RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan
dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian
aspek sosial, ekonomi dan lingkungan meliputi acuan peraturan perundang-undangan,
kondisi eksisting sosial, ekonomi dan lingkungan ini analisis dengan instrumen, serta
pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan sosial, ekonomi dan lingkungan yang
dibutuhkan.
4.1
Aspek Sosial
Bagian ini berisikan analisis sosial sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. Beberapa hal penting untuk dibahas, antara lain:
i. pengarusutamaan gender
ii. identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya.
4.2
Aspek Ekonomi
Bagian ini berisikan analisis ekonomi sebagai dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. Beberapa hal penting untuk dibahas, antara lain:
i. Kemiskinan
ii. analisis dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap ekonomi lokal masyarakat
1V. ANALISIS SOSIAL, EKONOMI
DAN LINGKUNGAN
4.3
Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL- UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu
penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di
segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan
Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS
digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan
dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai
persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,
UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup
atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal
atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
Pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
d. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena
RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program.
Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan,
rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan
pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap
lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi
terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten.
Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer
pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Gambar 4. 1 Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS (Sumber: Permen LH No.9/2011)
A. Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)
peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5)
peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7)
peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu -isu tersebut menjadi
kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No. Kriteria Penapisan Penilaian
1 Perubahan Iklim Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten
Trenggalek belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2016-2020.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas
tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No.
9/2011 te ntang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat
menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan
ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan
lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program
dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM
didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses
untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4. 2 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani dll)
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
Lingkungan Hidup Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Trenggalek belum ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2016-2020.
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas Air
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 4. 4 Contoh Tabel Identifikasi KRP
No Komponen kebijakan /
rencana / program
Kegiatan Lokasi (Kecamatan /
Kelurahan (jika ada))
1 Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun,
Kabupaten Trenggalek belum ada KLHS.
Penyusunan KLHS menjadi rencana program
tahun 2016-2020.
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
Tabel 4. 5 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
N
Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Trenggalek belum
ada KLHS. Penyusunan KLHS menjadi rencana program tahun 2016-2020
. 2 Penataan
N
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program
untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin
pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada
pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk
menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang
ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP
mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbul kan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Tabel 4. 6 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No
4
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 4. 7 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No
Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil
KLHS
1
Pengembangan Permukiman Keterangan: Hingga laporan ini disusun, Kabupaten Trenggalek
Timur belum ada KLHS.
Penyusunan KLHS menjadi
rencana program tahun 2016-
2020. 2
Penataan Bangunan dan Lingkungan
3
Pengembangan Air minum
4
Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan
bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM. Untuk Kabupaten/Kota yang belum
menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi
RPIJM Kabupaten Trenggalek Tahun 2016-2020 IV-10 Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan
KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya
pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Sehingga, untuk Kabupaten/Kota yang belum menyusun dan memiliki dokumen KLHS
Kabupaten/Kota, maka KLHS dapat menjadi usulan program seperti yang tersebut dalam pasal
15 ayat 2 UU PPLH yang meliputi KLHS RTRW, KLHS RPJP/RPJM, dll
Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS
KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam
pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang dapat
mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan
(interdependency), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice).
Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat
menghasilkan kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan
yang bersifat holistik berkat adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia,
biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar
penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan
sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek
dan jangka panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan
keseimbangan lainnya.
Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak menjadi
salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS. Keadilan (justice)
dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan,
rencana dan program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau
golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumber-sumber alam atau modal atau pengetahuan.
KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan
masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah bahwa
penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar mengkritisi
kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan kualitas proses
dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari perspektif
pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung bersifat ”persuasif”
dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran dan
pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6 (enam) prinsip KLHS
seyogyanya dianut, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap
keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan secara apriori
RPIJM Kabupaten Trenggalek Tahun 2016-2020 IV-12 KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan
dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap
kebijakan, rencana dan/atau program.
Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of the
Policy, Plan, and/or Program)
Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan keputusan
suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat proses
perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi media atau
katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program.
Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program di
Indonesia selama ini belum mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara
optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan atau penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program bersangkutan.
Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and Capacity
Build ing)
Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana
dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang
isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan khususnya bagi para
birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan seluruh pemangku
kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program
untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi lingkungan hidup dalam
keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat, birokrat, dan pengambil
keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan keputusan pembangunan
agar berkelanjutan.
Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision
Making) Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang
KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan, khususnya untuk memilih atau menetapkan kebijakan, rencana
dan/atau program yang lebih menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan
bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara luas.
Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan, rencana
dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan
yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih menjamin akuntabilitas
perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi seluruh pihak. KLHS tidak
ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak, karena lingkup KLHS terbatas,
sedangkan tuntutan dapat berdimensi luas.
Prinsip 6: Partisipatif
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan
pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program.
Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi dalam
penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk kebijakan,
rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik.
Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadi
penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan kebijakan,
rencana dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik proses
perumusan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus dipahami
untuk penyelenggaraan KLHS.
Karakteristik 1: Membangun Konsensus (Concensus Building)
RPIJM Kabupaten Trenggalek Tahun 2016-2020 IV-14 pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk
masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan masing-masing.
KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun kesepakatan,
khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan
lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu
tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak selalu mengarah pada satu kesepakatan
bersama. Untuk itu proses KLHS tetap membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.
Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan
Publik Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam,
maka penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program tidak
sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses
partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian dimana antar
pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk
memperjuangkan kepentingannya.
KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini. Suatu perencanaan kebijakan,
penyusunan rencana dan program adalah kontinuum rasional – konsensus, sehingga
negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa basis proses rasional. Prinsip planning
process improvement, capacity building dan public accountable tidak dapat
diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang obyektif.
Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog
Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan
membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan
dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan
pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana dan/atau program
dalam penyelenggaraan KLHS harus mengembangkan ketrampilan untuk dapat
melakukan proses-proses komunikasi dan dialog yang efektif.
Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal
Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga
dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal
dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran
personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS
harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur
komunikasi personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan. Melalui
proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat
memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil keputusan.
Obyek KLHS
Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.Kadang kala atribut kebijakan,
rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat saling
tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan
dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan
yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme
untuk mengimplementasi tujuan.
b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya
yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan,
prioritas, pilihan, sarana dan langkah - langkah yang akan ditempuh
berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan
kesesuaian sumber daya.
RPIJM Kabupaten Trenggalek Tahun 2016-2020 IV-16 yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai
sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam
prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,
pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada
jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana
yang telah digariskan.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan
KLHS bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. 3.
Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta
rencana rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata
Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi,
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang
Kabupaten/Kota, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas,
pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS.
Dalam konteks ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu
pengintegrasian ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai
karakteristik obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya
menjadi penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.
Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur
pengintegrasian KLHS dalam masing- masing kebijakan, rencana dan/atau program
dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang.
Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait penataan
ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam PP ini telah diatur
bahwa dalam perencanaan tata ruang harus memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan rencana tata ruang harus dilengkapi
kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagaimana
diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan penyelenggaraan KLHS dalam
evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu
pada pedoman yang telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun
Kementerian Pekerjaan Umum.
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.
Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada tingkat
nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.
Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai
perencanaan pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 08 Tahun
2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dan peraturan lain yang
berlaku.
Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang berpotensi
RPIJM Kabupaten Trenggalek Tahun 2016-2020 IV-18 lembaga pemerintahan yang membidangi kebijakan, rencana dan/atau program
terkait. Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau program apa saja yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, dilakukan proses
penapisan atau screening. Sesuai dengan prinsip self assessment, proses
penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat kebijakan, rencana dan/atau program.
Meskipun demikian, catatan proses dan hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan