TANTANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA TERHADAP
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
TOURISM DEVELOPMENT) DI BALI: ANALISIS KRITIS TERHADAP KASUS RUMAH MAKAN HALAL DI KAWASAN ANYER
Oleh Putu Diah Sastri Pitanatri
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pengembangan suatu wilayah menjadi daerah tujuan wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Gee (1989) dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, menyebutkan bahwa “as tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and
negative impacts”. Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif
maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan yang meningkat).
Dampak positif terhadap pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof. Ir Kusudianto Hadinoto bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik.
Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan
keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”. Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.
keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Salah satu dampak negatif yang timbul dari pariwisata adalah keinginan dari pelaku / Sumber Daya Manusia pariwisata tersebut untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan prinsip-prinsip sustainability seperti yang terjadi pada kasus “Rumah Makan Halal di kawasan Anyer” yang baru-baru ini menjadi sorotan berbagai media massa .
Diberitakan sebelumnya, seorang pengguna facebook bernama Dewi Kabisat Andriyani, mengunggah kuitansi pembayaran makanan sejumlah Rp 1 juta yang diakuinya berada di sebuah restoran di Anyer, Kamis (4/9/2014). Di kwitansi tersebut ada tujuh menu makanan dan minuman yang dipesan, namun harga tiap makanan terbilang relatif mahal
Gambar 1
Kwitansi yang Diunggah Ke Media Sosial
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Pada gambar diatas dua ikan bakar seharga Rp 400.000, satu cumi saus tiram Rp 180.000, tiga cah kangkung Rp 200.000, satu baso sapi Rp 20.000, dua nasi putih Rp 90.000, dua lalap sambal Rp 30.000, dan satu es teh manis seharga Rp 80.000
eksklusif, kaya warung pecel ayam. Bakso semangkok harganya ckck. Bakso
kecil-kecil gitu aja," demikian tulis Dewi di atas unggahan foto kwitansinya di Facebook
Kamis (4/9/2014), pada pukul 12.46.
Hal tersebut pun menimbulkan respons para pengguna media sosial Facebook. Hingga pukul 17.34 Sabtu (6/9/2014), sudah 10.573 orang yang men-share foto tersebut
Posting tersebut menjadi fenomena yang kemudian merebak dan menjadi
pemberitaan media-media nasional seperti kompas.com, solopos.com dan merdeka.com seperti yang tampak pada printscreen berikut ini.
Gambar 2
Beberapa Situs Berita Nasional yang Memuat Mengenai Restoran Anyer
Sumber www.merdeka.com Jumat, 5 September 2014
Kasus seperti ini bukanlah hal baru. Dulu juga sempat ramai di media sosial mengenai pedagang makanan di sekitaran Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran yang terlalu profit oriented sehingga harga yang ditawarkan ke konsumen menjadi berlipat ganda. Modusnya dengan tidak mencatumkan harga.
Di Bali sendiri tulisan oleh Andrew Marshal dalam tajuk Holidays in Hell: Bali's Ongoing Woes di TIME magazine pada tahun 2011 juga sempat menjadi headline beberapa pemberitaan nasional dan internasional. Dalam tulisannya,
Andrew menyebutkan bahwa Bali bukanlah lagi puliau surge - the island of paradise tetapi sudah bertransformasi menjadi pulau neraka. Sampah, kemacetan, polusi, harga yang over priced adalah beberapa poin yang menjadi keywords dalam tulisan tersebut
Gambar 3
Tampilan Artikel Holidays in Hell di Website Majalah TIME
Agar fenomena-fenomena diatas tidak terjadi kembali maka perlu dilakukan tindakan prefentif sehingga Sumber Daya Manusia Pariwisata di Bali dapat berpartisipasi aktif dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan / sustainable tourism development.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan beberapa masalah yang menjadi topik pembahasan dalam paper ini yaitu:
a) Jika merujuk dari kasus diatas, apa saja yang menjadi tantangan pengembangan Sumber Daya Pariwisata Bali agar tetap mengacu pada prinsip sustainability?
b) Bagaimana keterkaitan antara pengembangan pariwisata dengan wisatawan dalam aspek pariwisata yang sustainable?
c) Tindakan apakah yang perlu dilakukan sehingga dapat menjadi solusi dalam pengembangan dunia kepariwisataan yang berbasiskan sustainability?
1.3 Landasan Teori
Sumber Daya Manusia Pariwisata
Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian Sumber daya manusia yaitu : a) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). b) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Hal ini kemudian kembali ditegaskan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI) Marie Elka Pangestu dalam
pembukaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Pengembangan Sumber Daya
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2013 (www.parekraf.go.id/) yang
menyebutkan bahwa unsur terpenting dalam suatu organisasi adalah sumber daya
manusia. Sebaik apapun suatu sistem tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak
didukung oleh sumber daya manusia yang profesional.
Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata Berkelanjutan atau sustainable tourism adalah pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada masa kini, sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan datang. Pariwisata Berkelanjutan mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, social dan estetika dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (United Nation World Tourism Organisation-UNWTO). Pengertian tersebut secara implisit menjelaskan bahwa dalam pendekatan pariwisata berkelanjutan bukan berarti hanya sector pariwisata saja yang berkelanjutan tetapi juga berbagai aspek kehidupan dan sektor sosial ekonomi lainnya yang ada di suatu daerah (Butler, 1991).
Gambar 4
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan UNWTO
Sumber : http://www.unwto.org/
Dari gambar diatas, tampak bahwa pedoman dan Praktek Pengelolaan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan dapat diterapkan pada semua bentuk pariwisata dalam semua jenis destinasi, termasuk pariwisata massal dan berbagai macam segmen ‘niche’. Prinsip-prinsip keberlanjutan mengacu kepada aspek-aspek lingkungan, ekonomi dan sosio-budaya dalam pembangunan kepariwisataan, dan keseimbangan yang sesuai harus dibentuk antara ketiga dimensi tersebut untuk menjamin keberlanjutannya dalam jangka panjang. Jadi, pariwisata berkelanjutan hendaknya:
1. Memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang menjadi elemen kunci dalam pembangunan kepariwisataan secara optimal , menjaga proses ekologi penting dan membantu mengkonservasikan pusaka alamdan keaneka-ragaman hayati. 2. Menghormati keotentikan sosio-budaya dan komunitas tuan rumah,
kuat untuk menjamin adanya partisipasi yang luas dan terbangunnya konsensus.
Sehubungan dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, pola pembangunan berkelanjutan tersebut di atas sangat cocok diterapkan dalam pengembangan pariwisata di Bali. Ini bertujuan untuk melestarikan (merajegkan) keberadaan pariwisata yang ada sekarang ini kepada generasi yang akan datang. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah proses dan sistem pengembangan pariwisata yang bisa menjamin keberlangsungan atau keberadaan sumberdaya alam, kehidupan sosial dan ekonomi, dan budaya ke generasi yang akan datang (Ardika, 2003 : 9).
1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4.1 Tujuan
Setiap tulisan ilmiah tentu memiliki beberapa tujuan dan manfaat, oleh sebab itu penulis membagi tujuan dalam dua kriteria yaitu:
1. Tujuan Operasional
Tujuan operasional dari paper ini yaitu:
a. Dapat mengidentifikasi dengan baik kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan Sumber Daya Manusia Pariwisata sehingga tercipta sustainability dalam pengembangan Pariwisata di Bali
b. Mengetahui masalah – masalah apa saja yang timbul pada pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata Bali
2. Tujuan Individual
1.4.2 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini antara lain:
a. Dengan mempergunakan acuan dari buku referensi terkait dan beberapa jurnal ilmiah maka analisa dari paper ini didiharapkan mampu memberi manfaat dan analisis kritis terhadap pengembangan Sumber Daya Pariwisata di Bali ditinjau dari aspek sustainability
b. Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan berdasarkan studi kasus
II. PEMBAHASAN
Menurut Mustika dalam tulisannya yang bertajuk Investasi Swasta Pariwisata dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (2006) menyebutkan bahwa pesatnya pertumbuhan wisatawan, mengakibatkan pembangunan pembangunan prasarana penunjang kepariwisataan di Bali juga meningkat, yang diiuti dengan penyerapan tenaga kerja yang semakin besar di seluruh sektor. Tingginya penyerapan tenaga kerja di provinsi Bali tidak lepas peran pemerintah yang selalu berusaha menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga para investor tertarik untuk berinvestasi di Bali.
Dengan adanya peningkatan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara maka sangat penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata sehingga mampu memberikan citra positif pada wisatawan yang berkunjung.
Adapun tantangan yang akan dihadapi dalam pengembangan pariwisata, antara lain adalah: pertama, rendahnya mutu pelayanan dari para penyelenggara pariwisata, persaingan yang tidak sehat di antara para penyelenggara pariwisata serta kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pelindungan konsumen yang sangat ditekankan di Eropa, Amerika dan Australia, merupakan kendala yang sangat menghambat pariwisata di Bali. Masih sering kita temui bahwa harga yang ditawarkan kepada turis baik domestik maupun manacanegara seringkali over priced. Belum lagi adanya tindakan persuasif berlebihan sehingga terkesan memaksa. Orientasi ekonomi yang terlalu berlebih kepada turis seperti ini akan sangat mengganggu kenyamanan turis yang sedang melakukan kegiatan perjalanan wisata
Kedua, rendanhya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan pariwisata merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran tersebut.
Ketiga, kurangnya modal dan rendahya sumberdaya manusia, terutama tenaga yang terampil dan profesional dalam hal manajerial di bidang pariwisata merupakan kendala yang seringkali muncul terutama pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Suara Pembaruan, 5 Februari 2014). Sumberdaya manusia merupakan komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan pekerjaan pada jajaran frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan pelayanan langsung kapada
para wisatawan.
Potensi pengembangan pariwisata sangat terkait dengan lingkungan hidup dan sumberdaya. Menurut Fandeli (1995:48-49), sumberdaya pariwisata adalah unsur fisik lingkungan yang statik seperti: hutan, air, lahan, margasatwa, tempat-tempat untuk bermain, berenang dan lain-lain. Karena itu pariwisata sangat terkait dengan keadaan lingkungan dan sumberdaya. Ditambahkan pula bahwa Bali dengan budaya serta keindahan alamnya memiliki potensi yang sangat baik untuk kegiatan pariwisata.
Warung-warung yang ada di sekitar obyek wisata hanya diperuntukkan untuk masyarakat lokal dan wisatawan domestik dan bukan untuk wisatawan mancanegara karena tidak memiliki standar internasional. Oleh sebab itu, warung tersebut tidak terdapat standarisasi harga antara masyarakat lokal, wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.
Hal ini kemudian ditegaskan oleh Kusuma Negara (2012) menyebutkan bahwa dari persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali terhadap perspektif pelayanan, kesesuaian harga barang, kualitas pelayanan pedagang, kualitas fasilitas dan kesesuaian harga pelayanan jasa hanya mendapat predikat “cukup”. Jika ditinjau dari total persepsi wisatawan nusantara terhadap kondisi kepariwisataan Bali hanya 2% yang menjawab “sangat baik”, sementara sisanya 12% menjawab “baik”, 68% menjawab “cukup”, 15,33% menjawab kurang dan 2.67% menjawab sangat kurang. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan menilai bahwa kepariwisataan Bali secara keseluruhan belum mampu memberi pesepsi yang baik terutama kepada wisatawan domestik.
Menjawab tantangan tersebut, Adikampana (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata disebutkan bahwa masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari destinasi pariwisata. Pengintegrasian masyarakat dalam pariwisata dimaksudkan untuk memastikan masyarakat lokal mendapat ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi aktif. Berbagai permasalahan berupa tantangan dan hambatan akan ditemukan untuk mewujudkan destinasi yang berkualitas. Untuk itu aspirasi masyarakat lokal tidak dapat diabaikan dan merupakan input penting dalam proses perencanaan pembangunan destinasi pariwisata.
merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi kerja pada Hotel Santika Premiere Beach Resort Bali.
III. Kesimpulan dan Rekomendasi
3.1 Kesimpulan
Mencapai pariwisata berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan dan hal itu memerlukan pemantauan dampak secara konstan, mengenalkan tindakan pencegahan dan/atau tindakan korektif bilamana diperlukan. Pariwisata berkelanjutan juga harus menjaga tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi dan menjamin pengalaman yang penuh makna bagi wisatawan, menumbuhkan kesadaran tentang isu-isu keberlanjutan dan memromosikan praktek-praktek pariwisata berkelanjutan di antara mereka
Kontribusi langsung pariwisata terhadap ekonomi masyarakat Bali terutama yang bekerja di industri pariwisata seperti hotel dan restoran masih sangat kecil. Uang yang diperoleh setiap bulannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan hampir tidak ada alokasi dana untuk masa depannya seperti untuk membangun rumah dan pendidikan. Kecilnya pendapatan yang diperoleh memaksa mereka untuk hidup di ruangan yang sempit atau kamar kost dengan segala keterbatasannya. Hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan dan kualitas sumber daya manusia sehingga mereka hanya bekerja pada tingkat bawah (front-line employee).
Sehebat apapun tim promosi pariwisata tidak akan mampu mendatangkan wisatawan ke Bali tanpa dibarengi dengan perubahan-perubahan dan penyelamatan serta penataan sumber daya alam dan budaya yang dijadikan daya tarik wisata, objek wisata, dan kawasan wisata. Dari lima tahapan pada siklus pariwisata (discovery, involvement, development, consolidation, dan stagnation) sebagaimana ditulis oleh
Singapura. Akibat dari pengembangan yang berlebihan ini, kerusakan sumber daya alam tidak dapat dihindari lagi. Ini sangat kontradiktif dengan motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi pariwisata yang memiliki keunikan-keunikan budaya dan keaslian alam. Dan perlu dijadikan catatan bahwa sekarang ini kebanyakan wisatawan yang datang merupakan wisatawan berpendidikan (educated tourist) yang memiliki kepedulian dan kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya lingkungan hidup yang lestari.
Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk menjamin keberlangsungan pariwisata di Bali adalah sebagai berikut: Pertama, peningkatan kualitas pelayanan kepada wisatawan sesuai dengan standar operasional pelayanan sehingga bisa memenuhi harapan dan keinginannya yang kemudian akan membantu pemasaran pariwisata Bali melalui metode pemasaran mulut ke mulut (word of mouth) dan peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat yang bergelut dalam bidang pariwisata dan masyarakat lokal. Kedua, menjamin keberlangsungan sumber daya alam yang dijadikan sebagai objek atau daya tarik wisata dan kelestarian budaya-budaya masyarakat lokal dengan menegakkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku secara tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelanggaran hukum dan penyimpangan yang dilakukan. Ketiga, menjaga keseimbangan kebutuhan industri pariwisata, lingkungan, dan masyarakat lokal agar tercipta tujuan dan kerjasama yang saling menguntungkan di antara para stakeholders (wisatawan, industri pariwisata, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal).
3.2 Rekomendasi
Adapun tindakan-tindakan yang bisa diambil untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Pariwisata agar kasus di rumah makan di kawasan Anyer dalam menciptakan pembangunan pariwisata berkelanjutan diantaranya:
1. Pendidikan
Seperti halnya yang tercantum dalam Global Code of Ethics for Tourism UN-UNWTO klause 3 The host communities, on the one hand, and local professionals, on the other, should acquaint themselves with and respect
expectations; the education and training imparted to profes- sionals
contribute to a hospitable welcome;
Dalam klausa tersebut ditegaskan bahwa masyarakat penerima wisatawan, dari satu sisi, dan para pelaku usaha pariwisata setempat, di lain sisi, hendaknya mereka bersikap ramah dan menghormati wisatawan yang datang berkunjung serta memahamai gaya hidup, cita rasa dan harapan wisatawan; pendidikan dan pelatihan yang sepatutnya diberikan kepada para pelaku usaha pariwisata yang turut berperan dalam menyambut dan melayani wisatawan;
Kemampuan masyarakat dibidang pelayanan jasa pariwisata perlu ditingkatkan. Dengan adanya pendidikan yang baik di bidang pariwisata maka kualitas pelayanan yang diberikan kepada wisatawan pun akan meningkat, misalnya terkait dengan kemampuan berbahasa asing. Dengan peningkatan kualitas pelayanan sudah tentu akan berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. Pendidikan ini bisa dilakukan dengan cara pelatihan ataupun pemberian beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu.
2. Peningkatan kesadaran masyarakat akan keinginan wisatawan yang tidak ingin diperlakukan seperti “sapi perah”
Pengembangan pariwisata tidak hanya menuntut kita untuk mengeksploitasi segala potensi yang dimiliki oleh suatu daerah untuk dijadikan produk ataupun daya tarik wisata. Namun kita juga diwajibkan untuk menjaga persepsi positif dari wisatawan yang datang Oleh sebab itu perlu diadakan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh pemeritah yang dibantu oleh pihak swasta.
3. Pelatihan-pelatihan informal
Daftar Pustaka
Adikampana, I Made. 2012. Integrasi Masyarakat Lokal dalam Perencanaan Destinasi Pariwisata. Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 16-25
Ardika, I Gde, I .2003. “Pariwisata Budaya Berkelanjutan Suatu Refleksi dan Harapan” dalam Pariwisata Budaya Berkelanjutan : Refleksi dan Harapan
di Tengah Perkembangan Global. Denpasar : Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Ariastana, I Made dan Dewi Syarifah. 2012. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Santika Premiere Beach Resort.
Jurnal Hospitality Management Vol 3 No. 1 : 84-100 http://www.kompas.com/ diakses pada 6 September 2014 http://www.merdeka.com/ diakses pada 6 September 2014 http://www.parekraf.go.id/ diakses pada 5 September 2014 http://www.solopos.com/ diakses pada 6 September 2014
http://www.time.com/ diakses pada 3 September 2014 http://www.unwto.org/diakses pada 5 Sepetember 2014
Mustika, Made Dwi Setyadhi. 2005. Investasi Swasta Sektor Pariwisata dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali (Sebuah Analisis Tipologi
Daerah). Jurnal Ekonomi dan Sosial INPUT Vol 2 No. 1: 15-19
Nawawi, H. Hadari. 2001. Manajemen Sumber daya Manusia untuk Bisnis Kompetitif. UGM Press Yogyakarta.
Negara, I Made Kusuma. 2012. Persepsi Wisatawan Nusantara Terhadap Kondisi Kepariwisataan Bali. Jurnal Hospitality Management Vol.3 No.1: 1-15
Pendit, N.S. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Pitana, I.G. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Kajian Aspek Sosial Budaya Kepariwisataan Bali di Penghujung Abad, BP, Denpasar.
Pizam, A.and A. Milman. 1984. The Social Impacts of Tourism. Industry and Environment.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dan ILO -International Labour Organization. 2012. Rencana Strategis Pariwisata Berkelanjutan dan Green Jobs untuk Indonesia
Subadra, I Nengah dan Nyoman Mastiani Nadra. 2012. Dampak Ekonomi Sosial, Budaya, dan Lingkungan Pengembangan Desa Wisata di Jatiluwih-Tabanan.
Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. V: 46-64
Wahab, Salah. 1992. Manajemen Kepariwisataan. Penerjemah, Frans Gromang. Jakarta: Pradnya Paramita.
Yoeti, O. A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Angkasa.