NAME : YULI UDIASIH NIM : 2016083038
2017
FILSAFAT ILMU
UJIAN AKHIR SEMESTER
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
PASCA SARJANA
NAMA : YULI UDIASIH NIM : 2016083038
ANALISIS KONTRAS ANTARA “PENDIDIKAN FINLANDIA, PENDIDIKAN INDONESIA DAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA”
A. Pendahuluan
Konsep emic dan etic merupakan dua konsep yang berbeda dalam penerapannya. Konsep emic lebih bersifat melayani, mendengarkan,dan mengutamakan keinginan yang dilayani, sementara etic lebih mengutamakan yang seharusnya, sesuai kriteria, emaknaan, dan ciri-ciri yang dianggap penting oleh antropologist
Finlandia merupakan negara yang pendidikannya dikategorikan sebagai pendidikan terbaik di dunia. Sedangkan Ki Hajar Dewantara dikenal dengan ajaran pendidikannya yang sangat bagus jika diterapkan dalam dunia pendidikan. Indonesia merupakan negara yang menerapkan sistem pendidikan secara nasional. Kurikulum yang digunakan diterapkan secara serentak di seluruh wilayahnya.
Makalah ini disusun sebagai ujian akhir semester untuk menganalisa konsep etic dan emic dalam pendidikan Finlandia, Indonesia dan ajaran Ki Hajar Dewantara. Penulis menggunakan studi artikel yang diperoleh melalui situs-situs tentang pendidikan di Indonesia dan Finlandia dan ajaran Ki Hajar Dewantara.
B. Analisis Kontras Antara “Pendidikan Finlandia, Pendidikan Indonesia Dan Pendidikan Ki Hajar Dewantara”
1. Finlandia menerapkan pendidikan gratis bagi warga negaranya dari jenjang TK sampai ke Perguruan Tinggi. Semua sarana dan prasarana belajar disediakan oleh negara. Hal ini termasuk emic karena bersifat melayani kebutuhan masyarakat. Di Indonesia pendidikan gratis belum dilaksanakan sepenuhnyakarena kemampuan negara yang masih terbatas. Sehingga Indonesia belum bisa melayani sepenuhnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan, dengan kata lain belum bisa “emic” di bidang pendidikan.
2. Di Finlandia anak-anak diperbolehkan masuk sekolah jika usia mereka sudah mencapai 7 tahun. Dengan usia yang sudah cukup matang ini anak-anak dapat belajar dengan optimal. Konsep ini bersifat emic karena mempertimbangkan kesiapan mentalpeserta didik untuk mengikuti dunia pendidikan formal.
Di Indonesia anak yang masih kurang dari 7 tahun sudah boleh masuk SD, walaupun untuk SD tertentu (favorit) usia 7 tahun dipakai sebagai dasar seleksi. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria usia dalam pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya
emic. Pemerintah belum menetapkan secara resmi batas usia anak masuk SD yang disesuaikan dengan kesiapan mental anak.
Ajaran Ki Hajar Dewantara mengutamakan kesempatan bermain bagi anak sebelum memasuki sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Ki Hajar sudah memprtimbangkan kesiapan menatl anak memasuki pendidikan formal. Dengan mempertimbangkan hal tersebut menunjukkan bahwa konsep Ki Hajar Dewantara sudah bersifat emic.
3. Di Finlandia tidak ada sistem perankingan di kelas, tidak ada sistem unggulan, semua anak, baik yang pintar atau tidak pintar, belajar dalam kelas yang sama. Perankingan hanya membuat guru terfokus pada segelintir siswa. Konsep ini bersifat emic karena memandang semua siswa sama kedudukannya, tidak membedakan yang pintar maupun yang dianggap tidak bisa. Semua siswa pasti senang jika dihargai seperti yang lain.
Di Indonesia masih ada sitem sekolah unggulan dan perankingan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih dipandang sebagai obyek yang dikategorikan dalam kelas-kelas tertentu. Dengan pengelompokan seperti ini akan membuat siswa merasa kurang atau lebih dari yang lain yang dampaknya membuat tidak nyaman. Jadi konsep perankingan dan unggulan ini masih bersifat etic.
Buah pikiran Ki Hajar Dewantara menyatakan “jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan.Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi. Hal ini menunjukkan bahwa konseppemikiran Ki Hajar Dewantara bersifat emic karena memperhatikan perbedaan yang nyata di masyarakat.
memperhatikan efek test pada diri siswa, menunjukkan bahwa pemerintah Finlandia bersifat emic .
Di Indonesia PR, test dan ujian adalah hal yang harus dilakukan guru dalam rangka penilaian pencapaian kompetensi yang sudah diajarkan. Dengan demikian kebijakan ini bersifat etic.
Ki Hajar dewantara berpendapat bahwa anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratnya yang unik, tak mungkin pendidik mengubah padi menjadi jagung, atau sebaliknya. Konsep ini menunjukkan bahwa Ki Hajar sudah menghargai adanya perbedaan individu yang tidak harus disamakan melalui kriteria / test tertentu. Konsep ini bersifat etic.
5. Di Finlandia waktu belajar anak usia SD berkisar 4 – 5 jam per hari. Durasi belajar mereka 45 menit per pertemuan dilanjukan istirahat selama 15 menit. Untuk usia SMP dan SMA sistem belajarnya hampir sama dengan di Perguruan Tinggi. Siswa bisa datang pada mata pelajaran yang telah mereka pilih. Dengan memperhatikan kebutuhan waktu bermain anak SD dan memberi kebebasan siswa SMP dan Perguruan Tinggi untuk mengikuti mata pelajaran yang dipilih menunjukkan bahwa kebijakan ini bersifat emic.
Di Indonesia pengaturan lama belajar di sekolah ada pada pemerintah. Siswa juga harus mengikuti semua pelajaran yang ditentukan sekolah/pemerintah. Hal ini menunjukkan kebijakan yang bersifat etic.
Ki Hajar Dewantara beranggapan bahwa bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Anak diberi kesempatan untukbermain agar bisa berkembang dengan maksimal. Konsep ini bersifat emic. 6. Di Finlandia Guru mendampingi proses belajar setiap siswa, bahkan jika ada siswa
yang lamban belajar akan disiapkan guru bantu untuknya. Beban mengajar guru 4 jam per hari, ditambah 2 jam per minggu untuk pengembangan diri. Upaya pengembangan diri guru ini difasilitasi negara Setiap guru hanya dibebani mengajar 12 siswa. Kebijakan pemerintah ini bersifat emic karena memperhatikan dan melayani kebutuhan khusus siswa dan kebutuhan pengembangan diri guru.
Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untukmenjadi pembela nusa dan bangsa. Konsep ini mengajarkan kepada kita bahwa guru seharusnya juga mengembangkan diri menjadi sosok yang patut diteladani sebelum mendidik siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Ki Hajar sudah memperhatikan kebutuhan guru dan siswa. Konsep ini bersifat emic.
7. Di Finlandia kurikulum sebagai acuan pendidikan bersifat fleksibel, bukan keharusan.
Guru diberi kebebasan dalam menentukan metode dan strategi mengajar, bahan ajar dan sumber belajar, media, dll. sesuai kebutuhan peserta didik, situasi dan kondisi. Kebijakan ini bersifat emic.
Di Indonesia semua guru harus mengikuti kurikulum yang diberlakukan pemerintah. Baik yang ada di desa maupun yang ada di kota, dengan kondisi siswa yang berbeda, semua menggunakan kurikulum yang sama. Kebijakan ini bersifat etic.
Ajaran Ki Hajar Dewantara menekankan adanya suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati,cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Setiap individu berhak dihormati, pendidikan membantu peserta didik menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Konsep ini bersifat emic karena melayani kebutuhan peserta didik.
8. Di Finlandia guru sangat menghindari kritik terhadap hasil dan prestasi siswa. Mereka meyakini kritik yang berlebihan akan membuat siswa malu sehingga menghambat proses belajarnya. Konsepini bersifat emic.
Di Indonesia hasil dan prestasi siswa disarankan diberikan komentar yang membangun untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Konsep ini juga bersifat
emic.
Ki Hajar Dewantara mengemukakan konsep “tut wuri handayani” yang artinya sebagai pemimpin / guru kita harus mampu mendorong peserta didik meningkatkan prestasinya. Hal ini pun bersifat emic.
C. Penutup
Kebijakan pendidikan di Indonesia lebih banyak bersifat etic. Sebagian besar kebijakan yang diterapkan bersifat keharusan tanpa memperhatikan kebutuhan individu / peserta didik. Sedangkan ajaran Ki Hajar Dewantara sebenarnya bersifat emic semua. Namun sayang ajaran itu justru tidak diterapkan di Indonesia, melainkan diadopsi di negara seperti Finlandia.
DAFTAR PUSTAKA
Kumalasari, D. (2010). Istoria : Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan Taman Siswa (Tinjauan Humanis – Religius). Download : Rabu, 21 Juni 2017. 09.00. Magta, M. (2013). Journal Pendidikan Usia Dini : Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
pada Anak Usi Dini. Download : Rabu, 21 Juni 2017. 08.55.