• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda Di Medan Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda Di Medan Polonia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dengan budaya, yang selaras dan didukung oleh beragam etnik yang menyatu dalam sebuah bangsa. Kesenian merupakan hasil produk budaya, yang dalam keberadaannya selalu tidak lepas dari masyarakat, karena kesenian itu lahir dari gagsasan dan aktivitas masyarakat itu sendiri. Kesenian pun tidak akan pernah hilang kalau masih difungsikan masyarakat pendukungnya.

Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1986), menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur. Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Di sisi lain, kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa sub bagian seperti seni: musik, sastra (cerita rakyat, pantun), tari, teater, dan lain-lain. Demikian pula kesenian dalam masyarakat Sunda.

Masyarakat Sunda memiliki begitu banyak kesenian, salah satunya adalah 1

1

Disini penulis hanya memaparkan sedikit tentang gamelan sunda yaitu gamelan degung dengan tujuan untuk memperkenalkan sekilas tentang kesenian gamelan khas masyarakat sunda.

(2)

maupun konteks sosialnya; (b) Nama laras2

(tangga nada) yang merupakan bagian dari laras salendro berdasarkan teori R. Machjar Angga Koesoemahdinata. Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk nada) mi (2) dan la (5) dan degung triswara (tumbuk nada da (1), na (3), dan ti (4).

(sumbe

Karena perbedaan inilah maka degung dimaklumi sebagai musik yang khas dan merupakan identitas kebudayaan masyarakat Sunda. Arti degung dalam konteks Nusantara sebenarnya memiliki hubungan dengan kebudayaan sejenis, yaitu gangsa di Jawa Tengah, gong di Bali, atau goong di Banten. Semuanya merujuk kepada musik gamelan. Gamelan merupakan sekelompok waditra3

Jaap Kunst dalam bukunya Toonkunst van Java (Kunst, 1934), mencatat bahwa awal perkembangan degung adalah sekitar akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19. Dalam studi literaturnya, disebutkan bahwa kata degung pertama kali muncul tahun 1879, yaitu dalam kamus yang disusun oleh H.J. Oosting.

dengan cara membunyikan alatnya kebanyakan dipukul. (sumber: http://www.wikipedia. com).

Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa (bahasa Sunda Lama) yaitu bahwa kata degung berasal dari kata ngadeg (berdiri) dan agung” (megah), atau pangagung (menak; bangsawan), yang mengandung

2Laras

(berasal dari bahasa Jawa) mengandung pengertian yang sama dengan tangga nada pada musik barat, yakni: deretan nada-nada, baik turun maupun naik, yang disusun dalam satu oktaf dengan interval tertentu.

3

(3)

pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat bangsawan.

Nama-nama wadrita yang terdapat dalam gamelan degung ini adalah:

1. Bonang, terdiri dari 14 penclon. Bonang biasanya sebagai pembawa melodinya.

2. Saron/Cempres, terdiri dari 14 bilah.

3. Panerus, bentuk dan jumlah nada sama dengan saron, hanya berbeda dalam oktafnya.

4. Jengglong terdiri dari 6 buah gong kecil. Penempatannya ada yang digantung ada pula yang disimpan.

5. Suling, suling yang digunakan biasanya mempunyai 4 buah lobang udara.

6. Kendang, terdiri dari satu buah kendang besar, dan dua buah kendang kecil (kulanter).

7. Gong, pada mulanya hanya satu gong besar saja, kemudian sekarang memakai kempul, seperti yang digunakan pada gamelan pelog-salendro.

(sumber: www.wikipedia.com)

(4)

Kendang adalah salah satu wadrita yang berperan penting dalam suatu pementasan, karena kendang menjadi pendukung yang sangat dominan dan komunikatif, mengendalikan tempo dan irama setiap lagu, baik tempo pokok maipun irama cepat atau lambat, ditangkap dengan bunyi kendang termasuk didalamnya mengawali dan mengakhiri gendingan. Selain itu ritmis kendang dan melodi kendang dapat menghantarkan kita kedalam suasana riang dan gembira.

Menurut Soepandi (1987:21) fungsi kendang didalam karawitan sunda sedikitnya ada 5 kategori, hal itu disebut Panca pramakaras yang berarti 5 huruf pertama sebagai berikut:

1. Anggeran wiletan yaitu penjaga irama.

2. Anceran wiletan yaitu pemberi irama baik pada awal lagu maupun pertengahan lagu sesuai kebutuhan.

3. Amardawalagu yaitu sebagai melodi lagu. 4. Arkuh lagu yaitu kerangka lagu.

5. Adumanis lagu yaitu pendukung ritmis pada wadrita-wadrita lain dan sinden yang memberi variasi.

Kendang pada mulanya ditemukan oleh manusia di peradaban awal yang memiliki kebiasaan memukul-mukul benda sekitarnya untuk mengekspresikan kegembiraan, misalnya saat berhasil menangkap binatang buruan. Dalam 4

4

Ekskavasi = penggalian yg dilakukan di tempat yg mengandung benda purbakala

(5)

Kendang merupakan salah satu instrument tradisional Sunda yang boleh dikatakan memberi pengaruh besar terhadap kesenian lain diluar kesenian Sunda. Pada perkembangan musik gamelan Jawa yaitu pada musik campursari (satu genre musik populer Jawa), kendang yang digunakan adalah kendang Sunda.Alat musik kendang merupakan alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul dengan kedua telapak tangan, dan diredam oleh telapak kaki kiri pemainnya. Ditempatkan di depan pemain secara horizontal. Biasanya pemain kendang Sunda memainkan dua kendang yaitu kendang dan kulanter (kendang kecil).

Dalam konteks budaya, berdasarkan bentuk dan wujudnya, terdapat 2 jenis waditra kendang Sunda, antara yaitu:

1. Kendang besar (indung) yang berukuran besar, Kendang yang biasa dipergunakan dalam jaipongan, wayangan (teater wayang kulit atau golek), kacapian (ensambel kecapi Sunda), dan lain-lain. Membran atas disebut kempyang dan membran bawh disebut gedug.

2. Kulanter adalah kendang yang berukuran kecil. Kendang ini berperan untuk menambah variasi tabuhan kendang sedang, sebab pemakaiannya tidak terlepas dari kendang indung (wawancara dengan Ade Herdiyat Januari 2014). Membran atas disebut kutiplak dan membran bawah disebut kutipang.

(6)

seniman Bandung yang bernama Wahyu Roche, seniman asal Kabupaten Bandung yang juga berdinas di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat (wawancara dengan Asep Permata Bunda, 4 Mei 2014 di Medan).

Hal ini yang sebenarnya menjadi perhatian penulis, ketika kendang Sunda ingin dijadikan warisan kebudayaan dunia, hingga kini masih sulit mencari pembuat kendang diluar tempat asalnya. Padahal kesenian Sunda juga harus tetap dijaga sekalipun jauh dari tempat asalnya.

Pada 4 Mei 2014, penulis bertemu dan berbincang dengan seorang pembuat kendang Sunda di Medan, tepatnya di Jalan Antariksa Gang Kembar No. 16 Medan Polonia, yang bernama Asep Permata Bunda (panggilan akrabnya Kang Asep). Kang Asep adalah satu-satunya pembuat kendang di Medan. Menurut beliau, kendang masuk ke dalam budaya Sunda sebelum zaman penjajahan Belanda dan digunakan sebagai penyebaran agama Islam.

(7)

beliau mulai tertarik untuk membuat kendang sendiri. Hingga akhirnya kendang buatannya bisa diperjualbelikan.

Menurut Kang Asep, kesulitan dalam pembuatan kendang hanyalah pada saat mencari kayu terbaik dan mengeringkan kulit kerbau yang diperlukan. Keunikan kendang yang dibuat oleh Kang Asep tidak terlepas dari bahan pembuatannya. Kang Asep menggunakan kayu mahoni untuk pembuatan kendangnya. Karena menurut Kang Asep, sudah sulit untuk mencari pohon nangka yang berkualitas. Sampai kini, menurut pengakuan Kang Ade Herdiyat (dosen praktik musik Sunda Etnomusikologi USU), Kang Asep ini adalah satu-satunya pembuat kendang Sunda di Medan.

Dengan melihat keadaan yang seperti itu, maka penulis tertarik untuk mengkaji kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda ini, dari perspektif Etnomusikologi, ilmu yang selama empat tahun ini penulis pelajari di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Tentu saja perlu dipahami apa itu etnomusikologi dalam konteks penelitian ini.

Untuk mengkaji aspek organologis kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda di medan ini, penulis akan mengkajinya dari disiplin etnomusikologi. Penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.

(8)

history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology

(9)

bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik. Sebahagian besar etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan di berbagai jenis pendidikan dan universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan museum, festival, arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi, di mana mereka memfokuskan pencerahan kepada pengetahuan dan apresiasi musik di seluruh dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai program etnomusikologi.

Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa etnomusikologi adalah ilmu yang mengkaji budaya musik di seluruh dunia dari masa dahulu sampai sekarang. Di antara kajian itu adalah tentang alat musik, termasuk gamelan Jawa. Dalam skripsi nantinya penulis akan mengkaji alat musik kendang Sunda, dari sisi organologis.

(10)

etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat-alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?

Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alat musik.

(11)

Seterusnya penulis akan memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan seterusnya. Selain itu, penulis akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik, seniman Sunda, dan masyarakat Sunda mengenai kendang ini. Apakah ia memiliki lambang? Semua yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik akan penulis teliti dalam penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi ekonomi dalam alat musik, dalam hal ini kendang Sunda. Penelitian tentang hal ini berkaitan dengan distribusi dan penjualannya, terutama di Medan, Sumatera Utara, dan sekitarnya. Apakah Kang Asep Permata Bunda mengutamakan sisi ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konetks pembuatan kendang Sunda ini.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang kendang sunda buatan Kang Asep. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda di Jalan Antariksa Gang

Kembar No. 16 Medan Polonia.

2.

Pokok Permasalahan

(12)

secara musikal, seperti fungsi pembawa ritme, fungsi menghasilkan warna suara atau onomatope, dan hal-hal sejenis.

3.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap Kendang Sunda adalah untuk mengetahui struktur organologis dan fungsi musikal kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda di Medan.

4.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai kendang Sunda di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.

3. Sebagai proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

(13)

5.

Konsep dan Teori

5.1 Konse

p

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka,2005).

Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika membicarakan tentang kajian organologi, maka aspek yang ikut dibahas di antaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Selanjutnya menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif dan variasi dari sosial budaya.

(14)

5.2

Teori

Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keteranganketerangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1993 : 22 -25).

Untuk mengkaji secara organologis mengenai alat musik dalam hal ini alat musik kendang Sunda, penulis menggunakan teori struktural dan fungsional yang dikemukakan oleh Susumu Khasima. Menurutnya dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai.

Di sisi lain, secara fungsional, yaitu: fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara. Selanjutnya meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

(15)

penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:

- Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

- Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,

- Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, - Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut , maka kendang sunda adalah instrument musik membranofon dimana penggetar utama bunyinya melalui membran atau kulit.

Salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi tentang peralatan musik yang dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah kebudayaan (musikal). Hal ini diperte

(16)

6.

Metode Penelitian

Arti metode pada tulisan ini adalah sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2003:24).

6.1

Studi Kepustakaan

Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini.

6.2

Kerja Lapangan

Penulis melakukan kerja lapangan dangan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah Kang Asep dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat Sunda yang ada di kotamadya medan sebagai narasumber lainya.

6.3

Observasi

(17)

6.4

Wawancara

Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan dan pernyataan yang akan ditanyakan pada saat wawancara. Pertanyaan bisa diajukan secara bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain yang dimana materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian.

Penulis akan melakukan wawancara langsung terhadap informan, yang dimana dalam hal ini Kang Asep selaku informan kunci dan beberapa informan-informan lainnya.

6.5

Kerja Laboratorium

(18)

Referensi

Dokumen terkait