang seluruhnya terpisah, karena filsafat semata-mata berurusan dengan hal yang rasional, sementara agama tidak berurusan dengan akal budi tetapi dengan iman. Menurut pemikiran India, wahyu merupakan satu jalan pengenalan yang sah bersama persepsi dan argumentasi rasional; wahyu membiarkan iman dan akal budi berinteraksi untuk menghasilkan pandangan yang kritis tentang hidup yang baik dan tentang sarana yang bermacam-macam untuk itu. Karena di India teori seorang filsuf tentang hidup yang baik harus diuji oleh praksis, maka ia harus berurusan dengan sarana untuk mencapai hidup yang baik agar bisa menjadi seorang filsuf.

Fokus Pada Self

(10)

Self yang menderita selalu merupakan subjek. Jika tidak demikian maka subjek hanya dianggap sebagai satu benda, semata-mata objek. Dalam Upanishad dan sistem Samkhya Self yang tertinggi dilukiskan sebagai subjek murni yang tidak pernah dapat menjadi objek. Subjek selalu merupakan “satu subjek tanpa yang kedua”. Untuk semua sistem kecuali Carvaka, pengalaman kualitatif subjek inilah yang menjadi keprihatinan utama dalam pemikiran India.

Pembebasan

Di atas segala-galanya, filsafat India berurusan dengan usaha menemukan jalan untuk membebaskan self dari belenggu modus eksistensi yang tidak utuh dan terbatas, belenggu yang menyebabkan penderitaan. Menurut Upanishad, kekuatan besar (Brahman) yang memberi daya terhadap alam semesta dan energi rohaniah Self (Atman) pada pokoknya adalah sama. Visi tentang kesamaan antara Self (Atman) dan realitas tertinggi (Brahman) meletakkan dasar untuk metode pembebasan yang membentuk inti praktis filsafat India. Itulah satu visi yang melihat hal-hal tertentu yang berbeda-beda dan proses perkembangan dunia sebagai manifestasi dari satu realitas yang lebih dalam, satu realitas yang tak terbagi dan tanpa syarat. Dalam keseluruhan yang tak terbagi ini ada level-level yang berbeda dari realitas, yang dibedakan seturut derajat partisipasi mereka pada kebenaran dan keberadaan realitas tertinggi. Oleh karena kesatuan eksistensi ini, daya-daya yang dibutuhkan untuk mencapai pembebasan tersedia untuk setiap pribadi. Namun seorang harus sadar akan daya-daya itu dan sadar akan cara-cara untuk menghasilkan daya-daya itu dalam tugasnya untuk mencapai pembebasan. Justru di sinilah pengetahuan, khususnya pengetahuan diri, menjadi sangat penting.

Penekanan pada Self tertinggi dalam Upanishad, Vedanta dan Yoga berarti bahwa kriteria filosofis yang relevan tidak pertama-tama bersifat kuantitatif dan umum. Sebaliknya, kriteria itu ada pada self sebagai subjek. Karena itu, tidak mungkin bahwa seorang mengunggulkan satu filsafat yang “benar” dan menganggap yang lain sebagai yang salah sama sekali. Kebenaran dalam filsafat bergantung pada subjek manusia, dan pengalaman yang lain dapat diketahui hanya sebagai objek. Setidak-tidaknya menurut jalan pengenalan yang biasa, tidak ada pengenalan tentang yang lain sebagai subjek. Alhasil, tidak ada penolakan tentang pengalaman yang lain sebagai yang tidak memadai atau tidak memuaskan.

Toleransi

(11)

Penekanan Moral

Sebagai tambahan untuk corak filsafat India yang berasal dari orientasi praktisnya, ada satu tendensi yang menyebar luas dalam pemikiran India, apabila kita kembali kepada konsep Veda tentang rita (tata aturan), untuk menerima adanya keadilan moral universal. Dunia dilihat sebagai satu panggung moral akbar yang dituntun keadilan. Setiap hal yang baik, buruk dan acuh tak acuh mendapat balasan dan patut diganjari. Dampak dari sikap ini ialah menempatkan tanggung jawab pada manusia itu sendiri secara adil demi kepentingan kondisi manusiawi. Kita bertanggung jawab terhadap diri kita untuk siapa kita kini dan siapa kita kelak. Menurut pemikiran India, kita sendirilah yang menentukan masa lampau kita dan menetapkan masa depan kita. Oleh karena perbuatan baik kita maka kita menjadi baik, dan oleh karena perbuatan jahat kita maka kita menjadi jahat.

Karma

Prinsip penentuan diri melalui tindakan disebut karma. Karma secara harfiah berarti “tindakan”, tetapi ia merujuk pada tindakan dalam arti komprehensif yang melibatkan pikiran, perkataan dan perbuatan. Selanjutnya, ia melibatkan juga segala akibat dari berbagai macam perbuatan, baik akibat yang segera dan yang dapat dilihat maupun akibat jangka panjang dan yang tidak kelihatan. Karma adalah kekuatan yang menghubungkan semua momen hidup satu sama lain, dan menghubungkan semua hal satu sama lain. Oleh karena saling keterhubungan itu, masa hidup seorang merupakan satu saat dalam satu lingkaran yang berkesinambungan, satu lingkaran hidup yang di dalamnya seorang boleh lahir kembali kapan saja dan dalam banyak bentuk yang berbeda-beda. Namun setiap kelahiran diikuti oleh kematian, dan lingkaran hidup berputar terus sambil membawa banyak kematian dan penderitaan yang tak terperikan. Tujuan hidup tertinggi ialah memperoleh pembebasan (moksha) dari lingkaran penderitaan ini. Karena hanya disiplin dan pengetahuan dapat mengosongkan gudang karma dan membebaskan seorang dari lingkaran kematian kembali, maka disiplin dan pengetahuan itu justru sangat dihargai di India.

Dharma

(12)

Semangat Ketidaklekatan

Ada kesepakatan yang agak tersebar luas dalam pemikiran filosofis India sehubungan dengan semangat ketidaklekatan. Penderitaan disebabkan oleh kelekatan seorang pada apa yang tidak ia miliki atau malah pada apa yang tidak mampu ia miliki. Objek-objek yang menjadi sasaran kelekatan itu menyebabkan penderitaan sejauh mereka tidak dapat dijangkaui atau hilang. Karena itu, jika semangat ketidaklekatan pada objek-objek yang membawa penderitaan itu dapat diolah, maka penderitaan itu sendiri dapat dilenyapkan. Jadi, semangat ketidaklekatan diakui sebagai satu peranti yang hakiki untuk mewujudkan hidup yang baik.

Berkat semua corak ini dalam pemikiran India, maka rakyat India biasanya memberi penghargaan yang tinggi kepada para filsuf dan filsafat. Filsafat menunjukkan jalan untuk hidup, dan para filsuf adalah penuntun di sepanjang jalan itu.

PERTANYAAN PENUNTUN

1. Apa masa-masa utama dalam perkembangan filsafat India? Kemukakan secara ringkas ciri-ciri khas tulisan dari setiap masa itu dan lukiskan perbedaan pokok di antara masa-masa itu.

2. Apa dasar perbedaan antara sistem “ortodoks” dan “tidak ortodoks”? Dalam arti apa dikatakan bahwa perbedaan antara Carvaka dan semua sistem yang lain bersifat fundamental?

3. Bagaimana konfrontasi dengan penderitaan fisik, mental dan spiritual berujung pada pemikiran filosofis di India?

4. Mengapa pengetahuan, khususnya pengetahuan diri, dipandang sebagai pencapaian filosofis tertinggi?

Referensi

Dokumen terkait

Modul ini terdiri dari 4 (empat) kegiatan belajar yang mencakup : Kegiatan Belajar 1 Konstruksi Balok dengan Beban Terpusat dan Merata, Kegiatan Belajar 2 : Konstruksi Balok

Hasil peramalan juga menunjukkan tahap kualitas udara di Kajang Malaysia untuk waktu yang akan datang dalam tahap sedang dan tidak terjadi peningkatan pencemaran udara.. Kata Kunci

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sumber energi dengan perlakuan dedak padi, onggok basah dan kering serta tepung jagung dapat digunakan sebagai

Wallpaper sangat praktis di gunakan untuk menggantikan cat dinding sebab bahan tersebut banyak sekali motif yang sangat unik sehingga sangat tepat jika anda menggunakan bahan

The hedgerow systems suggested any positive impacts on the soil, i.e.: improve soil characteristics, reduce weed growth (Oyedele et al., 2009), improving nutrient cycling and

Cara pengukuran dimensi ini dapat disebut juga dengan metode statis yaitu dengan mengukur panjang, lebar dan tebal benda di tempat-tempat yang berlainan serta menentukan massa

Setelah mendapat penjelasan dari penelitian tentang “ Pengetahuan dan Sikap ibu Hamil Trimester III terhadap Pencegahan Anemia Defisinesi Zat Besi di Klinik Cahaya Kecamatan

Sehubungan dengan kinerja Perseroan pada tahun 2016, kami sarankan kepada Direksi untuk meningkatkan daya saing produk Perseroan baik dari sisi kualitas maupun harga