• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAL"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DALAM MEMPERSUASI PASIEN UNTUK BERAKTIVITAS

( Studi Deskriptif Kualitatif pada Perawat dengan Pasien Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur )

Luki Ritanto

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif, bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi terapeutik yang digunakan perawat dalam mempersuasi pasien penderita gangguan jiwa

untuk melakukan aktivitas perawatan di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi yang digunakan perawat untuk mempersuasi pasien melakukan aktivitas adalah menggunakan komunikasi khusus terapeutik meliputi proses mempersiapkan diri (pra-interaksi), Pengenalan (orientasi), Tahap kerja, dan Evaluasi (terminasi). Komunikasi disesuaikan dengan kondisi permasalahan pasien, seperti memberikan pesan yang mengandung unsur terapi secara psikologis seperti motivasi, dukungan, dan pujian. Dalam proses

komunikasi, perawat melibatkan sikap empati, positif, mendukung, terbuka dan kesetaraan.

Komunikasi yang dilakukan oleh perawat dalam mempersuasi pasien melibatkan bahasa verbal dan nonverbal. Verbal menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan bahasa pasien. Nonverbal yang meliputi Kinesik, Haptics, Paralinguistik, Proxemics, Olfaction, Physical appearance. Bahasa nonverbal membantu untuk memperjelas bahasa verbal yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan pasien. Hambatan komunikasi interpersonal yang terjadi yaitu gangguan

physiological dan psychological.

Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, persuasi, aktivitas perawatan jiwa

PENDAHULUAN

Menurut Fisher (1986) (dalam Arifin, 2003, h. 20) bahwa tidak ada persoalan sosial dari waktu ke waktu yang tidak melibatkan komunikasi di dalamnya. Justru dari waktu ke waktu manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya melibatkan komunikasi di dalamnya. Dapat dipahami di sini adalah hampir semua bidang pekerjaan selalu ada komunikasi sabagai komponennya. Misalkan bidang sosial, pendidikan, bahkan termasuk bidang kesehatan dan bidang ilmu lainnya. Ini dapat terlihat bahwa komunikasi merupakan suatu hal yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia.

Begitu juga pada bidang keperawatan yang ada di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur, proses

komunikasi tentunya sangat penting dilakukan oleh para perawat dalam melayani para pasiennya. Perawatan dalam Rumah Sakit Jiwa Menur sangat membutuhkan penangganan yang khusus dan berbeda dengan rumah sakit pada umumnya, karena pasien di sini bukan hanya mengalami sakit fisik seperti pada umumnya melainkan pada gangguan kejiwaan.

(2)

di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur. Komunikasi terapeutik ini dilakukan untuk tujuan terapi pada saat proses perawatan pasien gangguan jiwa yang ada di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur.

Mengenai komunikasi terapeutik, peneliti sebelumnya menjumpai penelitian yang membahas masalah komunikasi terapeutik. Penelitian tersebut dilakukan oleh Nurly Meilinda lulusan Program Magister Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Tesis ini membahas mengenai bagaimana proses komunikasi terapeutik konselor dalam menangani orang dengan lupus (ODAPUS). Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh konselor dan ODAPUS yang tergabung di Yayasan Syamsi Dhuha Bandung ternyata melibatkan penggunaan simbol verbal dan nonverbal dalam menangani pasiennya.

Selain itu, peneliti juga menemui penelitian yang membahas mengenai keterhubungan komunikasi interpersonal (terapeutik) yang dilakukan oleh perawat terhadap penyembuhan pasien rawat inap SMF Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Yang dimana penelitian ini dilakukan oleh Wina Arfina Hasibuan lulusan Program Magister Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Ekstension Medan, Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat keterhubungan yang cukup berarti antara komunikasi interpersonal

(terapeutik) perawat terhadap

penyembuhan pasien di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.

Dari penelitian tersebut maka, peneliti merasa tertarik untuk membahas masalah mengenai komunikasi terapeutik dalam bidang keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur.

Mengapa Rumah Sakit Jiwa? dalam penelitian yang telah dijabarkan peneliti diatas lebih kepada komunikasi yang dilakukan terhadap penyandang ODAPUS dan komunikasi pada Rumah Sakit Umum. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa pentingnya sebuah komunikasi dalam bidang perawatan, maka dari penelitian tersebut memberikan rujukan peneliti sehingga tertarik untuk membahas penelitian pada Rumah Sakit Jiwa yang dimana dalam perawatan di Rumah Sakit Jiwa membutuhkan penanganan yang berbeda daripada Rumah Sakit Umum yang menderita sakit pada fisik. Mengapa perawat? Karena perawat adalah orang yang lebih sering berhubungan dengan pasien, sehingga perawatlah yang lebih mendominasi dalam proses perawatan dibandingkan dengan tim kesehatan lain seperti dokter. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kozier Barbara (1995, h. 21), menurutnya perawat merupakan anggota tim kesehatan yang paling lama melakukan kontak dengan klien/pasiennya dalam proses perawatan. Pada saat peneliti melakukan observasi di Rumah Sakit Jiwa Menur, peneliti melihat pada saat proses perawatan seorang perawat terlihat lebih sering berhubungan dengan pasiennya dibandingkan dengan dokter. Pihak dokter terlihat bertemu dengan

pasiennya pada saat melakukan

pemeriksaan kondisi pasiennya, sedangkan perawat hampir selalu bertemu dengan pasiennya. Disini terlihat yang lebih banyak berhubungan dengan pasien

adalah seorang perawat karena

perawatlah yang akan membimbing pasiennya setiap hari untuk melakukan aktivitas perawatannya.

(3)

komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh para perawat dalam melayani dan mempersuasi perilaku para pasien Rumah Sakit Jiwa Menur untuk beraktivitas. Bertolak dari masalah fungsi dan tugas seorang perawat serta begitu pentingnya arti komunikasi bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam segala hal bidang pekerjaan seperti pekerjaan seorang perawat Rumah Sakit Jiwa Menur, dimana perawat di Rumah Sakit Jiwa menur ini memperlakukan pasiennya berbeda dengan orang yang normal, khususnya komunikasi yang digunakan dalam mengurus pasien berbeda dengan komunikasi yang digunakan pada saat mengurus orang normal pada umumnya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dalam halaman sebelumnya maka disini peneliti sangat tertarik untuk meneliti masalah komunikasi yang dilakukan perawat Rumah Sakit Jiwa dalam mempersuasi para pasiennya, terutama pada komunikasi terapeutik yang dipakai oleh perawat. Dimana semua itu memerlukan cara-cara yang dilakukan

seorang komunikator kepada

komunikannya, yaitu dari perawat sebagai komunikatornya kepada para pasien

sebagai komunikannya dengan

menggunakan komunikasi yang baik dan efektif

Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau direncana untuk tujuan terapi, dan kegiatan tersebut dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien/pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi tersebut (Machfoedz, 2009, h.99). Pengertian ini menekankan pada cara perawat ketika menghadapi masalah dengan pasiennya. Dari pengertian yang dijelaskan oleh Machfoedz di

atas sudah menjelaskan mengenai komunikasi terapeutik dan tujuannya, namun berbeda dengan pengertian yang dijelaskan oleh Videbeck di sini menerangkan bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan pasien (Videbeck, 2008, h.123). Pada pengertian ini lebih pada interaksi interpersonal dan perawat di sini lebih menekankan pada pertukaran informasi yang efektif.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami dan ditarik suatu kesimpulan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek sebuah penyembuhan. Komunikasi terjadi dengan tujuan menolong pasien melalui pendekatan personal, perasaan, emosi, kepercayaan antara kedua belah pihak yaitu pasien dengan perawat. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk menjalin hubungan saling percaya antara pasien dan perawat, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik untuk pasien dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam upaya mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

Tujuan Komunikasi Terapeutik

(4)

peneliti masih kurang jelas menggambarkan mengenai tujuan dari komunikasi terapeutik karena hanya menjelaskan bertujuan untuk menolong pasien baik itu dari segi lingkungan ataupun fisik pasien itu sendiri. Namun penjelasan tersebut menurut peneliti semakin disempurnakan lagi dengan adanya penjelasan seperti yang dijelaskan oleh Videbeck (2008, h.123) ia menjelaskan bahwa komunikasi terapeutik digunakan untuk beberapa tujuan: a) Membangun hubungan terapeutik perawat dengan pasien. Berarti disini lebih menekankan pada bagaimana perawat tersebut bisa menjaga hubungan baik untuk memperlancar proses penyembuhan terutama dengan komunikasi yang digunakan. b) Mengidentifikasi masalah klien tepat pada waktunya (tujuan berpusat pada klien/pasien). Dapat dipahami disini adalah perawat dapat mengetahui masalah dan cepat dan tepat dengan pasien. c) Mengkaji persepsi klien/pasien tentang masalah saat pasien terbuka dalam menceritakan peristiwa tersebut. Dapat dipahami disini lebih menekankan pada pihak perawat sebagai pengamat dan pengambil kesimpulan atas apa yang diungkapkan pasien. d) Mengenali kebutuhan mendasar klien/pasien. Pengertian ini menekankan pada cara perawat menghadapi pemecahan masalah dengan pasien. e) Memandu klien/pasien dalam mengidentifikasi cara pencapaian solusi yang memuaskan dan dapat diterima oleh pasien. Perawat disini lebih sebagai pengontrol dan pemberi jalan keluar untuk masalah pasien.

Tahapan dalam Komunikasi Terapeutik

Berikut adalah tahapan-tahapan interaksi perawat-pasien dalam komunikasi terapeutik menurut (Machfoedz, 2009, h. 107), a. Tahap pra-interaksi: pada tahap ini merupakan kegiatan yang dilakukan meliputi mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fabtasi dan ketakutan klien, membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu dan tempat). Jadi dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pra-interaksi dimaksudkan untuk perawat melakukan persiapan sebelum melakukan pertemuan dengan pasiennya. b.

Tahap orientasi: pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi memberikan salam, menyapa dan tersenyum pada klien, memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama panggilan kesukaan pasien, menjelaskan tanggung jawab dari perawat terhadap pasien, menjelaskan peran perawat dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan. c. Tahap kerja: Kegiatan yang dilakukan meliputi perawat bertanya, memberi kesempatan pada klien/pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama atau keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. d. Tahap terminasi: Kegiatan yang dilakukan meliputi menyimpulkan hasil kegiatan (evaluasi hasil dan proses), memberikan dorongan positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik) dan mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik.

Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Didalam komunikasi terapeutik yang akan dilakukan oleh perawat tentunya terdapat tiga hal yang menjadi karakteristik dari komunikasi terapeutik. Menurut Arwani (2002, h. 54), karakteristik tersebut yaitu:

1. Warmth(kehangatan)

Diharapkan melalui adannya sikap kehangatan oleh seorang perawat diharapkan supaya perawat dapat mempengaruhi atau mengajak seorang klien/pasien dapat mengungkapkan ide-ide yang ada dalam pikirannya tanpa ada rasa takut. Sekaligus

dapat mengajak pasien untuk

mengekspresikan apa saja yang sedang dirasakannya didalam bentuk perbuatan atau ucapan dengan lebih mendalam.

2. Genuiness(keikhlasan)

(5)

perawat dapat mengetahui mengenai perasaan, nilai, dan sikap yang dimiliki terhadap kondisi seorang klien/pasien. Jadi dapat dipahami oleh peneliti disini ialah seorang perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasiennya seharusnya dapat mengerti dan menerima perasaan baik atau buruk yang dimiliki oleh pasiennya.

3. Empathy(empati)

Empati dapat dikatakan sebagai suatu perasaan seseorang perawat terhadap sikap atau rasa “pemahaman” dan “penerimaan” terhadap apa yang sedang dirasakan oleh seorang pasien, dan selain itu dapat disebut sebagai suatu kemampuan perawat didalam merasakan dunia pribadi seorang pasien atau merasakan perasaan yang sedang dialami pasiennya.

KOMUNIKASI VERBAL

Seperti yang telah dibahas dalam penjelasan komunikasi interpersonal sebelumnya, bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan dengan seseorang secara tatap muka dengan bentuk verbal maupun nonverbal dan mendapatkan respon secara langsung. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa bentuk komunikasi verbal dan nonverbal adalah satu kesatuan dari bagian komunikasi interpersonal. Menurut peneliti komunikasi verbal adalah bentuk yang paling umum digunakan dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Deddy Mulyana di dalam bukunya Ilmu Komunikasi, bahwa bahasa verbal itu merupakan sarana utama yang menyatakan suatu pikiran, perasaan, dan maksud seseorang. Menurutnya bahasa verbal

menggunakan kata-kata yang

mempresentasikan berbagai aspek realitas individual seseorang (Mulyana, 2005, h.238). Dari penjelasan tersebut berarti bahasa verbal disini lebih menekankan pada suatu bentuk sarana untuk menggungkapkan perasaan atau pikiran seseorang.

Dari pengertian diatas menurut peneliti sudah cukup menjelaskan mengenai

apa yang dimaksud dengan bahasa atau komunikasi verbal, namun pengertian yang telah diungkapkan oleh Mulyana diatas berbeda dengan yang diungkapkan oleh Hocket dalam (DeVito, 1997, h.119) bahasa atau komunikasi verbal dapat diaplikasikan dalam bentuk berbicara (lisan) ataupun bentuk tulisan. Disini ia lebih mendefinisikan komunikasi verbal merupakan komunikasi menggunakan bahasa dapat diibaratkan sebagai kode atau sistem simbol yang kemudian digunakan untuk membentuk pesan atau bahasa verbal. Bahasa sebagai sistem produktif yang dapat dialih-alihkan dan terdiri atas simbol-simbol yang cepat lenyap, bermakna bebas, dan dipancarkan secara kultural. Pengertian ini lebih menekankan suatu simbol yang diproduksi untuk membentuk pesan yang akan diungkapkan untuk mewakili perasaan.

Dengan beberapa pendapat yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli ilmuan diatas, peneliti dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah proses komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mengungkapkan perasaan dengan cara menggunakan cara tertulis atau kata-kata secara lisan, ucapan atau perkataan, gambar. Termasuk hampir semua aktivitas berbicara yang kita lakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain adalah termasuk dalam pesan verbal.

Komunikasi Nonverbal

(6)

Menurut peneliti dari penjelasan diatas sudah menggambarkan mengenai komunikasi nonverbal, tetapi peneliti lebih melihat bahwa definisi yang diungkapkan oleh Mulyana (2005, h.312), lebih memperjelas lagi karena menurutnya secara sederhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata yang terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal

Berdasarkan analisis Edward T.Hall dan Bridstell (Liliweri, 2003, h.193) pesan nonverbal dibagi atau digolongkan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah Kinesik,

Paralinguistik, Proxemics, Haptics, Olfaction,

Physicalappearance, dan Cronomics.

Berikut ini merupakan penjelasan klasifikasi pesan nonverbal menurut Liliweri (2003, h. 193).

1. Kinesik

Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kaki dan juga simbolik. Dalam bahasa nonverbal ada beberapa jenis kinesik, yaitu :

a. Ekspresi Wajah

Berbagai penelitian menjelaskan bahwa emosi dapat ditunjukan melalui ekspresi wajah, karena wajah dianggap sangat kuat menampilkan “keadaan dalam” apa yang sebenarnya terjadi seperti ekspresi menyatakan senang, surprise, takut, muak, menolak ataupun jijik.

b. Mata atau Pandangan

Cara pandang mata merupakan komunikasi nonverbal yang ditampilkan bersama ekspresi wajah. Tak heran kalau biasanya orang banyak yang mengerakan alis mata naik turun pada saat berbicara. Pandangan mata seringkali juga ditafsirkan sebagai pernyataan keseriusan, melamun, menggoda, genit, yang

semuanya harus ditafsir dalam konteks budaya.

c. Isyarat Tangan

Kita sering menjumpai pada saat kita mengucapkan sesuatu dibarengi dengan isyarat tangan. Isyarat tangan disini diartikan untuk memperteguh pesan verbal agar lebih jelas.

d. Postur Tubuh

Postur tubuh mempengaruhi citra diri. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara fisik dan karakter atau tempramen. Sebagian anggapan mengenai bentuk tubuh dan karakter yang dihubungkannya mungkin sekedar stereotip.

2. Sentuhan (Haptics)

Menurut Mulyana (2003: 336), terdapat lima kategori sentuhan dari yang impersonal hingga personal yaitu:

a. Fungsional-profesional

Sentuhan yang bersifat “dingin”, berorientasi bisnis. Misalkan seorang pelayan toko memberikan pelayanan dengan pembeli pada saat memilih baju.

b. Sosial sopan

Perilaku dalam situasi ini menggambarkan untuk memperteguh pengharapan. Misalnya berjabat tangan.

c. Persahabatan-kehangatan

Sentuhan yang menandakan hubungan yang akrab. Misalkan berpelukan pada saat teman sedih ataupun kangen karena sudah lama tidak bertemu dengan teman dekat.

d. Cinta-keintiman

(7)

e. Rangsangan seksual

Kategori ini lebih berkaitan dengan seksual. Misalnya rangsangan seksual tidak selalu bersifat keintiman. Seperti makna pesan verbal makna pesan nonverbal termasuk sentuhan, bukan hanya pada budaya melainkan tergantung pada konteksnya.

3. Parabahasa (paralanguage)

Merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat dipahami. Misalkan, kecepatan dalam berbicara, nada suara tinggi atau rendah, intensitas volume suara, suara siulan, erangan, gerutuan, desahan dan lain sebagainya. Karakteristik suara ini mengkomunikasikan fikiran kita, seperti suara erangan bisa diartikan kesakitan, suara terengah-engah menandakan kelelahan dan lain sebagainya. Terkadang kita bosan mendengarkan pembicaraan orang bukan karena isi pembicaraannya, melainkan cara menyampaikannya yang lamban dan monoton.

4. Penampilan Fisik (Physical Appearance)

Setiap orang mempunyai persepsi terhadap penampilan fisik baik itu dalam berbusana, warna busana, model busana, dan

acessoris lainnya yang dipakai seperti, kacamata, tas, jam tangan, kalung, tindik atau anting-anting dan lain sebagainya. Beberapa orang mempunyai pandangan mengenai cara berpakaian seseorang menggambarkan kepribadiannya, apakah orang tersebut baik, berandalan, religius dan lain sebagainya.

5. Bau-bauan (Olfaction)

Bau wewangian terutama yang menyenangkan seperti parfum telah lama digunakan orang untuk menyampaikan pesan. Seperti yang yang dilakukan oleh hewan yang dimana hewan tersebut menggunakan bau-bauannya untuk menarik lawan jenis ataupun untuk mengetahui kedatangan musuh. Bau parfum yang digunakan oleh seseorang dapat menyampaikan pesan bahwa orang tersebut dari kalangan kelas atas ataupun kelas bawah, dengan membedakan parfum yang dipakainya.

Dari beberapa klasifikasi pesan nonverbal yang telah dijabarkan diatas peneliti dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa pesan nonverbal merupakan bentuk pesan yang bisa mewakili kepribadian kita, karakter kita, perasaan kita, dan lain sebagainya. Dengan pesan nonverbal tersebut kita bisa memperjelas komunikasi yang akan kita lakukan sehingga akan lebih mudah untuk dipahami.

6. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi

(proxemics)

Edward T.Hall merupakan antropolog yang menciptakan istilah proxemics sebagai studi mengenai persepsi manusia terhadap ruang (pribadi dan sosial), cara manusia menggunakan ruang, pengaruh ruang terhadap komunikasi (Mulyana, 2003, h. 356).

a. Sangat dekat

Jarak 0-6 inchi. Dengan jarak tersebut tersebut hanya diakses oleh beberapa orang. Misalkan anak-anak, yang dimana kita tidak merasa keberatan apabila bersentuhan dengan mereka.

b. Dekat

Jarak antara 6-8 inchi. Jarak tersebut dilakukan oleh orang yang paling penting. Misalnya seperti orang tua, dokter, kekasih, sahabat atau teman dekat. Apabila ada orang asing, orang yang tidak kita sukai atau yang belum kita kenal dengan dekat menerobos masuk ruangan ini, secara tidak langsung kita akan merasa tidak nyaman.

c. Personal

(8)

d. Sosial

Jarak antara 4 – 12 kaki. Orang yang belum atau kurang familiar terhadap kita namun harus berinteraksi denga kita. Seperti pada saat berinteraksi dengan penjual, pedagang, ataupun karyawan toko.

e. Publik

Jarak antara 12 kaki atau lebih. Apabila kita berbicara atau berinteraksi dengan sekelompok orang dalam suatu acara yang resmi, jarak ini dapat dianggap sebagai jarak yang bisa diterima dari barisan yang paling depan. Dalam jarak ini biasanya tidak terjadi interaksi sosial dalam zona ini (Borg, 2009, h.289-294).

7. Waktu (chronemics)

Menurut Mulyana (2005, h. 366-367) Waktu menentukan hubungan interaksi antar manusia. Kronemika (chronemics) ialah studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan. Edward T.Hall membedakan konsep waktu menjadi dua, yaitu waktu Monokronik (M) dan Polikronik (P).

KETERKAITAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK & KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau direncana untuk tujuan terapi dan kegiatan tersebut dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien/pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi tersebut (Machfoedz, 2009, h. 99). Pengertian ini menekankan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi khusus yang digunakan oleh perawat khususnya pada bidang kesehatan seperti pada bidang keperawatan yang ada di dalam Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur. Komunikasi terapeutik ditujukan untuk menolong pasien ketika pasien menghadapi masalahnya.

Dari pengertian yang dijelaskan oleh Machfoedz tersebut mengenai komunikasi terapeutik adalah komunikasi khusus yang

digunakan untuk bidang kesehatan. Sementara itu, Kozier,B., dkk (2010, h. 581) menjelaskan bahwa komunikasi terapeutik adalah meningkatkan pemahaman dan dapat membantu membina hubungan yang konstruktif antara perawat dan klien/pasien. Tidak seperti hubungan sosial, yang mungkin tidak memiliki tujuan dan arah yang spesifik, sedangkan hubungan terapeutik diarahkan pada klien/pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Dapat dipahami disini bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang benar-benar terencana dan tujuan komunikasi yang dilakukan sangat jelas yaitu diperuntukan untuk menolong seorang pasien. Berbeda dengan pengertian yang dijelaskan oleh Videbeck disini ia lebih menerangkan bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung, perawat berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi yang efektif antara perawat dan klien (Videbeck, 2008, h.123). Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa pada komunikasi terapeutik juga melibatkan interaksi interpersonal yang dimana perawat disini lebih menekankan pada pertukaran informasi yang efektif.

Machfoedz (2009, h. 104) juga menambahkan bahwa hubungan antara perawat dengan pasien yang bersifat terapeutik diawali dengan komunikasi yang bersifat umum. Hubungan terapeutik dapat diidentifikasikan melalui tindakan yang diambil oleh perawat dan pasien yang dimulai dengan tindakan perawat, respon pasien, interaksi kedua pihak untuk mengkaji kebutuhan pasien dan tujuannya, serta transaksi timbal balik untuk mencapai tujuan hubungan.

KOMUNIKASI PERSUASIF

(9)

tujuan yang ditetapkan, sedangkan komunikasi persuasif adalah komunikasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain. Disini dapat dipahami bahwa persuasif ini lebih menekankan pada proses dan tujuan untuk mempengaruhi.

Dalam pemahaman peneliti sendiri pernyataan definisi di atas cukup menggambarkan mengenai apa sebenarnya yang disebut dengan persuasif, namun penjelasan tersebut berbeda dengan yang diungkapkan oleh Ilaihi (2010, h.125), ia menjelaskan bahwa persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, maupun perilaku. Istilah persuasif berasal dari kata latin “persuasio” yang berarti membujuk, merayu

atau mengajak. Persuasif dapat diartikan lebih luas sebagai proses yang mempengaruhi pendapat maupun tindakan orang lain dengan menggunakan manipulasi psikologis, sehingga

orang tersebut bertindak dengan

kehendaknya sendiri.

Komunikasi persuasif juga merupakan

suatu metode komunikator dalam

menyampaikan pesan. Dari definisi ini semakin memperjelas lagi dari definisi yang telah dijabarkan sebelumnya sebab yang diungkapkan Ilaihi ini menambahkan lebih

kepada metode komunikator dalam

menyampaikan pesan dan proses komunikasi yang dilakukan pun menggunakan teknik tersendiri seperti manipulasi psikologis untuk mempengaruhi tindakan. Penjelasan itupun semakin diperjelas dan dapat dipahami karena diperkuat dengan contoh yang diberikan oleh Malik (1994, h.166) yaitu, Mengajar merupakan salah satu contoh dari komunikasi persuasif yang dilakukan pengajar

kepada muridnya, dosen kepada

mahasiswanya. Mengajar juga salah satu bentuk pengaruh interpersonal yang diperuntukan untuk mengubah perilaku orang lain.

Selain itu Ritonga (2005, h. 15) mengungkapkan bahwa komunikasi persuasif ialah suatu komunikasi yang bertujuan untuk

mengubah ataupun mempengaruhi

kepercayaan, perilaku, dan sikap seseorang

sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seorang komunikator. Tujuan dari komunikasi persuasif ini adalah mengirimkan efek tertentu atau akibat yang terjadi pada seseorang yang menjadi sasaran. Menurut Sendjaja (dalam Ritonga, 2005, h. 15) akibat atau hasil dari komunikasi persuasif ini dapat mencakup tiga aspek, diantaranya:

1. Aspek kognitif, yaitu hal-hal yang

menyangkut kesadaran dan

pengetahuan. Misalkan menjadi sadar ataupun ingat, menjadi tahu dan kenal.

2. Aspek afektif, adalah menyangkut sikap atau perasaan, emosi. Misalkan sikap setuju, perasaan gembira, sedih, menyukai bahkan benci.

3. Aspek konatif, yaitu menyangkut perilaku atau tindakan. Misalkan berbuat seperti apa yang disarankan, ataupun berbuat sesuatu tidak seperti yang disarankan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi persuasif terdapat perubahan situasi dari orang lain. Sebagaimana dapat diketahui bahwa komunikasi persuasif merupakan komunikasi yang diperuntukan untuk mempengaruhi sikap, tindakan orang lain dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.

ANALISIS TRANSAKSIONAL MODEL PERMAINAN

Kondisi pasien yang mengalami gangguan kejiwaan menyebabkan para perawat menggunakan komunikasi terapeutik dalam mengajak para pasien melakukan aktivitas. Dalam melakukan komunikasi terapeutik ini para perawat bermain peran dengan pasien, adapun kondisi ini didebut komunikasi transaksional model permainan. Model permainan menurut Jalaluddin Rakhmat (2007, h. 123), model ini berasal dari psikiater

Eric Berne (1964, 1972) yang

(10)

play. Analisisnya dikenal sebagai analisis transaksional. Didalam model ini, orang-orang

berhubungan dalam bermacam-macam

permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga kepribadian manusia yaitu, Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak (Parent, Adult, Child). Orang Tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang Dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasannya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.

Didalam hubungan interpersonal, individu menampilkan salah satu aspek kepribadian individu (Orang Tua, Orang Dewasa, Anak), dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga. Misalkan, satu hari seorang individu sakit, seorang individu tersebut demam dan ingin meminta perhatian istri pada penderitaannya (ini kepribadian Anak). Istri menyadari rasa sakit individu tersebut, dan ia mau merawat seorang individu tersebut seperti seorang ibu (ini kepribadian Orang Tua). Hubungan interpersonal individu tersebut akan berlangsung baik. Transaksi yang terjadi bersifat komplementer. Bila istrinya tidak begitu menghiraukan penyakit individu tersebut dan memberi saran,”Pergilah ke dokter. Aku sudah bilang kamu kecapaian.” Yang terjadi adalah transaksi silang (Anak dibalas dengan Orang Dewasa).

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Dalam transaksional model permainan hal yang menjadikan suatu komunikasi menjadi efektif adalah kesamaan pemahaman tentang makna antara kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan. Teori Interaksionisme Simbolik menjelaskan kondisi ini. Interaksi simbolik menurut Mulyana (2003, h. 59) ialah suatu aktivitas yang merupakan

ciri khas manusia yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.

Menurut West and Turner (2008, h. 98) orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah komunitas.

Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes (1993) (dalam West and Turner, 2008, h. 98) mengatakan bahwa tujuh asumsi mendasari SI dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar:

TEMA

A. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia

B. Pentingnya Konsep Mengenai Diri

C. Hubungan Antara Individu dengan Masyarakat

ASUMSI

1. Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan Orang Lain pada Mereka.

2. Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia.

3. Makna Dimodifikasi melalui Sebuah Proses Interpretif.

4. Individu-individu Mengembangkan Konsep Diri melalui Interaksi dengan Orang lain

5. Konsep Diri Memberikan Sebuah Motif Penting untuk Berperilaku

6. Orang dan Kelompok-kelompok

Dipengaruhi oleh Proses Budaya dan Sosial.

(11)

A. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia

Teori interaksionis simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara orang-orang untuk menciptakan makna bahkan tujuan dari interaksi adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin. Menurut LaRossa dan Reitzes, tema ini mendukung tiga asumsi SI yang diambil dari karya Herbert Blumer (1969). Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan Orang Lain pada Mereka.

2. Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif

B. Pentingnya Konsep Mengenai Diri

Tema yang kedua pada SI berfokus pada pentingnya konsep diri (self-concept), atau seperangat persepsi yang relatif stabil yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan yaitu:

1. Individu-Individu Mengembangkan Konsep Diri Melalui Interaksi dengan Orang Lain.

2. Konsep Diri Memberikan Motif yang Penting untuk Perilaku.

C. Hubungan antara Individu dengan Masyarakat

Tema yang terakhir ini berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi ditengah untuk pertanyaan ini. Mereka mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan terhadap tema ini ialah:

1. Orang dan Kelompok Dipengaruhi oleh Proses Budaya dan Sosial

2. Struktur Sosial Dihasilkan Melalui Interaksi Sosial

JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2007, h. 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Moleong (2007, h. 6) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif.

TIPE PENELITIAN

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Moleong (2007, h. 56). Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang mempunyai langkah kerja untuk mendeskripsikan suatu objek dan fenomena-fenomena sosial terwujud dalam suatu tulisan yang bersifat naratif. Jadi yang dimaksud disini adalah data-data, fakta-fakta yang dihimpun dalam bentuk

kata-kata maupun gambar yang

menjelaskan mengenai hal apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian itu terjadi. Penelitian kualitatif deskriptif menjelaskan tentang fenomena yang terjadi pada

masa sekarang, berupa proses

pengumpulan data, analisis serta penafsiran data tersebut. Sedangkan Bungin (2007, h.68) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian

yang mempunyai tujuan untuk

(12)

permukaan sebagai karakter, ciri-ciri, tanda, model, maupun gambaran kondisi pada fenomena.

FOKUS PENELITIAN

Sugiyono (2011, h. 207)

mengungkapkan bahwa batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisikan pokok masalah yang bersifat umum. Penelitian ini difokuskan pada komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dalam mempersuasi pasiennya untuk melakukan aktivitas perawatan. Termasuk di dalamnya adalah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh perawat, hambatan-hambatan di dalam komunikasi tersebut, serta cara perawat dalam menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada.

SUMBER DATA

Data dalam penelitian kualitatif menurut Kriyantono (2006, h. 39) merupakan data dalam bentuk kata-kata, kalimat, maupun narasi yang berhubungan dengan karakteristik, kategorisasi berupa suatu pernyataan atau kata-kata. Sumber data menurut Sugiyono (2011, h.225), dibagi menjadi dua diantaranya ialah data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer sebagai sumber data, dikarenakan sudah dirasa cukup untuk menjawab ataupun memenuhi pertanyaan penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sumber data diperoleh secara langsung di tempat penelitian dari hasil wawancara serta hasil observasi yang dilakukan peneliti kepada para informan.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Menurut Kriyantono (2007, h. 91), metode pengumpulan data adalah cara-cara atau teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data. Untuk mendapatkan

informasi yang relevan, maka penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi yang melibatkan antara dua orang, yang diarahkan pada proses mengali atau memperoleh informasi dari seseorang dengan mengajukan suatu pertanyaan-pertanyaan berdasarkan dengan tujuan tertentu, pada suatu masalah tertentu yang berhubungan dengan masalah dan fokus penelitian (Mulyana, 2008, h. 180).

2. Teknik Observasi

Teknik observasi difokuskan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan suatu fenomena penelitian. Fenomena tersebut meliputi interaksi secara langsung dan percakapan yang terjadi diantara subjek yang sedang diteliti (Kriyantono, 2007, h. 106). Kegiatan yang diamati oleh peneliti adalah proses komunikasi terapeutik dan komunikasi interpersonal yang digunakan perawat dalam mempersuasi pasien untuk beraktivitas di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur, termasuk didalamnya seperti cara mempersuasi yang digunakan oleh perawat terhadap pasien, teknik perawat dalam menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada pada saat komunikasi berlangsung.

TEKNIK PEMILIHAN INFORMAN

Informan dalam penelitian ini dipilih menggunakan teknik purposive Sampling yaitu, teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang diterapkan secara sengaja oleh peneliti (Sugiyono, 2011, h. 218). Selain itu, Kriyantono (2006, h.159) menjelaskan bahwa purposive sampling

(13)

riset penelitian kualitatif sering menggunakan teknik ini dalam riset observasi atau wawancara.

Informan yang dipilih oleh peneliti disini adalah perawat Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Kriteria informan yang dipilih oleh peneliti di sini adalah sebagai berikut :

1. Perawat laki-laki atau perempuan yang telah bekerja minimal 2 tahun di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur. Peneliti menentukan kriteria ini karena dengan perawat yang telah bekerja selama 2 tahun di Rumah Sakit Jiwa Menur sudah memiliki pengalaman yang cukup dalam proses

perawatan terutama dalam

mempersuasi pasiennya untuk

melakukan aktivitas perawatan.

2. Perawat yang mempunyai kedekatan yang lebih dengan pasiennya. Menurut peneliti sendiri seorang perawat yang memiliki kedekatan

dengan pasiennya maka akan

memudahkan peneliti untuk melakukan observasi pada saat penelitian. Kedekatan lebih disini adalah pasien yang memang benar-benar ditangani oleh perawat yang akan menjadi informan peneliti.

3. Perawat yang bersedia memberikan keterangan dan informasi kepada peneliti yang terkait dengan penelitian ini.

TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2012, h. 244) analisis data adalah proses mencari serta menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga mudah

dipahami dan hasilnya temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Lebih lanjut, Bogdan & Biklen (1982) (dalam Moleong 2005, h. 248), mengungkapkan bahwa analisis data dilakukan dengan menggunakan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya untuk menjadi satuan yang kemudian dapat dikelola, mensintesiskannya, kemudian mencari dan menemukan polanya, menemukan hal apa yang penting dan yang dapat dipelajari kemudian membuat suatu kesimpulan supaya lebih mudah untuk dipahami.

Tahapan analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum terjun ke lapangan, selama di lapangan, hingga berlangsung terus-menerus sampai berakhirnya penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif analisis data lebih difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono, 2012, h. 245). Menurut Moleong (2005, h.247) proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah data data dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah selanjutnya dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi dan menyusun dalam satuan-satuan (klasifikasi kategori).

(14)

data (Data display), Conclusion Drawing/Verification.

KEABSAHAN DATA

Peneliti disini menggunakan metode triangulasi dalam menyelidiki keabsahan data yang diteliti atau diperoleh. Sugiyono (2008, h. 85) menjelaskan, bahwa tujuan triangulasi adalah bukan untuk mencari kebenaran, melainkan pada peningkatan pemahaman peneliti dengan apa yang telah ditemukan. Denzin (dalam Moleong, 2009, h.330) membedakan

empat macam triangulasi yang

bermanfaat guna memeriksa data dengan penggunaan sumber, teori, metode, dan penyidik

Di sini peneliti telah menentukan triangulasi metode yang artinya dengan cara melakukan cross check data terhadap sumber data yang sama dengan cara atau teknik pengambilan yang berbeda. Dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui wawancara akan diperiksa dengan data-data yang diperoleh melalui observasi terhadap sumber data atau informan. Peneliti disini memilih triangulasi metode dengan maksud untuk melihat atau melakukan cross check terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komunikasi Terapeutik yang diamati yang Dilakukan oleh para Perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur :

1. Aktivitas Mandi 2. Aktivitas Makan 3. Aktivitas Olahraga 4. Aktivutas Minum Obat

ANALISIS DATA

Komunikasi Terapeutik sebagai Teknik Mempersuasi Perawat Rumah Sakit Jiwa Menur

Komunikasi yang digunakan para perawat pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur adalah komunikasi terapeutik, karena

sesuai dengan pernyataan

Machfoedz (2009, h.99) tentang

komunikasi terapeutik. Beliau

menyebutkan bahwa komunikasi

terapeutik dilakukan atau direncanakan untuk tujuan terapi dan kegiatan tersebut dipusatkan untuk kesembuhan pasien, seorang penolong atau perawat dapat m embantu klien mengatasi masalah yang dih adapinya melalui komunikasi tersebut. Analisis data mengenai hal tersebut peneliti temukan dalam proses komunikasi para perawat kepada pasien dalam semua aktivitas dalam penyajian data yang termasuk pada tahapan komunikasi terapeutik yang dikemukakan oleh Machfoedz (2009, h. 107).

a. Tahap pra-interaksi

Tahap ini merupakan kegiatan yang dilakukan meliputi mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri, membuatrencana pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu dan tempat). Hal ini terjadi pada proses komunikasi yang dilakukan para perawat pada masing-masing pasiennya:

Perawat Habib dan pasien Riska

Pada saat akan mengajak mandi pasiennya, perawat Habib menyusun rencana apa yang akan dilakukannya ketika akan menemui pasiennya, menentukan aktivitas apayang akan

dilakukan, hingga mempelajari

(15)

pasien untuk melakukan komunikasi dan mengajak beraktivitas pasiennya. Hal

demikian menggambarkan bahwa

perawat Habib melakukan persiapan diri ketika akan menemui pasiennya.

b. Tahap Orientasi

Kegiatan dalam tahap ini meliputi

memberikan salam, menyapa dan

tersenyum pada klien, memperkenalkan

nama perawat, menanyakan nama

panggilan kesukaan pasien, menjelaskan tanggung jawab dari perawat terhadap pasien, menjelaskan peran perawat dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini dilakukan oleh semua perawat pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur, kecuali

membahas masalah waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan. Berikut ini merupakan contoh kronologis percakapan atau komunikasi yang telah dilakukan oleh para perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur dengan pasiennya.

1. Perawat Anita dan pasien Roni Perawat Anita kemudian menyapa pasiennya dengan intonasi suara yang sedikit pelan,

“Selamat pagi paaak... perkenalkan nama saya suster Anita.. Saya akan merawat bapak hari ini... Kalau boleh saya tahu nama bapak siapa yaaa?? (mengulurkan tangan perawat Anita kepada pasien sambil memberikan senyuman kepada pasien Roni

menunjukan sikap yang ramah dan sikap terbuka)”.

Ketika itu pasien hanya memandang wajah perawat Anita dengan tatapan sinis dan merespon pertanyaan perawat Anita dengan jawaban “lapoo

mrene..ngaleh-ngaleh males ambek koen, lapo koen iku mrene minggato (kenapa kesini..pergi-pergi malas sama kamu, kenapa kamu itu kesini pergi

kamuu..)”.

Mel ihat respon pasien yang tiba-tiba emosi tersebut, perawat Anita mencoba untuk mendekati pasien kembali dengan mengulurkan tangannya dan

memberikan senyuman serta pandangan matanya kepada pasien sambil berkata,” kenalan disek wes pak.. aku suster Anita pak... aku sing bakal ngerawat sampeyan nang kene..njeeh... bapak gak usah wedi pak..bapak nang kene bakal gak diapak-apakno kok njehh pak.. (sambil tersenyum ramah)..bapak nang kene iku kurang sehat kondisine.. jadi bapak dirawat nang kene iku supoyo bapak cepet pulih..(dengan intonasi suara pelan, kemudian perawat memandang mata pasien dan sedikit tersenyum) lha aku iki suster Anita sebagai perawate bapak nang Rumah Sakit Menur iki (sambil meletakan telapak tangan ke bagian dada)..opo ae sing dibutuhno bapak nang kene ngomong nang suster Anita.. suster Anita sing bakalan njogo bapak ngeeh aah..(kenalan dulu deh kalau begitu pak.. saya suster Anita pak.. saya yang akan merawat anda disini..yaah.. bapak tidak usah takut pak.. bapak disini tidak akan diapa-apain kok yaah pak..bapak dibawa kesini itu karena kurang sehat kondisinya..jadi bapak dirawat disini itu supaya bapak cepet pulih.. saya adalah suster Anita sebagai suster yang merawat bapak di Rumah Sakit Menur ini.. apa saja yang diperlukan oleh bapak bisa ngomong kepada saya suster Anita (menunjukan siap untuk membantu).. suster Anita lah yang akan menjaga bapak yaah..)”. (Sumber: Observasi pada tanggal 11 Februari 2014).

.

c. Tahap kerja

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi perawat bertanya, memberi kesempatan pada klien/pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama atau keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan sesuai dengan rencana. Sama dengan tahap-tahap sebelumnya, hal-hal yang dilakukan pada tahap ini dilakukan oleh semua perawat pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur tidak terkecuali.

d. Tahap Terminasi

(16)

yang dilakukan oleh para perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur.Berikut contoh kronologis percakapan atau komunikasi yang telah dilakukan oleh para perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur dengan pasiennya.

1. Perawat Diana dan pasien Karno Setelah selesai melakukan aktivitas olahraga, perawat Diana berkata,” gimana rasannya masnyaa..?? masih males dan kesal gak..(dengan menatap mata pasien dan tersenyum)?? Pasien menjawab, enggak sus

(menggelengkan kepala dan

tersenyum)..nahh..supaya masnya gak gampang kesal lagi dan tenang hatinnya..terus supaya gak malas lagi badannya masnnya.. coba buat berolahraga yaa masnnya ya..(dengan suara pelan) gakboleh tambah males-malesan yaa.. nanti dirumah..iyaaa masnya yaa (menganggukan kepala sambil menyodorkan jempol tangan)?? kalau males-malesan nanti masnnya gak bisa jagain ibuknya gimana?? Hayoo?? Mas gak mau kan kalau ibuknya disakiti orang??”.

Pasien menjawab,”yoo ojok sus..ojok”..”. nahh..berarti masnnya kalau gitu gak boleh males malesan dirumah nanti supaya tenang dan gak kesel hatinnya.. kalau males-malesan gak mau ngapa-ngapain nanti masnnya dibawa kesini lagi..terus gak bisa jaga ibuk dong??mau dibawa kesini lagi??hayoo??(tersenyum dan menunjukan jari telunjuk kearah pasien)”. Pasien menjawab dengan anggukan kepala dan berkata,”iyaa..sus aku jaga ibuk dan gak boleh malesan sus yaa..(sambil menepuk-nepuk pelan dada)”. (Sumber: Observasi pada tanggal 17 Februari 2014).

2. Perawat Yeni dan pasien Fina Perawat Yeni berkata,”nah..gitu dong..sekarang suaranya kan sudah gak ada..nanti kalau waktunya minum obat lagi..mbak Fina harus mau nurut minum obat lagi..okee (menyodorkan jempol didepan pasien)”. Pasien tersenyum. Perawat Yeni kemudian berkata,”nah..gitu dong..itu namanya mbak Fina memang pinter kalau mau minum obatnya nurut..yaudah saya tinggal dulu..yaa..jangan lupa..nanti siang pukul 13.00 kalau saya kembali dan minum obat lagi harus minum obat supaya dibilang pinter (tersenyum) okee..?? setuju?? (menyodorkan tangan untuk mengajak pasien berjabat tangan)”. Pasien Fina kemudian tersenyum dambil berkata,”iyaa suster”.

(menjabat tangan perawat Yeni)”. (Sumber: Observasi pada tanggal 19 Maret 2014).

Dari keempat tahap yang dilakukan oleh para perawat dalam berkomunikasi dengan pasiennya memenuhi tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto (1994) (dalam Yanti, 2007, h.11) yang menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik mempunyai tujuan yaitu menolong pasien guna memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya dengan hal yang diperlukan atau dibutuhkan, untuk mengurangi keraguan, membantu di dalam hal mengambil suatu tindakan yang efektif dan mempengaruhi orang lain, baik lingkungan fisik maupun dirinya sendiri. Hal tersebut dapat terlihat ketika perawat melakukan proses pengenalan dengan pasiennya, dalam pengenalan perawat tersebut seperti menyebutkan namanya, posisi dirinya sebagai perawat, dan tugasnya sebagai seorang perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur. Semua itu dilakukan oleh para perawat untuk membangun rasa percaya pasiennya, kemudian pasien bersedia untuk mengungkapkan perasaannya yang pada akhirnya dikarenakan kepercayaan pasien tersebut dapat mempermudah perawat untuk melakukan proses mempersuasi sesuai dengan apa yang direncanakan perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur. Selain itu, merujuk pada definisi komunikasi terapeutik sendiri menurut Machfoedz (2009, h. 99) sebagaimana ia mengungkapkan bahwa, komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan atau direncana untuk tujuan terapi dan kegiatan tersebut dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Seorang penolong atau perawat dapat membantu

klien mengatasi masalah yang

(17)

Pengertian ini menekankan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dengan tujuan terapi yang disesuaikan dengan permasalahan pasien. Hal demikian juga didukung dengan kutipan wawancara perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur sebagai berikut.

“saya melakukan komunikasi dengan pasien saya ya saya sesuaikan dengan masalahnya si pasien itu.. setiap omongan yang saya ucapkan itu mengandung unsur terapi. Setiap saya ngomong itu ada maksudnya sendiri masnya.”.(Sumber: hasil wawancara dengan Ibu.Diana selaku perawat RSJ, pada tanggal 20 Januari 2014).

“Omongan saya, cara saya membujuk pasien buat aktivitas itu saya lihat dari masalahnya pasien..dari situ saya bisa tau harus ngomong apa ke pasien..jadi gak asal ngomong saja..yang saya omongkan itu ya ada maksud tujuannya..kan memang dari komunikasi yang lebih mendominasi buat perawatan pasien. jadi dilihat masalahnya pasien terus saya sesuaikan saya ngomongnya kayak gimana”.(Sumber: Hasil wawancara peneliti dengan perawat Anita, 23 Januari 2014)

“yaa buat saya ngomong sama pasien ya tujuannya buat menolong dia ngelakuin aktivitas perawatan ya dekk..apa saja yang saya omongkan itu ya tujuannya buat ngajak dia ngelakuin aktivitas tapi ya harus disesuaikan dengan masalahnya pasien dulu..jadi gimana cara saya ngomong buat bujuk pasien yang gak mau ngelakuin aktivitas itu..”. (Sumber: hasil wawancara dengan Pak. Habib selaku perawat RSJ, pada tanggal 24 Januari 2014).

“saya sesuaikan sama kondisi masalahnya pasien itu mas.. kalau pasien marah saya sesuaikan, pasien sedih saya sesuaikan, pasien kurang percaya diri saya juga sesuaikan, pasien malu juga disesuaikan. Tergantung cara perawat ngomongnya saja..kalau sedih saya bujuk atau dukung, kalau malu atau kurang percaya diri ya saya besarkan hatinya, dimotivasi supaya gak malu”. (Sumber: hasil wawancara dengan Ibu Yeniselaku perawat RSJ, pada tanggal 29 Januari 2014).

Melalui kutipan wawancara dari perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur tersebut dapat diketahui bahwa perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur melakukan komunikasi yang mempunyai maksud tersendiri, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh para perawat mempunyai tujuan dan

mengandung unsur terapi didalamnya dimana komunikasi tersebut disesuaikan dengan permasalahan yang sedang dialami oleh pasiennya. Seperti pasien yang sedang sedih mereka berkomunikasi untuk memberikan dukungan supaya pasien tidak sedih, ketika pasien kurang percaya diri mereka memotivasi pasien supaya lebih percaya diri. Berikut ini merupakan contoh kronologis percakapan atau komunikasi yang telah dilakukan oleh para perawat di Rumah sakit Jiwa Menur dengan pasiennya.

Perawat Habib dan pasien Riska Perawat Habib berkata,”kalau

mbaknnya kepingin punya temen

banyak..mbaknnya harus mau mandi..iya kan..??

kan kalau mau mandi

nanti jadi cantik trus bau badannya jadi

wangii..??(tersenyum)”. Pasien

menjawab,”wangi..wangi yaa..wangii (suara

terbatah-batah)”. Perawat Habib

berkata,”iyaa..dong..nanti wangi kayak pak Habib gini kan..bau wangii..soalnnya pak Habib rajin mandi..(menarik-narik bagian baju dan

tersenyum)”. Perawat Habib

berkata,”mbak Riska harus

tunjukan..kasitau..sama temennya kalau mbak Riska itu cantik dan wangi ke temen-temennya..nanti pasti temen-temennya mau

berteman sama mbak..”. Pasien

menganggukan kepala. Perawat Habib berkata,”nahh..berarti mbak Riska harus mandi..supaya bisa nunjukin ke temennya kalau mbak Riska itu gak jelek..kan sudah mandi..pasti nanti banyak yang mau berteman sama mbaknnya..iyaa..mbak yaaa??(suara pelan sambil menganggukan kepala)”. (Sumber: observasi pada tanggal 25 Februari 2014).

(18)

teman dan tidak bersedia untuk keluar kamar. Perawat Habib memotivasi pasiennya untuk bersedia melakukan aktivitas mandi supaya terlihat cantik dan bersih yang pada akhirnya akan banyak teman yang mau berteman dengan pasien Riska. Secara tidak langsung pesan yang mengandung unsur motivasi tersebut memberikan efek terapi secara psikologis terhadap pasien Riska supaya pasien termotivasi untuk bersedia mandi karena ingin mempunyai teman.

Penjelasan di atas menjelaskan bagaimana data yang didapatkan oleh peneliti menjawab bahwa para perawat menggunakan komunikasi terapeutik pada pasien di Rumah Sakit Jiwa Menur dan cara mereka berkomunikasi disesuaikan dengan kondisi permasalahan pasien. Dijelaskan juga pada tahap-tahap para perawat akan mengajak para pasien untuk beraktivitas. Adapun terdapat beberapa karakteristik sikap yang digunakan para perawat pada saat berkomunikasi dengan pasien. Adapun hal-hal yang merupakan karakteristik komunikasi terapeutik menurut Arwani (2002, h. 54).

1. Warmth (kehangatan)

Kehangatan oleh seorang perawat diharapkan supaya perawat dapat mempengaruhi atau mengajak seorang klien/pasien dapat mengungkapkan ide-ide yang ada dalam pikirannya tanpa ada rasa takut. Sekaligus dapat mengajak pasien untuk mengekspresikan apa saja yang sedang dirasakannya didalam bentuk perbuatan atau ucapan dengan lebih mendalam.

2. Genuiness (keikhlasan)

Ketika seorang perawat akan membantu klien/pasien disarankan agar seorang perawat dapat mengetahui mengenai perasaan, nilai, dan sikap yang dimiliki terhadap kondisi seorang

klien/pasien. Jadi dapat dipahami oleh peneliti disini ialah seorang perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasiennya seharusnya dapat mengerti dan menerima perasaan baik atau buruk yang dimiliki oleh pasiennya.

3. Empathy (empati)

Empati dapat dikatakan sebagai suatu perasaan seseorang perawat terhadap sikap atau rasa “pemahaman” dan “penerimaan” terhadap apa yang sedang dirasakan oleh seorang pasien, dan selain itu dapat disebut sebagai suatu kemampuan perawat didalam merasakan dunia pribadi seorang pasien atau merasakan perasaan yang sedang dialami pasiennya.

Perawat Anita dan pasien Roni

Pada saat mengajak makan pasien Roni, perawat Anita memunculkan ketiga karakteristik komunikasi terapeutik, beberapa diantaranya:

Warmth

Pasien Roni hanya melihat perawat Anita dan hanya mengeluarkan suara “hmmm” (tetap memandang perawat Anita). Perawat Anita juga tetap memandang dan memberikan senyuman kepada pasien sambil berucap, ”iyoo..teros..? yo’opo-yo’opo.. (iyaa..terus..? gimana-gimana..)”. pasien Roni tiba-tiba mulai menjawab,” biyen nek aku ngelatih dadi angkatan darat iku disiplin, kudu greget..kate budal iku aku nyepakno kabeh..klambi seragam tak gawe iku ketok gagah ngunu..iyo wes ngunu (waktu dulu kalau saya melatih jadi angkatan darat itu disiplin, harus semangat.. kalau mau berangkat saya bersiap-siap dulu semuanya..baju seragam saya pakai itu kelihatan gagah gitu..iya

begitulah )”.

Melihat pasien yang mulai bercerita, perawat Anita tetap mendengarkan sambil

sedikit menganggukan kepalanya

(19)

(sambil menganggukan kepala) terus pak Roni mau lapo kok males ngunu pak.. jarene kudu greget ambek disiplin iyoo kan..? (ohh begitu ya pak..sepertinya bapak waktu itu gagah dan semangat ya pak..berarti bapak dulu kalau mau melatih angkatan darat itu disiplin dan harus semangat ya pak?? siap-siap memakai seragam dulu pak?? lalu pak Roni tadi mengapa kok malas begitu

pak..katanya harus semangat dan disiplin iyaa kan”.

pasien Roni menjawab,” hmmm (sambil tetap

menatap mata perawat Anita)”. (Sumber:

observasi pada tanggal 11 Februari 2014).

Genuines

Perawat Anita kembali bertanya kepada pasien,” heyy..bapak Roni sedang apa ini..(dengan intonasi suara pelan dan lambat sambil memegang pundak pasien) kok diam saja..? pak Roni hari ini mau ngapain sih (mengangkat alis dan tersenyum)??”. Pasien Roni menjawab,” males”.

Perawat Anita menjawab,” lhoo..hayoo kok males begitu kenapa bapak?? Apa yang dirasain sama bapak saat ini..?? mungkin saya bisa bantu bapak.??.”. Pasien hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tidak melihat perawat Anita sama sekali..kemudian perawat Anita mendekati pasien dan duduk disamping tempat duduk pasien dan berkata,”Bapak kalau ada masalah bisa cerita

sama saya bapakkk (sedikit menundukan kepala dan menatap mata pasien)..kan saya ini perawatnya bapak disini..yang merawat bapak..”. (Sumber: observasi pada tanggal 11 Februari 2014).

Empathy

Pasien Roni menjawab”. Arek iku pisan gak ngerti nek aku males kok.. mangkel rasane atiku ngene iki..(sambil menangis dan memandang mata perawat Anita) kudu tak kaplok ae arek iku..(anak itu juga tidak mengerti kalau saya malas kok.. jengkel rasanya hatiku kalau begini..rasanya ingin saya pukul

saja anak itu)”.Sambil mengerutkan dahinya

dan menatap mata pasien perawat Anita berkata,” Iyoo..aku ngerti kok bapak.. nek bapak jek males.. aku ngerti perasaane bapak saiki.. kan onok suster Anita sing ngerti perasaane bapak.. yowes ojo sedih yoo..(iyaa..saya mengerti kok bapak..kalau bapak lagi males..saya ngerti perasaan bapak saat ini..kan ada suster Anita yang ngerti

perasaan bapak..yaudah jangan sedih yaa..)”. (Sumber: observasi pada tanggal 11 Februari 2014).

Sebagai perawat, perawat Anita

memaklumi dengan apapun yang

dilakukan pasien karena dari perilaku pasien tersebut, perawat dapat merencanakan atau mengetahui sikap apayang harus dilakukan selanjutnya. Hal ini diungkapkan sendiri oleh perawat Anita.

“saya mestinya ya bisa maklum ya mas..mereka kan terganggu jiwannya ya saya harus ngerti itu..kalau perasaan tidak nyaman ya sering mas..misalnya saja saya dibentak-bentak gitu ya gak enak mas..tapi ya emang seperti itu pasiennya..saya bisa maklum itu..gak pernah masukin dalam hati mas..biasa saja”.supaya pasien dan suasana komunikasi saya nyaman..saya juga harus memperhatikan sikap saya mas..saya jaga sikap saya mas..seandainya saya sedang kesal atau merasa tidak nyaman dengan perlakuan pasien sama saya ya saya tetap menjaga sikap saya itu mas..tidak menunjukan rasa kesal saya didepan pasien..tetap seakan-akan saya baik-baik saja saja mas agar pas ngobrol itu enak dan lancar nantinya”. (Sumber: Hasil wawancara peneliti dengan perawat Anita, 23 Januari 2014)

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI KOMUNIKASI EFEKTIF INTERPERSONAL DALAM KOMUNIKASI YANG

DILAKUKAN PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA MENUR

Dalam penyajian data sebelumnya, peneliti telah menggambarkan bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur untuk mempersuasi pasien melakukan aktivitas perawatan. Adapun komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi efektif karena hal tersebut telah memenuhi karakteristik komunikasi efektif interpersonal yang efektif menurut Joseph DeVito (1997, h. 259) yang menekankan pada sikap:

(20)

Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidak berarti bahwa orang tersebut harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya, aspek keterbukaan yang kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang, aspek keterbukaan

yang ketiga, terbuka pada

pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah “milik” anda

dan anda bertanggungjawab

atasnya. Cara yang terbaik untuk menyatakan adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal). “seperti inilah perasaanku,” “inilah pendapat saya”. pernyataan lain

yang menunjukan bahwa anda

memberikan reaksi pribadi dan tidak berusaha menguraikan realitas obyektif. Hal ini ditunjukan salah satunya dalam kronologis percakapan perawat Anita pada pasien Roni:

Perawat Anita kemudian menyapa pasiennya dengan intonasi suara yang sedikit pelan,“Selamat pagi paaak... perkenalkan nama saya suster Anita.. Saya akan merawat bapak hari ini. perawat Anita mencoba untuk mendekati pasien kembali dengan mengulurkan tangannya dan memberikan senyuman serta pandangan matanya kepada pasien sambil berkata,” kenalan disek wes pak.. aku suster Anita pak... aku sing bakal ngerawat sampeyan nang kene..njeeh... bapak gak usah wedi pak..bapak nang kene bakal gak diapak-apakno kok njehh pak.. (sambil tersenyum ramah)..bapak nang kene iku kurang sehat kondisine.. jadi bapak dirawat nang kene iku supoyo bapak cepet pulih.. (dengan intonasi suara pelan, kemudian perawat memandang mata pasien dan sedikit tersenyum) lha aku iki suster Anita sebagai perawate bapak nang Rumah Sakit Menur iki (sambil meletakan telapak tangan ke bagian dada)..opo ae sing dibutuhno bapak nang kene ngomong nang suster Anita.. suster Anita sing bakalan njogo bapak ngeeh aah..(kenalan dulu deh kalau begitu pak.. saya suster Anita pak.. saya yang akan merawat anda disini..yaah.. bapak tidak usah takut pak.. bapak disini tidak akan diapa-apain kok yaah pak..bapak dibawa kesini itu karena kurang sehat kondisinya..jadi bapak dirawat disini itu supaya bapak cepet pulih.. saya adalah suster Anita sebagai suster yang merawat bapak di Rumah Sakit Menur ini.. apa saja yang

diperlukan oleh bapak bisa ngomong kepada saya suster Anita (menunjukan siap untuk membantu).. suster Anita lah yang akan menjaga bapak yaah..)”.(Sumber: observasi pada tanggal 11 Februari 2014).

Melalui kronologis percakapan tersebut dapat diketahui bahwa perawat bersikap terbuka terhadap pasiennya, dan hal tersebut mengacu pada aspek sikap keterbukaan. Ketika perawat

menemui pasiennya perawat

mengenalkan dirinya dan

mengungkapkan siapa dirinya dan posisi dirinya sebagai perawat kepada pasien.

b. Sikap mendukung: Hubungan

interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. Hal ini ditunjukan salah satunya oleh perawat Yeni pada pasien Fina:

Perawat Yeni menyentuh pundak pasien sambil berkata dengan intonasi suara pelan dan lambat,”mbak..mbak..kenapa??kok suster Yeni tanya gak di jawab sih?? apa yang sedang dirasakan saat ini??”.pasien menoleh ke arah perawat dengan pandangan mata yang berkaca-kaca seperti akan mengeluarkan air mata sambil mengerucutkan bibirnya. (Sumber: observasi pada tanggal 19 Maret 2014).

Kronologis percakapan tersebut dapat diketahui bahwa perawat menggunakan sikap mendukung yaitu deskriptif dan spontan.untuk mengharapkan pasien bercerita masalah perasaannya.

c. Sikap empati: empati adalah kemampuan seseorang untuk

Referensi

Dokumen terkait

In this case, Kim and Kross also distinguish between firms with positive earnings and firms with negative earnings, the result states that the relationship between earnings

Penelitian telah dilakukan di Teluk Hurun Lampung Selatan, Lampung, dengan metode survai dengan tujuan mengetahui tingkat efisiensi pemanfaatan energi cahaya

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan khususnya kepada UPTD Puskesmas Dawan I agar dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam penyuluhan

Sedangkan dari tabel 4.18 di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikan yang berada dibawah 0,05 adalah independensi dan etika, yaitu 0,000 dan 0,003,

Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

Sehingga kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya

Hubungannya dengan pemanasan global adalah semakin banyak tumbuhan atau tanaman yang bisa dihasilkan melalui rekayasa genetika ini adalah tumbuhan yang memiliki ketahanan

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pengguna jasa laundry pakaian serta pertanggungjawaban pihak pelaku usaha