IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UNS
OLEH :
DANIK TRISUSILOWATI F1107509
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
MOTTO
b Kita hidup untuk masa depan maka jangan kau tangisi hari kemaren.
b Selalu belajar dari kesalahan ,lupakan masa lalu dan mari menatap masa
depa yang lebih baik.
b Lawanlah nafsu bicara dengan diam. Hadapilah kesukaran dengan
merenung.Berpikir cermat berarti selamat .Penyesalan dan keinsyafan berarti waspada.berpikirlah sebelum mengambil keputusan.
b Jangan mengnggap dirimu orang yang berpaling,tunjukan dirimu sebagai
hamba Allah yang sejati.
b Mutiara yang paling berharga bagi wanita ialah menjaga kehormatannya.
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk
b Bapak Ibu tercinta atas kasih sayang dan do’anya b Kedua kakakku atas motifasinya
b Mas Andryku
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNNGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAM PELASANAAN OTONOMI DAERAH. Terselesaikan dengan baik dan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari pelaksanaan penelitian hingga tersusunya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan bimbingan serta petunjuk kepada penulis.
2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dari awal – akhir. 7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh
informasi data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua inspirasi dan motivasiku, terima kasih atas semua ini.
9. Alamamater Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga kebaikan dan ketulusan hati mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat penulis harapkan akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Surakarta, ………
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN ABSTRAKSI……… ii
HALAMAN PERSETUJUAN……… iii
HALAMAN PENGESAHAN………. iv
HALAMAN MOTO……… v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. vi
HALAMAN KATA PENGANTAR……… vii
HALAMAN DAFTAR ISI……….. ix
HALAMAN DAFTAR TABEL……….. xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Perumusan Masalah……… 4
C. Tujuan Penelitian……… 5
D. Manfaat Penelitian………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori………. 7
1. Definisi Pembangunan ……… 7
3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ……….. 11
4. Sektor Unggulan ……… 14
5. PDRB ………. 15
6. Desentralisasi ………. 16
7. Otonomi Daerah ……… 16
a. Definisi Otonomi Daerah ……… 16
b. Dasar hokum Pelaksanaan Otonomi Daerah …….. 17
c. Tujuan otonomi Daerah ………. 19
8. Peran dan Fungsi Pemerintahan Dalam Pembangunan Di Daerah ……….. 20
B. Penelitian Sebelumnya ………. 21
C. Kerangka Pemikiran ………. 23
D. Hipotesis ………. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian……… 26
B. Definisi Operasional ……….. 26
C. Metode Analisa Data ………. 28
1. Analisis Deskriftif ………... 28
2. Analisi Uji Hipotesis ………... 28
a. Analisis Overlay ……… 28
b. Location Quotient ( LQ ) ……….. 29
A. Gambaran umum daerah penelitian ……… 35
1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah …………. 35
a. aspek geografis ……… 35
b. luas wilayah dan kondisi kependudukan ……… 37
c. Tenaga kerja ……… 40
d. Pemerintahan ……… 41
e. Aspek Sosial ………. 41
f. Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi ………. 42
g. PDRB Perkapita ……… 45
B. Analisa data ……….. 46
1. AnalisisDeskriptif ……… 46
2. Analisis Uji Hipotesis ………. 46
a.Analisis Overlay ………. 47
b. Analisis Location Quotient ……… 47
c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan ……….. 47
C. Pembahasan………... 48
1. AnalisisDeskriptif ……… 48
2. Analisis Uji Hipotesis ……….. 48
a.Analisis Overlay ………. 48
b. Analisis Location Quotient ……… 51
c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan ……….. 55
B. Saran ………. 62 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 PDRB atas harga konstan 2000 serta
perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2005 – 2006 ……… 3
Tabel 4.1 Letak Geografis Propinsi Jawa Tengah ……… 36 Tabel 4.2 Luas Wilyah jumlah penduduk,
Kepadatan penduduk propinsi Jawa Tengah …………. 39 Tabel 4.3 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar
Harga berlaku di propinsi Jawa Tengah ……… 43 Tabel 4.4 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar
Harga konstan di propinsi Jawa Tengah ………... 44 Tabel 4.5 Perkapita propinsi Jawa Tengah
Tahun 1999 – 2003 ……… 45
Tabel 4.6 PDRB propinsi Jawa Tengah atas dasar konstan
Tahun 1998 – 2003 ……… 46
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Analisis Overlay
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah ……… 49 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Analisis Overlay
Sesudah pelaksanaan otonomi daerah ………. 51 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Analisis LQ
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah ……… 52 Tabel 4.10 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi
Jawa Tengah sebelum pelaksanaan otonomi daerah ……. 53 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Analisis LQ
Sesudah pelaksanaan otonomi daerah ……….. 54 Tabel 4.12 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi
Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah ……. 54 Tabel 4.13 Perhitungan analisis MRp sebelum
pelaksanaan otonomi daerah ……… 57 Tabel 4.16 Klasifikasi hasil analisis MRp propinsi
Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah ……. 59
DAFTAR LAMPIRAN
IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI
DAERAH ABSTRAKSI
DANIK TRI SUSILOWATI F1107509
Pemberlakuan otonomi daerah (otonomi daerah) diharapkan mampu membawa semangat baru bagi tercapainya pemerintah daerah yang otonom dan mandiri. Salah satu aspek yang berpengaruh bagi suatu daerah agar mampu mengatur daeahnya sendiri, yaitu dengan mengetahui serta menggali sector ekonomi potensial di daerah yang bersangkutan.
Berdasarkan latar belakang diatas dilakukan penelitian tentang identifikasi sector ekonomi potensial sebelum dan selama otonomi daerah di Propinsi Jawa Tengah. Dipilihnya Propinsi Jawa Tengah sebagai objek penelitian karena Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi dengan PDRB tertinggi di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kegiatan perekonomian di propinsi Jawa Tengah kondisi basis ekonomi, serta sector potensial propinsi Jawa Tengahyang memberikan sumbangan dominant, pada sebelum maupun selama otonomi Daerah. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi basis ekonomi, kontribusi sektoral, kegiatan ekonomi potensial dan gambaran kegiatan perekonomian yang dominant pada sebelum maupun selama otonomi daerah.
Berdasarkan data PDRB sector basis Propinsi Jawa Tengah pada sebelum maupun sesudah otonomi daerah sama yakni sector industri pengolahan serta sector perdagangan, hotel dan restoran.
Saran yang diberikan pemerintah Propinsi Jawa Tengah harus mempertahankan sector basis, membuat perencanaan pembangunan yang tepat, mengembangkan sector dominant maupun potensial dengan optimal dengan tetap mempertahankan kelestarian alam, memperkenalkan sector unggulan daerah ke luar Propinsi untuk menarik minat investor serta proaktif memberikan penyuluhan mengenai pembagunan dimasa otonomi daerah kepada masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan suatu wilayah ditunjang oleh beberapa sektor antara lain industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, sektor bangunan, sektor transportasi dan sektor pertambangan. Masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi yang besarnya berbeda-beda terhadap perekonomian wilayah. Besarnya kontribusi masing-masing sektor akan berpengaruh terhadap prioritas pembangunan wilayah tersebut.
PDRB merupakan indikator ekonomi yang utama untuk mengukur sejauh mana suatu daerah melakukan pembangunan. Mengingat krisis ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia khususnya di Kabupaten Propinsi Jawa Tengah. Disisi lain, tuntutan adanya pelaksanaan otonomi daerah yang begitu kuat menjadi pemacu pemerintah untuk semakin berbenah di sisi perekonomian. Implementasi otonomi daerah diharapkan menjadi motor untuk menjalankan pembangunan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mengingat pelaksanaan otonomi daerah dengan pemberdayaan potensi ekonomi daerah akan bisa berjalan jika spesialisasi sektor ekonomi daerah dapat dioptimalkan. Spesialisasi sektor ekonomi penting untuk diketahui guna menentukan skala prioritas dalam pembangunan ekonomi daerah.
lain dari segi pendapatan per kapita, sosial budaya, geografis dan lain sebagainya.
Propinsi Jawa Tengah adalah daerah dengan luas wilayah sebesar 32.799,71 Km2 atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Propinsi Jawa Tengah yang pertumbuhan ekonominya rendah dibandingkan dengan propinsi lain di pulau Jawa yang wilayahnya lebih kecil, maka fenomena ini menjadi menarik untuk dikaji.
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 serta Perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2006
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun
Jumlah
(Juta Rp) Perkembangan
Jumlah
(Juta Rp) Perkembangan
1 2 3 4 5
PDRB Jawa Tengah tahun 2006
meningkat menjadi 234.435.323,31 juta rupiah dan tahun 2006 meningkat menjadi 281.996.709,11.
Produk Domestik Regional Bruto Popinsi Jawa Tengah berdasarkan harga konstan tahun 2002-2006 mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 mencapai 123.038.541,13 juta rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi 129.166.462,45 juta rupiah. Tahun 2004 menjadi 135.789.872,31 juta rupiah. Tahun 2005 meningkat menjadi 143.051.213,88. Dan tahun 2006 meningkat lagi menjadi 150.682.654,74.
Keadaan struktur perekonomian pada masing-masing sektor di Propinsi Jawa Tengah diharapkan mampu untuk dapat menyumbang perekonomian dalam peningkatan pendapatan daerah. Namun kondisi pertumbuhan perekonomian mengalami penurunan sesudah terjadinya krisis kemudian kondisi perekonomian kembali pulih dengan memperlihatkan adanya pertumbuhan dari tahun ke tahun yang semakin mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2006.
“Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan Propinsi Jawa Tengah Sebelum Dan Selama Pelaksanaan Otonomi Daerah”
B. Perumusan Masalah
1 Bagaimanakah deskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah Tahun 1996 – 2005 ?
2 Bagaimana deskripsi basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah pada era sebelum dan pada era otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ? 3 Bagaimana deskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa
Tengah sebelum dan pada Era Otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
1 Untuk mengetahui deskripsi perkembangan sektor-sektor ekonomi Propinsi Jawa Tengah tahun 1996 – 2005.
2 Untuk mengetahui basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah pada era sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996 – 2005.
3 Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996-2005.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak berikut ini :
1 Bagi Pemerintah Daerah
Bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi sektor-sektor ekonomi yang berkembang di wilayahnya, sehingga penelitian ini bisa menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan di Propinsi Jawa Tengah
2 Bagi Masyarakat Akademis
Bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang ekonomi regional dan perencanaan pembangunan, penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan empiris tentang pengidentifikasian sektor-sektor ekonomi potensial dengan menggunakan model-model ekonomi regional di Propinsi Jawa Tengah
3 Bagi Masyarakat Umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi Pembangunan
Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegunaan usaha tanpa akhir. Pembangunan pada dasarnya merupakan proses transformasi dan proses tersebut membawa perubahan dan alokasi sumber-sumber ekonomi. Distribusi manfaat dan akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi pendapatan dan kesejahteraan.
Pengertian pembangunan secara konvensional diartikan sebagai kapasitas dari suatu perekonomian nasional, yang kondisi awalnya lebih kurang statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk berupaya menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan produk nasional brutonya pada tingkat 5-7% atau lebih (Todaro, 1998:16)
2. Pembangunan ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. proses tersebut mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik. Identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Lincolin Arsyad, 1999 :108)
Lincolin Arsyad (1999 : 6) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi diatas jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus menerus.
b. Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita
c. Kenaikan pendapatan per kapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang
d. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang sistem kelembagaan ditinjau dari 2 aspek yaitu aspek perbaikan di bidang institusi dan perbaikan di bidang regulasi
ML Shingan (1996:6-8) mengemukakan bahwa pembangunan (perkembangan) ekonomi didefinisikan dalam 3 (tiga) cara :
a. Pembangunan (perkembangan) ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu yang panjang.
c. Mendefinisikan pembangunan (perkembangan) ekonomi dari titik-titik kesejahteraan ekonomi. Artinya, pembangunan (perkembangan) ekonomi dipandang sebagai suatu proses dimana pendapatan nasional nyata per kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan keinginan masyarakat secara keseluruhan.
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses ketika Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil atau pendapatan riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berupa kenaikan tingkat produksi riil (pendapatan nasional) dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan penyerahan sumber-sumber produksi.
Selanjutnya Todaro menekankan bahwa pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak (multi dimensional) yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar dan struktur sosial. Sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan absolute (Todaro, 1998:19).
berpindah dari suatu kondisi kehidupan yang dianggap tidak menyenangkan kepada suatu kondisi kehidupan yang dianggap lebih baik secara material maupun spiritual.
Untuk mendukung usaha penyelarasan pada perubahan yang terjadi, maka pembangunan pada setiap elemen masyarakat paling tidak harus mempunyai 3 sasaran yaitu :
1) Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan papan, kesehatan dan perlindungan
2) Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang seluruhnya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.
3) Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan yang bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan Negara lain tetapi juga kebodohan dan kesengsaraan manusia. (Todaro, 1998:22).
masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu Negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan PDB/ PNB.
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasikan dan dianalisis secara seksama. Dengan cara tersebut bisa diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.
3 Pertumbuhan ekonomi daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah adalah proses pertumbuhan dari pendapatan regional yang terjadi di suatu wilayah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan ekonomi daerah/ regional antara lain (Lincolin Arsyad, 1999:115-118)
a. Teori Ekonomi Neo Klasik
mengalir tanpa pembatasan oleh karena itu modal akan mengalir dari daerah yang berubah rendah.
b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)
Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi, yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Berarti dalam menentukan strategi pembangunan harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
c. Teori lokasi
Teori ini mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar/ sumber bahan baku. Artinya semakin tepat dalam pemilihan lokasi (strategis) maka semakin kecil ongkos produksi yang akan dikeluarkan.
d. Teori Tempat Sentral
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif, dengan kata lain kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. lebih lanjut dikatakan bahwa daerah yang mengalami keunggulan kompetitif dibanding dengan daerah-daerah lain.
f. Model Daya Tarik (Attraction)
Teori model daya tarik adalah model pertumbuhan ekonomi-ekonomi yang banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui pemberian subsidi dan insentif.
4. Sektor Unggulan
yaitu akumulasi modal pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Todaro, 2000). Pengembangan sektor komoditi unggulan tidak terlepas dari pengembangan kawasan agropolitan. Suatu sektor agropolitan yang sudah berjalan dan berkembang mempunyai ciri-ciri : a. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh
pendapatan dari kegiatan pertanian
b. Kegiatan dikawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan pertanian termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan pertanian hulu, agrowisata dan jasa pelayanan. c. Hubungan antara kota dan daerah pedalaman di kawasan
agropolitan bersifat interdependensi yang harmonis, dan saling membutuhkan.
5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu (Mulyanto, 2003:9).
Keseluruhan kegiatan usaha tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha (sektor), yaitu :
2 Tanaman perkebunan
3 Peternakan dan hasil-hasilnya 4 Kehutanan
5 Perikanan
b. Sektor pertambangan dan penggalian c. Sektor industri pengolahan
d. Sektor listrik, gas, dan air bersih e. Sektor bangunan
f. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran g. Sektor pengangkutan dan komunikasi
h. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. i. Jasa-jasa
Pendekatan yang digunakan untuk menurunkan besaran PDRB ini adalah pendekatan produksi.
6 Desentralisasi
yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat (Sarundajang dalam Riant Nugroho, 2000 : 42)
7 Otonomi Daerah
Dimulainya era otonomi daerah ini ditandai dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Secara praktis otonomi daerah mulai dilaksanakan secara utuh pada 1 Januari 2001 karena pemerintah perlu melakukan persiapan untuk implementasi UU No. 22 dan UU No. 25 tahun 1999 tersebut.
a. Definisi Otonomi Daerah
dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya secara mandiri menurut prakarsa sendiri berdasarkan perundangan yang berlaku, dalam kerangka Negara kesatuan maupun Negara federal.
Secara prinsip terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi, yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah, serta tanggung jawab untuk kegagalan dalam mengelola daerah (Sarundajang dalam Riant Nugroho, 2000:46)
b. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
Otonomi daerah diatur berdasarkan undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat (1) : (Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik), serta dalam pasal 18 (pemerintah daerah dibentuk atas dasar pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dn hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa). Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut :
1) Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang peraturan mengenai kedudukan komite nasional daerah
3) Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintah daerah
4) Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintah daerah
5) Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah
6) Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah
7) Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
Sebagai instrument operasionalisasi dwi undang-undang diatas pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah yaitu :
1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 tahun 2000 mengenai perimbangan
2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah. 3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai
pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan 4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 107 tahun 2000 mengenai
5) Peraturan Pemerintah (PP) No. 108 Tahun 2000 mengenai Tata Cara pertanggung jawaban Kepala Daerah
6) Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2000 mengenai kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah
7) Peraturan Pemerintah (PP) No. 110 tahun 2000 mengenai kedudukan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. c. Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah. Terdapat tiga misi utama dari pelaksanaan otonomi daerah yaitu :
1 Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah
2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan public serta kemakmuran masyarakat
3 Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Masdiasmo, 2002:59)
8 Peran dan Fungsi pemerintah dalam pembangunan di daerah
yang lebih cepat, dan untuk mencegah akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh tidak bekerjanya mekanisme pasar.
Lincolin Arsyad (1999:120-121) mengemukakan empat peran pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi daerah, yaitu sebagai entre preneur, fasilitator, koordinasi serta stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunn daerah.
a. Enterprenur
Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis sendiri (BUMD/ Badan Usaha Milik Daera) serta dapat mengelola dengan baik asset-aset daerah sehingga mampu memberikan keuntungan secara ekonomis b. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan perilaku / budaya masyarakat di daerahnya masing-masing. Hal ini akan dapat mempercepat proses pembangunan serta prosedur perencanaan dan penetapan daerah yang lebih baik
c. Koordinator
d. Stimulator
Pemerintah daerah berperan sebagai stimulator melalui tindakan-tindakan khusus yang akan membawa pengaruh bagi kalangan perusahaan untuk masuk dan melakukan investasi serta menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap beroperasi di daerah tersebut. Cara yang ditempuh antara lain pembangunan kawasan-kawasan industri
B. Kerangka Pemikiran
Pada masa otonomi daerah, pembangunan ekonomi suatu daerah harus didasari dengan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tepat dari pemerintah daerah. Dalam menentukan kebijakan tersebut pemerintah daerah harus mengetahui sektor-sektor yang potensial dan menjadi prioritas dalam melaksanakan pembangunan sehingga pembangunan akan tepat sasaran.
Berdasarkan data PDRB berdasar harga konstan pada kurun waktu 1996 – 2005 pada Propinsi Jawa Tengah dan Nasional dilakukan analisa untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi potensial Propinsi Jawa
OTONOMI DAERAH
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
PDRB Propinsi Jawa Tengah 1996 – 2000 dan
2001 - 2005
MRP LQ
PNB Indonesia Tahun 1996 – 2000
dan 2001 - 2005
Overlay
Kegiatan Ekonomi Propinsi
Jawa Tengah
Sektor Basis Propinsi Jawa
Tengah
Sektor Potensial Propinsi Jawa
Propinsi Jawa Tengah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam membuat dan memutuskan kebijakan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Tentunya kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang tepat, sehingga pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat lebih terarah dan dapat tercapainya keberhasilan pembangunan Propinsi Jawa Tengah dimana hal ini ditandai dengan adanya kenaikan nilai PDRB serta kesejahteraan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah. C. Hipotesis
Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Diskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah yang memberikan sumbangan yang dominan atau besar antara masa sebelum otonomi daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.
2. Kondisi basis ekonomi sektoral Propinsi Jawa Tengah diduga mengalami perbedaan antara masa sebelum otonomi daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005. 3. Diskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini berupa studi kasus yang dilakukan di wilayah administrasi Propinsi Jawa Tengah. Survey dilakukan atas data sekunder variabel PDRB (beserta komponen-komponennya) atas dasar harga konstan yang tersedia dikantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappeda Jawa Tengah.
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu data PDRB atas harga konstan pada kurun waktu tahun 1996-2005. Beberapa sumber data sekunder yang dapat digunakan antara lain :
a. Nilai Produk Nasional Bruto (PNB) berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.
c. PDRB Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.
d. Laju Produk Domestik (PDRB) Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga konstan.
B. Definisi Operasional
1. Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam Negara/ wilayah pada periode tertentu dihitung dalam satuan rupiah
2. PDRB atas dasar harga konstan adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa dari seluruh sektor ekonomi dasar perekonomian suatu daerah dan pada waktu tertentu berdasarkan harga tahun dasar.
3. Sektor Unggulan / Sektor Andalan
Suatu sektor disebut sebagai sektor unggulan, apabila sektor yang bersangkutan memiliki potensi yang lebih besar untuk terus tumbuh dibandingkan sektor lain dalam suatu komponen PDRB yang sama. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur sektor unggulan di suatu daerah diturunkan dari nilai-nilai parameter hasil analisis (diperoleh dengan memakai gabungan dari hasil analisis LQ dan MRp) (Mulyanto, 2003:9)
Suatu daerah memiliki tingkat keunggulan pada suatu sektor tertentu jika daerah yang bersangkutan mempunyai potensi yang lebih besar untuk tumbuh dibandingkan daerah lainnya dalam suatu propinsi. Antara lain disebabkan oleh banyaknya faktor produksi yang dimiliki yang dapat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja, kemajuan teknologi). Keunggulan daerah diperoleh dengan memilah dua wilayah / daerah, yaitu pertama : daerah referensi (Indonesia/ nasional) dan kedua : daerah studi (Propinsi Jawa Tengah) (Mulyanto, 2003:9)
5. Tenaga Kerja
Menurut Badan pusat statistik, tenaga kerja adalah penduduk usia kerja, yang kemudian didefinisikan sebagai penduduk berumur 10 tahun ke atas dan dibedakan sebagai angkatan kerja. Dalam hal ini tenaga kerja di Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 1997 – 2003 dan tenaga kerja ini merupakan komponen utama dalam perhitugan dengan alat analisis guna mengetahui seberapa besar penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor diukur dengan satuan orang.
C. Metode Analisa Data
Alat analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Yaitu tahap analisis diskriptif dan tahap analisis uji hipotesis
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan komponen PDRB di Propinsi Jawa Tengah.
2. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini dipakai untuk menguji kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang dirumuskan dalam hipotesis
Dalam analisis uji hipotesis alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah Overlay, LQ serta MRp
a. Analisis Over Lay
Analisis Over Lay bertujuan untuk melihat deskripsi (gambaran umum) kegiatan ekonomi di suatu daerah yang potensial berdasarkan kriteria kontribusi dan berdasarkan kriteria pertumbuhan (Yusuf, 1999:229). Nilai hasil perhitungan baik LQ dan MRp lebih besar dari 1 diberi symbol positif (+) sedangkan untuk nilai kurang dari 1 diberi simbol negatif (-).
Terdapat empat kemungkinan di dalam hasil analisis overlay yaitu : 1. Pertumbuhan positif (+) dan kontribusi positif (+). Hal ini
menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang dominant baik berdasarkan kriteria (LQ) maupun kriteria Pertumbuhan (RPs). 2. Per tumbuhan positif (+) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-).
3. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi positif (+). Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang pertumbuhan (RPs) kecil, namun kontribusinya (LQ) besar
4. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-). Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang tidak potensial baik berdasarkan kontribusi (LQ) maupun Pertumbuhannya (RPs) sama-sama kecil (Maulana Yusuf, 2002 :10)
b. Location Quotient (LQ)
Alat analisis Location Quotient dipakai untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya perekonmian daerah itu dengan peranan kegiatan/ industri sejenis dalam perekonomian regional/ nasional.
Adapun rumus dari alat analisis Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut (Lincolin Arsyad, 1999:142) :
Vt
unggul.(berspesialisasi) dan tidak unggul di Propinsi Jawa Tengah. Rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut :
Dimana :
Eij = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di wilayah studi Ej = nilai total kesempatan kerja/ PDRB di wilayah studi Ein = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di tingkat regional En = nilai total kesempatan kerja / PDRB di tingkat regional.
Menurut Bandavid (1991)terdapat tiga (3) kategori hasil analisis LQ pada suatu daerah.
1. Jika LQ > 1, maka daerah tersebut lebih berspesialisasi (berpotensi) atas produk sektor tertentu, dibandingkan dengan wilayah referensi
2. Jika LQ < 1 maka daerah tersebut kurang berspesialisasi (berpotensi) atas produk sektor tertentu dibandingkan dengan wilayah referensi
3. Jika LQ = 1 maka daerah tersebut memiliki spesialisasi (berpotensi) yang sama atas produk tertentu dibandingkan dengan wilayah referensi
Menurut Yusuf (1992:227), hasil analisis LQ belum mampu memberikan kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan sementara yang masih harus dibandingkan
En Ein
Ej Eij
dengan teknik analisis lain seperti analisis Shift Share, analisis MRp, serta mempertimbangkan data existing untuk mencari solusi apakah kesimpulan sementara di atas terbukti kebenarannya.
Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dari sembilan lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah. Analisis LQ menggunakan pendekatan pada kontribusi, yaitu besarnya sumbangan suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja atau kepada perekonomian daerah. Menurut Arsyad suatu ekonomi daerah dibagi menjadi dua, yaitu :
b. Kegiatan ekonomi/ industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan disebut dengan industri basic
c. Kegiatan ekonomi/ industri yang hanya melayani pasar di daerah tersebut, disebut dengan industri non-basic (industri lokal). Rumus yang digunakan mengemukakan untuk menghitung nilai LQ perekonomian suatu daerah dalam perbandingannya dengan perekonomian tingkat diatasnya. (Bendavid-Vac dalam Harimurti, 2002 :6)
Dimana : LQ = Koefisien Location Quotient qi = Output sektor/ regional qs = Output total regional
Qs Qi
qs qi LQ
/ /
Qs = Output total nasional c. Model Rasio Pertumbuhan (MRp)
Pendekatan analisis model rasio pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) Rasio Pertumbuhan Wilayah referensi (RPr), dan (2) Rasio Pertumbuhan Wilayah studi (RPs). RPr membandingkan pertumbuhan masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah referensi dengan PDRB wilayah referensi. Sedangkan RPs membandingkan pertumbuhan kegiatan yang bersangkutan pada tingkat wilayah referensi.
MRp digunakan untuk melihat deskripsi sektor-sektor ekonomi, potensial di Propinsi Jawa Tengah.MRp merupakan alat analisis alternatif dalam perencanaan wilayah atau kota yang didapat dengan memodifikasi model analisis shift share. Pada MRp dikenal dua macam rasio, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) (Yusuf, 1999:220) Dengan mengkombinasikan keduanya akan diperoleh diskripsi kegiatan ekonomi yang potensial, baik di wilayah studi maupun wilayah referensi. Pada perhitungan MRp akan didapatkan nilai Riil yang selanjutnya perlu konversi dengan nilai minimalnya baik RPs maupun RPr. Jika nilainya lebih besar dari 1, maka nilai nominalnya positif (+), sedangkan bila nilai Riilnya lebih kecil dari 1 maka nilai nominalnya negatif (-).
1. Klasifikasi pertama : nilai (+) dan nilai (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada wilayah referensi (nasional) dan wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol
2. Klasifikasi kedua: Nilai (+) dan Nilai (-) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat referensi (nasional) memiliki pertumbuhan yang menonjol (potensial) sedangkan di wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol.
3. Klasifikasi ketiga: Nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada pada tingkat referensi (nasional) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol sedangkan di wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol (potensial). Klasifikasi Keempat : nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor tersebut baik pada wilayah referensi (nasional) maupun wilayah studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol (Maulana Yusuf, 2002 :8)
Rumus untuk menghitung RPr dan RPs :
1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) merupakan perbandingan laju pertumbuhan kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan kegiatan i di wilayah referensi. RPs dirumuskan sebagai berikut :
2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
RPr = Rasio pertumbuhan wilayah referensi
^Eij = perubahan pendapatan kegiatan i di wilayah studi BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah a. Aspek Geografis dan 2,26 juta hektar (69,32 persen) bukan lahan sawah. Apabila
dibandingkan dengan tahun 2002, luas lahan sawah tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 0,07 persen, sebaliknya luas bukan lahan sawah mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen. Menurut penggunaannya sebagian besar lahan persawahan dipergunakan sebagai lahan sawah berpengairan teknis (39,18 persen), lainnya memakai sistem pengairan setengah teknis, sederhana dan tadah. Dengan menggunakan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah dapat ditanami padi lebih dari dua kali dalam satu tahun. Adapun lahan kering yang yang dipergunakan sebagai teguran/ kebun mencapai sebesar 33,69 persen dari total lahan bukan sawah.
Obyek-obyek wisata yang terdapat di wilayah Jawa Tengah antara lain : Candi Borobudur, Taman Wisata Kyai Langgeng dan tempat arung jeram (di Kabupaten Magelang). Komplek Candi pegunungan Dieng (di Kabupaten Banjarnegara), Taman Maerokoco, Museum Kereta Api, PRPP, Candi Gedongsongo (di Semarang).
Gambaran selengkapnya mengenai letak geografis Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 letak Geografis Propinsi Jawa Tengah
Keadaan/ Kondisi Uraian
3.Tinggi 4.Iklim
5.Kelembaban udara
Di sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur Di sebelah selatan : Propinsi DIY Di sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Tengah berketinggian rata-rata ± 55 m di atas permukaan laut. Propinsi Jawa Tengah beriklim tropis dan bertemperatur sedang
Propinsi Jawa Tengah memiliki kelembaban udara antara 77 % – 88 % Sumber BPS Propinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka
2004
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diketahui kondisi geografis Jawa Tengah dimana secara umum Jawa Tengah mempunyai iklim tropis dan bertemperatur sedang. Suhu udara rata-rata berkisar antara 170C sampai dengan 290C. Tempat-tempat yang berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi.
b. Luas wilayah dan kondisi kependudukan 1) Luas Wilayah
luas wilayah yang paling kecil yaitu seluas 18,12 Km2 adalah kota Magelang.
2) Kependudukan
penduduk laki-laki. Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah. Pada umumnya penduduk banyak tinggal di daerah kota dibandingkan dengan kabupaten dan pedesaaan. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 984.90 orang/ Km2. Pada tahun 2003 wilayah yang paling padat penduduknya adalah kota Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 11.026,60 orang/ Km2, sedangkan yang paling rendah di Kabupaten Blora yaitu sebesar 460,71 orang/ Km2.
Seiring dengan naiknya jumlah penduduk, jumlah rumah tangga juga mengalami kenaikan dari sebesar 7,90 juta pada tahun 2001 menjadi 8,18 juta pada tahun 2002. Namun pada tahun 2003 mengalami penurunan menjadi 7,96 juta (turun 2,64%). Peserta Keluarga Berencana (KB) di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 4,60 juta peserta KB aktif. Pada tahun 2003 peserta KB baru mencapai jumlah 6,93 ribu peserta di mana suntik merupakan metode kontrasepsi yang paling diminati peserta KB aktif dan KB baru.
Tabel 4.2 luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan penduduk per Km2 di Jawa Tengah Tahun 1999 – 2003.
Tahun Luas Wilayah (Km2)
Berdasarkan tabel 4.2 diatas tersebut, terjadi kecenderungan peningkatan kepadatan penduduk, terutama di kota-kota besar (Surakarta, Semarang dll), yang antara lain disebabkan oleh meningkatnya arus urbanisasi masyarakat di daerah pedesaan menuju ke kota untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik.
Pertambahan jumlah penduduk juga menyebabkan terjadinya kenaikan tingkat kepadatan jumlah penduduk. Tingkat kepadatan penduduk tahun 2001-2003 mengalami peningkatan.semula pada tahun 2001 kepadatan penduduk sebesar 954,51 jiwa/ Km2, kemudian meningkat menjadi 973,81 jiwa/ Km2 pada tahun 2002 dan meningkat lagi pada tahun 2003 menjadi 984,90 jiwa/ Km2.
Berdasarkan hasil survey BPS, angkatan kerja di Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 15,08 juta orang, mengalami kenaikan 2,37 persen bila dibandingkan dengan tahun 2002 yang mencapai 15,03 juta orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah mencapai 60,83 dan angka pengangguran terbuka mencapai 5,66 persen.
Menurut status pekerjaan utama sebagian besar pekerja menjadi buruh/ karyawan, yakni mencapai 39,53 persen. Sedangkan yang menjalankan usaha dengan dibantu oleh anggota rumah tangga/ buruh tetap/ tidak sebesar 20,58 persen, bekerja sendiri tanpa dibantu orang lain sebesar 3,11 persen, dan pekerja yang tidak dibayar sebesar 17,45 persen. Menurut jenis lapangan usaha sektor pertanian menyerap paling banyak tenaga kerja (44,66 persen). Sektor lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan (18,77 persen),sektor industri (16,25 persen) dan sisanya sektor-sektor yang lainnya.
d. Pemerintahan
ditamatkan adalah : tamat/ tidak tamat SD (8,62 persen), SLTP ( 8,89 persen), SMU ( 43,39 persen) dan Sarjana ( 39,10 persen). e. Aspek Sosial
1) Pendidikan
Pentingnya peran pendidikan dalam meningkatkan kecerdasan kemampuan berfikir, dan memperbaiki kualitas kehidupan penduduk, mengharuskan pemerintah untuk berupaya semaksimal mungkin dalam meningkatkan dan memperluas fasilitas pendidikan.
Jumlah sekolah untuk jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak sebanyak 11.433 sekolah, Sekolah Dasar (20.236 sekolah) Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (2.721 sekolah), Sekolah Menengah Umum (1.624 sekolah) dan Sekolah Menengah Kejuruan (213 sekolah), untuk jenjang Perguruan Tinggi terdapat 227 Perguruan Tinggi di Jawa Tengah.
2) Kesehatan
tahun 2003, jumlah rumah sakit umum pemerintah sebesar 48 buah, rumah sakit khusus dan rumah sakit umum swasta 137 buah, dengan didukung pula oleh kesehatan masyarakat sebanyak 845 buah. Fasilitas kesehatan lainnya meliputi apotek, toko obat, distributor obat tradisional. Tahun 2003 terdapat 824 apotek, 24 industri farmasi, dan 181 pedagang besar farmasi.
f. Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi 1) Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
3,52 persen mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002 (3,48 persen), yang antara lain disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian.
2) Struktur Ekonomi Jawa Tengah
Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah. Gambaran mengenai distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Jawa Tengah pada tahun 1998-2003 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi presentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut laporan usaha di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2003 (dalam Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2004
perdagangan, hotel dan restoran. Sektor tersebut naik dari sebesar 23,91 persen pada tahun 2002 menjadi 24,19 persen ditahun 2003. dilihat dari segi pertumbuhannya sektor angkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan terbesar pada tahun 2003 yakni sebesar 6,33 persen.
Gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha di Jawa Tengah tahun 1998-2003 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4 Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2003 (dalam persen) Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2004
g. PDRB Per Kapita
PDRB per kapita Propinsi Jawa Tengah pada tahun 1999-2003 dapat dilihat dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5 PDRB per kapita penduduk Propinsi Jawa Tengah Tahun 1999-2003
PDRB per kapita ADHB PDRB per kapita ADHK Tahun
Nilai (Rp) Pertumbuhan
(%) Nilai (Rp) Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2004
PDRB Harga Berlaku dan harga Konstan Jawa Tengah tahun 1998-2003 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 PDRB Propinsi Jawa Tengah atas dasar Harga Konstan tahun 1998-2003
Harga berlaku Harga Konstan 1993 Tahun Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa Tengah
B. Analisa Data
Alat analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tahap analisis deskriptif dan tahap analisis uji hipotesis.
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan komponen PDRB di Jawa Tengah.
2. Analisis Uji Hipotesis
Analisis ini dipakai untuk menguji kebenaran dari pernyataan yang dirumuskan dalam uji hipotesis, alat analisis yang dipakai adalah overlay, LQ, dan MRp
a. Analisis Overlay
Analisis overlay bertujuan untuk melihat gambaran umum kegiatan perekonomian di suatu daerah yang memberikan sumbangan dominan/ besar berdasarkan kriteria pertumbuhan (MRp) dan kriteria kontribusi sumbangan (LQ)
b. Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non basis dari sembilan lapangan usaha di Jawa Tengah. Analisis LQ menggunakan pendekatan pada kontribusi, yaitu besarnya sumbangan suatu sektor terhadap PDRB.
c. Analisis MRp
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE UGM.
BPS Propinsi Jawa Tengah (beberapa edisi). Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah. BPS.
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2003. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta. FE UNS
Mulyanto. 2003. Identifikasi dan Analisis Sektor Ekonomi Unggulan di Kawasan Subosuko Wonosraten Propinsi Jawa Tengah Hasil-Hasil Penelitian. Fakultas Ekonomi UNS
Lilino Joko Suprapto. 2006. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Basis Ekonomi Propinsi DIY Tahun 1998-2004
Lukito, Shofa Adi. 2005. Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Sragen Tahun 1994-2003. Surakarta. Fakultas Ekonomi UNS
Susatya, Muhammad Zakki Irfan. 2005. Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial Kabupaten Kudus Sebelum dan Selama Pelaksanaan Otda (1998-2003). Surakarta. Fakultas Ekonomi UNS.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Ketujuh. Jakarta. Erlangga.
Tambunan, Tulus. 2000. Perekonomian Indonesia. Beberapa Isu Penting. Jakarta : Ghalia Indonesia.