PENGARUH PENGGUNAAN SOLVEN NATRIUM
KARBONAT (Na2CO3) TERHADAP ABSORPSI CO2 PADA
BIOGAS KOTORAN SAPI DALAM SPRAY COLUMN
Lia Cundari*, Selpiana*, Chandra Karta Wijaya, Arini Sucia
*Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. RayaPalembang-PrabumulihKm 32 Inderalaya Ogan Ilir- 30662
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum larutan natrium karbonat yang mampu mengasbsorp gas karbon dioksida dalam biogas. Proses absorpsi ini berlangsung dalam spray column absorber dengan konstruksi fiber glass, berdiameter 10 cm dan tinggi 100 cm. Efektivitas kolom ini diuji dengan melangsungkan proses absorpsi didalamnya, yaitu dengan mengontakkan biogas dan pelarut secara countercurrent selama 3 menit. Pelarut yang digunakan adalah larutan natrium karbonat dengan berbagai variasi konsentrasi (15, 20, 25, 30, 35 %berat). Setelah proses absorpsi, gas hasil absorpsi dianalisa menggunakan ORSAT Analyzer dan Gas Chromatography (GC) untuk mengetahui kandungan gas CO2 di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik optimum tercapai ketika 25%berat
larutan natrium karbonat mengabsorp gas CO2 yaitu sebanyak 27,92%. Hal ini membuktikan bahwa
penggunaan larutan penyerap natrium karbonat efektif untuk mengabsorp gas CO2.
Kata kunci: Absorpsi, Natrium Karbonat, Karbon Dioksida, Spray Column Absorber
Abstract
Biogas was one of alternative energy. One of the highest impurities on biogas was carbon dioxide. This research was conducted to determine the carbon dioxide absorption using sodium carbonate as absorbent. Absorption process occured in spray column absorber, which is construct from fiber glass with 10 cm diameter and 100 cm height. Biogas and absorbent were contacted each other by countercurrent flow for 3 minutes. Sodium carbonate concentration was varied from 15 to 35 %wt. After absorption process, output gas were collected and analized by ORSAT Analyzer and Gas Chromatography (GC). Result of this research showed that absorption with 25%wt sodium carbonate produces the highest carbon dioxide absorption. Measurement of this point was 27,92 percentage of carbon dioxide absorption. This proved that purification biogas with sodium carbonate in spray column was efective to carbon dioxide absorption.
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan kehidupan di berbagai sektor, misalnya sektor rumah tangga, sektor industri baik industri kecil maupun skala yang lebih besar, sektor transportasi, dan lain-lain, membutuhkan energi sebagai penggeraknya. Selama ini kebutuhan akan energi tersebut masih dipenuhi oleh sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil, yang merupakan sumber energi tak terbarukan. Penggunaan yang terus-menerus tersebut menyebabkan semakin berkurangnya bahan bakar fosil tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong untuk timbulnya energi terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Banyak penelitian yang telah dikembangkan untuk memperoleh energi terbarukan, misalnya biofuel, biomassa, panas bumi, energi air, energi surya, energi pasang surut, energi ombak, dan energi angin. Biogas adalah salah satu contoh energi terbarukan yang berasal dari biomassa. Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan bahan-bahan organik akibat adanya aktivitas mikroba dalam kondisi anaerob. Seperti halnya bahan bakar fosil, biogas juga bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bahan bakar rumah tangga, dan pembangkit listrik.
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida merupakan gas hasil pembakaran, sehingga apabila di dalam biogas tersebut terdapat sejumlah besar karbon dioksida tentu saja akan mengganggu proses pembakaran itu sendiri, hal ini menyebabkan panas yang dihasilkan masih rendah sehingga kualitas nyala api biogas masih belum optimum (Mara, 2012). Seperti halnya pada gas alam, gas CO2 dapat mengurangi
efektivitas pembakaran gas alam ketika proses pembakaran. Keberadaan gas CO2 pada gas
alam juga dapat menurunkan jumlah gas sintesis yang terbentuk pada proses reforming. Selain berdampak dalam pembakaran, gas karbon dioksida juga merupakan gas rumah kaca yang mempengaruhi perubahan cuaca sehingga akan berdampak ke lingkungan. Oleh karenanya perlu dikembangkan proses untuk mengurangi atau menyerap kandungan gas CO2 tersebut.
Beberapa cara untuk mengolah karbon dioksida yaitu dengan absorpsi kimia, adsorpsi fisik, adsorpsi kimia, dan pemisahan gas menggunakan membran (Ujjal K Ghosh, 2009). Dalam penelitian ini, peneliti ingin membahas lebih detil mengenai penyerapan gas karbon dioksida dalam biogas tersebut dengan menggunakan suatu pelarut, atau sering disebut
juga proses absorpsi. Banyak pelarut yang telah diaplikasikan untuk mengolah gas CO2, yaitu
larutan alkanolamin, potasium hidroksida (KOH), sodium hidroksida (NaOH), potasium karbonat (K2CO3), dan sodium karbonat
(Na2CO3).
Biogas
Pada umumnya kotoran ternak, dedaunan, dan bahan-bahan organik lainnya belum termanfaatkan secara efisien. Pemanfaatan bahan-bahan tersebut baru sebatas pembuatan pupuk. Dalam pembuatan pupuk tersebut diperlukan waktu pengomposan yang cukup lama. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, waktu pengomposan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biogas. Dengan perlakuan seperti ini tentu saja bahan-bahan yang tadinya tidak terlalu bermanfaat dapat lebih bernilai. Dua keuntungan yang bisa diperoleh adalah mendapatkan biogas dan juga menghasilkan pupuk.
Biogas atau disebut juga gas rawa merupakan gas hasil dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi tanpa udara (anaerob). Bakteri yang berperan dalam pembentukan biogas adalah bakteri metanogenik dan bakteri asidogenetik. Kedua bakteri ini secara alami terdapat di dalam limbah organik.
Bakteri metanogenik tidak aktif pada temperatur yang sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya adalah 35oC. Jika temperaturnya turun menjadi 10oC maka produksi biogas akan berhenti. Produksi yang ideal berada pada daerah mesofilik yaitu antara 25-30oC. Untuk mendapatkan biogas diperlukan suatu tanki tertutup tempat terjadinya proses fermentasi, yang disebut juga digester.
Dari ketiga tahapan proses diatas, maka kandungan biogas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida (rumus kimia: CO2)
atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. CO2 berbentuk gas pada keadaan
temperatur dan tekanan standar dan terdapat di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang yang bersifat netral atau sedikit basa (pH > 6,5), bentuk bikarbonat mendominasi (>50%). Dalam air yang bersifat basa kuat (pH > 10,4), bentuk karbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik. Dalam air laut (dengan pH = 8,2 - 8,5), terdapat 120 mg bikarbonat per liter.
Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari hasil samping pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam), distilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu akan menghasilkan karbon dioksida.
Seperti terlihat pada Tabel 1, dalam biogas terkandung 25 – 45 %berat gas CO2, hal
itu tentu saja akan mengganggu proses pembakaran dari biogas, karena karbon dioksida merupakan molekul yang dapat menghambat dan menurunkan laju reaksi pembakaran. Karbon dioksida akan terurai dan bekerja dengan mengganggu rantai reaksi kimia pembakaran (Andhika Prasetya, 2012). Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian biogas yang bertujuan mengurangi kandungan pengotor dalam biogas, terutama gas CO2. Dalam hal
menyerap gas CO2 dapat digunakan beberapa
proses yaitu absorpsi kimia, adsorpsi fisik dan kimia, serta dengan menggunakan membran.
Di dalam penelitian ini, gas CO2 tersebut
akan diserap dengan menggunakan suatu
pelarut. Proses ini disebut juga dengan absorpsi. Dikarenakan pelarut yang digunakan bereaksi secara kimia dengan gas CO2, maka proses
absorpsi yang terjadi disebut juga absorpsi kimia.
Absorpsi
Absorpsi dapat dibedakan menajdi dua jenis, yaitu absorpsi fisika dan absorpsi kimia. Absorpsi fisika adalah proses penyerapa gas-cair yang disebabkan oleh Gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi untuk membentuk cairan yang ada pada permukaan absorben), contohnya: absorpsi gas H2S dengan
pelarut air, metanol, atau propilen. Sedangkan absorpsi kimia adalah absorpsi yang terjadi karena adanya reaksi antara zat yang diserap dengan absorben, contohnya: absorpsi gas CO2
dengan pelarut Na2CO3, NaOH, K2CO3, dan
lain-lain. Besar kecilnya absorpsi dipengarui oleh jenis absorben, jenis zat yang akan diabsorp, konsentrasi absorben, luas permukaan, temperatur, dan tekanan.
Gas metana murni memiliki nilai kalor 9100 kkal/m3 pada 15,5 oC dan tekanan 1 atm, sedangkan biogas 4800 – 6200 kkal/m3. Nilai kalor tersebut dapat ditingkatkan dengan mengurangi pengotor di dalam biogas melalui proses absorpsi.
Pemilihan absorben tergantung dari konsentrasi feed gas dan prosentase pemisahan yang diinginkan. Jika konsentrasi impurities pada feed gas tinggi, 10% s/d 50%, absorpsi bisa dilakukan dengan melarutkan impurities dengan liquid yang nonvolatile dan nonreactive. Liquid nonreactive tersebut biasa disebut pelarut fisika (physical solvents). Jika konsentrasi impurities rendah sekitar 1% s/d 10%, akan digunakan liquid yang bereaksi kimia dengan impurities secara cepat, dan reversible. Liquid yang mampu bereaksi dengan impurities tersebut disebut pelarut kimia (chemical solvents). Jika konsentrasi impurities dalam gas masih perlu lebih rendah lagi, maka harus digunakan liquid yang bereaksi secara irreversible, namun cara ini membutuhkan biaya besar dan menghasilkan limbah padat.
Pada dunia industri, umumnya metode yang digunakan untuk menangkap atau mereduksi jumlah karbon dioksida adalah proses Chemical Absorption. Dan pelarut yang digunakan dalam absorpsi kebanyakan adalah Monoethanolamine (MEA), methylethanolamine (DEA), methyldiethanolamine (MDEA), Piperazine, dan Kalium Karbonat (K2CO3). Dalam penelitian ini
menggunakan larutan kalium karbonat (K2CO3)
yang bereaksi secara lambat dengan karbon dioksida, sehingga penambahan asam borat (H3BO3) sebagai promotor alternatif untuk
menaikkan laju reaksi. Asam borat relatif bersifat lebih ramah lingkungan dan tidak berinteraksi dengan sulfur dioksida dan oksigen yang kemungkinan ada dalam flue gas, dan juga asam borat bisa bersinergi dengan karbonat.
Absorbsi gas karbon dioksida yang terjadi dengan larutan natrium karbonat terjadi melalui reaksi kimia berikut:
CO2 + H2O → H2CO3 (1)
H2CO3 + Na2CO3→ NaHCO3 (2)
Tahapan reaksi ioniknya adalah sebagai berikut:
Reaksi (3) dan (5) berjalan lambat dan tentunya menjadi penentu laju absorpsi yang terjadi. Dengan penambahan asam borat akan menjadikannya katalis pada reaksi (5) sehingga dapat berlangsung lebih cepat.
Pelarut
Pelarut yang telah dikembangkan untuk menyerap gas CO2 adalah larutan alkanolamin
atau potasium karbonat panas. Amina primer dan sekunder bereaksi dengan CO2 membentuk
amin karbamat. Larutan amina primer, seperti monoetanolamin, menunjukkan laju absorpsi yang lebih cepat daripada larutan amina sekunder, seperti diethanolamin. Keuntungan penggunaan larutan alkanolamin dibandingkan potasium karbonat adalah laju absorpsi gas CO2
yang cepat. Tetapi, alkanolamin juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu panas absorpsinya tinggi, degradasi oksidatif pada temperatur tinggi, dan korosi. Selain itu, larutan amina juga menyebabkan timbulanya energi desorpsi yang tidak diinginkan dan emisi dari produk yang terdegradasi (Nathalie J.M.C. Penders-van Elk, 2013). Sebaliknya, walaupun larutan potasium karbonat panas memiliki panas absorpsi yang hampir sama dengan absorpsi fisika, harga lebih murah, kapasitas yang lebih besar, lebih stabil, mudah dalam penanganannya, dan relatif mudah diregenerasi, tetapi larutan ini mempunyai laju absorpsi yang lambat.
Laju absorpsi gas CO2 dalam karbonat
ini dapat ditingkatkan dengan menambahkan sejumlah aditif, termasuk senyawa amina, enzim carbonic anhydrase, dan katalis hidrasi. Katalis
hidrasi yang telah dikembangkan adalah sodium atau potasium arsenit, formaldehid, hypoclorit, telluric acid, germanic acid, arsenious acid, silica acid, chloral hydtare, chloral alchoholate, piperazine, sodium atau potasium borat, lithium silikat, dan lain sebagainya (Ujjal K Ghosh, 2009). Meskipun begitu, kebanyakan promotor adalah senyawa beracun di alam dan beberapa yang lainnya kurang stabil di dalam stripper. Asam borat yang nantinya akan digunakan sebagai promotor dalam penelitian ini adala senyawa yang ramah lingkungan.
Natrium Karbonat
Natrium karbonat (juga dikenal sebagai washing soda atau soda abu), (Na2CO3), adalah
garam natrium dari asam karbonat. Bentuk paling umum sebagai heptahidrat kristal, yang mudah effloresces untuk membentuk bubuk putih, monohidrat tersebut. Natrium karbonat di dalam negeri, terkenal untuk penggunaan sehari-hari sebagai pelunak air. Hal ini dapat diekstraksi dari abu macam-macam tanaman. Hal ini secara sintetis diproduksi dalam jumlah besar dari garam dan kapur dalam proses yang dikenal sebagai proses Solvay.
Dalam penggunaan domestik, digunakan sebagai pelunak air selama cuci. Na2CO3
bersaing dengan ion magnesium dan kalsium dalam air keras dan mencegah mereka dari ikatan dengan deterjen yang digunakan. Tanpa menggunakan soda cuci, deterjen tambahan diperlukan untuk menyerap magnesium dan ion kalsium. Disebut soda cuci, kristal soda, atau soda sal di bagian deterjen toko, secara efektif menghilangkan noda minyak, lemak, dan alkohol. Natrium karbonat juga digunakan sebagai agen pembersih kerak pada boiler seperti yang ditemukan dalam pot kopi, mesin espresso, dan lain-lain.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian eksperimental nyata, yaitu dengan melakukan pengujian langsung pada obyek penelitian untuk mendapatkan data.
A. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di 2 tempat yaitu: 1) Laboratorium Energi Baru dan Terbarukan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya untuk run proses absorpsi, dan 2) Laboratorium PT PUSRI untuk analisa hasil penelitian.
B. Alat Penelitian
Prototipe absorber (gambar 1)
Erlenmeyer
Gelas ukur
Neraca Analitik
Pipet Tetes
ORSAT
Gas chromatograph (GC)
C. Bahan Penelitian
Na2CO3
Aquadest
H3BO3
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga macam variabel sebagai berikut:
Variabel terikat, yaitu variabel yang menjadi tujuan utama dari penelitian. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengurangi kadar gas CO2,
jadi yang menjadi variabel terikatnya adalah kualitas biogas setelah absorpsi.
Variabel bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi varibael terikat, yakni kondisi yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah variasi komposisi larutan natrium karbonat, yakni 15%;20%;25%; 30%;35% dari jumlah berat total.
Variabel terkontrol, yaitu variabel yang dibuat tetap untuk mengontorol jalannya penelitian, yakni waktu penyerapan selama 3 menit untuk sekali run, dan laju alir, temperatur dan tekanan biogas yang mengalir dalam alat absorpsi juga dibuat tetap.
E. Prosedur Penelitian
Pembuatan Larutan Absorban Buat larutan absorban yang terdiri dari Na2CO3 dan aquadest
Persiapan Alat Absorbsi
1. Siapkan kompresor, pompa, serta kolom absorbs yang sudah di
pasang spray pada top kolom dan inlet gas pada bottom kolom. 2. Pasang kolom pada rangka yang
sudah disiapkan
3. Hubungkan kompresor dengan kolom pada bagian bottom dan pompa dengan kolom bagian top melalui selang yang disiapkan. 4. Hubungkan kompresor dengan
penampung biogas
5. Hubungkan pompa pada wadah penampung absorban
6. Siapkan basin penampung cairan outlet kolom pada bagian bottom
Gambar 1. Spray Column Absorber Proses Absorbsi
1. Larutan Na2CO3 dipompa dan
diumpankan ke dalam kolom melalui bagian atas kolom pada laju alir tertentu hingga keadaan steady tercapai. Flow aliran dinyatakan dengan bukaan penuh valve.
2. Biogas dialirkan hingga kondisi steady dengan bukaan penuh valve.
3. Proses absorbs dilakukan dalam waktu 3 menit
F. Analisis Sampel
Analisa sampel gas menggunakan ORSAT dan Gas cromatograph (GC) dengan prosedur seperti dalam panduan operasi PT PUSRI.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
kandungan gas karbondioksida. Biogas yang diumpankan berupa biogas yang berasal dari kooran sapi yang diambil dari Desa Sukomulyo, Kecamatan Inderalaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir. Hasil analisa awal dari sampel biogas tersebut adalah seperti telihat pada tabel 2, analisa dilakukan di Laboratorium Gas PT PUSRI.
Tabel 2. Komposisi Biogas Awal
Komponen % mol
CH4 55,237
CO2 39,443
N2 2,278
O2 0,007
Gas yang tidak terdefinisi 3,036
Sampel biogas diumpankan ke dalam
spray column absorber untuk dikontakkan dengan larutan penyerap (absorben) berupa natrium karbonat (Na2CO3) secara countercurrent. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas area kontak antara gas dan cairan sehingga jumlah solut yang diserap pun akan semakin meningkat. Variasi larutan Na2CO3
yang digunakan adalah 15, 20, 25, 30, dan 35 %berat. Hasil yang didapat ditunjukkan dengan grafik di gambar 2.
Dari gambar 2 tersebut terlihat bahwa dengan penambahan larutan Na2CO3 akan
mempengaruhi jumlah gas CO2. Terbukti bahwa
proses absorpsi antara gas CO2 dan Na2CO3
dapat berlangsung di dalam spray column absorber tersebut. Sebelum proses absorpsi berlangsung jumlah gas CO2 yang tersedia ketika menambahkan 25%berat larutan Na2CO3,
dengan %mol gas CO2 terabsorp sebesar 11,013.
Gambar 2. Perbandingan %mol CO2 sebelum
dan sesudah proses absorpsi
Ketika ditambahkan 30 dan 35% berat larutan Na2CO3 jumlah gas CO2 yang terabsorp
kembali berkurang, ditunjukkan dengan kenaikan grafik. Titik balik ini terjadi karena reaksi yang terjadi antara larutan Na2CO3 dan
gas CO2 adalah reaksi bolak balik (reversible),
terlihat dari reaksi kimia yang dipaparkan di bawah ini. Apabila konsentrasi reaktan ditambah maka kesetimbangan bergeser ke arah produk, dapat dilihat denagan grafik yang menurun dari 15, 20, dan 25%berat larutan Na2CO3, tetapi ketika kesetimbangan itu telah
tercapai penambahan konsentrasi justru akan mengurangi jumlah produk (jumlah gas CO2
terabsorp), atau dapat dikatakan larutan telah jenuh, hal ini terlihat dari grafik 30 dan 35% berat larutan Na2CO3 yang kembali menanjak.
Reaksi antara gas karbon dioksida dan larutan natrium karbonat adalah sebagai berikut (Ujjal K Ghosh, 2009):
CO2 + H2O → H2CO3
H2CO3 + Na2CO3→ NaHCO3
Dengan tahapan reaksi ioniknya adalah sebagai berikut:
Secara keseluruhan reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.
CO32- + CO2 + H2O ↔ 2HCO3-
Jika dilihat dari persen penyerapan atau tingkat keberhasilan proses absorpsi tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Persentase Penyerapan Gas CO2
setelah Proses Absorpsi
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Adapun kesimpulan adalah sebagai berikut;
1. Prototipe hasil perancangan berupa spray column absorber efektif digunakan untuk menyerap gas CO2 dalam biogas.
2. Kondisi optimum larutan natrium karbonat yang mengabsorb gas CO2 adalah
25%berat dengan kemampuan penyerapan sebesar 27,92%.
Untuk pengembangan keilmuan, Peneliti menyarankan agar ada keberlanjutan proses absorbsi menggunakan spray column absorber ini dengan memvariasikan suhu, laju alir, promotor yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andhika Prasetya, D. W. (2012). Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kandungan gas CO2 dalam proses purifikasi biogas sistem continue. e-Journal Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, 1.
Cullinane J.T, G. T. (2004). Carbon dioxide absorption with aqueous potassium carbonate promoted by piperazine.
Department of Chemical Engineering, University of Texas, Austin .
Gary T. Rochelle, M. H. (2005). CO2 cupture by absorption with potassium carbonate.
Department of Chemical Engineering, University of Texas, Austin .
Hilliard, M. D. (2005). A predictive model for aqueous potassium carbonate/piperazine/ethanolamine for carbon dioxide removal from flue gas.
Department of Chemical Engginering, University of Texas, Austin .
Hongyi Dang, G. T. (2001). CO2 Absorpstion rate and solubility in monoetahnolamine/piperazine/water.
National Conference on Carbon
Sequestration. Washington DC.
Maeka Puspa, P. A. (2010). Pengaruh Penambahan Asam Borat (H3BO3) terhadap solubilitas Co2 dalam larutan
K2CO3. Surabaya: Laboratorium
Thermodinamika Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November.
Mara, I. M. (2012). Analisi penyerapan gas karbon dioksida (CO2) dengan larutan NaOH terhadap kualitas biogas kotoran sapi. Dinamika Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mataram, 2, 38-46.
Maryam Mahmoudkhani, D. W. (2009). Low-energy sodium hidroxide recovery for CO2 cupture from atmospheric air - Thermodynamic analysis. International Journal of Greenhouse Gas Control, ELSEVIER .
N. Tippayawong, P. T. (2010). Biogas quality upgrade by simultaneous removal of CO2 and H2S in a packed column reactor. Energy, ELSEVIER .
Nathalie J.M.C. Penders-van Elk, e. (2013). Kinetics of absorption of carbon dioxide in aqueous amine and carbonate solutions with carbonic anhydrase.
International Journal of Greenhouse Gas Control , 259-268.
Sanjay Bishnoi, G. T. (2002). Thermodynamics of
piperazine/metyldiethanolamine/water/ca rbon dioxide. Ind. Eng. Chem. Res. , 604-612.
Ujjal K Ghosh, S. E. (2009). Absorption of carbon dioxide into aqueous potassium carbonate promoted by boric acid.