BUKTI AUDIT SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN PAJAK
Wahyu Kurniawan (15919049)Email: why.krnwn@gmail.com
Magister Akuntansi – Universitas Islam Indonesia
Kasus: DJP Tunggu Putusan Pengadilan Pajak
Meski telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA), kasus pengemplangan pajak
yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group (AAG) belum juga menemukan titik akhir.
AAG merasa keberatan atas putusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) 14 perusahaan yang tergabung dalam
Asian Agri Group untuk membayar tagihan pajak beserta denda dengan total nilai
Rp1,829 trilun.
AAG lantas mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Pajak. Alasannya, total
pajak dan denda yang harus dibayarkan oleh AAG dari 2002-2005 terlalu besar. Tak
sebanding dengan total keuntungan yang diterima oleh perusahaan perkebunan. AAG
berharap DJP dapa melakukan perhitungan ulang. Hingga saat ini, kasus tersebut
masih bergulir di Pengadilan Pajak.
Sebelumnya, General Manajer Asian Agri Freddy Widjaya AAG meminta DJP
menghitung kembali tagihan pokok pajak yang dibebankan kepada AAG. Ia mengaku,
keuntungan yang diperoleh oleh AAG sepanjang 2002-2005 hanya mencapai Rp1,24
triliun.
Bahkan, melalui Indonesia Research and Strategic Analysis (IRSA), AAG
menjabarkan data keuangan AAG sepanjang tahun 2002-2005. Setidaknya, ada tiga
pelanggaran pajak yang dituduhkan kepada AAG yakni praktik transfer pricing yang
menyebabkan kerugian berupa pengurangan penerimaan perusahaan sebesar Rp889
miliar, penggelembungan biaya perusahaan sebesar Rp1,5 triliun serta transaksi
Atas tuduhan tersebut, besaran penyelewengan sebesar Rp1,3 triliun dinilai
sangat besar dan sulit dipahami dengan perhitungan masuk akal.
Sumber:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5321dcac82245/djp-tunggu-putusan-pengadilan-pajak
BEDAH KASUS
PendahuluanPemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa
pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Temuan-temuan
pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten, yaitu bukti yang valid dan relevan,
yang mencukupi untuk dilakukan pertimbangan profesional oleh pemeriksa pajak.
Wajib pajak yang tidak menyetujui hasil pemeriksaan pajak, memiliki hak untuk
mengajukan keberatan dan banding atas ketetapan pajak. Dalam proses keberatan dan
banding, para pihak yang sengketa, dibebani beban pembuktian. Wajib Pajak harus
membuktikan kebenaran SPT yang disampaikannya, dan Direktorat Jenderal Pajak
berkewajiban membuktikan kebenaran ketetapan pajak yang dibuatnya. Dengan
demikian bukti audit yang menjadi dasar penerbitan ketetapan pajak, dapat juga
berfungsi sebagai alat bukti dalam persidangan sengketa pajak.
Pembahasan
Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup
dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bukti
kompeten adalah bukti yang valid dan relevan. Valid berarti bukti dapat diandalkan
untuk menyimpulkan suatu fakta. Relevan berarti bahwa bukti harus berkaitan dengan
pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana telah direncanakan Rencana Pemeriksaan
Menurut Konrath terdapat enam bentuk Bukti Audit, yaitu:
1. Physical evidence
2. Evidence obtain through confirmation
3. Documentary evidence
d. pengakuan para pihak; dan/atau
e. pengetahuan Hakim
Dikaitkan dengan pemeriksaan pajak, referensi tersebut di atas cukup relevan, sebagai
bagian dari pengertian bukti audit secara umum.
Pada bagian ketujuh undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan pajak
dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 76 diatur tentang pembuktian. Alat bukti dalam
yang ada kaitannya dengan banding atau Gugatan.
Agar hakim dapat memutuskan perkara dalam sengketa pajak, diperlukan
pemeriksa pajak sudah dapat memenuhi dua alat bukti, pertama adalah bukti audit dan
yang kedua adalah keyakinan hakim.
Simpulan
Pemeriksa pajak dalam melakukan koreksi atas kewajiban perpajakan atau SPT
wajib pajak harus didasarkan pada bukti audit yang kompeten. Bukti audit yang
kompeten selain menjadi dasar koreksi yang akurat, akan berguna sebagai alat bukti