• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Lintas Budaya dalam penginteg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komunikasi Lintas Budaya dalam penginteg"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi Antar Budaya Serta Tantangan di Masa Depan

Kelompok : 7

Amalia Nurfianti 153090022 Aji Permana Putra 153090305

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

(2)

Komunikasi Antar Budaya Sekarang dan Yang Akan Datang

Awal peradaban ketika manusia membentuk kelompok suku, dan hubungan antarbudaya terjadi setiap kali orang-orang dari suku yang satu bertemu dengan anggota dari suku lain dan mendapati bahwa mereka berbeda. Terkadang perbedaan ini tanpa kesadaran dan toleransi akan keberagaman budaya menimbulkan kecenderungan manusia unuk bereaksi secara dengki.

Pertukaran budaya ini telah terakselerasi di masa lampau ke suatu titik. Dimana masyarakat diseluruh dunia terjalin dalan struktur ekonomi independen,teknologi,politik, dan hubungan sosial kompleks.

Sebuah teori, termasuk teori komunikasi hanya dapat diterapkan dalam suatu lingkungan atau situasi tertentu. Asumsi sebuah teori komunikasi merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid, tempat dimana sebuah teori komunikasi dapat diterapkan atau diaplikasikan.

Maka dapat dikatakan, asumsi sebuah teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat dimana teori komunikasi antarbudaya itu dapat diterapkan. Untuk memahami kajian komunikasi antarbudaya, maka kita harus mengenal beberapa asumsi, yaitu:

- Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepasi antara komunikator dengan komunikan.

- Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi. - Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.

- Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. - Komunikasi berpusat pada kebudayaan.

- Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.

Komunikasi antarbudaya mengandung isi dan relasi antarpribadi

(3)

Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1967) menekankan bahwa isi (content of communica-tion) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang juga esensial dalam mem-bentuk relasi. (Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, 2007).

Perbedaan budaya yang dimiliki oleh dua orang atau dua kelompok yang memiliki hubungan relasi tertentu, akan memberikan pengaruh bagaimana pesan tersebut diinter-prestasikan oleh lawan bicara. Seperti pada contoh berikut, seorang teman sebaya anda meminta tolong ambilkan sebuah buku di mejanya dengan berkata “apakah anda dapat mengambilkan buku di atas meja saya?”. Maka yang anda interpretasikan adalah sebuah pesan permintaan yang tidak begitu mendesak. Anda menganggap seorang teman yang sedang meminta bantuan anda. Berbeda dengan ketika kalimat tersebut dilontarkan oleh seorang dosen anda, maka anda akan menginterpretasikan sebuah pesan tersebut adalah sebuah perintah dan harus dilakukan dengan segera.

Hubungan relasi antara anda dengan teman anda dan anda dengan dosen anda menjadi se-buah alasan mengapa terdapat perbedaan dalam menginterpretasi pesan. Meskipun terdapat makna (meaning) atas isi pesan yang sama, yaitu “mengambil buku”, namun karena terdapat hubungan relasi tertentu yang berbeda, maka kalimat itu bisa diinterpretasikan juga secara berbeda, yaitu sebagai permintaan batuan atau sebuah perintah.

Tujuan Komunikasi Antarbudaya

(4)

komunikasi, tingkat ketidaktentuan atau ketidakpastian itu akan berkurang ketika orang mampu melakukan proses komunikasi secara tepat.

Biasanya, semakin besar derajat perbedaan antarbudaya, maka akan semakin besar pula kemungkinan kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif. Hal ini disebabkan karena ketika berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka dipastikan akan memiliki perbedaan pula dalam sejumlah hal.

Gudykunstt dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang kita tidak kenal se-lalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian mese-lalui peramalan yang tepat atas relasi an-tarpribadi. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap inter-aksi, yaitu:

1.) Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal. Dalam artian sebuah pertanyaan apakah komunikan suka berkomunikasi atau malah sebaliknya menghindari komunikasi,

2.) Initial contact and impression, yakni sebuah tanggapan lanjutan atas kesan yang ditim-bulkan atau muncul dari kontak pertama tersebut., seperti bertanya pada diri sendiri: apa saya seperti dia, apa dia mengerti saya, apa merugikan waktu saya jika berkomunikasi dengan dia, atau pertanyaan lainnya yang serupa,

(5)

bahwa dia pun jujur, ramah, setia kawan, penolong, tidak sombong, dan lainnya.(Alo Liliweri, Komunikasi Antarbudaya, 2007).

Komunikasi Berpusat Pada Kebudayaan

Gatewood (1999) menjelaskan bahwa kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusiaan itu sangatlah banyak. Hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Dalam artian, jika ko-munikasi merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang terus membudaya , maka komunikasi juga merupakan sarana bagi transmisi kebudayaan. Oleh kare-nanya, kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah komunikasi.

Kebudayaan sendiri adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dapat ditukar, dan dapat berubah. Itu pun terjadi hanya jika ada interaksi antarmanusia dalam bentuk komunikasi an-tarpribadi maupun antarkelompok budaya (berbeda latar belakang budaya) secara terus-menerus. Kebudayaan diartikan sebagai sebuah kompleksitas total dari seluruh pikiran, perasaan, dan per-buatan manusia , maka untuk mendapatkannya dibutuhkan sebuah usaha yang selalu berurusan dengan orang lain.

Pada akhirnya muncul pertanyaan mengenai hubungan antara komunikasi dengan kebu-dayaan; apakah komunikasi ada dalam kebudayaan atau kebudayaan merupakan bagian komu-nikasi?. Smith (1976) menjawabnya dengan kalimat “komunikasi dan budaya tidak dapat dip-isahkan”. Dan tokoh lainnya, Edward T. Hall mengatakan bahwa komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.

Dua hal yang setidaknya memberi jawaban; pertama, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi, dan kedua, hanya den-gan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan dan kebudayaan akan tetap ek-sis jika ada komunikasi.

Pada hakikatnya, proses komunikasi antarbudaya berproses sama seperti komunikasi lain-nya, yaitu secara interaktif dan transaksional serta dinamis.

(6)

pada tahap rendah ( Wahlstrom, 1992). Jika proses komunikasi atau pertukaran pesan tersebut telah sampai pada bentuk saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka ko-munikasi itu telah memasuki tahap lebih tinggi dengan kata lain telah ada pada tahap transak-sional (Hybels dan Sandra, 1992).

Tiga unsur penting yang meliputi komunikasi transaksional adalah; pertama, keterlibatan emosional yang tinggi, berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan, kedua, peristiwa komunikasi tersebut meliputi seri waktu, yaitu berkaitan dengan masa lalu, kini, dan yang akan datang, dan yang terakhir adalah partisipan dalam komunikasi antarbu-daya yang sedang berlangsung menjalankan peran tertentu.

Komunikasi interaktif maupun transaksional keduanya berproses yang bersifat dinamis. Alasannya, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah berdasarkan waktu, situasi, dan kondisi tertentu. Karena proses komunikasi yang dilakukan merupakan merupakan komunikasi antarbudaya maka kebudayaan merupakan dinamisator atau dengan kata lain sebagai penghidup bagi proses komunikasi yang sedang berlangsung.

Efektifitas Komunikasi Antarbudaya

Kenyataan dan kehidupan sosial telah membuktikan bahwa manusia di muka bumi tidak dapat hidup sendiri. Mereka pasti melakukan interaksi sosial dan selalu berhubungan satu sama lain. Dan interaksi itu tidak akan terjadi tanpa adanya proses komunikasi. Itu artinya, dalam ko-munikasi antarbudaya, interaksi antarbudaya pun tidak akan pernah ada jika tidak ada komu-nikasi antarbudaya. Segala kefektivan dalam interaksi antarbudaya tergantung pada komukomu-nikasi antarbudaya. Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antarbudaya.

(7)

dan semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada penguran-gan konflik antar keduanya.

Dengan pemahaman mengenai komunikasi antar budaya dan bagaimana komunikasi da-pat dilakukan, maka kita dada-pat melihat bagaimana komunikasi dada-pat mewujudkan perdamaian dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan komunikasi yang intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan mengurangi kesalahpahaman, ko-munikasi dapat mengurangi konflik sosial. Menurut Charles E Snare bahwa usaha meredam kon-flik dan mendorong terciptanya perdamaian tergantung bagaimana cara kita mendefinisikan situ-asi orang lain agar kita dapat mencapai perdamaian dan kerjasama.

Untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif, individu seharusnya mengem-bangkan kompetensi antar budaya; merujuk pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antar budaya yang efektif Jandt (1998, 2004) mengidentifikasikan empat keterampi-lan sebagai bagian dari kompetensi antar budaya, yaitu personality strength, communication skills, psychological adjustment and cultural awareness. Tidak dapat diragukan bahwa kompe-tensi antar budaya adalah sebuah hal yang sangat penting saat ini. Seperti halnya pendatang se-mentara yang disebut sojourners, yaitu sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal

Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan antara komunikator dengan komu-nikan yang berasal dari latar belakang budaya berbeda.

Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang mengawali komunikasi, dalam artian ia memulai pengiriman pesan tertentu kapada orang lain yang disebut komu-nikan.Komunikan sendiri berarti pihak yang menerima pesan tertentu sekaligus menjadi sasaran komunikasi dari komunikator.

(8)

Dalam komunikasi antarbudaya, setiap proses komunikasinya mengandung isi dan relasi antar pribadi. Relasi antar pribadi atau kelompok sangat mempengaruhi bagaimana nantinya pe-san itu diinterpretasi. Meski terdapat isi dan makna yang sama, namun relasi menjadi pengaruh terhadap penginterpretasian pesan yang disampaikan kepada lawan bicara.

Watzlawick, Beavin, dan Jackson (1967) menekankan bahwa isi (content of communica-tion) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang juga esensial dalam mem-bentuk relasi.

Perbedaan budaya yang dimiliki oleh dua orang atau dua kelompok yang memiliki hubungan relasi tertentu, akan memberikan pengaruh bagaimana pesan tersebut diinter-prestasikan oleh lawan bicara.

Ternyata, dalam komunikasi yang berlangsung antarbudaya juga mengenal gaya personal dalam berkomunikasi. Gaya personal yang dimiliki masing-masing orang memberikan pengaruh terhadap proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi akan terlihat efektif atau tidak melalui pengaruh gaya personal komunikator atau komunikan dalam menyampaikan atau mener-ima pesan. Bagamener-imana nantinya komunikasi tersebut berlangsung harmonis atau malah seba-liknya.

Secara normatif, komunikasi antarpribadi itu mengandalkan gaya berkomunikasi yang di-hubungkan dengan nilai-nilai yang dianut orang. Nilai-nilai itu berbeda diantara kelompok etnik yang dapat menunjang atau mungkin merusak perhatian tatkala orang berkomunikasi. Di sini, gaya itu bisa berkaitan dengan individu maupun gaya dari sekelompok etnik.

Salah satu tujuan komunikasi antarbudaya yang kami bahas adalah mengurangi tingkat ketidakpastian, ketidaktentuan, ataupun kebingungan. Permasalahan relasi biasanya akan lebih pasti ketika seseorang telah melakukan proses komunikasi.

(9)

tingkat ketidaktentuan atau ketidakpastian itu akan berkurang ketika orang mampu melakukan proses komunikasi secara tepat.

Pada dasarnya, setiap proses komunikasi berpusat pada kebudayaan. Bahkan ada jawaban yang menyatakan bahwa komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi. Je-las, keduanya tidak dapat dipisahkan.

Gatewood (1999) menjelaskan jika komunikasi merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang terus membudaya , maka komunikasi juga merupakan sarana bagi transmisi kebudayaan. Oleh karenanya, kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah komunikasi.

Terakhir yang akan kami simpulkan, bahwa komunikasi antarbudaya pun memiliki berba-gai tujuan yang menjadikan komunikasi tersebut efektif dan dikatakan berhasil.

Kenyataan dan kehidupan sosial telah membuktikan bahwa manusia di muka bumi tidak dapat hidup sendiri. Mereka pasti melakukan interaksi sosial dan selalu berhubungan satu sama lain. Dan interaksi itu tidak akan terjadi tanpa adanya proses komunikasi. Itu artinya, dalam ko-munikasi antarbudaya, interaksi antarbudaya pun tidak akan pernah ada jika tidak ada komu-nikasi antarbudaya. Segala kefektivan dalam interaksi antarbudaya tergantung pada komukomu-nikasi antarbudaya.

Konsep diatas sekaligus menekankan bahwa segala tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan up-aya dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada penguran-gan konflik antar keduanya.

Adapun komunikasi lintas budaya sendiri didefinisikan sebagai : 1. Komunikasi yang dilakukan oleh dua kebudayaan atau lebih,

(10)

Jika kita gabungkan dari kedua pengertian tentang komunikasi dan kebudayaan (budaya) maka akan mendapatkan pengertian sebagai berikut :

“Komunikasi Lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lainnya dan sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi se-bagai tahap awal dari proses akulturasi (penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang meng-hasilkan kebudayaan yang baru).”

Karakteristik Komunikasi Lintas Budaya

1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi

2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu

3. Komunikasi Lintas budaya menghasilkan kuntungan dan kerugian diantara dua budaya atau lebih yang terlibat,

4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun di-jalin secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media,

Referensi

Dokumen terkait

Perang Dunia II mulai berkecamuk di Eropa dengan dimulainya serangan ke Polandia pada 1 September 1939 yang dilakukan oleh Hitler dengan gerak cepat yang dikenal

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satusyarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Biologi. Sekolah

[r]

[r]

Untuk itu sebuah perusahaan harus dapat menarik konsumennya, dengan cara membuat produk yang sesuai dengan harapan konsumen dan dengan harga yang terjangkau dan

Lingkungan Internal (Internal Environment) – Lingkungan internal sangat menentukan warna dari sebuah organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap risiko dari setiap

Nutrisi Anak

Madu Ummi ibu Hamil Arbain merupakan Madu Asli yang dikombinasikan dengan beberapa Herbal yang difungsikan untuk memberikan kecukupan kebutuhan Nutrisi harian selain dari