267
Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS
Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat
(
Antibiotic prescription of children outpatient in BLUD RS Ratu Zalecha Martapura:
the prevalence and pattern of prescription
)
Valentina Meta S*; Ririn Bertini Wineini; & Difa Intannia
1Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
*Corresponding email: metasrikartika@gmail.com
ABSTRAK
Frekuensi penggunaan antibiotik yang tinggi tetapi tidak dengan ketentuan yang sesuai atau tidak rasional dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya dapat terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan gambaran peresepan obat antibiotik pada pasien rawat jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha Martapura. Pengambilan data secara retrospektif selama tahun 2014 melalui pengambilan data sekunder yaitu rekam medik dan resep. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode systematic random sampling. Dari 400 sampel penelitian yang digunakan, didapatkan 283 orang (70,8%) menerima peresepan antibiotik dan 117 orang (29,2%) tidak menerima peresepan antibiotik. Penggunaan antibiotik terbanyak adalah golongan penisilin yaitu amoksisilin sebesar 33,1%, golongan antimikobakterium yaitu rifampisin dan isoniazid sebesar 26,8%, golongan sefalosporin yaitu sefiksim sebesar 17,1% dan sefadroksil sebesar 14,6%. Penyakit yang paling banyak diderita adalah tuberkulosis paru (26,8%), ISPA (18,0%), dan nasofaringitis akut (10,6%).
Kata Kunci: antibiotik, peresepan, prevalensi, rawat jalan, pasien anak
PENDAHULUAN
Antibiotik adalah segolongan senyawa,
baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri (PMK RI Nomor
2406, 2011). Sampai saat ini peresepan
antibiotik oleh dokter pada kondisi yang bukan
disebabkan oleh bakteri masih banyak
ditemukan baik di rumah sakit maupun praktek
swasta (Hersh., et al, 2013). Ketidaktepatan
diagnosis, indikasi, cara pemberian, frekuensi
dan lama pemberian menjadi salah satu
penyebab tidak terhambatnya bakteri dengan
penggunaan antibiotik (Depkes RI, 2002).
Peresepan antibotik pada anak-anak
harus diberikan perhatian secara khusus untuk
menghindari pemakaian yang irasional.
Anak-anak umumnya lebih rentan terkena penyakit
dibanding orang dewasa serta cenderung
banyak diberikan antibiotik oleh dokter dalam
pengobatannya. Beberapa fakta di negara
berkembang menunjukkan 40% anak-anak yang
terkena diare akut, selain mendapatkan oralit
juga mendapatkan antibiotik yang tidak
semestinya diberikan. Penelitian yang dilakukan
268 tahun 2013, mengatakan bahwa jumlah resep
antibiotik yang diberikan untuk pasien anak
rawat jalan sebesar 55,1% dari semua resep.
Sebanyak 73,68% resep mengandung satu atau
lebih antibiotik, dan 5,9% resep antibiotik
diberikan tanpa diagnosis (Sebsibie G, 2014).
Hasil penelitian yang di lakukan oleh Sophiani R
(2010) juga menunjukkan bahwa penggunaan
antibiotik pada penyakit tuberkulosis paru pada
anak di Rumah Sakit Ratu Zalecha Martapura di
Kalimantan Selatan yaitu sebesar 929 kasus.
Tidak tepat pemilihan obat sebesar 32,19%,
tidak tepat dosis sebesar 29,45%, tidak tepat
bentuk sediaan sebesar 13,01%, dan tidak tepat
waktu pemberian sebesar 100%.
Meningkatnya prevalensi penggunaan
antibiotik yang tidak rasional di berbagai bidang
Ilmu Kedokteran termasuk Ilmu Kesehatan
Anak merupakan salah satu penyebab
timbulnya resistensi. Penelitian yang dilakukan
oleh Balitbang Kesehatan di Indonesia yang
dikutip oleh Kaparang., et al (2014) menujukkan
beberapa bakteri resisten terhadap antibiotik,
antara lain Shigella menunjukkan tingkat
resistensi sebesar 50% terhadap ampisilin.
Salmonella menunjukkan tingkat resistensi
sebesar 42% terhadap ampisilin, 57% terhadap
kloramfenikol dan 71% terhadap kotrimoksazol.
Dampak lainnya dari pemakaian antibiotik
secara irasional dapat berakibat meningkatkan
toksisitas, dan efek samping antibiotik tersebut,
serta biaya rumah sakit yang meningkat.
Sehingga diperlukan penggunaan antibiotik
berdasarkan diagnosis oleh tenaga medis
professional, monitoring dan regulasi
penggunaan antibiotik untuk meningkatkan
penggunaan antibiotik secara rasional.
Tingginya penggunaan antibiotik pada
anak-anak, didukung dengan hasil observasi
pendahuluan yang sebelumnya sudah dilakukan
di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura pada data
pasien rawat jalan di poli anak tahun 2014,
menunjukkan bahwa dari 30 rekam medik yang
diambil diperoleh 66,67% menerima resep
antibiotik. Hal inilah yang mendasari penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui prevalensi dan
pola peresepan antibiotik pada pasien rawat
jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha
Martapura Tahun 2014.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif. Pengumpulan data
bersifat retrospektif pada bulan
Januari-Desember 2014 secara sekunder, yaitu dari data
rekam medik dan resep pasien rawat jalan anak
dengan rentang usia 0 – 14 tahun di poli anak
BLUD RS Ratu Zalecha Martapura tahun 2014.
Sampel penelitian diambil dengan cara
systematic random sampling. Penentuan jumlah
sampel dari populasi dalam penelitian ini
didapat menurut perhitungan Slovin, sebagai
berikut:
………...
.. (i)
Dimana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = toleransi tingkat kesalahan (5%)
Jadi,
.
……
....
…... (ii)
=
399,91 400 anak per tahunBerdasarkan perhitungan di atas, jumlah
sampel pasien rawat jalan di poli anak BLUD RS
Ratu Zalecha Martapura tahun 2014 yang
269
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Prevalensi Peresepan Antibiotik
a). Kriterian Inklusi: Kriteria inklusi untuk
menentukan prevalensi peresepan antibiotik
dalam penelitian ini adalah:
1. Seluruh pasien rawat jalan di poli anak
BLUD RS Ratu Zalecha Martapura tahun
2014.
2. Data rekam medik lengkap meliputi:
identitas pasien, tanggal dan waktu,
diagnosis, pengobatan.
b) Kriteria Eksklusi: Kriteria eksklusi untuk
menentukan prevalensi peresepan antibiotik
dalam penelitian ini adalah:
1. Seluruh pasien rawat jalan di poli anak
BLUD RS Ratu Zalecha Martapura tahun
2014 yang tidak menerima antibiotik.
2. Data rekam medik dan resep pasien rawat
a) Kriteria Inklusi: Kriteria inklusi untuk
mengetahui gambaran peresepan antibiotik
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
rawat jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha
Martapura tahun 2014 yang menerima resep
antibiotik.
b) Kriteria Eksklusi: Kriteria eksklusi untuk
mengetahui gambaran peresepan antibiotik
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
rawat jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha
Martapura tahun 2014 yang tidak menerima
resep antibiotik.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data rekam medik
dan resep pasien rawat jalan di poli anak BLUD
RS Ratu Zalecha Martapura tahun 2014 yang
meliputi: bulan berobat, nomor rekam medik,
nama, umur, jenis kelamin, diagnosis,
pengobatan, jaminan (BPJS/Umum).
HASIL DAN DISKUSI
Berdasarkan 400 sampel yang
diperoleh, diketahui pasien terbanyak adalah
pasien dengan umur 0-3 tahun dengan jumlah
149 orang (37,3%), pasien dengan jenis kelamin
laki-laki dengan jumlah 221 orang (55,3%), dan
pasien yang berobat secara umum dengan
jumlah 231 orang (57,7%). Distribusi sampel
dapat dilihat pada tabel 1.
Persentase Peresepan Antibiotik
Berdasarkan data dari penelitian di
BLUD RS Ratu Zalecha Martapura ditahun 2014,
diperoleh prevalensi peresepan antibiotik pada
pasien rawat jalan di poli anak BLUD RS Ratu
Zalecha Martapura adalah sebesar 283 sampel
(70,8%) dari 400 populasi pasien anak. Hasil
yang serupa juga diperoleh pada Studi tentang
Antimicrobial Resistance in Indonesia,
Prevalence and Prevention (AMRIN) yang
dikutip oleh Maria., et al (2014) menemukan
bahwa terdapat 49%-97% pasien anak yang
menerima peresepan antibiotik dan sebagian
besarnya (46%-54%) dianggap tidak diperlukan
dan tidak tepat indikasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik
pada anak masih tinggi. Persentase peresepan
270
Tabel 1. Persentase Sampel berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Jaminan (BPJS/Umum)
Karakteristik Sub Karakteristik Jumlah (n= 400) Persentase (%)
Umur
0-3 tahun 149 37,3
3-6 tahun 108 27,0
6-10 tahun 87 21,7
10-14 tahun 56 14,0
Total 400 100
Jenis Kelamin Laki-laki 221 55,3
Perempuan 179 44,7
Total 400 100
Jaminan
(BPJS/Umum)
BPJS 169 42,3
Umum 231 57,7
Total 400 100
Gambar 1. Persentase peresepan antibiotik
Persentase Jenis dan Golongan Antibiotik
Berdasarkan hasil penelitian, dari seluruh
pasien anak yang menerima peresepan obat
antibiotik, diketahui bahwa peresepan obat
antibiotik terbanyak adalah golongan penisilin
yaitu amoksisilin sebesar 33,6%, golongan
antimikobakterium yaitu rifampisin dan
isoniazid sebesar 26,9%, golongan sefalosporin
yaitu sefiksim sebesar 17,3% dan sefadroksil
sebesar 14,8%. Golongan betalaktam dan
makrolid merupakan antibiotik yang paling
sering digunakan untuk mengobati penyakit
infeksi karena umumnya cukup aman dan
efektif (Putra B. I, 2008). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Merlina (2012)
mengatakan bahwa antibiotik yang paling
banyak digunakan untuk penyakit nasofaringitis
akut adalah amoksisilin sebesar 81,70%.
Persentase penggunaan antibiotik dapat dilihat
pada tabel 2 ini.
271
Golongan Antibiotik Jenis Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Penisilin Amoksisilin 95 33,6
Antimikobakterium Rifampisin 76 26,9
INH
Sefalosporin
Sefadroksil 42 14,8
Sefiksim 49 17,3
Sulfonamida Kotrimoksazol 12 42
Metronidazol Metronidazol 9 3,2
Total 283 100
Persentase Jenis Penyakit yang Menerima
Antibiotik
Berdasarkan hasil penelitian, dari
seluruh pasien anak yang digunakan dalam
penelitian ini, diperoleh jenis penyakit
terbanyak yang menerima peresepan antibiotik
adalah tuberkulosis paru (26,9%), ISPA
(18,0%), dan nasofaringitis akut (10,6%).
Persentase jenis penyakit yang menerima
antibiotik dapat dilihat pada tabel 3.Ditimbang
1000 mg Ibuprofen masukkan dalam labu ukur
100 mL, kemudian dilarutkan dalam metanol
sambil diaduk dan dicukupkan volumenya
hingga tanda batas. Larutan ibuprofen ini
mengandung 10 mg/mL atau 10.000 ppm.
Tabel 2. Persentase Jenis Penyakit yang Menerima Antibiotik
Jenis Penyakit Jumlah Persentase (%)
Tuberkulosis paru 76 26,9
ISPA 51 18,0
Nasofaringitis akut 30 10,6
Batuk 23 8,1
Demam tifoid 15 5,3
Bronkopneumonia 12 4,2
Disentri amuba 12 4,2
Bronkitis 10 3,5
Campak 9 3,2
Diare 9 3,2
Asma 8 2,8
Demam 6 2,1
Dermatitis 6 2,1
Stomatitis 5 1,8
Infeksi saluran kemih 5 1,8
Gastritis 3 1,1
Sinusitis maksilaris kronis 3 1,1
Total 283 100
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
yang mampu menginfeksi secara laten ataupun
progresif. Menurut Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
mengatakan bahwa 4,3% (63 dari 1.482)
menderita tuberkulosis paru. Data seluruh
272 antibiotik dari tujuh rumah sakit Pusat
Pendidikan Indonesia selama 5 tahun
(1998-2002) dijumpai 1086 kasus dengan angka
kematian bervariasi dari 0%-14,1%. Kelompok
umur terbanyak 12-60 bulan (42,9%), disusul
oleh kelompok anak <12 bulan (16,5%).
ISPA merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan.
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari angka-angka
di rumah sakit Indonesia didapat bahwa 40%
sampai 70% anak yang berobat ke rumah sakit
adalah penderita ISPA. Sebanyak 40-60%
kunjungan pasien ISPA berobat ke puskesmas
dan 15-30% kunjungan pasien ISPA berobat ke
bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit.
Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada balita
>35%.
Di Indonesia, nasofaringitis juga masih
merupakan salah satu masalah kesehatan yang
terkait dengan masalah infeksi saluran
pernafasan atas yang bisa menyerang siapa saja.
Hal ini disebabkan masih tingginya angka
kesakitan terutama pada anak-anak dan dilihat
dari penggunaan antibiotika yang masih tinggi
untuk kasus tersebut (Merlina A. Q, 2012).
Berikut dibawah ini merupakan tabel jenis
penyakit dan terapi antibiotik yang digunakan:
Tabel 4. Jenis Penyakit dan Terapi Antibiotik yang digunakan
Golongan Antibiotik Jenis Antibiotik Diagnosis Jumlah Sampel
Persentase (%)
Antimikobakterium Rifampisin Tuberkulosis paru 76 26,9
INH
Penisilin Amoksisilin ISPA 51 18,0
Nasofaringitis
akut 30 10,6
Dermatitis 6 2,1
Stomatitis 5 1,8
Gastritis 3 1,1
Sefalosporin Sefadroksil Batuk 23 8,1
Bronkitis 10 3,5
Campak 9 3,2
Sefiksim
Demam tifoid 15 5,3
Bronkopneumonia 12 4,2
Asma 8 2,8
Demam 6 2,1
Infeksi saluran
kemih 5 1,8
Sinusitis maksilaris
kronis 3 1,1
Sulfonamid Kotrimoksazol Disentri amuba 12 4,2
Metronidazol Metronidazol Diare 9 3,2
Total 283 100
Tabel 4 menujukkan hasil penggunaan
antibiotik pada masing-masing penyakit yang
diperoleh pada penelitian. Pada tabel tersebut
dapat dilihat kesesuaian terapi antibiotik
terhadap jenis penyakit yang diderita pasien.
Kesesuaian penggunaan antibiotik dilihat untuk
273 Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan juga diperoleh adanya penyakit yang
tidak semestinya diberikan antibiotik yaitu
penyakit asma dan batuk. Namun pada
penelitian diperoleh bahwa penyakit asma dan
batuk diberikan antibiotik sefiksim golongan
sefalosporin generasi ketiga. Dengan adanya
penggunaan antibiotik yang tidak semestinya,
diharapkan peresepan antibiotik pada anak
harus sesuai pedoman yang telah ditentukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum
memberikan antibiotik, yaitu penegakan
diagnosis infeksi perlu dibedakan antara infeksi
yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi yang
disebabkan oleh virus, serta perlu adanya
pengawasan yang lebih optimal dari tenaga
kesehatan, agar pemberian antibiotik sesuai
dengan kondisi penyakit yang diderita pasien
terutama untuk menghindari terjadinya
resistensi.
KESIMPULAN
1. Prevalensi peresepan antibiotik pada pasien
rawat jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha
Martapura adalah sebesar 283 sampel
(70,8%) dari 400 populasi pasien anak pada
tahun 2014.
2. Persentase jenis dan golongan antibiotik
terbanyak yang diresepkan pada pasien rawat
jalan di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha
Martapura tahun 2014 adalah golongan
penisilin yaitu amoksisilin (33,6%), golongan
antimikobakterium yaitu rifampisin dan
isoniazid (26,9%), golongan sefalosporin yaitu
sefiksim (17,3%), dan sefadroksil (14,8%).
3. Persentase jenis penyakit terbanyak yang
menerima antibiotik pada pasien rawat jalan
di poli anak BLUD RS Ratu Zalecha Martapura
tahun 2014 adalah tuberkulosis paru (26,9%),
ISPA (18,0%), dan nasofaringitis akut
(10,6%).
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 2002. Evaluasi Program
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Saluran Pernafasan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Hersh, Adam. L., Jackson, M. Anne & Hicks, Lauri. A. 2013. Principles of Judicious Antibiotic Prescribing for Upper Respiratory Tract Infections in Pediatrics.Pediatrics; 132; 1146.
Ikatan Dokter Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinis Dokter di Pelayanan Primer. Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman
Palayanan Medis. Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Indonesia. Kaparang, P. C., Tjitrosantoso, H & Yamlean, P. V. Y.
2014. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan
Antibiotika pada Pengobatan Pneumonia Anak di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi; Volume 3, Nomor 3.
Maria. 2014. Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode DDD (Defined Daily Dose) pada Pasien Anak Rawat Inap di Sebuah Rumah Sakit
Pemerintah di Yogyakarta Periode Januari-Juni 2013. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Merlina, A. Q. 2012. Pola Penggunaan Antibiotik pada Penatalaksanaan Faringitis Akut di RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2009-2011. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Peratura Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406. 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Putra, I. B. 2008. Prinsip Pemakaian Antimikroba pada
Bayi dan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Sumtera Utara, Medan.
RISKESDAS. 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sophiani, R. 2010. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien Tuberkulosis Paru di Poliklinik Anak Rumah Sakit Umum Ratu Zalecha Martapura Periode Januari-Juni 2010. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.