• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN (2)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 MAKALAH

IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Maklah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Mu’amalah

Dosen pengampu: Imam Mustafofa, M.SI.

Disusun oleh : Santi Pratiwi NPM : 1502100213

Kelas A

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Islam sebagai agam yang universal, mengatur seluruh kegiatan manusia. Dalam kehidupan perekonomian, Islam bahkan mengaturnya dengan sebuah

sistem yang sekarang disebut dengan sistem ekonmi syari'ah. Dalam sistem ekonomi syari'ah, setiap akad yang terbentuk seperti jual beli, sewa,

mudharabah, hawalah, wakalah, harus selaras dengan hukum Islam. Sebagaimana yang dipelajari dalam ilmu ushul fiqh bahwa hukum dasar dalam mu’amalah adalah mubah, maka setiap kegiatan muamalah boleh dilakukan dan dikembangkan umat Islam, selama tidak ada pelarangan tentang hal itu, seperti munculnya praktik riba, atau gharar.

Sebagaimana setiap akad yang harus memenuhi rukun dan syaratnya masing-masing, akad rahn (gadai) juga harus memenuhi syarat yang telah

ditetapkan dalam syari'ah Islam. Gadai dalam Islam bertujuan untuk memberikan keamanan bagi pemberi hutang agar ia dapat tenang dan tak khawatir bahwa

hutangnya tidak akan dilunasi. Akan tetapi sikap saling percaya dan amanah bagi kedua pihak yang berakad itu lebih penting agar terbentuk ukhuwah

Islamiyyah yang terjaga kokoh dalam tubuh umat Islam.

Makalah ini membahas mengenai implementasi rahn dalam lembaga keuangan syari’ah, aplikasi rahn dalam lembaga keuangan syari’ah, manfaat rahn, resiko rahn, mekanisme pegadaian dalam Islam, sampai pada tahap

pelaksanaannya. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber bacaan bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya dan dapat menambaha

(3)

2 BAB II

IMPLEMENTASI RAHN DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah

Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian, terutama

untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak

menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi

permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah. 1

Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut, rahn dipakai

sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah.

Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Di beberapa negara islam termasuk di antaranya malaysia, akad rahn telah

dipakai alternatif dari penggadaian konvensional. Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama anatara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat

bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya

sekali dan ditetapkan di muka.2

Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu

gadai syariah, diantaranya : 1. Rukun gadai

a. Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin

(yang menerima gadai)

b. Al-Marhun yaitu barang yang digunakan untuk Rahin untuk dijadikan

jaminan dalam mendapatkan utang.

1

Veithzal Rivaidan andrea permata veitzal yang dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2016), h.201-202.

2

(4)

3 c. Al-Marhun bih (utang), syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang tersebut dapat dilunasi dengan agunan

tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik). d. Sighat, Ijab dan Qabul

2. Syarat gadai

a. Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang

b. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad.

c. Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang, barang yang dimanfaatkan, jika tidak

bermanfaat maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan. d. Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai)

atau wakilnya sebagai jaminan utang.3

Alur praktik rahn dalam Lembaga Keuanga Syariah umumnya adalah

sebagai berikut:

1. Nasabah menyerahkan jaminan (marhun) kepada bank syariah

(murtahin). Jaminan ini berupa barang bergerak.

2. Akad pembiayaan dilaksanakan antara rahin (nasabah) dan murtahin

(bank syariah).

3. Setelah kontrak pembiayaan ditandatangani, dan agunan dierima oleh

bank syariah, maka bank syariah mencairkan pembiayaan.

4. Rahn melakukanpembayaran kembali ditambah dengan fee yang telah disepakati. Fee ini berasal dari sewa tempat dan biaya untuk

pemeliharaan agunan.4

3

Ira Ikasa Putri, Analisis Perlakuan Aku ta si Pe biayaa Gadai Syari’ah Rah pada PT

Ba k Syari’ah Ma diri Tbk, Caba g Po tia ak. Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Vol. 2 Desember 2013

4

(5)

4 Praktik rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat disimplikasikan sebagai berikut:

1. Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang

digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggung jawab.

2. Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim.

3. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan

tersebut menjadi milik nasabah.

4. Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya.5

B. Aplikasi Rahn dalam Perbankan Syariah

Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut: a. Sebagai produk pelengkap

Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang

nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.

b. Sebagai produk tersendiri

Di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian

konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn,

nasabah tidak dikenakan bunga, yang di pungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.

Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari

sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan dimuka.

Tahap-tahap pelaksanaan gadai syari’ah:6

5

(6)

5 1. Tahap pengajuan

Pada tahap ini seorang nasabah apabila ingin mendapatkan pinjaman

dari Pegadaian Syariah ia harus datang dengan memenuhi beberapa persyaratan :

a) Menyerahkan copy KTP atau identitas resmi lainnya

b) Menyerahkan barang sebagai jaminan yang berhargamisalnya berupa

emas, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor,

c) Untuk kendaraan bermotor, cukup menyerahkan bdokumen

kepemilikan berupa BPKB dan copy dari STNK sebagai pelengkap jaminan

d) Mengisi formulir permintaan pinjaman; e) Menandatangani akad

2. Tahap perjanjian

Pada tahap perjanjian, pihak rahin harus datang sendiri dan melakukan

negosiasi terlebih dahulu atas perjanjian yang di buat oleh pihak Pegadaian Syariah. Bila pihak rahin tidak sepakat, boleh membatalkan

untuk tidak jadi meminjam uang di Pegadaian Syariah. Namun bila telah

sepakat atas perjanjian yang ada, maka nasabah langsung menandatangani akad tersebut. Adapun akad yang di gunakan dalam perjanjian gadai syariah ini adalah akad ijroh atau Fee Based marhun

yang bisa di sebut ijarah yakni rahin dimintai imbalan sewa tempat, ujroh memeliharaan marhun dalam hal penyimpanan barang yang di gadaikan.

C. Manfaat Rahn

Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adlah sebagai berikut:

a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.

b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah

6

(7)

6 peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.

c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesuliatan dana,

terutama didaerah-daerah.

Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-biaya kongkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan

keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia (penahan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga

harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secacra umum.7

D. Resiko Rahn

adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapakan sebagai produk adalah:

a. Risiko tidak terbayarnya utang nasabah (wanpretasi). b. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.

Risiko akad rahn sebagai berikut:8

Produk/jasa Akad

Gadai Rahn/qard

E. Mekanisme Operasional Pegadaian Islam

Dari landasan islam tersebut maka mekanisme operasional pegadaian islam dapat digambarkan sebagai berikut, melalui rahn,

nasabah menyerahkan barang dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang

tmbul dari proses pegadaian adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dannkeseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian

7

M. Syafi’i Antonio, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2011), h.298-299.

8

(8)

7 mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang di pungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa

modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga disini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstik” yang

akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya dipegadaian.9

Adpun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut melputi:

1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin

mensyaratkan barang barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

2. Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang

di-rahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.

3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya

seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa

diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn-kan sserta jangak waktu rahn ditetapdi-rahn-kan dalam prosedur.

5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa , biaya asuransi,

penyimpanan, keamanan,dan pengelolaan serta administrasi.10

Untuk dapat memperoleh layanan dari pedagaian islam, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain)unutk dititipkan disertai dengan copy tanda

pengenal. Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan

pengenaan sewa simpan (jasa simpanan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai

9

Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.280.

10

(9)

8 intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh perum pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari

nilai taksiran barang.11

Setelah melalui tahapan ini, pegadaian Islam dan nasabah

melakukan akad dengan kesepakatan:

1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman di tetapkan

selama maksimum empat bulan.

2. Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp 90,-

(sembilan puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersama pada saat melunasi pinjaman.

3. Membayar biaya administrasiyang besarnya ditetapkan oleh pegadaian pada saat pencaiaran uang pinjaman.12

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:

a. Melakukan penebusan barang atau pelunasan pinjaman

kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan.

b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dulu

jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi. c. Atau hanya membayar jasa simpanan saja terlebih dulu jika

pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya

membayar jasa simpanan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan

pokok pinjaman, jasa simpanan, dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi uang nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun

ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut pegadaian islam akan menyerahkan uang kelebihan uang kepada Badan Amil Zakat sebagai

ZIS.13

11

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281.

12

Ibid.

13

(10)

9 Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi pegadaian islam dibandingkan dengan pegadaian konvensional,

yaitu:

1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar

oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.

2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian, utang piutang dengan jaminan barang bergerak

yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga

pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fludisia. Berbeda dengan pegadaian islam yang mensyaratkan

secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.14

F. Analisis SWOT Pegadaian Islam

1. Kekuatan (Strength) dari sisyem gadai Islam.

a. Dukungan umat islam yang meruupakan mayoritas penduduk. Perusahaan gadai islam telah lama menjadi

dambaan umat islam di indonesia, bahkan sejak masa kebangkitan nasional yang pertama.

b. Dukungan dari lembaga keuangan Islam diseluruh dunia. Adanya pegadaian islam yang sesui dengan prinsip-prinsip

Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram.15 2. Kelemahan (Weakness) dari sistem mudharabah.

a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orangterlibat dalam perjanjian

bagi hasil adalah jujur dapat menjadi boomerang karena pegadaian Islam akan menjadi sasaran empuk bagi

14

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.281.

15

(11)

10 mereka yang beriktikad tidak baik. Contoh: pinjaman mudharabah yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan

sangat bergantung kepada kejujuran dan iktikad baik nasabahnya. Bisa saja terjadi nasabah melaporkan

keadaan yang sebenarnya. Misalnya, suatu usaha yang untung dilaporkan rugi sehingga pegadaian tidak

memperoleh bagian laba.

b. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama

dalam menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang kecil-kecil.dengan demikian, kemungkinan

salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukankecermatan yang besar.

c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka

pegadaian Islam lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang handal.

d. Karena pegadaian Islam belum dioperasikan di Indonesia, maka kemungkinan disana sini masih diperlukan perangkat

peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya.16

3. Peluang (opportunity) dari pegadaian islam. Bagaimana peluang

dapat didirikannya pegadaian Islam dan kemungkinannya untuk

tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat dilihat dari berbagai pertimbangan yang membentuk peluang-peluang di bawah ini:

a. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama

b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian

Islam.17

4. Ancaman (threat) dari pegadaian Islam. Ancaman yang paling berbahaya ialah apabila keinginan akan adanya pegadaian Islam itu

dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak yang akan menghalangi berkembangnya pegadaian islam ini

semata-mata hanya karena tidak suka apabila umat islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Merekan tidak mau tahu bahwa

16

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:kencana, 2010), h.285-286.

17

(12)

11 pegadaian Islam itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu promodial,

eksklusivisme atau secara mungkin akan dilontarkan untuk mencegah berdirinya pegadaian islam.18

G. Penyelesaian Gadai

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, galam gadai tidak boleh diadakan syarat-syarat, misalkan ketika akad gadai diucapkan, “Apabila rahin tidak mampu melunasi utangnya hingga waktu yang telah ditentukan,

maka mahrun menjadi milik murtahin sebagai pembayaran utang”, sebab ada

kemungkinan pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk membayar utang harga marhun akan lebih kecil daripada utang rahin yang gharus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin. Sebaliknya ada

kemungkinan juga harga marhun pada waktu pembayaran yang telah

ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada utang yang harus dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.19

H. Perbedaan Antara Rahin dan Murtahin

1. Perbedaan dalam Jumlah Utang

Apabila terjadi pertentangan antara rahin dan murtahin tentang jumlah utang, menurut jumhur ulama, pendapat yang diterima adalah

ucapan rahin dengan sumpahnya, sebab rahin sebagai tergugat. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn

Abbas dinyatakan bahwa tergugat dianggap benar dengan sumpahnya. 2. Perbedaan Penyebab Kerusakan pada Borg

Jika murtahin dan rahin berbeda pendapat tentang penyabab

kerusakan borg, pendapat yang diterima adalah ucapan murtahin sebab

ia yang telah menjaganya.20

18

Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010), h.289.

19

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2010), h.110.

20

(13)

12 BAB III

PENUTUP

Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian,

terutama untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank

tidak menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi

permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas

pembiayaan kepada nasabah.

Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dari berlipat ganda, sedangkan biaya rahn

hanya sekali dan di tetapkan dimuka.

Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adlah sebagai berikut:

 Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank.

 Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.

Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan

(14)

13 DAFTAR PUSTAKA

Nen Amran, 2011, Fiqih Perbankan Syari’ah, Jakarta: PT Refika Aditama

Sayyid Sabiq, 2013, Fiqih Sunnah, Jakarta: PT Darul Fath

Imam Mustofa, 2016, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2001

Ira Ikasa Putri, Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Gadai Syari’ah (Rahn)

pada PT Bank Syari’ah Mandiri Tbk, Cabang Pontianak. Jurnal Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Vol. 2 Desember

2013

Ahmad Supriyadi, Jurnal : Struktur Hukum Akad Rahn di Pegadaian Syari’ah Kudus. Empirik : Jurnal Penelitian Islam

M. Syafi’i Antonio, Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta:Kencana, 2011

Ascarya, Fiqih Eknomi Syariah, Jakarta:Kencana, 2011

Nurul Huda dan Muhamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:Kencana, 2010)

Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta:Kencana, 2010

Referensi

Dokumen terkait

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Penyakit kerdil pisang dapat disebabkan oleh infeksi virus yang berbeda yaitu Banana bunchy top virus (BBTV) atau Abaca bunchy top virus (ABTV).. Kedua virus tersebut ditularkan

Penelitian ini menguji bagaimana peran determinasi working capital policy berpengaruh terhadap financial performance pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek

dimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu dan

Beberapa negara Eropa lainnya usaha penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengembangkan sistem Undang-Undang Kemiskinan (PoorLaw). Poor Law dikeluarkan dengan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan kajian terhadap pengaruh jarak lokasi penanaman tanaman puring (Codiaeum variegatum) dengan jalan raya dan organ tanaman

Lihat Prof.. Seluruh proses perencanaan dan pelaksanaannya juga harus melibatkan tidak hanya kader laki-laki parpol saja tetapi kader perempuan parpol juga harus ikut

KPU Provinsi/KIP Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota/KIP Kabupaten/Kota yang sedang melaksanakan proses pengadaan yang bersangkutan dengan pemutakhiran data pemilih dan