• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Re (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Re (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Konsentrat terhadap Performa Reproduksi Sapi PO dan Simpo

I. Latar belakang

Kebutuhan daging nasional yang setiap tahun semakin meningkat, tahun ini sebanyak 549,7 ribu ton tidak diimbangi dengan meningkatnya populasi ternak sebagai penghasil daging (Tempo, 2013). Berdasarkan hasil sensus pertanian bulan Mei lalu, populasi sapi potong, sapi perah dan kerbau di Indonesia menunjukkan penurunan sebanyak 15,5% dari tahun 2011 tercatat 16,7 juta ekor sedangkan pada tahun 2013 tercatat hanya 14,2 juta ekor (BPS, 2013). Jika hal ini terus terjadi dan tidak ada perbaikan atau upaya untuk meningkatkan produktiftas ternak, maka rencana swasembada daging 2014 (PSDSK 2014) akan gagal,dan mengalami pengunduran waktu lagi.

(2)

rendah serta kurang mampunya peternak untuk mencukupi kebutuhan konsentrat sapi yang berkualitas menjadi masalah klasik di negeri ini.

Maraknya sapi crossbreed sebagai pemenuh kekurangan pasokan sapi lokal, menjadi bertambahnya masalah yang dihadapi oleh peternak. Kebutuhan konsentrat dan hijauan yang berkualitas tinggi menjadi hal yang sulit untuk dipenuhi oleh peternak lokal. Sehingga, sapi crossbreed seperti peranakan Simmental (Simpo), peranakan Limousin (Limpo), peranakan Brahman dan Angus (Brangus-PO) terpaksa harus diadaptasikan dengan lingkungan yang memberikan mereka pakan seadanya, tidak sesuai dengan kebutuhan pokok dari sapi crossbreed. Sapi Simental-Peranakan Ongole (Simpo) merupakan sapi hasil backcrossing antara sapi Simental termasuk exotic breed dengan sapi Peranakan Ongole merupakan salah satu sapi potong yang banyak digemukkan oleh peternak Indonesia dengan sistem feedlot (Riyanto, 2009)..Sedangkan, sapi lokal (sapi PO) telah adaptif dengan lingkungan di kawasan Indonesia dengan pakan hijauan dan konsentrat yang kualitasnya tidak terlalu tinggi.

Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Gambar 2. Sapi PO-Simmental (Simpo) II. Tinjauan pustaka

(3)

Kebutuhan pakan sapi terdiri dari hijauan, leguminosa dan pakan tambahan berupa konsentrat. Hijauan dan leguminosa berfungsi sebagai sumber serat dan vitamin, dapat berupa rumput, daun-daunan, jerami, tebon, kulit kedelai,limbah kacang tanah. Pakan tambahan berupa konsentrat merupakan salah satu sumber gizi tinggi, mineral dan protein (Nuschati, 2008).

Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat sapi potong berdasarkan bahan kering,

Sapi Peranakan Ongole (PO) dengan sapi crossbreed memiliki kebutuhan pakan yang berbeda. Sapi PO memiliki konsumsi pakan yang lebih sedikit daripada sapi crossbreed, misalnya Simpo. Secara ringkas, kebutuhan pakan sapi PO maupun Simpo dihitung dari berat badannya, yaitu hijauan 10% dari berat badan, konsentrat 1-2% dari berat badan. Kebutuhan protein (PK) untuk sapi yang baik adalah >14% serta, total digestible nutrient (TDN) 70%. Ukuran tersebut merupakan standar optimal untuk sapi dapat berproduksi (Nuschati, 2008).

(4)

1. Sistem dry lot fattening

Sistem dry lot fattening yaitu penggemukan sapi dengan memperbanyak pemberian pakan konsentrat. Jumlah pemberian hijauan hanya relatif sedikit sehingga efisiensi penggunaan pakan lebih tinggi. Perbandingan hijauan dan konsentrat berkisar antara 40:60 sampai 20:80. Perbandingan ini didasarkan pada bobot bahan kering (BK). Penggemukan sistem ini dilakukan di dalam kandang. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi di dalam kandang. Jadi, pakan harus disediakan sesuai porsi waktu yang tepat.

2. Sistem pasture fattening

Sistem penggemukan pasture fattening, yaitu sapi yang digembalakan di padang penggembalaan sepanjang hari. Dengan sistem ini, ada ternak yang tidak dikandangkan dan ada juga yang dikandangkan setelah malam hari atau pada saat matahari bersinar terik. Padang penggembalaan yang baik adalah padang tersebut ditumbuhi hijauan berupa rumput dan leguminosa. Sementara padang penggembalaan yang hanya ditumbuhi rumput saja berdampak kurang baik bagi laju pertumbuhan sapi. Leguminosa mempunyai kemampuan untuk menangkap nitrogen sehingga tanah dibawahnya menjadi lebih subur dan baik untuk pertumbuhan rumput. Selain itu, leguminosa juga memiliki kandungan protein yang tinggi. 3. Sistem kombinasi dry lot dan pasture fattening

(5)

diberi konsentrat. Sistem penggemukan ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada sistem dry lot fattening, tetapi lebih singkat daripada sistem pasture fattening.

4. Sistem kereman

Sistem ini sebenarnya hampir sama dengan dry lot fattening, yaitu ternak sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat serta sapi dikandangkan selama pemeliharaan. Bedanya, sistem kereman lebih banyak dilakukan oleh peternak tradisional dan pemberian pakannya masih tergantung dengan kondisi. Bila musim hujan, sapi diberi banyak pakan hijauan, tetapi bila musim kering sapi lebih banyak diberi pakan konsentrat.

Gambar 3. Leguminosa

B. Konsentrat

Menurut SNI 3148.2:2009 konsentrat merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

(6)

Gambar 4. Ampas singkong

Gambar 5. Bungkil kopra

Gambar 6. Kulit kopi

Gambar 7. Dedak padi

Menurut Riyanto (2009) salah satu bentuk konsentrat yang baik untuk memacu pertumbuhan terdiri dari 70% hijauan (jerami padi fermentasi) dan 30% (konsentrat). Konsentrat diberi nama Konsentrat Pemacu Petumbuhan (GPC=Growth Promoted Concentrate) diberikan sebagai konsentrat suplementasi pakan penguat berupa onggok 70%, bekatul 25% dan molases 5%. Komposisi GPC tersusun dari 5 % urea, 20 % molases, 30 % bungkil kedelai, 5 % bungkil sawit, polar 39 % dan mineral 1 %.

(7)

mineral, serat dan vitamin cukup untuk ternak. Lain halnya jika musim kemarau terjadi, hijauan akan sulit ditemukan, sehingga peternak kesulitan untuk memberikan pakan pada ternaknya. Salah satu cara peternak memanfaatkan melimpahnya hijauan ketika musim penghujan adalah dengan pengeringan rumput untuk menyimpannya sebagai persediaan saat tidak ditemui limbah pertanian. Saat hijauan sulit ditemukan, maka konsentrat adalah pilihan selanjutnya sebagai pakan. Konsentrat yang ada di pasaran terlalu mahal untuk dibeli, sehingga sebagian peternak memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan konsentrat buatan (Soeharsono dkk, 2005; Nuschati, 2008). Upaya mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dilakukan dengan berbagai cara, seperti perebusan pada dedak padi, gaplek, onggok, maupun dengan pencincangan pada jerami jagung dan pucuk tebu. Perlakuan fisik dengan penggilingan menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil, berakibat meningkatkan bahan terkonsumsi (Soeharsono, 2005).

C. Pengaruhnya pada reproduksi

(8)

bunting yang panjang, panjangnya interval dari lahir hingga estrus pertama, tingkat konsepsi yang rendah dan kematian anak sampai umur sapih yang tinggi

Performa reproduksi sapi PO akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu faktor genetik (bangsa), makanan dan lingkungan (Iskandar, 2011), selain itu factor kesehatan juga berpengaruh pada produktivits (Rasyid dkk, 2009). Pola pengelolaan yang baik pada sapi dara selama fase pertumbuhan akan memberikan pertambahan bobot badan maksimal sehingga masa pubertas dan dewasa tubuh akan dicapai lebih cepat. Namun, pertimbangannya bahwa sapi dara yang akan memasuki masa reproduksi membutuhkan bobot badan dan kondisi tubuh yang optimal. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama akan menyebabkan kekurusan dan diikuti tidak aktifnya fungsi ovarium, sebaliknya akan mengalami gangguan reproduksi yaitu kegagalan kebuntingan dan kemajiran bila bobot badan meningkat drastis. Pemberian pakan yang tidak memadai akan berpengaruh pada conception rate yang rendah. Apabila kebutuhan pakan tambahan tidak terpenuhi dengan baik, maka akan terjadi defisiensi mineral dan berdampak pada reproduksi. Kegagalan reproduksi dapat disebabkan karena kurang gizi, defisiensi mineral, teknik inseminasi dan faktor internal ternak itu sendiri (Rasyid dkk, 2009).

(9)

protein dan biasanya berhubungan dengan rendahnya kadar mineral di dalam pakan terutama P (Posfor) dan Co (cobalt). Apabila sapi mengalami defisiensi Co dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan, pubertas terlambat dan kegagalan estrus pada sapi betina. Sedangkan defisiensi P dapat menyebabkan pubertas terlambat pada sapi dara dan pada induk terjadinya kegagalan estrus (Iskandar, 2011).

Sapi persilangan memiliki kebutuhan pakan yang lebih tinggi dibanding dengan sapi lokal, misalnya Simpo (Simmental-PO). Performa reproduksi sapi Simpo akan menurun jika cara pemeliharaannya sama dengan pemeliharaan sapi PO. Jika nutrisi tidak terpenuhi, maka sapi crossbreed akan lebih sering mengalami gangguan reproduksi yang diawali dengan silent heat-anestrus, karena bobot tubuh mereka tidak optimal untuk mencapai kemampuannya dalam berovulasi atau beraktivitas luteal. Kurangnya pakan penguat yang mengandung banyak mineral dan energi secara garis besar dapat berdampak negatif pada performa reproduksi baik sapi PO maupun Simpo (Rasyid dkk, 2009).

(10)

sapi. Rendahnya kadar serum glukosa selain dapat menyebabkantingginya konsentrasi non esterified fatty acids (NEFA) yang mempunyai efek toksik terhadap folikel, oosit,embrio, dan fetus. Kekurangan nutrisi juga berdampak pada kematian ovum, embrio, dan fetus karena tidak cukupnya hormon steroid ovarium (Arthur, 2001).

III. Pembahasan

Kebutuhan pakan sapi lokal dan crossbreed misalnya PO dan Simpo tidak dapat disamakan secara kuantitas maupun kualitas. Sapi PO cenderung lebih adaptif untuk pakan yang ada di wilayah Indonesia, sedangkan sapi Simpo memiliki kecenderungan pakan yang lebih banyak dan berkualitas tinggi hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan peternak rakyat untuk membeli pakan yang berkualitas tinggi, baik berupa hijauan yang bagus ataupun konsentrat yang bernutrisi tinggi.

(11)

timbulnya berahi yang lemah, berahi tenang, anestrus, kawin berulang (repeat breeding), kematian embrio dini, absorbsi embrio yang mati oleh dinding uterus, kelahiran anak yang lemah atau kelahiran prematur. Selain pengaruh nutrisi, defisiensi dan ketidakseimbangan mineral juga berpengaruh terhadap kawin berulang, aktivitas ovarium, dan rendahnya efisiensi reproduksi (Bearden, 1980).

IV. Kesimpulan

1. Pemberian pakan yang seimbang dari hijauan, leguminosa dan konsentrat akan mengoptimalkan performa reproduksi sapi potong.

2. Pemberian pakan yang sesuai dengan individunya baik secara kuantitas dan kualitas, harus menjadi perhatian penting, karena sapi PO dan Simpo memiliki kebiasaan makan yang berbeda.

3. Defisiensi nutrisi berupa protein, karbohidrat, mineral, vitamin dan serat dapat berakibat gangguan reproduksi seperti silent heat, anestrus, repeat breeding, disfungsi ovarium, serta kegagalan kebuntingan.

V. Daftar pustaka

Anonim. 2009. Pakan Konsentrat-Bagian 2: Sapi Potong. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional.

Arthur, G.H. 2001. Veterinary Reproduction and Obstetrics. W.B. Saunders: England. Bearden, H. J. and John W. Fuquay. 1980. Applied Animal Reproduction Reston Publishing Company. Inc. A. Printice Hall Company Reston, Virginia.

(12)

Nuschati, U. 2008. Teknologi Formulasi Ransum untuk Penggemukan Sapi pada Wilayah Marjinal.

Rasyid, A. Krishna, NH. 2009. Produktivitas Sapi Potong Dara Hasil Persilangan F1 (PO x Limousin dan PO x Simmental) di Peternakan Rakyat. Loka Penelitian Sapi Potong: Pasuruan, Jawa Timur.

Riyanto, J. 2009. Usaha Penggemukan Sistem Feed/of Sapi Simental Berbasis Pakan Jerami Padi Fermentasi (Straw Fermented Block=SFB) dan Suplementasi Konsentrat Pemacu Pertumbuhan (Growth Promoting Concentrate=GPC) Pola Integrated Sustainabality Farming System Berwawasan Zero Waste-LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Peternak Kelompok Tani Ternak “Sambi Mulyo” Desa Jagoan, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali. LPPM. Universitas Negeri Surakarta (UNS) Penelitian, KNRT, Insentif Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi: Surakarta.

Gambar

Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole (PO)
Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat sapi potong berdasarkan bahan kering,
Gambar 3. Leguminosa
Gambar 5. Bungkil kopra

Referensi

Dokumen terkait

Hasil karakteristik input–output, data pembangkit dan pembebanan dijadikan masukan proses optimasi biaya pembangkitan menggunakan metode dynamic genetic

Oleh karena itu dalam sebuah ruang pamer atau galeri sebaiknya terdapat juga ruang-ruang yang mengakomodasi kegiatan komunitas seni tersebut baik ruang untuk

Kepala Sub Bagian Tata Pemerintahan dan Perangkat Daerah mempunyai tugas membantu Kepala Bagian dalam rangka menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan petunjuk pelaksanaan

Tiara Delfi (2014) menyatakan hubungan kompensasi dengan pencegahan fraud yaitu dengan adanya sistem kompensasi yang sesuai maka pegawai atau karyawan dapat

Berdasarkan hasil validasi uji ahli software aplikasi AUM berbasis Android kepada ahli materi, ahli media, dan calon pengguna dalam proses pengembangan, dapat

Pada bagian ini seluruh rangkaian yang yang tadi dibuat kemudian dihubungkan Rangkain Minimum System menjadi CPU , Sensor Line Follower berfungsi sebagai Input dan

Hasil Penghitungan Perolehan Suara dari seluruh TPS dilaporkan KPUM kepada PRESMA untuk diberikan Penetapan Perolehan Suara dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh

Aktiviti Harta Karun (kotak