Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Kontemporer
Perbankan
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I
Disusun Oleh:
Safitri Ariyanti 141272910
Kelas B
JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
A. Pendahuluan
Hukum Islam merupakan unsur yang cukup dominan dalam Islam,
berbagai aspek kehidupan hampir tidak ada yang tersentuh oleh fikih atau
hukum Islam. Dari persoalan ubudiyah hingga muamalah, dari persoalan individu, keluarga hingga negara tidak pernah luput dari sorotan hukum Islam.
Bahkan ketika muncul persoalan di tengah-tengah masyarakat, maka yang
paling banyak ditanyakan pertama kali dipersoalkan adalah soal status
hukumnya.1
Terkait dengan persoalan muamalah merupakan persoalan yang senantiasa aktual di tengah-tengah masyarakat, karena ia berkembang sesuai
dengan perkembangan peradaban umat manusia itu sendiri. Di sinilah,
agaknya, rahasia kenapa syariat Islam itu hanya menetapkan ajaran
muamalahdalam bentuk prinsip-prinsip umum dan kaidah-kaidah dasar saja, dengan mengemukakan berbagai prinsip dan norma yang dapat menjamin
prinsip keadilan dalam ber-muamalah antar sesama manusia.2
Sifat mu’amalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang
diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat (prinsiples and variables).
Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan
riba. Sedangkan contoh variabel adalah instrumen-instrumen untuk
melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Termasuk salah satu aspek mu’amalah
adalah ar-rahn (gadai), yang merupakan sarana tolong-menolong antar umat manusia. Sudah menjadi tugas seorang muslim bagaiman mengembangkan
teknik penerapan prinsip-prinsip ar-rahn (gadai) dalam variabel-variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.3
1
Faradila Hasan, “Tinjauan Hukum Islam dalam Penerapan Akad Ijarah Pada Produk Rahn Di Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado” Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, Vol. 14, No. 2/2016, h. 41.
2Fadlan, “Gadai Syariah; Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan”, Iqtishadia, Vol. 1, No. 1/Juni 2014, h. 30.
B. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah
Gadai syariah (rahn) merupakan produk jasa gadai yang berlandaskan prinsip syariah dimana nasabah tidak dikenakan bunga atas pinjaman yang
diperoleh melainkan hanya perlu membayar biaya administrasi, biaya jasa
simpan dan biaya pemeliharaan barang jaminan (ijarah). Dalam transaksi gadai syariah (rahn), uang atau dana yang dipinjamkan berbentuk pertolongan yang tidak mengharapkan tambahan atas hutang tersebut. Jika dalam praktik
gadai ternyata ada yang dibayar selain pokok pinjaman adalah uang
administrasi dan pemeliharaan marhun bih, yang biayanya dihitung dari besaran nilai taksiran..4
Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak menarik manfaat apa pun kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah.5
Dalam perbankan Islam kontrak rahn biasa diterapkan dalam dua bentuk yaitu:
1. Rahn Sebagai Produk Pelengkap
Rahn sebagai prinsip atau produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan bai’ al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. Dalam hal ini bank biasanya tidak
menahan barang jaminan itu secara fisik, tetapi hanya surat-suratnya saja
(fidusia). 6
2. Rahn Sebagai Produk Tersendiri
4Galis Kurnia Afdhila, “Analisis Implementasi Pembiayaan ar
-Rahn (Gadai Syariah) Pada Kantor Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Vol. 1, No. 2/Semester Genap 2013/2014.
Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad
rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga; yang diipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.7
C. Rahn dalam Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah merupakan lembaga keuangan di Indonesia yang menerapkan produk berbasis syariah, salah satu produknya adalah rahn. Pegadaian syariah melalui produk rahn menyalurkan dana kepada masyarakat muslim maupun non muslim kelas menengah ke bawah, dalam bentuk pinjaman uang dengan jaminan berupa barang yang berharga. 8
Transaksi rahn di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu rahn biasa di mana
marhun dapat terdiri dari segala benda yang memenuhi ketentuan syariahnya dan
rahn emas di mana marhun harus berupa emas. Rahn emas adalah penggadaian atau penyerahan hak penguasa secara fisik atas harta atau barang berharga
(berupa emas) dari rahin kepada murtahin sebagai marhun atas marhun bih
yang diberikan murtahin kepada rahin.9
Produk rahn itu sendiri dalam penerapanya, menggunakan akad ijarah,
akad rahn dan akad qardhul hasan. Akad ijarah yang digunakan di Pegadaian Syariah yaitu pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barangnya sendiri.10 Melalui akad ijarah, lembaga Pegadaian memungkinkan untuk memungut biaya guna menutupi biaya yang dikeluarkan oleh Pegadaian
7Muhammad Syafi’
i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 130
8Faradila Hasan, “Tinjauan Hukum...”, h. 41.
9 Naida Nur Alfisyahril dan Dodik Siswantoro, “Praktik dan Karakteristik Gadai Syariah
di Indonesia”, SHARE, Vol. 1,No. 2/Juli-Desember 2012, h. 121.
Syariah, berupa biaya perawatan, pemeliharaan, dan penyimpanan.11 Akad
qardhul hasan untuk mengakui adanya pinjaman antara Pegadaian Syariah dengan nasabah, akad rahn untuk mengakui adanya barang yang digadaikan nasabah kepada Pegadaian Syariah, dan akad ijarah untuk mengakui biaya sewa barang yang digadaikan.
Produk gadai syariah (rahn) umumnya menggunakan akad rahn dan akad ijarah di setiap transaksinya, seperti gadai syariah dengan jaminan emas dan barang elektronik. Untuk gadai syariah (rahn) dengan jaminan BPKB akad yang digunakan sedikit berbeda dengan barang jaminan emas dan
elektronik. Akad yang digunakan yaitu akad rahn tasjili dan akad ijarah.12
Keterangan Skema:
1) Nasabah (rahin) datang ke kantor pegadaian syariah (murtahin) untuk meminta fasilitas pembiayaan atau meminjam uang yang dibutuhkan
11Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 81
dengan membawa marhun yang tidak dapat dimanfaatkan atau dikelola yang akan diserahkan kepada murtahin.
2) Murtahin melakukan pemeriksaan termasuk menaksir harga marhun yang diberikan rahin sebagai jaminan utangnnya.
3) Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan melakukan akad.
4) Setelah akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan sejumlah
marhun bih (pinjaman), yang diinginkan rahin dimana jumlahnya disesuaikan dengan nilaitaksiran barang (di bawah nilai jaminan).
5) Sebagai pengganti biaya administrasi dan biaya perawatan, maka pada saat
melunasi marhun bih maka rahin akan memberikan sejumlah ongkos kepada murtahin.
Besarnya ijarah atau tarif jasa simpan di pegadaian syariah memiliki rumus sendiri. Tarif jasa simpan (ijarah) mencakup biaya pemakaian space
dan pemeliharaan barang jaminan (marhun). Tarif jasa simpan dibedakan antara jenis-jenis barang jaminan (marhun) dengan ketentuan, yaitu:
1) Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang yang dijadikan jaminan (marhun).
2) Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari, yaitu tarif jasa simpan dengan
kelipatan 10 hari, dengan rumus sebagai berikut:
Tabel Tarif Jasa Simpan
Jenis Marhun Perhitungan Tarif
Emas Taksiran/Rp. 10.000 x Rp 85 x Jangka
Waktu/10 Elektronik dan Alat Rumah
Sebagai simulasi, misalkan nasabah memiliki barang jaminan berupa
emas dengan nilai taksiran Rp. 10.000.000, maka marhun bih maksimum yang dapat diperoleh nasabah tersebut adalah Rp.9.1800.000 (90% x taksiran).
Maka, besarnya ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari adalah Rp. 10.000.000/10.000 x Rp 85 x 10/10 = Rp 85.000. Jika nasabah
menggunakan marhun bih selama 25 hari, berhubung ijarah ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka besar ijarah adalah Rp.255.000 (Rp 85.000 x 3). Ijarah dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang marhun bih.13
DAFTAR PUSTAKA
Imam Mustofa. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2016
Ghufran A. Mas’adi. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2002
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001
Salsi Rais. Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: UII Press. 2006
Warkum Sumitro. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, Takaful, dan Pasar Modal Syariah) di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.
Fadlan. “Gadai Syariah; Perspektif Fiqih Muamalah dan Aplikasinya dalam
Perbankan”. Iqtishadia. Vol. 1, No. 1/Juni 2014
Faradila Hasan. “Tinjauan Hukum Islam Dalam Penerapan Akad Ijarah Pada Produk Rahn Di Cabang Pegadaian Syariah Istiqlal Manado”. Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah. Manado: IAIN Manado. Vol. 14, No. 2/2016
Galis Kurnia Afdhila. “Analisis Implementasi Pembiayaan ar-Rahn (Gadai Syariah) Pada Kantor Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang”.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Vol. 1, No. 2/Semester Genap 2013/2014
Kartika Chandra Priliana dan Nur Hisamuddin. “Analisis Penerapan Akuntansi
Gadai Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Cabang Jember (Analyze The Application Of Accounting Pawn Sharia (Rahn) In Sharia Pawnshop Branches Jember)”. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015. Jember: Universitas Jember. 2015
Minikmatin Lutfiyah. Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Fatwa DSN Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas (Studi di Bank
Naida Nur Alfisyahril; Dodik Siswantoro. “Praktik dan Karakteristik Gadai
Syariah di Indonesia”. SHARE. Vol. 1, No. 2/Juli-Desember 2012