• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda Di Medan Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda Di Medan Polonia"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ORGANOLOGIS KENDANG SUNDA BUATAN KANG ASEP PERMATA BUNDA di MEDAN POLONIA

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA : AYU TRIANA PUTRI

NIM : 100707040

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

KAJIAN ORGANOLOGIS KENDANG SUNDA BUATAN KANG ASEP PERMATA BUNDA di JALAN ANTARIKSA GANG KEMBAR NO 16 MEDAN POLONIA

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D Drs. Fadlin, M.A.

NIP 196512211991031001

NIP 196102201989031003

(3)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin

Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

DEKAN

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 1951 1013 1976 031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D ;

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd ;

3. Drs. Fadlin, M.A. ;

4. Arifninetrirorsa, SST., M.A. ;

(4)

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yesus Kristus,

karena kasihNya yang begitu besar telah melimpahi kehidupan penulis. Setiap

detik dalam perjalanan hidup penulis disertai dan diberi sukacita penuh. Secara

khusus dalam penyusunan skripsi ini, kekuatan dan penghiburan diberikanNya jauh melebihi permohonan penulis.

Skripsi ini berjudul “KAJIAN ORGANOLOGIS KENDANG SUNDA

BUATAN KANG ASEP PERMATA BUNDA DI JALAN ANTARIKSA

GANG KEMBAR NO 16 MEDAN POLONIA.” Skripsi ini diajukan dalam

melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada

Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari banyak kekurangan dan tantangan yang terdapat dalam

penulisan skripsi ini. Hal-hal tersebut berasal dari dalam dan luar diri penulis.

Kejenuhan dan kelelahan senantiasa mendekat ke dalam diri penulis. Namun,

semangat baru selalu hadir melalui orang-orang di sekitar penulis.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan

(6)

ayahanda Filips Matondang dan ibunda Junietty Siahaan. Terima kasih untuk

segala cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Kesabaran,

kebijaksanaan, dan kerendahan hati telah diajarkan kepada penulis sejak kecil.

Sehingga, saat ini merupakan buah karya dan kasa yang telah dilakukan penulis.

Terlebih-lebih dalam penyusunan skripsi ini, suka dan duka terlampaui atas doa-

doa yang telah dipanjatkan setiap hari. Motivasi yang luar biasa dan dukungan

selalu hadir saat penulis melakukan kelalaian dalam penyelesaian skrispsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakak terkasih DPS Matondang

beserta suami S Butar-Butar dan ROS Matondang beserta suami M. Manurung,

adik terkasih EPP Matondang. Terimakasih untuk doa, bantuan, dukungan, waktu

dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Meskipun jarak memisahkan

penulis dengan kakak-kakak terkasih, tapi penulis dapat merasakan kehadiran

kalian. Sehingga penulis mampu melalu rintangan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis sungguh bersyukur kepada Tuhan karena telah menganugrahkan keluarga

yang luar biasa untuk penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr.

Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis

(7)

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan sebagai dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk ilmu pengetahuan, pengalaman, kebaikan dan nasehat-nasehat yang telah Bapak berikan kepada saya selama berada di perkuliahan. Kiranya Tuhan selalu menyertai dan melimpahkan sukacita kepada Bapak. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi. Penulis juga tidak lupa mengucapkanterimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Fadlin, M.A., selaku dosen Pembimbing II penulis yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skrispi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasa melindungi dan melimpahkan berkat untuk Bapak.

Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai administrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah berkenan untuk membantu kelancaran administrasi penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih untuk kebaikan yang telah diberikan.

(8)

Bapak Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu yang telah membagikan ilmu dam pengalaman hidup Bapak/Ibu sekaliam. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian menjadi pelajaran berhagrga untuk penulis.

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini : Kang Asep Permata Bunda, Kang Ade Herdiyat, Kang Iwan, Kang Asep Nata dan informan-informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kesempatan dan pengalaman yang sungguh berharga telah penulis dapatkan atas kebaikan Bapak/Ibu sekalian. Penulis dapat mengenal budaya Sunda lebih dekat atas pertolongan Bapak-Bapak sekalian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh mahasiswi angkatan 2010 terkhususnya sahabat saya Riska Prisila, Shelly Pelawi, Deby Gea, Ruth Marbun, Kezia Purba, Miduk Nadeak, Anna Purba, Rican, Tribudi, Chandra Marbun, Jackri dan teman-teman seangkatan yang tidak saya sebutkan, terimakasih atas kebersamaan dan waktu luangnya yang dihabiskan bersama penulis. Kepada abang saya yang sudah membantu dari jauh dan memberi dukungan yang luar biasa, Brasta Pratama Putra. Kepada teman-teman segereja : Arianda Roy Tobing, Tofri Sitorus, Ella Pardede, Regina Sidauruk, Ester Sihombing atas bantuannya dan waktunya untuk menemani penelitian skripsi ini.

(9)

sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan moril dan informasi yang penulis dapatkan selama proses belajar di Etnomusikologi.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini belum dikatakan sempurna, oleh karenga itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membanugn dari para pembaca, untuk lebih menyempurnakan skripsi ini nantinya.

(10)

ABSTRAK

Kesenian adalah hal yang tidak bisa lepas dari seluruh lapisan suku yang ada di Indonesia, bahkan sudah ada sejak sebelum masuknya pengaruh luar ke Indonesia. Salah satunya adalah kesenian Gamelan Degung pada masyarakat Sunda.

Gamelan Degung terdiri dari beberapa instrumen di dalamnya. Setiap alat musiknya memiliki keunikan sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, keeksistensian beberapa alat musiknya mulai kurang diminati.

Kang Asep adalah salah satu orang Sunda yang masih sangat menjaga pelestarian kesenian sunda di Medan. Beliau sudah lama menekuni dunia kesenian sunda dan hingga kini beliau juga masih aktif dalam membuat alat-alat musik gamelan sunda, yaitu salah satunya alat musik kendang.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui organologi dari kendang, yakni bagaimana struktur, proses, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi kendang serta menjadi suatu karya tulis bagi Etnomusikolog.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Konsep dan Teori ... 13

1.5.1 Konsep ... 13

1.5.2 Teori ... 14

1.6 Metode Penelitian ... 16

1.6.1 Studi Kepustakaan ... 16

1.6.2 Kerja Lapangan ... 16

1.6.3 Observasi ... 17

1.6.4 Wawancara ... 17

1.6.5 Kerja Laboratorium ... 17

BAB II BIOGRAFI KANG ASEP PERMATA BUNDA DALAM KONTEKS BUDAYA SUNDA DI SUMATERA UTARA ... 19

2.1 Pengertian Biografi ... 19

2.2. Alasan Dipilihnya Asep Permata Bunda ... 21

2.3 Biografi Asep Permata Bunda ... 22

2.3.1 Latar Belakang Keluarga ... 23

2.3.2 Latar Belakang Pendidikan ... 24

(12)

2.3.4 Kang Asep Sebagai Pembuat Alat Musik ... 25

2.3.5 Kang Asep Sebagai Pemusik Tradisional ... 26

2.3.6 Manajemen Seni Asep Permata Bunda ... 26

BAB III PERSPEKTIF SEJARAH, STRUKTUR DAN TEKNIK PEMBUATAN KENDANG SUNDA ... 29

3.1 Perspektif Sejarah Kendang Sunda ... 29

3.2 Klasifikasi Kendang Sunda ... 30

3.3 Struktur dan Ukuran Kendang Sunda ... 31

3.3.1 Struktur Kendang Sunda ... 32

3.3.1.1 Wangkis/Membran ... 32

3.3.1.2 Kuluwung ... 36

3.3.1.3 Wengku ... 41

3.3.1.4 Tali Rarawat dan Rawit ... 42

3.3.1.5 Ali-ali ... 44

3.3.1.6 Udel ... 45

3.3.2 Ukuran Kendang Sunda ... 45

3.3.2.1 Ukuran Wangkis/Membran ... 45

3.3.2.2 Ukuran Kuluwung ... 46

3.3.2.3 Ukuran Wengku ... 47

3.3.2.3.1 Wengku Atas ... 47

3.3.2.3.2 Wengku Bawah... 48

3.3.2.4 Ukuran Ali-ali ... 48

3.3.2.5 Ukuran Tali rarawat dan rawit ... 49

3.4 Bahan Yang Dipergunakan ... 51

3.4.1 Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni) ... 51

3.4.2 Kulit Kambing... 51

3.4.3 Bambu ... 51

(13)

3.5.2 Kihkir/Kikir ... 53

3.5.3 Bedog/Pisau ... 54

3.5.4 Palu Halus ... 54

3.5.5 Sugu/Ketam Kayu ... 55

3.5.6 Palu ... 55

3.5.7 Tatah Awal dan Tatah Bubang ... 56

3.5.8 Meteran ... 57

3.5.9 Patlot/Pensil ... 57

3.5.10 Parang... 58

3.5.11 Pernis ... 58

3.5.12 Kuas ... 59

3.5.13 Kayu Penyangga ... 59

3.5.14 Tali Rafia... 59

3.5.15 Paku ... 60

3.5.16 Tali Kain ... 60

3.6 Teknik Pembuatan Kendang ... 60

3.6.1 Anyaman/Teknik Penalian ... 62

3.7 Teknik Penyeteman ... 64

BAB IV TEKNIK MEMAINKAN DAN FUNGSI MUSIK KENDANG PADA MASYARAKAT SUNDA ... 66

4.1 Posisi Memainkan ... 66

4.1.1 Teknik Dasar Memainkan Kendang ... 68

4.2 Warna Bunyi ... 68

4.3 Pola Ritem Kendang ... 72

4.4 Fungsi Alat Musik Kendang ... 74

4.4.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 75

4.4.2 Fungsi Hiburan ... 75

4.4.3 Fungsi Kesinambungan Budaya ... 76

(14)

4.4.5 Fungsi Reaksi Jasmani ... 76

4.4.6 Fungsi Lembaga Sosial dan Upacara Agama ... 77

4.4.7 Fungsi Penghayatan Estetis ... 77

BAB V PENUTUP ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kang Asep bersama istri ... 22

Gambar 2 : Kang Asep bersama penulis ... 22

Gambar 3 : Struktur Kendang Sunda ... 32

Gambar 4 : Paku disisi kulit yang sedang dijemur ... 34

Gambar 5 : Proses penjemuran kulit ... 34

Gambar 6 : Membuat Wangkis ... 35

Gambar 7 : Batang pohon mahoni ... 36

Gambar 8 : Proses Pembuatan Kuluwung ... 41

Gambar 9 : Wengku ... 42

Gambar 10 : Tali rarawat dan rawit ... 43

Gambar 11 : Ali-ali ... 44

Gambar 12 : Udel ... 45

Gambar 13 : Ukuran Wangkis... 46

Gambar 14 : Ukuran Kuluwung ... 47

Gambar 15 : Wengku Atas ... 48

Gambar 16 : Wengku Bawah ... 48

Gambar 17 : Ukuran ali-ali ... 49

Gambar 18 : Ukuran tali rarawat dan rawit ... 50

(16)

Gambar 25 : Pahat awal dan Pahat bubang ... 57

Gambar 26 : Meteran ... 57

Gambar 27 : Patlot ... 58

Gambar 28 : Parang ... 58

Gambar 29 : Kayu Penyangga ... 59

Gambar 30 : Tali Kain ... 60

Gambar 31 : Nganyam ... 64

Gambar 32 : Teknik Penyeteman ... 65

Gambar 33 : Posisi memainkan ... 66

Gambar 34 : Posisi kaki ... 67

Gambar 35 : Memasukkan tali ke kayu penyangga ... 67

(17)

DAFTAR TABEL

(18)

ABSTRAK

Kesenian adalah hal yang tidak bisa lepas dari seluruh lapisan suku yang ada di Indonesia, bahkan sudah ada sejak sebelum masuknya pengaruh luar ke Indonesia. Salah satunya adalah kesenian Gamelan Degung pada masyarakat Sunda.

Gamelan Degung terdiri dari beberapa instrumen di dalamnya. Setiap alat musiknya memiliki keunikan sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, keeksistensian beberapa alat musiknya mulai kurang diminati.

Kang Asep adalah salah satu orang Sunda yang masih sangat menjaga pelestarian kesenian sunda di Medan. Beliau sudah lama menekuni dunia kesenian sunda dan hingga kini beliau juga masih aktif dalam membuat alat-alat musik gamelan sunda, yaitu salah satunya alat musik kendang.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui organologi dari kendang, yakni bagaimana struktur, proses, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi kendang serta menjadi suatu karya tulis bagi Etnomusikolog.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dengan budaya, yang selaras dan didukung oleh beragam etnik yang menyatu dalam sebuah bangsa. Kesenian merupakan hasil produk budaya, yang dalam keberadaannya selalu tidak lepas dari masyarakat, karena kesenian itu lahir dari gagsasan dan aktivitas masyarakat itu sendiri. Kesenian pun tidak akan pernah hilang kalau masih difungsikan masyarakat pendukungnya.

Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1986), menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur. Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Di sisi lain, kesenian itu sendiri masih terdiri dari beberapa sub bagian seperti seni: musik, sastra (cerita rakyat, pantun), tari, teater, dan lain-lain. Demikian pula kesenian dalam masyarakat Sunda.

Masyarakat Sunda memiliki begitu banyak kesenian, salah satunya adalah 1

1

Disini penulis hanya memaparkan sedikit tentang gamelan sunda yaitu gamelan degung dengan tujuan untuk memperkenalkan sekilas tentang kesenian gamelan khas masyarakat sunda.

(20)

maupun konteks sosialnya; (b) Nama laras2

(tangga nada) yang merupakan bagian dari laras salendro berdasarkan teori R. Machjar Angga Koesoemahdinata. Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk nada) mi (2) dan la (5) dan degung triswara (tumbuk nada da (1), na (3), dan ti (4).

(sumbe

Karena perbedaan inilah maka degung dimaklumi sebagai musik yang khas dan merupakan identitas kebudayaan masyarakat Sunda. Arti degung dalam konteks Nusantara sebenarnya memiliki hubungan dengan kebudayaan sejenis, yaitu gangsa di Jawa Tengah, gong di Bali, atau goong di Banten. Semuanya merujuk kepada musik gamelan. Gamelan merupakan sekelompok waditra3

Jaap Kunst dalam bukunya Toonkunst van Java (Kunst, 1934), mencatat bahwa awal perkembangan degung adalah sekitar akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-19. Dalam studi literaturnya, disebutkan bahwa kata degung pertama kali muncul tahun 1879, yaitu dalam kamus yang disusun oleh H.J. Oosting.

dengan cara membunyikan alatnya kebanyakan dipukul. (sumber: http://www.wikipedia. com).

Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa (bahasa Sunda Lama) yaitu bahwa kata degung berasal dari kata ngadeg (berdiri) dan agung” (megah), atau pangagung (menak; bangsawan), yang mengandung

2

Laras (berasal dari bahasa Jawa) mengandung pengertian yang sama dengan tangga nada pada musik barat, yakni: deretan nada-nada, baik turun maupun naik, yang disusun dalam satu oktaf dengan interval tertentu.

3

(21)

pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat bangsawan.

Nama-nama wadrita yang terdapat dalam gamelan degung ini adalah:

1. Bonang, terdiri dari 14 penclon. Bonang biasanya sebagai pembawa melodinya.

2. Saron/Cempres, terdiri dari 14 bilah.

3. Panerus, bentuk dan jumlah nada sama dengan saron, hanya berbeda dalam oktafnya.

4. Jengglong terdiri dari 6 buah gong kecil. Penempatannya ada yang digantung ada pula yang disimpan.

5. Suling, suling yang digunakan biasanya mempunyai 4 buah lobang udara.

6. Kendang, terdiri dari satu buah kendang besar, dan dua buah kendang kecil (kulanter).

7. Gong, pada mulanya hanya satu gong besar saja, kemudian sekarang memakai kempul, seperti yang digunakan pada gamelan pelog-salendro.

(sumber: www.wikipedia.com)

(22)

Kendang adalah salah satu wadrita yang berperan penting dalam suatu pementasan, karena kendang menjadi pendukung yang sangat dominan dan komunikatif, mengendalikan tempo dan irama setiap lagu, baik tempo pokok maipun irama cepat atau lambat, ditangkap dengan bunyi kendang termasuk didalamnya mengawali dan mengakhiri gendingan. Selain itu ritmis kendang dan melodi kendang dapat menghantarkan kita kedalam suasana riang dan gembira.

Menurut Soepandi (1987:21) fungsi kendang didalam karawitan sunda sedikitnya ada 5 kategori, hal itu disebut Panca pramakaras yang berarti 5 huruf pertama sebagai berikut:

1. Anggeran wiletan yaitu penjaga irama.

2. Anceran wiletan yaitu pemberi irama baik pada awal lagu maupun pertengahan lagu sesuai kebutuhan.

3. Amardawalagu yaitu sebagai melodi lagu. 4. Arkuh lagu yaitu kerangka lagu.

5. Adumanis lagu yaitu pendukung ritmis pada wadrita-wadrita lain dan sinden yang memberi variasi.

(23)

Kendang merupakan salah satu instrument tradisional Sunda yang boleh dikatakan memberi pengaruh besar terhadap kesenian lain diluar kesenian Sunda. Pada perkembangan musik gamelan Jawa yaitu pada musik campursari (satu genre musik populer Jawa), kendang yang digunakan adalah kendang Sunda.Alat musik kendang merupakan alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul dengan kedua telapak tangan, dan diredam oleh telapak kaki kiri pemainnya. Ditempatkan di depan pemain secara horizontal. Biasanya pemain kendang Sunda memainkan dua kendang yaitu kendang dan kulanter (kendang kecil).

Dalam konteks budaya, berdasarkan bentuk dan wujudnya, terdapat 2 jenis waditra kendang Sunda, antara yaitu:

1. Kendang besar (indung) yang berukuran besar, Kendang yang biasa dipergunakan dalam jaipongan, wayangan (teater wayang kulit atau golek), kacapian (ensambel kecapi Sunda), dan lain-lain. Membran atas disebut kempyang dan membran bawh disebut gedug.

2. Kulanter adalah kendang yang berukuran kecil. Kendang ini berperan untuk menambah variasi tabuhan kendang sedang, sebab pemakaiannya tidak terlepas dari kendang indung (wawancara dengan Ade Herdiyat Januari 2014). Membran atas disebut kutiplak dan membran bawah disebut kutipang.

(24)

seniman Bandung yang bernama Wahyu Roche, seniman asal Kabupaten Bandung yang juga berdinas di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat (wawancara dengan Asep Permata Bunda, 4 Mei 2014 di Medan).

Hal ini yang sebenarnya menjadi perhatian penulis, ketika kendang Sunda ingin dijadikan warisan kebudayaan dunia, hingga kini masih sulit mencari pembuat kendang diluar tempat asalnya. Padahal kesenian Sunda juga harus tetap dijaga sekalipun jauh dari tempat asalnya.

Pada 4 Mei 2014, penulis bertemu dan berbincang dengan seorang pembuat kendang Sunda di Medan, tepatnya di Jalan Antariksa Gang Kembar No. 16 Medan Polonia, yang bernama Asep Permata Bunda (panggilan akrabnya Kang Asep). Kang Asep adalah satu-satunya pembuat kendang di Medan. Menurut beliau, kendang masuk ke dalam budaya Sunda sebelum zaman penjajahan Belanda dan digunakan sebagai penyebaran agama Islam.

(25)

beliau mulai tertarik untuk membuat kendang sendiri. Hingga akhirnya kendang buatannya bisa diperjualbelikan.

Menurut Kang Asep, kesulitan dalam pembuatan kendang hanyalah pada saat mencari kayu terbaik dan mengeringkan kulit kerbau yang diperlukan. Keunikan kendang yang dibuat oleh Kang Asep tidak terlepas dari bahan pembuatannya. Kang Asep menggunakan kayu mahoni untuk pembuatan kendangnya. Karena menurut Kang Asep, sudah sulit untuk mencari pohon nangka yang berkualitas. Sampai kini, menurut pengakuan Kang Ade Herdiyat (dosen praktik musik Sunda Etnomusikologi USU), Kang Asep ini adalah satu-satunya pembuat kendang Sunda di Medan.

Dengan melihat keadaan yang seperti itu, maka penulis tertarik untuk mengkaji kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda ini, dari perspektif Etnomusikologi, ilmu yang selama empat tahun ini penulis pelajari di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Tentu saja perlu dipahami apa itu etnomusikologi dalam konteks penelitian ini.

Untuk mengkaji aspek organologis kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda di medan ini, penulis akan mengkajinya dari disiplin etnomusikologi. Penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.

(26)

history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology

(27)

bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik. Sebahagian besar etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan di berbagai jenis pendidikan dan universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan museum, festival, arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi, di mana mereka memfokuskan pencerahan kepada pengetahuan dan apresiasi musik di seluruh dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai program etnomusikologi.

Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa etnomusikologi adalah ilmu yang mengkaji budaya musik di seluruh dunia dari masa dahulu sampai sekarang. Di antara kajian itu adalah tentang alat musik, termasuk gamelan Jawa. Dalam skripsi nantinya penulis akan mengkaji alat musik kendang Sunda, dari sisi organologis.

(28)

etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat-alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?

Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alat musik.

(29)

Seterusnya penulis akan memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan seterusnya. Selain itu, penulis akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik, seniman Sunda, dan masyarakat Sunda mengenai kendang ini. Apakah ia memiliki lambang? Semua yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik akan penulis teliti dalam penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi ekonomi dalam alat musik, dalam hal ini kendang Sunda. Penelitian tentang hal ini berkaitan dengan distribusi dan penjualannya, terutama di Medan, Sumatera Utara, dan sekitarnya. Apakah Kang Asep Permata Bunda mengutamakan sisi ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konetks pembuatan kendang Sunda ini.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang kendang sunda buatan Kang Asep. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Kajian Organologis Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda di Jalan Antariksa Gang Kembar No. 16 Medan Polonia.

2.

Pokok Permasalahan

(30)

secara musikal, seperti fungsi pembawa ritme, fungsi menghasilkan warna suara atau onomatope, dan hal-hal sejenis.

3.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap Kendang Sunda adalah untuk mengetahui struktur organologis dan fungsi musikal kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda di Medan.

4.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai kendang Sunda di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya di kemudian hari.

3. Sebagai proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

(31)

5.

Konsep dan Teori

5.1 Konse

p

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka,2005).

Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika membicarakan tentang kajian organologi, maka aspek yang ikut dibahas di antaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Selanjutnya menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif dan variasi dari sosial budaya.

(32)

5.2

Teori

Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keteranganketerangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1993 : 22 -25).

Untuk mengkaji secara organologis mengenai alat musik dalam hal ini alat musik kendang Sunda, penulis menggunakan teori struktural dan fungsional yang dikemukakan oleh Susumu Khasima. Menurutnya dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai.

Di sisi lain, secara fungsional, yaitu: fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara. Selanjutnya meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

(33)

penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:

- Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

- Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,

- Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, - Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Mengacu pada teori tersebut , maka kendang sunda adalah instrument musik membranofon dimana penggetar utama bunyinya melalui membran atau kulit.

Salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi tentang peralatan musik yang dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah kebudayaan (musikal). Hal ini diperte

(34)

6.

Metode Penelitian

Arti metode pada tulisan ini adalah sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2003:24).

6.1

Studi Kepustakaan

Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini.

6.2

Kerja Lapangan

Penulis melakukan kerja lapangan dangan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah Kang Asep dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat Sunda yang ada di kotamadya medan sebagai narasumber lainya.

6.3

Observasi

(35)

6.4

Wawancara

Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara

sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan dan pernyataan yang akan ditanyakan pada saat wawancara. Pertanyaan bisa diajukan secara bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain yang dimana materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian.

Penulis akan melakukan wawancara langsung terhadap informan, yang dimana dalam hal ini Kang Asep selaku informan kunci dan beberapa informan-informan lainnya.

6.5

Kerja Laboratorium

(36)
(37)

BAB II.

BIOGRAFI KANG ASEP PERMATA BUNDA DALAM

KONTEKS BUDAYA SUNDA DI SUMATERA UTARA

2.1 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta - fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi – informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan kejadian - kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya.

(38)

biografi hanya berfokus pada orang - orang atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu.

(39)

resiko,atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik.

Terjemahan Ary (2007) dari situs : (www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).

2.2 Alasan Dipilihnya Asep Permata Bunda

Dalam tulisan ini, penulis memilih Asep Permata Bunda sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Sunda diantaranya adalah:

(a) Beliau adalah satu-satunya orang yang dapat membuat kendang sunda yang bisa dimainkan dalam kesenian sunda di medan (hasil wawancara Kang Ade Hidayat);

(b) Beliau dapat memainkan alat musik tradisional Sunda dengan sangat baik (pemain kendang di Paguyuban Wargi Sunda (PWS), Medan;

(c) Pengalaman beliau yang merupakan cucu dari pembuat kendang sunda dari kecil yang membuat Kang Asep menjadi orang yang lebih paham mengenai alat musik tradisional Sunda.

(40)

beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat musik dan lebih dikhususkan kepada instrumen musik kendang buatan beliau.

2.2 Biografi Asep Permata Bunda

Gambar 1. Kang Asep bersama istri

Gambar 2. Kang Asep bersama penulis

(41)

sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik Kang Asep Permata Bunda, khususnya mengenai gendang buatan beliau tersebut.

2.2.1 Latar Belakang Keluarga

(42)

sering juga membuat Kang Asep terlibat membantunya dalam membuat alat musik juga dalam bermain musik, hal tersebutlah yang membuat Kang Asep menjadi sangat akrab dengan musik tradisional Sunda dan menguasai banyak permainan instrumen musik tradisional juga proses pembuatannya.

2.2.2 Latar Belakang Pendidikan

Kang Asep menyelesaikan jenjang pendidikan 9 tahunnya, yaitu di : 1. SD Ranca Manyar, Kab. Bandung (dari kelas 1 SD – 6 SD 2. SMP Margahayu, Kab. Bandung (3 tahun)

3. STM Soreng, Kab. Bandung (3tahun)

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Kang Asep masih menetap 2 tahun di Bandung bersama kakek beliau, dan memutuskan untuk tinggal bersama lagi dengan ayah dan ibu beliau pada tahun 1991, yang kebetulan pada saat itu orang tua beliau sudah berdomisili di Medan, Sumatera Utara.

2.2.3 Berumah Tangga

Kang Asep menikah pada tanggal 2 Desember 1997 di Medan dengan istrinya Nurhasanah, dari pernikahan mereka lahirlah 2 orang putri, yaitu:

1.Evis Widya Nabila (15 tahun – 1 SMA) 2.Salhilah Nurfajar (7 tahun – 3 SD)

(43)

2.2.4 Kang Asep Sebagai Pembuat Alat Musik

Seperti yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak mempengaruhi dan membuat Kang Asep seorang yang piawai dalam bermain musik tradisional Sunda. Demikian juga halnya sebagai pembuat instrumen musik Sunda. Kemampuan dalam membuat instrumen musik tradisional masyarakat Sunda diperoleh Kang Asep semenjak dia masih anak-anak, beliau sering membantu kakeknya (Pak Adang). Pak Adang mahir dalam membuat instumen musik tradisional masyarakat Sunda.

(44)

2.2.5 Kang Asep Sebagai Pemusik Tradisional Sunda

Kemampuan bermusik khususnya musik tradisional Sunda sudah dimiliki oleh Kang Asep sejak masa kanak-kanaknya , dikarenakan latar belakang kakek beliau yang merupakan seorang praktisi musik tradisional Sunda di Bandung. Kakek beliau adalah seorang pemusik tradisional Sunda. Sejak kecil beliau memutuskan untuk terjun ke dunia kesenian sunda. Dimulai dari rasa penasarannya hingga ajakan dari sang kakeklah yang membuat Kang Asep semakin menggeluti bidang ini.

Sewaktu masih sekolah, Kang Asep dan teman-temannya membentuk sebuah group musik tradisional sunda yang mereka beri nama Group Barakatak. Group ini sering dipanggil-panggil untuk bermain musik sunda di Bandung. Kang Asep begitu tekun berkecimpung di dunia musik tradisional sunda. Hal ini terlihat dari terlibatnya Kang Asep pada kegiatan di sanggar kakek beliau. Begitu pula Kang Asep juga ikut bermain pada saat sanggar sang kakek tampil di TVRI dan RRI Bandung. Menurut hasil wawancara dengan Kang Asep sendiri, walaupun di kota asalnya sendiri (Bandung), sudah sangat susah untuk mencari orang yang bisa memainkan alat musik tradisional sunda. Hal inilah yang membuat Kang Asep tetap ingin bertahan agar kelak nantinya kesenian tradisional sunda tidak segera punah.

2.2.6 Manajemen Seni Asep Permata Bunda

(45)

belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertiaanya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan.

Pengertian Manajemen menurut Seni Kang Asep :

1. Tahap Pra Produksi = tahap semua pekerjaan dan aktivitas yang terjadi sebelum kendang diproduksi secara nyata. Perencanaan secara baik sebelum diproduksi dapat menghemat biaya bagi pembuatan kendang. Inilah manfaat utama dari tahap pra produksi. Pada tahap ini, menurut hasil wawancara dengan Kang Asep, perlulah menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam membuat kendang. Apakah kulit gampang ditemukan? Lalu jika tidak bagaimana mengantisipasinya. Begitu juga dengan bahan-bahan pembuat kendang lainnya.

2. Tahap Produksi = suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuha tahap ini, Kang Asep memperhatikan modal yang dia butuhkan untuk memproduksi sebuah kendang, setelah itu juga beliau memperhatikan unsur lainnya seperti alam dan tenaga kerja yang dibutuhkan. Pada tahap ini, pembuatan kendang pun dilakukan.

(46)
(47)

BAB III

PERSPEKTIF, STRUKTUR DAN TEKNIK

PEMBUATAN KENDANG SUNDA

3.1 Perspektif Sejarah Kendang Sunda

Asal usul kendang pada kebudayaan musikal Sunda menurut wawancara dengan Kang Asep masih belum dapat dipastikan, biarpun secara sejarah bisa memperkirakan masuknya kendang ke Jawa. Tidak ada cerita legenda ataupun mistis yang mengiringi perjalanan masuknya kendang ke masyarakat Sunda.

(48)

Bukti keberadaaan dan keanekaragaman kendang, dapat dilihat pada relief candi-candi sebagai berikut :

• Candi Borobudur (awal abad ke-9 Masehi), dilukiskan bermacam- macam bentuk kendang seperti bentuk : silindris langsing, bentuk tong asimetris, bentuk kerucut (Haryono, 1985; 1986).

• Candi Siwa di Prambanan (pertengahan abad ke-9 Masehi), pada pagar langkan candi, kendang ditempatkan di bawah perut dengan menggunakan semacam tali.

• Candi Tegawangi, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14), dijumpai relief seseorang membawa kendang bentuk silindris dengan tali yang dikalungkan pada kedua bahu.

• Candi Panataran, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14, relief kendang digambarkan hanya menggunakan selaput satu sisi dan ditabuh dengan menggunakan pemukul berujung bulat.

3.2 Klasifikasi Kendang Sunda

(49)

Berdasarkan teori di atas, kendang sunda dapat dimasukkan dalam klasifikasi membranofon. Di dalam klasifikasi ini, curt sach memperhatikan bentuk dari membranofon itu sendiri dan membaginya ke dalam: cylindrycal drums, barrel drums, conical drums,hourglass drums, footed drums, goblet

drums, kettle drums, handle drums, dan frame drum.

Melihat dari bentuknya, kendang sunda dapat dimasukkan dalam

klasifikasi barrel drum dengan sub klasifikasi double headed barrel drum. Double headedbarrel drum adalah bentuk gendang yang mempunyai sepasang kendang, dan kendang 2 sisi kendangnya menggembung pada bagian perut kendang.

Dari ketebalan kendang, Curt Sachs membagi dalam kedua kategori yakni, kendang berbingkai tebal dan berbingkai tipis. Kendang berbingkai tebal adalah ketebalan badan kendang melebihi seperempat dari diameter membrannya. Sedangkan kendang berbingkai tipis adalah kendang yang ketebalan badan

kendangnya kurang dari seperempat dari diameter membran. Berdasarkan kategori ketebalan badan kendang, bahwa kendang sunda dapat dikategorikan kendang berbingkai tebal.

3.3 Struktur dan Ukuran Kendang Sunda

(50)

aspek organologinya memiliki nama yang sama, yaitu terdiri atas : kuluwung, wangkis, wengku, tali rawit, rarawat, ali-ali dan udel.

3.3.1 Struktur Kendang Sunda

Berikut struktur atau bagian-bagian gendang Sunda :

Gambar 3. Struktur Kendang Sunda

3.3.1.1 Wangkis/Membran

Wangkis terbuat dari kulit kambing. Biasanya menggunakan kulit yang usianya ±2tahun. Tidak hanya usia, dari jenis kelamin hewan, kulit yang digunakan baiknya kulit kambing jantan karena kulit jantan lebih alot dibandingkan kulit betina. Kulit yang biasanya digunakan oleh Kang Asep, biasanya dipesan terlebih dahulu kepada penyamak yang berada di kota medan (di

wangkis

Tali rarawat

Ali-ali

udel kuluwung

(51)

Jalan Karya Gang Wakaf). Kulit yang lebih sering digunakan oleh Kang Asep adalah kulit sapi/kambing jantan. Ini disebabkan jarangnya pemotongan kerbau di medan. “Kalau di medan, mungkin hanya sekali sebulan produksi kulit kerbau, kalaupun sering kemungkinan hanya pada hari raya atau hari besar saja”, ujar Kang Asep.

(52)

A. Proses penjemuran wangkis

Gambar 4. Paku di sisi kulit yang sedang dijemur

(53)

B. Membuat Wangkis

Pada tahap membuat membran atas kendang dan bawah kendang, wengku akan dilapisi dengan kulit kambing. Kemudian wengku dilapis dengan kulit tersebut dan dijemur sekitar satu malam. Setelah dijemur kulit tersebut menyatu dan mengikat sendirinya dengan wangkis. Kemudian tahap selanjutnya dibuat lubang sebanyak 9 lubang pada wangkis atas dan wangkis bawah untuk tempat tali rarawat sebagai pengikat dengan wengku bawah kendang.

A. Wengku atas dan wengku bawah B. Didiamkan satu malam yang dilapisi oleh kulit kambing.

C. Membuat 9 lobang dengan menggunakan pisau

(54)

3.3.1.2 Kuluwung

Kuluwung adalah resonator/badan kendang yang terbuat dari batang nangka atau cempedak, bisa juga menggunakan batang pohon mahoni ataupun pohon mangga.

Menurut wawancara dengan Kang Asep, kualitas no 1 kayu terbaik untuk kendang adalah kualitas pohon nangka yang sudah tua. Namun karena kelangkaan pohon nangka di medan, maka Kang Asep lebih sering menggunakan pohon mahoni atau pohon mangga, biarpun kualitas suara yang dihasilkan pohon nangka lebih nyaring.

(55)

Beliau memilih batang mahoni yang tua karena menurut beliau dapat menghasilkan bunyi yang lebih bagus. Beliau tetap mementingkan kualitas bunyi dan daya tahan gendang buatannya sekalipun ia menyadari bahwa proses pembuatan kuluwung yang terbuat dari batang kayu pohon nangka lebih menghemat waktu dibandingkan menggunakan batang kayu pohon mahoni.

Dalam pembuatan diameter gendang, Kang Asep hanya menggunakan pensil untuk menggambar lingkaran gendang dan meteran untuk mengukur diameter yang dibutuhkan.

Setelah lingkaran gendang dibentuk, batang pohon tersebut mulai dikerjakan melalui tahap kasar dan halus.

Gambar 8. Kuluwung

(56)

(I) (II)

Batang mahoni diukur menggunakan meteran untuk menentukan ukuran panjang kuluwung dan lebar diameter kuluwung.

Membuang kulit kasar bagian paling luar batang mahoni denganmenggunakan parang

I II

III

IV

Membuat bentuk kasar kuluwung dengan menggunakan parang.

(57)

(V) (VI)

(VII) (VIII)

V

VI

Menghaluskan sisi luar kendang dengan menggunakan kihkir kasar dan kihkir halus.

Bentuk kasar kuluwung setelah dipotong

VII VIII

Membuat ukuran diameter bagian atas dan bawah kuluwung dengan menggunakan pensil dan meteran

(58)

(I

(XII) (XIII)

IX X

Memperjelas diameter bagian atas dan bawah kuluwung dengan menggunakan pahat dan palu.

Diameter kuluwung yang sudah di pahat.

XI

XII

Setelah pahatan 1 sudah selesai, dilanjutkan dengan

(59)

Gambar 8. Proses pembuatan kuluwung

3.3.1.3 Wengku

Wengku terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai penggulung wangkis/penutup wangkis. Wengku yang dibuat dalam hal ini ada dua wengku atas dan wengku bawah.

Biasanya Kang Asep menggunakan jenis bambu tua untuk membuat wengku bagian atas dan bawah kendang.

Dalam membuat wengku, bambu dibelah menjadi dua dan kemudian diiris atau dihaluskan sampai lentur hingga membentuk lingkaran/ring. Kemudian wengku tersebut diikat menggunakan tali rafia agar bambu tersebut kuat.

XIII

(60)

(iii)

Gambar 9. Wengku

3.3.1.4 Tali Rarawat dan Rawit

Tali rarawat terbuat dari kulit kambing/sapi, kemudian dibentuk seperti tali yang berfungsi sebagai pengetat bingkei atas dan bawah beserta kuluwung. Tali rarawat

i ii

iii

Bambu yang akan dipotong.

Setelah bambu dipotong,

dilengkungkan hingga membentuk lingkaran dengan diameter yang dibutuhkan, lalu direkatkan dengan menggunakan tali plastik, direkatkan hingga ke seluruh diameter bambu.

(61)

berfungsi sebagai penyetem kendang sehingga membuat wangkis semakin ditarik dan wangkis pun makin ketat serta warna suara yang dihasilkan lebih nyaring.

Tali rawit adalah tali kendang yang terbuat dari kulit yang melingkar pada pinggul penutup wengku. Tali rawit berfungi untuk sebagai penutup lingkaran diluar wangkis agar tidak longgar. Ukuran tali rawit sebesar ukuran diameter wangkis atas dan bawah yang sudah dipasang wengku.

(I) (II)

Gambar 10. Tali rarawat dan rawit

I II

Memotong kulit sampai didapatkan panjang yang diinginkan.

Mengikis bulu yang masih menempel pada kulit.

Tali rarawat dan rawit yang siap dipakai

(62)

3.3.1.5 Ali ali (Simpay)

(63)

3.3.1.6 Udel (Bujal)

Udel adalah lubang udara yang terdapat pada badan kendang, yang berguna sebagai penghubung udara agar volume suara lebuh nyaring. Udel berfungsi sebagai penghubung udara agar volume suara lebih nyaring. Hanya ada 1 lobang udel, yang letaknya berada di perut kuluwung yang berdiameter 1 cm.

3.3.2 Ukuran Kendang Sunda

3.3.2.1. Ukuran Wangkis/Membran

Ukuran wangkis atau membran yang dibutuhkan untuk membuat kendang adalah lebih besar dari diameter badan kendang/resonator kendang atas maupun bagian diameter bagian bawah. Tujuannya agar kulit yang dilebihkan itu dapat dipakai untuk menutup wengku nantinya.

(64)

Gambar 13. Wangkis sebagai membran.

3.3.2.2 Ukuran Kuluwung

Kuluwung mempunyai bagian atas yang nantinya dilapisi oleh kulit berdiameter ±18 cm dengan ketebalan 3 cm dan bagian bawah yang berdiameter ±28 cm dengan ketebalan 5 cm dan tinggi ±61 cm.

61 cm 18 cm

3 cm

(65)

Gambar 14. Ukuran Kuluwung

3.3.2.3 Ukuran Wengku 3.3.2.3.1 Wengku Atas

Wengku atas mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan bingke bagian bawah. Wengku atas berukuran lebih kecil daripada badan kendang. Ukuran wengku atas ±21cm.

28 cm

(66)

Gambar 15. Wengku Atas

3.3.2.3.2 Wengku Bawah

Wengku bawah mempunyai diameter yang lebih besar dibandingkan dengan wengku bagian atas. Ukuran wengku bawah ±31 cm.

Kedua wengku berfungsi sebagai penjaga kulit agar tidak renggang.

Gambar 16. Wengku Bawah

3.3.2.4. Ukuran ali-ali

Ali-ali berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kulit, yang memiliki ukuran panjang antara 3,5 cm sampai 4 cm. Lebar antara 1 cm sampai 1,5 cm. Oleh

21 cm

(67)

karena ali-ali berfungsi sebagai pengikat rarawat, maka jumlah ali-ali kendang tediri atas 9 buah .

Gambar 17. Ukuran ali-ali

3.3.2.5 Ukuran tali rarawat dan rawit

Kulit kambing dipotong sehingga membentuk lingkaran yang mempunyai

\diameterberukuran 60 cm . Kemudian Kulit lembu diiris sehingga menghasilkan panjang 15 m tali rarawat. Dengan ketebalan antara 1cm sampai 2,5 cm.

a. Ukuran diameter kulit 0,5 mm

1-1,5 cm

3,5-4 cm

(68)

b. Ukuran tebal tali c. Ukuran tali rarawat

Untuk tali rawit, dibutuhkan 2 buah tali rawit, dengan ukuran lebar 0,5 cm dan tebal 2mm, dengan panjang sesuai dengan membran, disisipkan pada bagian wangkis yang sudah dipasangi wengku, satu pada bagian bawah wangkis, dan satu pada bagian atas wangkis.

d. Tali rawit yang disisipkam diantara wengku dan wangkis. Gambar 18.Ukuran tali rarawat dan rawit.

1cm

15m

(69)

3.4. Bahan Baku Yang Dipergunakan

Berikut bahan baku yang digunakan dalam membuat kendang sunda yakni:

3.4.1 Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni)

Kayu mahoni digunakan sebagai badan/resonator gendang. Pada umumnya yang digunakan untuk membuat resonator gendang tersebut adalah bahagian bawah batang pohon mahoni. Dalam pemilihan bahan untuk membuat resonator gendang, batang pohon yang digunakan baiknya batang pohon yang sudah tua karena memiliki daya tahan yang kuat dan menghasilkan ruang akustik yang bagus. Batang pohon mahoni yang tua juga memiliki kelemahan, dalam pengerjaannya yang memakan waktu yang lama dan resonatornya bisa retak.

3.4.2 Kulit Kambing

Kulit kambing adalah bahan yang digunakan untuk membuat membran kendang, tali rarawat, ali-ali dan tali rawit pada kendang. Kulit yang digunakan baiknya mempunyai ketebalan ±0,5 cm. Kulit yang biasa digunakan Kang Asep biasanya dipesan terlebih dahulu dari tukang penyamak langganan Kang Asep.

3.4.4 Bambu

(70)

3.5 Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan kendang ini adalah alat-alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari Kang Asep. Alat-alat yang digunakan tergolong sederhana dan membutuhkan tenaga manusia dalam menggunakannya.

Berikut adalah alat-alat yang digunakan oleh Kang Asep dalam pembuatan kendang tersebut.

3.5.1 Gergaji

Gergaji yang digunakan Kang Asep adalah gergaji manual, dimana

penggunaannya memakai kekuatan otot. Digunakan untuk memotong pohon mahoni yang akan digunakan untuk bahan pembuatan kendang sunda. Gergaji ini digunakan dalam tahap kasar.

(71)

3.5.2 Kihkir

Kihkir kayu adalah alat yang digunakan untuk memperhalus bagian luar kuluwung (kayu bagian luar kayu kendang). Alat kihkir kayu yang digunakan oleh Kang Asep ada 2 jenis. Yang pertama digunakan Kang Asep adalah Kihkir kasar, setelah itu akan digunakan pisau untuk memperhalus (mengerut kayu) lalu kihkir halus untuk tahap akhir penghalus kayu bagian luar badan kendang (kuluwung).

A.Kihkir Kasar

B.Kihkir Halus

Gambar 20. Kihkir

(72)

3.5.3 Bedog

Bedog/pisau adalah bilah besi tipis dan tajam yg bertangkai sebagai alat pengiris bahan dalam pembuatan kendang. Alat ini digunakan beliau untuk mengikis/memperhalus badan bagian luat kendang setelah kikir kasar. Agar tidak merusak tali rarawat yang natinya akan dipasang pada kendang bagian luar.

Gambar 21. Bedog

3.5.4 Palu Halus

(73)

Gambar 22. Palu Halus

3.5.5 Sugu

Sugu atau Ketam kayu adalah alat yang berfungsi untuk menghaluskan bagian luar kuluwung serta berperan untuk membentuk bentuk kuluwung.

Gambar 23. Sugu

3.5.6 Palu

(74)

Gambar 24. Palu

3.5.7 Tatah Awal dan Tatah Bubang

Tatah awal adalah pahat kecil, yang digunakan untuk membuat diameter pada bagian atas kuluwung, dan tatah bubang adalah pahat besar yang meneruskan untuk membuat lubang pada badan kuluwung.

(75)

B. Tatah Awal Gambar 25. Tatah

3.5.8 Meteran

Meteran adalah alat yang berfungsi sebagai alat ukur dengan satuan dasar ukuran panjang 39,37 inc. Meteran digunakan ketika pengukurun bahan-bahan yang dibutuhkan oleh Kang Asep.

Gambar 26. Meteran

3.5.9 Patlot

(76)

Gambar 27. Patlot

3.5.10 Parang

Parang adalah alat yang digunakan untuk membuang kulit kasar pada batang pohon, serta membuat bentuk kasar kuluwung.

Gambar 28. Parang

3.5.11 Pernis

(77)

3.5.12 Kuas

Kuas adalah alat yang dipakai dalam men cat dan berfungsi sebagai perata cat pada bagian bahan yang dicat.

3.5.13 Kayu Penyangga

Kayu Penyangga terbuat dari kayu. Kayu penyangga ini digunakan sebagai alat untuk meletakkan kendang saat dimainkan agar pemain dapat memukul kedua sisi membran kendang.

Gambar 29. Kayu Penyangga

3.5.14 Tali Rafia

(78)

3.5.15 Paku

Paku digunakan untuk mengetakan dan menjaga posisi wangkis pada kuluwung agar tetap ketat.

3.5.16 Tali Kain

Gambar 30. Tali Kain

Keterangan : a. Tali kain berwarna hijau = untuk meletakkan kaki kanan dan kaki kiri.

b.Tali kain berwarna hitam = mengkaitkan kendang pada kayu penyangga.

3.6 Teknik Pembuatan Kendang

(79)

Tabel 1 :

Prosedur pembuatan Kendang Sunda

No Aktivitas Penjelasan

1. Pemilihan Bahan  Kulit kambing jantan yang berusia ±2 tahun.

b.Batang mahoni yang sudah tua, yang sudah berumur 10 tahun keatas.

c. Bambu. 2 Membentuk bagian-bagian

kendang

a. Wangkis/Membran bulu pada kulit kambing harus dibersikan dan dikikis dengan menggunakan pisau. Wangkis diletakkan menutupi bagian atas dan bawah kuluwung.

b. Membuat ukuran diameter kuluwung dengan menggunakan pensil dan diameter. Tahap selanjutnya pengerjaan kasar dengan menggunakan alat seperti parang, pahat besar dan kecil

Tahap terakhir yakni pengerjaan halus dengan menggunakan alat kikir kayu kasar dan halus, dan ketam sebagai tahap membuat badan kuluwung lebih halus, kemudian dicat/dipernis sesuai keinginan agar badan kendang keliatan menarik.

c. Wengku, terbuat dari bambu yang dibelah dua dan dihaluskan dengan pisau dan diikat dengan menggunakan tali rafia. d. Tali rarawat terbuat dari kulit sapi yang

diiris hingga berbentuk seperti tali. e. Tali rawit terbuat dari kulit sapi yang

digunakan untuk memperketat wangkis agar tidak longgar.

f. Ali-ali terbuat dari kulit juga guna sebagai kunci kendang yang mengikat badan kendang melalu tari rarawat.

(80)

3. Teknik pembuatan kendang sunda

a. Diatas dan dibawah kuluwung ditaruh wangkis

b. Kemudian, wengku yang terbuat dari bambu menjepitke 2 sisi kuluwung (atas dan bawah) sehingga kulit terjepit. c. Memasang rawit pada wengku yang

sudah terpasang pada bagian atas dan bawah kuluwung.

d. Memasang tali rarawat pada wangkis dan diikatkan saling berkaitan (tidak terputus) dari atas kuluwung ke bawah seluruh diameter kuluwung.

e. Mengikat secara simetris agar keketatan membran terjaga.

f. Membuat lubang udel pada bagian perut kendang

3.6.2 Ngayam/Teknik Penalian

Setelah keketatan kendang sudah terjaga, maka proses selanjutnya adalah memasang tali rarawat. Caranya yakni, lobang, masukkan tali, tarik nali, melilit tali begitulah seterusnya. Cara melobang yang dimaksud adalah melobangi diantara kulit dan bingkei dengan menggunakan pisau. Setelah itu dilobangi

(81)

A B.

C D

F

I II

Memasang paku pada wangkis agar tidak goyang pada saat penalian.

Memasukkan tali rarawat dari wangkis bagian bawah.

III IV

Menegangkan tali Memasukkan ali-ali

v VI

Memasukkan tali rarawat dari atas membran ke bawah.

(82)

G

Gambar 31. Ngayam

3.7 Teknik Penyeteman

Teknik penyeteman adalah teknik membuat kestabilan suara pada kendang. Teknik Penyeteman pada kendang sunda adalah sebagai berikut :

1. Menegangkan rarawat , yaitu menarik rarawat dari simpul awal sampai ke ujung simpul awal, dan menarik ali-ali ke bagian atas kendang, lalu

menurunkannya setelah tali selesai ditegangkan.

2. Menegangkan wangkis, yaitu proses menentukan bunyi, dengan cara memukul kendang ke arah bawah kendang. Apabila bunyi yang diinginkan belum tinggi, maka wengku terus dipukul, tetapi bila bunyi yang dihasilkan masih kurang rendah, bisa dengan cara menekan keras bagian wangkis, atau memukul wengku ke arah bagian atas kendang.

Tali rarawat yang sudah terpasang.

(83)

Gambar 32. Penyeteman bunyi kendang

Menarik ali-ali ke atas

Menegangkan tali rarawat

(84)

BAB IV.

TEKNIK MEMAINKAN DAN FUNGSI MUSIK

KENDANG SUNDA PADA MASYARAKAT SUNDA

Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari kendang sunda. Penulis akan membahas mengenai warna bunyi dari kendang sunda, teknik pukulan, posisi memainkan, pola dasar ritem kendang sunda, dan fungsi kendang secara musikal.

4.1 Posisi Memainkan

(85)

A. Kaki Kanan B. Kaki kiri Gambar 34. Posisi kaki

Pada bagian gedeg terdapat dua tali yang melingkar, berfungsi menstabilkan posisi kendang (kaki kanan) dan sebagai proses menekan pada bagian degug dengan tumit (kaki kiri).

(86)

Inilah posisi meletakkan Kendang Sunda, meletakkan kendang pada kayu penyangga dengan tujuan agar pemain bisa memukul kedua sisi membran kendang.

4.1.1 Teknik Dasar Memainkan Kendang

Keterampilan memainkan suatu wadrita (instrumen) dengan maksimal tidak dapat dicapai dengan hanya melalui teknik dan cara membunyikannya saja, akan tetapi ditunjang pula dengan persoalan-persoalan lain, yang apabila dilihat sepintas hanya merupakan sebuah etika saja, misalnya sikap duduk. Untuk membunyikan wadrita kendang, sikap duduk bukan merupakan persoalan etika, melainkan sebuah tehnik yang akan berkaitan langsung dengan kepentingan tehnik membunyikan kendang

4.2 Warna Bunyi

Setiap suku bangsa mempunyai persepsi yang berbeda terhadap bunyi yang dianggap musikal maupun cara menghasilkan bunyi tersebut (Merriam, 1964: 3). Kondisi yang menyebabkan penulis mengalami kesulitan dalam mengukur bunyi mana yang dianggap benar-benar musikal dan yang dianggap tidak musikal oleh masyarakatnya.

Setelah penulis mengamati persepsi masyarakat Sunda mengenai warna bunyi dari kendang indung sunda, ternyata persepsi mereka berdasarkan

(87)

peniruan bunyi. Tidak ada satu ketentuan yang baku dan bisa dipakai sebagai pedoman yang tetap dalam memainkan kendang ini.

Ada berbagai versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh kendang sunda, menurut Kang Asep menyatakan warna bunyi kendang ini ada 3 untuk membran bagian atas (kumpyang) , yakni :

• warna bunyi “pang” dibunyikan dengan jari tengah, manis dan kelingking, pada bagian tengah muka kumpyang, batas jari yang membunyikan dari telapak tangan hingga ujung jari. Jari yang mengenai wangkis bersifat efek sesaat, artinya setelah membunyikan, jari tidak boleh menempel pada bagian wangkis, sehingga bunyi yang dihasilkan terdapat gaung.

• warna bunyi “pak” dibunyikan dengan jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking, pada bagian tengah muka kumpyang, batas jari yang

membunyikan mulai dari telapak tangan sampai ke ujung jari. Jari yang mengenai kepada wangkis itu menempel pada bagian wangkis, sehingga bunyi yang

dihasilkan terkesan mati.

• warna bunyi “peng” dibunyikan dengan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis, atau terkadang ditambah dengan kelingking pada bagian pinggir muka kumpyang, batas jari yang membunyikan mulai dari buku kedua jari sampai ke unjung jari. Jari yang mengenai wangkis bersifat efek sesaat, artinya setelah membunyikan, jari tidak boleh menempel pada bagian wangkis, sehingga bunyi yang dihasilkan terdapat gaung.

Dan ada 2 warna bunyi membran bagian bawah (gedug), yakni :

(88)

• warna bunyi “dut” dengan memukul bagian agak pinggir kendang serta posisi kaki menekan membran bawah (gedug).

Penyaji Warna Bunyi

Kang Asep P.B. Kumpyang (Membran atas)

Sekalipun penulis menyadari bahwa mendeskripsikan satu bunyi ke dalam tulisan adalah tidak mungkin, namun dengan mendeskripsikan letak tangan dan permukaan kendang yang dipukul serta posisi kaki mampu memberikan gambaran kepada pembaca. Penulis juga menyadari bahwa sekalipun deskripsi memukul kendang ini dipraktekkan oleh orang yang tidak tahu bermain kendang, belum tentu dapat mewakili bunyi yang diharapkan kecuali ada alat bantu seperti kaset rekaman yang bisa dijadikan orientasi bunyi atau belajar langsung dengan bimbingan seorang guru. Berikut letak tangan yang mengahasilkan warna bunyi secara keseluruhan dalam satu kendang.

A. Kempyang (Bagian Atas)

(89)

Pak

Peng

B. Gedug

Dut

(90)

4.3 Pola Ritem

Yang dimaksud penulis pola ritem disini ialah pola irama dari kendang sunda yang dimainkan ketika mengiringi baik tari maupun lagu. Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll (1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.

Untuk menjelaskan hal yang dikemukakan oleh netll penulis menggunakan teknik transkripsi análisis. Transkripsi adalah proses penotasian bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual (Nettl, 1964 : 98). Pentranskripsian bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi.

Dalam mentranskripsikan pola ritem kendang ini, penulis menggunakan notasi Barat. Adapun alasan penulis memilih sistem notasi barat karena sistem notasi barat sangat cocok untuk menunjukkan nilai ritmis dari setiap nada. Lebih dari pada itu simbol-simbol yang terdapat dalam sistem notasi barat bersifat fleksibel, artinya untuk menyatakan sebuah nada yang sulit untuk ditranskripsikan dapat dibubuhkan atau ditambahkan simbol lain sesuai dengan kebutuhan yang penulis inginkan.

Sebagai bahan transkripsi pola dasar ritem penulis mengambil satu lagu yang dimainkan dengan 2 tempo, yakni lagu tilam sono.

(91)

Tidak ada ketentuan kapan dimulainya memainkan kendang dalam komposisi namun sejauh pengamatan penulis kendang mulai dimainkan pada awal lagu. Variasi-variasi yang muncul dari siklus pola ritem dasar pada lagu ini, bisa lebih berkembang dari variasi yang dikemukakan penulis, karena tiap pemain kendang mempunyai suasana hati yang berbeda antara satu pemain dengan yang lain. Semakin profesional seorang musisi itu maka semakin banyak variasi yang bisa dimainkan. Berikut ini adalah hasil variasi repetisi pola dasar ritem yang ditranskrip oleh Fran Seda dan Mario Sianipar.

Pola ritem dasar :

(92)

4.3.2 Pola ritem dasar kendang pada lagu cepat :

Diolah menggunakan software sibelius.

4.4 Fungsi Musik Kendang Sunda

Dalam menuliskan fungsi kendang sunda, maka penulis mengacu pada teori Alan P.Merriam, yaitu:

...use then refers to the situation in which is employed in human action: function concern the reason for its employment and particulary the brodader purpose which is serves... (1964:210)

(93)

4.4.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

Fungsi pengungkapan perasaan dapat dituangkan dengan berbagai cara sebagai pengungkapan emosional karena dapat dilakukan sebagai hiburan pribadi, dikarenakan instrumen kendang sunda merupakan instumen musik yang khas dari masyarakat Sunda, banyak orang dari perantauan yang mengakui bahwa ketika mendengar permainan instrumen ini dapat meningatkannya akan kampung halamannya, dan bahkan mampu juga untuk mengobati kerinduannya tersebut, terlebih jika kendang tersebut dimainkan atau diperdengarkan oleh seorang yang mampu memainkannya, yang diakui mampu membawa kita ke suasana kampung halaman. Dari uraian pengalaman tersebut, penulis mengamati bahwa bentuk fisik maupun lantunan musik yang dilahirkan dari permainan kendang sunda bisa menjadi ungkapan perasaan bagi orang yang memainkan kendang, demikian juga dengan orang yang menyaksikan dapat juga terpengaruh oleh permainan kendang sunda tersebut.

4.4.2 Fungsi Hiburan

(94)

4.4.3 Fungsi Kesinambungan Budaya

Gamelan Degung Sunda merupakan kesenian masyarakat Sunda di Medan yang sampai saat ini dipertahankan penggunaannya pada setiap upacara dan terpelihara di tengah-tengah masyarakatnya terutama di komunitas kesenian sunda di Medan. Dengan mengikutsertakan gendang ini dalam setiap upacara, misalnya: upacara perkawinan, khitanan, memasuki rumah baru, memindahkan tulang-belulang leluhur, dan upacara agama yang akan menjadikannya tetap terpelihara.

4.4.4 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

Masyarakat Sunda di Medan memiliki perkumpulan masyarakat kesenian sunda (PWS) yang dimana anggotanya sendiri adalah masyarakt sunda yang tinggal di kota Medan. Perkumpulan masyarakat Sunda ini menggunakan gamelan degung untuk mengiringi upacara peresmian suatu lembaga tertentu, ataupun hari besar nasional maupun hari besar agama. Dan kendang sunda kerap kali digunakan dalam gamelan degung untuk mengiringi acara-acara tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa adanya suatu kesatuan atau komunitas masyarakat Sunda di Medan.

4.4.5 Fungsi Reaksi Jasmani

Gambar

Gambar 1. Kang Asep bersama istri
Gambar 3. Struktur Kendang Sunda
Gambar 4. Paku di sisi kulit yang
Gambar 6. Membuat Wangkis
+7

Referensi

Dokumen terkait