• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK HAK TENAGA KERJA INDONESIA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMENUHAN HAK HAK TENAGA KERJA INDONESIA (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DI PENAMPUNGAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

TAHUN 2015

(Studi Pada Penampungan TKI Di Kota Tanjungpinang)

Oleh:

Oksep Adhayanto1 adhayantooksep@yahoo.com

1.1 Latar Belakang

Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki letak strategis dalam percaturan dunia internasional berada sangat berdekatan dengan Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura tidak hanya membawa keuntungan tersendiri namun juga memberikan dampak negatif yang salah satunya adalah dengan ditetapkannya Provinsi Kepulauan

Abstract

Point deportations were deported through the Riau Islands can be done through Karimun, Tanjungpinang and Batam. Deported migrant workers into separate issue faced by the managers of shelters Indonesian workers. Services obtained by Indonesian workers deportees actually start they get from the harbor up to put in place temporary shelter and return back to their home areas. The problems that could be addressed in this study is how the government’s role in Tanjungpinang in fulfilling the rights of Indonesian Workers who were in the shelter and constraints and what obstacles encountered in meeting the rights of Indonesian Workers who were in the shelter in Tanjungpinang, Research by the author this is the kind of survey research method is descriptive-analytic that is by examining directly towards research supported by primary data and secondary data. Associated with the government’s role in Tanjungpinang in fulfilling the rights of migrant workers who were in the shelter and in fact based on the results of the research found already running properly. Related to the rights acquired by migrant workers and over at the shelter, among others eat and drink, bedding, health services, counseling and so forth have been carried out. Constraints and obstacles in fulfillment of the rights of migrant workers and that there dipenampungan while transit Tanjungpinang among other budget-related handling of TKI B starting from arrival until departure in reception.

Keywords: Tanjungpinang, Shelter TKI, TKI-B

Riau sebagai salah satu titik pemulangan TKI yang dideportasi dari kedua Negara tersebut.

Selain itu juga, Provinsi Kepulauan Riau bukan saja sebagai titik pemulangan TKI, akan tetapi juga menjadi titik strategis dalam pengiriman TKI ke luar negeri baik legal maupun illegal.

Di satu sisi, TKI yang bekerja diluar negeri merupakan penyumbang terhadap devisa Negara

(2)

sehingga memiliki arti penting dalam proses pembangunan yang terjadi di Republik ini. Namun, disisi lainnya tidak semua TKI yang bekerja diluar negeri memiliki izin resmi, tidak jarang juga banyak TKI yang berada diluar negeri yang mengalami permasalahan pada Negara tujuan sehingga harus dideportasi kembali ke Indonesia.

Pada proses ini, TKI-TKI yang dideportasi untuk kembali ke Indonesia terlebih dahulu dipulangkan melalui pos-pos pemulangan yang terdekat. Dalam kasus TKI yang berada di Malaysia dan Singapura, pos pemulangan TKI yang dideportasi dapat melalui Provinsi Kepulauan Riau karena lokasinya yang berdekatan dengan Negara tetangga tersebut.

Titik pemulangan TKI yang dideportasi melalui pintu Provinsi Kepulauan Riau dapat dilakukan melalui Kabupaten Karimun, Kota Tanjungpinang dan Kota Batam. Dapat dikatakan hampir setiap bulan titik-titik penampungan yang berada pada 3 lokasi ini selalu menerima TKI yang di deportasi sebelum dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Selanjutnya, kondisi TKI yang berada di tempat-tempat penampungan menjadi isu yang strategis terhadap upaya perlindungan bagi TKI selama proses transisi sebelum dipulangkan ke tempat asalnya. Kondisi penampungan yang memiliki keterbatasan baik dari segi fasilitas maupun sumberdaya pengelolanya tidak jarang menjadi permasalahan dalam proses pemberian kenyamanan terhadap TKI.

Satu hal yang perlu menjadi catatan adalah para TKI yang ada dipenampungan sementara tetap memiliki hak untuk memperoleh kenyamanan atas fasilitas yang mereka terima dan hal itu tentunya menjadi tanggungjawab pemerintah. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai menjadi suatu keharusan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melayani para TKI yang dideportasi. Perlakuan terhadap para TKI harus bersifat manusiawi dengan tidak menyamakan para TKI tersebut dengan “tahanan”.

Tidak sampai hanya disitu, beban moral yang dihadapi oleh para TKI yang dideportasi menjadi persoalan tersendiri yang dihadapi para pengelola tempat-tempat penampungan TKI. Untuk itu juga,

perlu adanya pendampingan khusus bagi para TKI dalam memberikan ketenangan terhadap kondisi kejiwaannya. Suasana lain tidak jarang pula terjadi saat TKI-TKI yang dideportasi dalam kondisi hamil dan memiliki anak kecil.

Pelayanan yang didapat oleh TKI-TKI yang dideportasi sejatinya mulai mereka peroleh sejak dari pelabuhan sampai dengan ditempatkan sementara ditempat penampungan dan pemulangan kembali ke daerah asal mereka. Namun tidak jarang juga pada moment-moment tertentu ketersediaan sarana dan prasarana tidak ber-banding lurus dengan jumlah TKI yang ada sehingga menyebabkan ketidaknyamanan yang diperoleh oleh TKI selama masa penampungan.

Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk melihat berjalan atau tidaknya hak-hak TKI yang berada di penampungan di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan menitik beratkan pada 3 lokasi penampungan yang ada.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penjelasan di atas dapat ditarik intisari masalah yang ada dalam penelitian ini, yakni masih terdapatnya kekurangan yang ada pada tempat penampungan Tenaga Kerja Indonesia yang ada di Provinsi Kepulauan Riau sehingga menye-babkan tidak terpenuhinya hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang berada di penampungan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, berikut rumusan masalah yang dapat dikemukakan di dalam penelitian ini:

a. Bagaimana peran pemerintah Kota Tanjung-pinang dalam pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di penampungan? b. Kendala dan hambatan apa saja yang dihadapi

dalam pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di penampungan di Kota Tanjungpinang?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(3)

pemerin-tah Kota Tanjungpinang dalam pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di penampungan.

b. Untuk mengetahui Kendala dan hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di penam-pungan di Kota Tanjungpinang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini menjadi lebih fokus didalam pembahasannya maka perlu dibuat pembatasan penelitian dalam bentuk penentuan ruang lingkup penelitian.

Substansi akan penelitian ini adalah membahas tentang pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indo-nesia yang berada di penampungan yang ada di Kota Tanjungpinang. Pembahasan selanjutnya ten-tu akan dikorelasikan dengan hak-hak asasi manu-sia sebagaimana yang diatur didalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang ada.

Ruang lingkup penelitian ini juga difokuskan pada instansi terkait seperti Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang memiliki tempat penam-pungan, Disnakertrans kabupaten/kota yang memiliki tempat penampungan.

1.6 Metodelogi Penelitian 1.6.1 Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk jenis Penelitian survey dengan metode yang bersifat deskriptif–analitis yaitu dengan cara meneliti secara langsung terhadap penelitian dengan didukung data primer dan data sekunder.

1.6.2 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah penampungan TKI yang ada di Kota Tanjungpinang.

1.6.3 Alat Pengumpul Data a. Wawancara

Yaitu data yang Penulis peroleh dengan melakukan wawancara langsung atau interview yang ditujukan kepada

dinas-dinasi terkait yang ada di penampungan. b. Quisioner

Yaitu suatu daftar pertanyaan yang disusun terlebih dahulu oleh Penulis untuk disebarkan kepada dinas-dinas terkait penanganan TKI B yang ada di penampungan.

1.7 Kerangka Teori

1.7.1 Tenaga Kerja Indonesia

Fenomena keberadaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri bukanlah suatu hal yang baru. Jika dilihat dari catatan sejarah, kepergian warga Indonesia untuk bekerja di luar negeri dimulai pada abad XIX. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menempatkan warga Indonesia ke Suriname dan Kaledonia Baru untuk menjadi kuli kontrak. Namun demikian, faktor geografis dan budaya yang berdekatan dengan Malaysia juga telah mendorong kepergian warga negara Indonesia secara sukarela ke negara tersebut sejak masa lampau2.

Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Mana-kertrans Republik Indonesia No. Kep 104A/Men/ 2002 tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI.

1.7.2 Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia Salah satu masalah mendasar yang dihadapi Indonesia disepanjang perjalanan menjadi bangsa yang merdeka adalah masalah pengangguran, dimana pemerintah dengan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi akan tingkat pengangguran. Upaya yang ditempuh pemerintah dalam persoalan pengganguran dari waktu ke

(4)

waktu ditempuh melalui berbagai pendekatan pembangunan bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (production contered development). Namun pada kenyataanya masalah ketenaga-kerjaan di Indonesia masih banyak yang belum bisa diatasi oleh pemerintah3, termasuk permasalahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Persoalan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri merupakan persoalan yang berkaitan dengan hak asasi untuk memperta-hankan hidup dan hak untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Secara filosofis, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) itu muncul sejalan dengan hukum ekonomi yaitu permintaan dan penawaran. Di satu sisi ada Negara yang membutuhkan tenaga kerja (per-mintaan) di sisi lain ada ketersediaan tenaga kerja di Negara lain (penawaran). Dari pertemuan antara permintaan dan penawaran inilah terjadinya kesepakatan akan adanya tenaga kerja asing yang dapat bekerja di suatu Negara. Untuk meng-hindarkan terjadinya tindakan yang melanggar hukum maka telah diatur dalam berbagai aturan mengenai perlindungan terhadap hak-hak pekerja antar Negara ini (migrant worker)4.

Kewajiban negara untuk melindungi warga negara dan kepentingannya itu kini telah diterima dan telah berlaku sebagai prinsip universal sebagaimana tercermin dalam berbagai ketentuan hukum internasional, baik yang berupa hukum kebiasaan maupun hukum internasional tertulis, misalnya ketentuan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik (Vienna Convention on Diplomatic Relation), yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 19825.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, penempatan dan perlindungan calon TKI/ TKI bertujuan untuk:

1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

2. menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;

3. meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluar-ganya.

Perlindungan TKI di dasarkan kepada UU No No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Berdasarkan Pasal 2 UU No No. 39 Tahun 2004, Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan kepada keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia

Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah harus selalu siap apabila negara tetangga setiap saat melakukan deportasi terhadap WNI. Kesiapan ini selalu dituntut karena upaya pemerintah negara tetangga untuk mendeportasi WNI tidak akan berhenti sepanjang masih terdapat WNI ilegal di negara tetangga tersebut. Hal ini didasarkan pada sejarah hubungan antara negara Indonesia dengan negara-negara tetangga di wilayah perbatasan, dimana terjadi migrasi penduduk Indonesia ke negara-negara tetangga baik secara legal maupun ilegal untuk berbagai tujuan. Salah satu peristiwa yang menjadi catatan khusus dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia misalnya adalah peristiwa Nunukan pada tahun 2002 yang dapat disebut sebagai tragedi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia6.

1.7.3 Pendeportasian Tenaga Kerja Indonesia

Walaupun sudah dianggap menjadi pahlawan devisa bagi negara dan keluarga, kepulangan TKI

3 Jannes Eudes Wawa, Ironi Pahlawan Devisa, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005, hlm 39.

4 Okky Cahyo Nugroho, Kajian Atas Pelanggaran HAM TKW Diluar Negeri, Studi Kasus Di Provinsi Sumatera Utara dan Disadur Dari Hasil Penelitian Pusat Penelitian Hak-Hak Kelompok Khusus Tahun 2010, Jurnal HAM, Volume 3 Nomor 2 Desember 2012, Jakarta, 2012, Hlm. 84.

5 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Laporan Pertanggungjawaban Hukum Tentang Tanggungjawab Lembaga Pengerah Tenaga Kerja (PPTKIS) Dalam Pemenuhan Hak-Hak Tenaga Kerja, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2012, Hlm. 12.

(5)

ke Indonesia tidaklah semeriah penyambutan seperti orang pulang haji, apa lagi mereka yang dipulangkan dengan cara deportasi. Selain kegembiraan, ratap tangis juga mewarnai kepu-langan buruh migran Indonesia ini. Bagi peme-rintah, terutama pemerintah daerah yang menjadi tempat debarkasi puluhan ribu orang yang dideportasi, TKI hanya akan menjadi masalah. Pertambahan penduduk secara tiba-tiba dapat memicu kerawanan sosial, ancaman kriminalitas, pelanggaran HAM dan lainnya7.

Selanjutnya, khusus TKI yang di deportasi ke Kota Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2

Deportasi TKI ke Tanjungpinang

Sumber: Puslitfo BNP2TKI

Selanjutnya, bagi para TKI yang dideportasi kerap selain mengalami depresi juga mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan pada saat pemulangan ke daerah asalnya seperti mengalami pemerasan, pelecehan dan lain sebagainya. Untuk itu, sistem pemulangan TKI harus dijalankan secara bertanggungjawab meliputi8:

1. Peningkatan pengawasan terhadap kepulangan TKI di border dan setiap debarkasi dari tindakan oknum yang akan merugikan tenaga kerja.

2. Melakukan pemantauan di border dan setiap

debarkasi terhadap tenaga kerja yang meng-alami kekerasan selama bekerja di luar negeri. 3. Memonitor dan mengevaluasi sistem perlin-dungan tenaga kerja di setiap embarkasi dan debarkasi.

4. Pencatatan kasus-kasus yang terjadi pada tenaga kerja di setiap embarkasi dan de-barkasi.

5. Pelaporan tentang kondisi pelayanan tenaga kerja di setiap embarkasi dan debarkasi. 6. Mengantar TKI ke daerah asal dengan

pengawasan aparat kepolisian.

Terkait dengan perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri adalah dengan memberikan perlindungan yang dapat menjangkau keberadaan TKI yang bekerja ke luar negeri mulai9:

1. Perlindungan hukum selama pengerahan, sebelum dan selama pemberangkatan tenaga kerja Indonesia

2. Perlindungan yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerja di luar negeri 3. Perlindungan hukum pekerja migran Indonesia

setelah perjanjian kerja berakhir.

1.8 Hasil Pembahasan

1.8.1 Peran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam Pemenuhan Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di Penampungan.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu tempat pemulangan TKI B, adapun pintu masuk pemulangan TKI B di Provinsi Kepulauan Riau antara lain melalui Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. Berikut jumlah kedatangan TKI B melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang kurun waktu tahun 2014 sampai dengan Tahun 2015.

No Tahun Jumlah

1. 2010 22.244

2. 2011 15.850

3. 2012 7.864

4. 2013 17.748

7 Ahmad Jamaan, Perlindungan Pasca Pemulangan TKI di Malaysia, Perpustakaan Universitas Riau, Pekanbaru, hlm. 58. 8 Yenny As, Kelemahan Sistem Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Migran Implikasinya dengan Terjadinya Trackffiking,

tt.

(6)

Berdasarkan tabel di atas jumlah TKI B yang masuk melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang tahun 2014 berjumlah 12.398 (belum termasuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014) dan tahun 2015 berjumlah 14.485 (belum termasuk bulan November dan Desember tahun 2015). Mengingat besarnya jumlah TKI B yang masuk ke Kota Tanjungpinang tentunya dapat menimbulkan masalah tersendiri khususnya masalah sosial jika tidak dikelola dengan baik.

Untuk itu, sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Tanjungpinang telah membentuk Satuan Tugas

guna menangani pemulangan TKI B yang melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang melalui Keputusan Walikota Tanjungpinang Nomor 244 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas (Satgas) Pos Koordinasi (Posko) Penanganan TKI Bermasalah (TKI-B) dan Keluarganya yang Di Deportasi Malaysia Melalui Debarkasi Kota Tanjung-pinang10.

Selanjutnya, pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Nomor 27 Tahun 2010 Tentang Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Pekerja Migran Bermasalah

No Bulan Tahun Keterangan

2014 2015

1. Januari 2.365 1.561

2. Februari 2.297 1.112

3. Maret 2.237 - Tidak Ada Data

4. April 2.130 2.072

5. Mei 1.863 1.193

6. Juni 1.506 1.992

7. Juli - 1.993

8. Agustus - 1.284

9. September - 1.522

10. Oktober - 1.756

11. November - - Tidak Ada Data

12. Desember - - Tidak Ada Data

Jumlah 12.398 14.485

Jumlah Kedatangan

TKI B Di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang Tahun 2014-2015

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

(7)

Sosial (PMBS) di Provinsi Kepulauan Riau. Instansi yang menjadi ketua dalam Satgas ini adalah Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Terkait dengan pelayanan yang diberikan kepada TKI B yang berada dipenampungan sudah dijalankan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kendati, tempat penampungan Transito ini bukan dikhususkan guna untuk menampung TKI B”11.

Pada RPTC di Batam sesekali memang dijadikan tempat penampungan para TKI B yang akan dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Namun dikarenakan Tanjungpinang sebagai salah satu tempat debarkasi pemulangan TKI B maka lebih banyak TKI B yang dipulangkan melalui Kota Tanjungpinang”12.

Selanjutnya, sesuai aturan di Provinsi Kepu-lauan Riau terdapat 3 debarkasi pemulangan TKI B dari Malaysia, dan Kabupaten Karimun salah satunya. Namun, pada kenyataannya pemulangan TKI B lebih banyak dilakukan melalui debarkasi Tanjungpinang. Pada prinsipnya, kita (kabupaten

Karimun, pen) siap menerima pemulangan TKI B dari debarkasi Karimun”13.

Berkaitan dengan sarana dan prasarana di penampungan Transito dirasakan cukup memadai dimana terdapat mushala, kamar mandi, fasilitas olah raga dan lain sebagainya. Walaupun pada waktu-waktu tertentu tidak cukup memberikan kenyamanan jika TKI B yang dideportasi dan berada dipenampungan terlalu banyak. Namun hal itu hanya terjadi beberapa hari menjelang pemulangan TKI B ke daerah asalnya masing-masing”14.

Berdasarkan penemuan dilapangan tidak semua TKI B yang dideportasi langsung dipulangkan ke daerah asalnya, namun terlebih dahulu ditempatkan di Rumah Penampungan sementara untuk me-nunggu jadwal pemulangan ke daerahnya. Berdasarkan data di Rumah Penampungan Trauma Center (RPTC) Kota Tanjungpinang dapat dilihat jumlah TKI B yang pernah singgah kurun waktu 2014-2015 sebagaimana berikut ini:

1 1Hasil wawancara dengan Petugas di Penampungan Transito Tanjungpinang, Tanggal 12 Oktober 2015. 1 2Hasil wawancara dengan Petugas di RPTC Batam, Tanggal 15 Oktober 2015.

(8)

Berdasarkan tabel di atas, jumlah TKI B di RPTC Kota Tanjungpinang pada tahun 2014 sebanyak 4.861 orang dan 899 orang pada tahun 2015. Hal ini tentu harus mendapat perhatian serius dari pemerintah agar hak-hak TKI B selama berada di penampungan tidak terabaikan.

Hasil wawancara dengan Satgas pemulangan TKI B terkait dengan pemulangan TKI B, diupayakan selaras dengan jadwal kapal yang menuju ke Jakarta dan selanjutnya menuju daerah asal masing-masing TKI B. Sehingga tidak perlu lagi ditempatkan di penampungan sementara.

Terkait peran pemerintah Kota Tanjungpinang dalam pemenuhan hak-hak TKI B dipenampungan berdasarkan informasi yang diperoleh sudah dipenuhi mulai dari makan, minum, ruang tidur,

kamar mandi dan lainnya dengan bekerjasama dengan instansi lainnya yang terhimpun didalam Satgas penanganan TKI B kota Tanjungpinang”15. Dan kedepan setiap permasalahan yang timbul akibat pemulangan TKI B harus ditata sebaik mungkin agar hak-hak TKI B baik selama proses pemulangan maupun berada di penampungan dapat terjamin”16.

Berkaitan koordinasi yang dilakukan antar instansi dalam penanganan TKI B yang dipu-langkan dari Malaysia diperoleh informasi bahwa, khusus pemulangan TKI B di Tanjungpinang telah dilakukan koordinasi antar instansi terkait seperti imigrasi, dinas sosial, dinas perhubungan dan lain sebagainya dalam rangka memperlancar pemu-langan TKI B ke daerah asalnya”17.

No Bulan 2014 2015 Ket

Wanita Anak Wanita Anak

1. Januari 465 20 316 10

2. Februari 475 47 195 9

3. Maret 374 48 348 21

4. April 426 35 - - Tidak Ada Data

5. Mei 325 25 - - Tidak Ada Data

6. Juni 312 25 - - Tidak Ada Data

7. Juli 603 45 - - Tidak Ada Data

8. Agustus 258 23 - - Tidak Ada Data

9. September 329 39 - - Tidak Ada Data

10. Oktober 328 28 - - Tidak Ada Data

11. November 290 28 - - Tidak Ada Data

12. Desember 290 23 - - Tidak Ada Data

Jumlah 4.475 386 859 40

Jumlah

Total 4.861 899

Jumlah Kedatangan TKI B Di RPTC Tanjungpinang Tahun 2014-2015

Sumber: RPTC Tanjungpinang Tahun 2015

(9)

Berdasarkan informasi diatas, dapat dijelaskan bahwa pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui unit kerja di bawahnya seperti satgas penanganan TKI B di Kota Tanjungpinang telah berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dan tentunya perlu untuk ditingkatkan lagi mengingat bukan tidak mungkin kedepan arus pemulangan TKI B khususnya yang berasal dari Malaysia masih tetap diberlakukan oleh Pemerintah Malaysia.

1.8.2 Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak Tenaga Kerja Indonesia yang ada di penam-pungan di Provinsi Kepulauan Riau. Terkait dengan kendala dan hambatan dalam memenuhi hak-hak TKI B yang berada di penampungan di Provinsi Kepulauan Riau, terdapat beberapa hal yang menjadi kendala serius dan dibutuhkan perhatian khusus guna membenahi persoalan tersebut antara lain permasalahan anggaran, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana.

Salah satu kendala yang dihadapi dalam mengurus TKI B yang berada di penampungan adalah ketika jumlah TKI yang datang banyak sehingga tidak memadai dengan kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh penampungan Transito. Dan tidak jarang juga para TKI B melakukan komplain kepada petugas18.

Khusus petugas yang bertugas mengawasi TKI B yang berada dipenampungan Transito, selain dari petugas penampungan Transito sendiri, juga dibantu oleh Dinas Sosial Kota Tanjungpinang, Kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tanjungpinang. Karena jika mengandalkan petugas yang berasal dari Penampungan Transito terkadang tidak mencukupi”19.

Informasi di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deni Yudha Setiawan20, sebagaimana kutipannya berikut ini:

“Tanjungpinang merupakan salah satu kota yang tingkat pemulangan para tenaga kerja Indonesia bermasalah (TKI-B) yang di deportasi dari Malaysia sangat tinggi. Dalam seminggu, jadwal pemulangan TKI-B tersebut bisa mencapai 3-4 hari. Misalnya, dalam pemulangan TKI-B minggu ini di jadwalkan mulai dari hari selasa-sabtu. Kepulangan para TKI-B yang dideportasi dari Malaysia ke Tanjungpinang ini meli-batkan 5 (lima) satuan tugas (satgas) diantaranya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Tanjungpinang, Dinas Perhubungan kota Tanjungpinang, Kepolisian Kawasan Pelabuhan, dan Kantor Kesehatan Pela-buhan Kelas II Tanjungpinang melalui pintu masuk pelabuhan Internasional sri bintan pura. Selanjutnya para TKI-B di tampung di transito yang berada di jalan. D.I Panjaitan Km.8 Tanjungpinang.”

Selanjutnya, bagi para TKI B yang berada dipenampungan tidak jarang ada pihak-pihak yang mengakui sebagai keluarga dari TKI B dan berkeinginan untuk menjemput TKI B tersebut. Namun sebagai petugas kita (petugas, pen) tidak membenarkan hal tersebut karena kita khawatir TKI B tersebut akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab”21.

Berdasarkan informasi yang diperoleh selama di tempat penampungan, petugas berupaya untuk memberikan hak-hak para TKI B seperti makan minum, pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak atau para TKI B yang sakit, pemberian informasi akan kepulangan mereka ke daerah asalnya tanpa ada pembatasan hak-hak mereka”22.

Kedepan diharapkan semua pemulangan terhadap TKI B tidak lagi semata-mata meng-andalkan debarkasi Tanjungpinang namun juga mengaktifkan debarkasi lainnya seperti di Batam dan Karimun sehingga beban tersebut tidak

1 8Hasil wawancara dengan Petugas di Penampungan Transito Tanjungpinang, Tanggal 12 Oktober 2015. 1 9Ibid.

2 0Deni Yudha Setiawan, Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) Di Tanjungpinang, Skripsi, Program Studi Sosiologi

Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, 2013.

(10)

semata-mata ditanggung oleh Satgas Penanganan TKI B Kota Tanjungpinang, mengingat beratnya uraian tugas yang mesti dijalankan dalam menangani TKI B”23.

Jika ditelusuri lebih jauh hanya kota Batam yang telah memiliki penampungan sementara yakni RPTC, sedangkan Kabupaten Karimun sebagai salah satu debarkasi tidak memiliki tempat penampungan sementara. Yang menjadi kendala dalam penanganan TKI B di Kabupaten Karimun adalah Kabupaten Karimun tidak memiliki tempat penampungan sementara sebagaimana Kota Batam dan Tanjungpinang”24

1.9 Kesimpulan

a. Terkait dengan peran pemerintah Kota Tanjungpinang dalam pemenuhan hak-hak TKI B yang ada di penampungan sesungguhnya berdasarkan hasil penelitian ditemukan sudah berjalan sebagaimana mestinya. Peran tersebut dilakukan melalui pembentukkan Satgas Penanganan TKI B di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota, khususnya Kota

Tanjung-pinang. Terkait dengan hak-hak yang diperoleh oleh TKI B selama di penampungan antara lain makan minum, tempat tidur, pelayanan kese-hatan, konseling dan lain sebagainya sudah dijalankan dengan baik.

b. Kendala dan hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak TKI B yang ada dipenampungan sementara transito atau RPTC kota Tanjungpinang. Kedala tersebut antara lain terkait dengan anggaran penanganan TKI B mulai dari kedatangan, di penampungan sampai dengan kepulangan.

1.10 Rekomendasi

a. Perlu perhatian khusus terhadap TKI B di penampungan jika kondisi jumlah TKI B yang dideportasi banyak.

b. Perlu peningkatan sarana prasarana baik dipenampungan atau pada proses pemulangan TKI B ke daerah asalnya seperti kendaraan bus.

c. Perlu pengaktifan lebih lanjut terkait debarkasi di Kabupaten Karimun dan Kota Batam.

(11)

A. Buku-buku

Ahmad Jamaan, Perlindungan Pasca Pemu-langan TKI di Malaysia, Perpustakaan Universitas Riau, Pekanbaru, tt.

Deni Yudha Setiawan, Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) Di Tanjungpinang, Skripsi, Program Studi Sosiologi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, 2013.

HLM. P. Rajagukguk, Perlindungan Hukum Buruh Migran Indonesia, Majalah Arena Hukum No. 7 Tahun 1999.

Indonesia Development Information Services (IDIS), Komplesitas Mekanisme Penem-patan BMP Ke Luar Negeri: Beberapa Permasalahan dan Solusinya, Jakarta, 2007.

International Organization for Migration, Migrasi Tenaga Kerja Dari Indonesia(Gambaran Umum Migrasi Tenaga Kerja Indonesia di Beberapa Negara Tujuan Di Asia dan Timur Tengah), Jakarta, 2010.

Jannes Eudes Wawa, Ironi Pahlawan Devisa, Jakarta, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2005.

Okky Cahyo Nugroho, Kajian Atas Pelang-garan HAM TKW Diluar Negeri, Studi Kasus Di Provinsi Sumatera Utara dan Disadur Dari Hasil Penelitian Pusat Penelitian Hak-Hak Kelompok Khusus Tahun 2010, Jurnal HAM, Volume 3 Nomor 2 Desember 2012, Jakarta, 2012.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Laporan Pertanggungjawaban Hukum Tentang Tanggungjawab Lembaga Pengerah Tenaga Kerja (PPTKIS) Dalam Pemenuhan Hak-Hak Tenaga Kerja,Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2012.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-Hak Sipil dan Politik, Peran Pemerintah Daerah Diwilayah Perbatasan Dalam Melin-dungi Warga Negara Indonesia Yang Dideportasi, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, 2010.

Rachmat Sa’fat, Buruh Perempuan: Perlin-dungan Hukum dan Hak Asasi Manusia, IKIP, Malang, 1998.

Sabar, Peran Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan Dalam Menanangani Tenaga Kerja Indonesia (Studi Kasus TKI Yang Dideportasi Dari Malaysia), Jurnal Ilmu Pemerintahan, Universitas Mulawarman, 2015.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem stratiikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas sedang..

Dorongan internal yang cukup menonjol dalam mempengaruhi pilihan karier kaum gay adalah kebutuhan akan rasa aman dari lingkungan.. Sedangkan yang eksternal adanya

Yakup, MS dengan judul “Pengelolaan Hara dan Pemupukan Pada Budidaya Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Lahan Kering” telah diterima dan untuk dapat dipresentasikan pada Seminar

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. •

anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

Merakit (pemasangan setiap komponen, handle, poros pemutar, dudukan handle alas atas bawah, dan saringan).. Mengelas (wadah dengan alas atas, saringan, handle, dan

Sebab setelah dikenakan pajak, produsen akan berusaha mengalihkan (sebagian) beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan jalan menawarkan harga jual yang lebih tinggi6.

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not