• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA PENELITIAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PETA PENELITIAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PETA PENELITIAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN KIMIA

Makalah

Disampaikan pada Workshop Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Mata Pelajaran Kimia yang diselenggarakan oleh

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, 19 April 2008

Oleh: Harry Firman

1.

Pendahuluan

Guru adalah suatu profesi, artinya adalah tindakan profesional guru dalam mengajar dan membimbing perlu berlandaskan pengetahuan (knowledge based). Pengetahuan tersebut diperlukan untuk memahami fenomena yang muncul dalam konteks pembelajaran. Pengetahuan itu pula menjadi kerangka acuan untuk memilih tindakan-tindakan profesional dalam konteks pembelajaran. Oleh karena itu kekayaan terhadap basis pengetahuan untuk mengajar (knowledge base for teaching) membedakan kepiawaian satu guru dengan guru lainnya. Basis pengetahuan ini diperoleh guru dari aktivitas berbagi pengetahuan dengan sejawat, pencerahan dari pakar, pengalaman profesional, serta penelitian ilmiah.

Terdapat dua kategori pengetahuan untuk mengajar, yakni pengetahuan teoretik (theoretical knowledge) dan pengetahuan praktis (practical knowledge). Pengetahuan teoretik lebih banyak diperlukan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” terhadap fenomena pembelajaran, sedangkan pengetahuan praktis lebih banyak diperlukan dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” melakukan tindakan profesional dalam konteks pembelakaran. Pengetahuan teoretik mengajar bersumber pada hasil kajian pakar terhadap temuan penelitian mereka. Sementara itu pengetahuan praktis mengajar bersumber pada pengkajian terhadap pengalaman dan penelitian guru sebagai praktisi mengajar. Kedua jenis pengetahuan ini sama pentingnya untuk mendukung profesionalisme guru.

Pengetahuan praktis mengajar dalam konteks pendidikan kimia hingga saat ini lebih digali, diformulasi, dan diangkat menjadi bentuk pengetahuan yang dapat disebarluaskan, dipertukarkan, dan diaplikasikan. Kemiskinan akan basis pengetahuan praktis tentang mengajar kimia menyebabkan ketidakmampuan komunitas pendidik kimia secara keseluruhan untuk memecahkan permasalahan kronis dalam pendidikan yakni “materi pelajaran kimia itu sukar dimengerti”, sekalipun disadari banyak pihak bahwa pengetahuan kimia itu penting bagi semua orang. Dalam kaitan ini guru sebagai praktisi pendidikan kimia perlu turut aktif untuk mengali pengetahuan praktis mengajar kimia untuk memecahkan “masalah bersama” yang dihadapi melalui penelitian ilmiah dan publikasi hasilnya, sehingga dapat dirujuk oleh semua anggota komunitas guru kimia ketika melaksanakan tugas profesinya.

(2)

aspek persoalan yang dikaji dan aspek metodologi, dengan harapan dapat memunculkan inspirasi bagi komunitas pendidik kimia untuk melakukan penelitian sebagai bagian integral tugas profesionalnya.

2. Ranah-Ranah Penelitian dalam Bidang Pendidikan Kimia

Fenomena belajar kimia mempunyai kompleksitas tinggi, sementara ilmu pendidikan kimia belum sampai pada taraf cukup matang untuk mengarahkan praksis pendidikan kimia di sekolah. Oleh karenanya tidak semua persoalan pembelajaran kimia dapat dipecahkan, sehingga terdapat banyak masalah pendidikan kimia yang sekalipun telah teridentifikasi sejak lama, namun masih tinggal sebagai masalah. Untuk itu masih diperlukan penelitian-penelitian mendalam terhadap permasalahan-permasalahan pembelajaran kimia yang terorganisasikan dalam jejaring penelitian yang sistematik.

Peta penelitian dalam bidang pendidikan kimia di dunia internasional mengindikasikan bahwa topik-topik penelitian yang dilaporkan dalam publikasi ilmiah dalam satu dekade terakhir terkonsolidasi pada sejumlah ranah (domain) penelitian (Gabel, 1994; Bucat, 1995; DeJong, 1999), antara lain analisis konsepsi/miskonsepsi peserta didik terhadap konsep-konsep esensial yang menjadi materi pembelajaran kimia, remediasi miskonsepsi kimia, diagnosis kesalahan pemecahan masalah dalam kimia, analisis pembelajaran kimia, inovasi-inovasi pembelajaran kimia, korelat-korelat hasil belajar kimia, serta analisis data penilaian hasil belajar kimia (Lihat Gambar 1).

Analisis konsepi/ miskonsepsi

Remediasi miskonsepsi

Diagnosis kesulitan pemecahan

masalah

Analisis pembelajaran

Analisis data sekunder hasil

penilaian Pengembangan

& uji coba inovasi

Korelat-korelat hasil belajar kimia

Ranah Penelitian Pendidikan

Kimia

(3)

(1) Analisis konsepsi siswa. Penelitian dalam ranah ini mengidentifikasi konsepsi-konsepsi siswa mengenai konsep-konsep esensial dalam silabus mata pelajaran kimia di SMP/MTs dan SMA/MA dengan berbagai macam metode standar, antara lain assessmen dengan tes diagnostik miskonsepsi, interviu klisnis (dengan perekaman) terhadap peserta didik, atau pemetaan konsep oleh peserta didik. Hasil studi dalam ranah ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang konsepsi-konsepsi alternatif yang ada dalam pikiran siswa sekolah menengah pada umumnya. Pengetahuan ini penting sebagai landasan bagi guru untuk merancang strategi pembelajaran yang efektif untuk mencegah dan menghilangkan miskonsepsi.

(4)

(3)Diagnosis kesulitan dalam memecahkan masalah hitungan kimia. Kompetensi melakukan perhitungan-perhitungan numerik dalam pembelajaran kimia, misalnya perhitungan stoikiometri, kesetimbangan, termokimia, pH larutan asam-basa, buffer, hidrolisis, kelarutan, elektrokimia, teridentifikasi sebagai masalah nyata yang dihadapi siswa. Analisis lebih mendalam perlu dilakukan terhadap titik kelemahan peserta didik dalam proses pemecahan masalah, yang menyebabkan mereka memperoleh jawaban salah. Metode standar yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi kelemahan tersebut adalah analisis terhadap respon tertulis peserta didik pada penyelesaian soal hitungan serta metode “thinking-aloud” (Bowen, 1994). Pada penelitian seperti ini subyek penelitian diminta menyelesaikan soal numerik sambil mengutarakan proses penalaran yang terjadi dalam pikirkannya, dan peneliti merekamnya. Analisis terhadap transkripsi rekaman tersebut memungkinkan peneliti dapat menelusuri titik awal peserta didik berbuat salah. Selanjutnya, atas dasar pengetahuan itu strategi-strategi pembelajaran dalam konteks pemecahan masalah numerik kimia dapat dikembangkan.

(4)Analisis pembelajaran. Penelitian dalam ranah ini mengobservasi dan merekam eksplanasi pendidik dan eksplanasi peserta didik dalam situasi pembelajaran kimia yang yang dilakukan oleh guru piawai ketika mengajarkan suatu materi pokok tertentu pada silabus mata pelajaran kimia. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap transkripsi interaksi belajar-mengajar tadi untuk menemukan bagaimana guru memfasilitasi siswa dalam mengkontruksi konsep kimia. Strategi guru dalam menerapkan pedagogi materi subyek yang membuat materi pelajaran terpahami (tercerna) menjadi temuan-temuan penting dari penelitian semacam ini. Dapat juga perilaku pengajar guru piawai diperbandingkan dengan guru pemula, sehingga pengetahuan praktis (practical knowledge of teaching) guru yang menyebabkan kepiawaian dalam mengajar kimia dapat diidentifikasi dan dihimpun untuk dijadikan model.

(5)Pengembangan dan ujicoba pembelajaran inovatif. Penelitian dalam ranah ini pada dasarnya menerapkan teori, prinsip, pendekatan baru dalam mengajar, atau penggunaan teknologi yang prospektif untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran, khususnya yang menyangkut materi pembelajaran yang sesuai. Dalam penelitian pada konteks ini dikembangkan suatu program pembelajaran dengan menerapkan teori, prinsip, pendekatan, teknik yang dirujuk, misalnya konstruktivisme, pedagogi materi subyek, CTL (contextual teaching-learning), SETS (science, environment, technology, society), PBL (Problem based learning), ranah ini memperkaya pilihan model, strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang telah teruji efektivitasnya dalam konteks ujicobanya, sehingga pendidik dapat menggunakannya dalam konteks kelasnya masing-masing.

(5)

tidak tersedia rujukan yang dapat dipegang oleh para praktisi pendidikan kimia di lapangan dalam merencanakan pembelajaran. Faktor-faktor tersebut bertemali dengan hasil belajar dalam model struktural yang umumnya cukup kompleks. Pemodelan antarhubungan variabel-variabel dengan hasil belajar diungkap melalu penelitian korelasional. Pengetahuan tentang korelat-korelat hasil belajar kimia ini sangat berguna dalam merencanakan pembelajaran kimia yang efektif dengan merujuk pada faktor-faktor yang teridentifikasi berpengaruh pada capaian hasil belajar kimia.

(7)Analisis data penilaian hasil belajar kimia. Penilaian hasil belajar, baik oleh Pemerintah, badan independen, satuan pendidikan, maupun pendidik dalam konteks pendidikan kimia menghasilkan lautan data, yang dapat digunakan untuk mengungkap fenomena-fenomena yang terkait pada proses pembelajaran. Basis data hasil Ujian Nasional yang direlease oleh Puspendik Depdiknas memberikan data terkonsolidasi yang memperlihatkan proporsi peserta ujian yang menjawab benar dan profil respon siswa terhadap setiap butir soal dalam tes yang dipakai pada unit sekolah, kabupaten/kota, atau nasional, di samping profil rata-rata capaian sekolah, kabupaten/kota, dan secara nasional. Analisis lebih lanjut terhadap data tersebut (seringkali disebut secondary data analysis) terhadap data masing-masing sekolah akan melahirkan temuan tentang profil capaian siswa sekolah itu (termasuk tingkat kompetensi lulusan) serta posisi relatif capaian sekolah itu terhadap rata-rata capaian benchmark

yang ditetapkan (sekolah lain, kabupaten/kota, provinsi, nasional). Temuan penelitian seperti itu lebih lanjut dapat menjadi alat diagnostik tentang kelemagan dan kekuatan pembelajaran yang dilaksanakan. Tinjauan lebih lanjut antarhubungan antara capaian individual siswa dengan data karakteristik siswa (potensi akademik, bakat, minat, dll.) akan mengungkap lebih banyak hal-hal lain yang menarik dan berguna. Analisis data sekunder dapat pula dilakukan terhadap data hasil penilaian sumatif pretasi belajar lainnya, seperti ulangan akhir semester, atau survey-survey nasional prestasi belajar yang dilakukan Pemerintah.

3. Metode-Metode dalam Penelitian Pendidikan Kimia

Penelitian dalam bidang pembelajaran dapat berupa penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Perbedaan keduanya bukan dikhotomi, melainkan suatu kontinum. Banyak penelitian berada pada posisi tertentu dalam kontinum itu, dalam arti menggunakan prosedur penelitian kualitatif dan kuantitatif sekaligus sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkannya. Penelitian kualitatif lebih banyak dilakukan dengan tujuan memahami suatu fenomena pendidikan secara mendalam dan holistik. Sementara itu penelitian kuantitatif dilakukan untuk menentukan hubungan, pengaruh, dan penyebab. Penelitian kualitatif terikat konteks sehingga tak dapat digeneralisasi ke dalam konteks lain, sementara itu penelitian kuantitatif justru mencari generalisasi (kesimpulan umum) yang bebas konteks (context-free). Jika penelitian kualitatif mempelajari fenomena secara holistik (menyeluruh), maka penelitian kuantitatif justru terfokus pada faktor atau variabel tertentu secara terpisah.

(6)

banyak cara (multi-method). Untuk meyakinkan peneliti dalam menarik kesimpulan, peneliti melakukan triangulasi, yakni memperhatikan informasi tentang suatu aspek yang diteliti dari lebih dari satu sumber. Sementara itu dalam laporan, jika laporan penelitian kuantitatif lebih menitikberatkan pada presentasi angka dan statistik, maka laporan penelitian kualitatif didominasi oleh deskripsi naratif. Beberapa metode yang seringkali digunakan dalam penelitian pembelajaran dipaparkan berikut ini.

(1)Metode eksperimen. Eksperimen adalah suatu metode penelitian yang di dalamnya peneliti menyelidiki pengaruh suatu perlakuan (treatment) pada subyek penelitian. Dalam penelitian eksperimen satu variabel (variabel eksperimen) secara sengaja “dimanipulasi” (divariasikan) oleh peneliti untuk menentukan pengaruh dari variasi tersebut. Sementara itu variabel-variabel (extraneous variable) lain yang secara teoretik berpengaruh pada hasil eksperimen dikendalikan (controlled) dengan pelbagai cara, antara lain memilih anggota kelompok eksperimen (experimental group) dan anggota kelompok kontrol (kelompok kontrol) sebagai pembanding secara acak (random). Selanjutnya kelompok eksperimen dikenai perlakuan (treatment), yang dirancang, sementara kelompok pembanding tidak menerima perlakukan itu. Dampak variasi dievaluasi dengan membandingkan hasil pengukuran pasca perlakukan (post-test) terhadap kedua kelompok tadi. Untuk lebih meyakinkan bahwa dampak tadi memang karena perlakuan, acapkali pre-test dilakukan dan selisih antara post- dan pre-test (gain) turut diperbandingkan.

(2) Metode quasi-eksperimen

.

Dalam prakteknya sangat sulit untuk memilih anggota kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak, sebab dalam setting alaminya di persekolahan siswa telah dikelompokkan ke dalam kelas-kelas. Dengan demikian keacakan pemilihan sampel penelitian tak terpenuhi. Penelitian yang tidak bertumpu pada keacakan (randomness) dalam penugasan kelompok eksperimen dan kelompok, dinamakan penelitian quasi-eksperimen. Tetapi bukan berarti kedua kelompok sampel dibiarkan tidak setara, karena yang diambil adalah dua kelompok yang lebih mempunyai kesamaan di antara keseluruhan kelompok yang tersedia. Berdasarkan indikator-indikator tertentu dapat ditunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut “setara”, misalnya dari tingkat kecerdasan rata-rata siswa, perolehan hasil belajar, fasilitas belajar yang dipunyai, lingkungan belajar yang dialami, dsb. Kesetaraan kedua kelompok seringkali ditunjukkan pula oleh kesamaan dalam skor pre-test. Penelitian quasi-eksperimen sangatlah umum dilakukan dalam penelitian pendidikan.

(7)

dua kelas tersebut diberikan suatu test yang sama, yang mengukur pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tersebut, untuk kemudian diperbandingkan rata-rata skor test kedua kelompok tersebuit secara statistika.

(3) Metode kuantitatif non-eksperimen. Beberapa tipe penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode non-eksperimen, yakni penelitian deskriptif, penelitian komparatif, penelitian korelasional, serta penelitian “ex-post facto”. Penelitian deskriptif memaparkan suatu fenomena dalam pembelajaran dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase, rata-rata, variabilitas (rentang dan simpangan baku), serta citra visual dari data misalnya dalam bentuk grafik. Sebagai contoh, penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi topik-topik materi pelajaran kimia yang dirasakan sulit oleh siswa kelas XII SMA di Kota Bandung. Untuk mengumpulkan data, dilakukan survey dengan instrumen kuesioner terhadap sejumlah siswa yang menjadi “sampel” dalam penelitian ini. Kekuatan penelitian seperti ini bergantung pada ketepatan melakukan “sampling”, sehingga jumlah anggota sampel yang terbatas itu representatif. Berdasarkan data yang diperoleh dari sampel dapat disimpulkan tentang kondisi populasi, yakni topik-topik materi pelajaran kimia yang dirasakan sulit.

Penelitian komparatif meninjau hubungan antara dua atau lebih variabel dengan melihat perbedaan yang ada pada dua atau lebih kelompok subyek penelitian. Jadi, masing-masing kelompok diperbandingkan dari variabel tertentu yang diselidiki. Sebagai contoh suatu penelitian berusaha meninjau hubungan antara tingkatan kelas dan minat pada pelajaran kimia di suatu sekolah, dengan mensurvey minat siswa kelas X, kelas XI, dan kelas XII terhadap pelajaran kimia dan membedakannya satu sama lain secara statistika (misalnya analisis variansi untuk perbedaan rata-rata), sehingga hubungan antara minat terhadap pelajaran kimia dan tingkatan kelas dapat disimpulkan. Namun demikian, hubungan yang ditemukan dari penelitian komparatif ini, tidak serta merta dapat ditafsirkan sebagai hubungan kausal (sebab-akibat).

Penelitian korelasional menyelidiki hubungan di antara variabel-variabel, yang diungkapkan dengan nilai koefisien korelasi. Untuk mencari korelasi, setiap subyek penelitian memberikan satu skor untuk masing-masing variabel yang diteliti, sehingga terdapat dua himpunan skor yang jika dihitung nilai koefisien korelasinya memperlihatkan derajad kekuatan hubungan di antara variabel-variabel yang diselidiki hubungannya. Contoh penelitian korelasional adalah penelitian tentang kekuatan hubungan antara IQ dengan kemampuan belajar kimia siswa SMA. Contoh lain adalah penelitian tentang daya prediksi nilai kimia tes SPMB terhadap IPK mahasiswa program studi kimia di perguruan tinggi. Jika penelitian korelasional melibatkan lebih dari dua variabel sekaligus, maka teknik analisis statistika yang lebih rumit diperlukan dalam analisis data (misalnya regresi ganda). Jika keterkaitan hubungan antar variabel dapat dijelaskan secara teoretik, maka korelasi antarvariabel tersebut dapat dimaknai sebagai hubungan kausal.

(8)

menarik kesimpulan tentang adanya hubungan-hubungan kausal. Contoh pertayaan penelitian dari studi ex-post facto: Apakah siswa SMA yang mengikuti bimbingan tes mempunyai prestasi belajar kimia lebih tinggi daripada siswa yang tidak mengikuti bimbingan tes dalam SPMB? Pada studi ini keikutsertaan dalam bimbingan tes dapat dipandang sebagai “perlakuan”, dan pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam SPMB diselidiki dari perbedaan rata-rata nilai prestasi kedua kelompok tersebut.

(4) Metode kualitatif: Penelitian etnografik, analisis konten, fenomenology, dan studi kasus. Dalam konteks pendidikan, penelitian etnografik didefinisikan sebagai pendeskripsian secara ilmiah sistem, proses, dan fenomena pendidikan dalam konteks budayanya. Penelitian etnografik berkaitan erat dengan observasi, deskripsi, dan interpretasi terhadap fenomena yang diselidiki. Penelitian etnografik berlangsung dalam setting alami dan berfokus pada proses dalam mencoba memperoleh gambaran tentang obyek studi secara holistik. Sebagai contoh, suatu penelitian etnografik dalam pendidikan kimia berangkat dari pertanyaan: “Seperti apa pembelajaran kimia di sebuah sekolah berstandar internasional yang berhasil?” Observasi dilakukan dalam interaksi siswa dalam pembelajaran dalam kelas, laboratorium kimia, lab komputer, dan perpustakaan sekolah, dalam kurun waktu tertentu. Peneliti membuat catatan lapangan (field notes) secara intensif tentang apa yang diobservasinya, serta melakukan interviu terhadap banyak siswa dan guru. Berdasarkan semua informasi yang dikumpulkannya, peneliti memberikan paparan dan interpretasi yang akurat tentang pembelajaran kimia di sekolah yang menjadi situs penelitiannya, sehingga dapat menjadi model bagi guru di sekolah lain.

Analisis konten (content analysis) adalah suatu metode penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan sistematik mengenai isi (content) yang terungkap dalam suatu komunikasi (Zuchdi, 1993). Analisis konten dimanfaatkan untuk memahami makna dalam bentuk dokumen, artikel, buku ajar, soal ujian, media pembelajaran, rekaman video interaksi bekajar-mengajar, dll. Tahapan analisis konten mencakup tahap pendeskripsian yang diikuti dengan tahapan analisis dan inferensi. Analisis dapat dilakukan secara kuantitatif, seperti frekuensi, asosiasi dan korelasi, ataupun dilakukan secara kualitatif yang menekankan pola-pola hubungan yang ada dalam dokumen yang dianalisis. Satu contoh penelitian yang menggunakan analisis konten adalah penelitian tentang struktur pemecahan masalah dalam soal stoikiometri dalam tes SPMB. Peneliti mula-mula menentukan rentang tahun penerbitan soal-soal SPMB yang akan dianalisis, selanjutnya ia memecahkan soal-soal stoikiometri tersebut secara sistematis sampai memperoleh hasil akhir yang tepat. Dari proses pemecahan masalah yang dilakukannya, peneliti kemudian menartik kesimpulan tentang banyaknya langkah (step) yang diperlukan dalam memecahkan masalah, konsep dan prinsip apa yang terlibat, serta pola strukur pemecaham masalahnya (linear, bercabang di awal, bercabang di akhir, dll.) Penggambaran struktur proses pemecahan masalah stoikiometri dalam tes SPMB tersebut berguna bagi guru untuk mengajarkan “strategi pemecahan masalah” stoikiometri kepada siswa dalam rangka menyiapkan siswa menghadapi ujian SPMB.

(9)

dan pengalaman guru kimia melakukan tugas profesional baru atau tak biasa, misalnya mengimplementasikan KTSP sekolahnya yang berbasis kompetensi, menerapkan pendekatan pembelajaran baru, misalnya pendekatan kecerdasan ganda, pendekatan kontekstual, penilaian alternatif, dsb. Pengetahuan yang diangkat dari penelitian ini bermanfaat bagi pihak manajemen sekolah atau di lingkup yang lebih luas sebagai landasan untuk mengembangkan kondisi yang menunjang implementasi inovasi-inovasi di tataran satuan pendidikan.

Studi kasus (case study). Studi kasus merupakan pengkajian secara mendalam terhadap sebuah kelompok atau sejumlah kecil individu untuk mengungkap fenomena yang menjadi tujuan penelitian. Sebagai contoh, didorong oleh keinginan mendiagnosis akar masalah dari fenomena rendahnya hasil belajar siswa secara konsisten dari tahun ke tahun dalam materi pokok struktur atom di kelas XI, seorang guru melakukan “interviu klinis” secara mendalam beberapa orang siswa yang berprestasi rendah dalam tes struktur atom. Pada interviu itu guru mengajukan serangkaian pertanyaan dan mendalami jawaban siswa untuk mengungkap konsepsi-konsepsi siswa tentang konsep-konsep inti struktur atom yang telah diajarkan. Dari interviu klinis yang dilakukan guru akhirnya mampu mengidentifikasi aneka konsepsi dan miskonsepsi umum yang dialami siswa yang berkesulitan belajar kimia tersebut. Informasi hasil penelitian semacam itu sangat berguna bagi guru untuk merancang program remedi agar efektif menolong siswa yang berkesulitan belajar kimia. Sementara itu informasi yang sama jika dipublikasikan berguna bagi guru-guru lain untuk mengantisipasi miskonsepsi serupa. Studi kasus melalui interviu klinis ini patut dilakukan guru untuk mendiagnosis secara mendalam tentang akar masalah yang menimbulkan fenomena kesulitan siswa dalam memecahkan soal kuantitatif kimia, sebagaimana yang menggejala hingga saat ini.

4. Penutup

(10)

Rujukan

Bowen, C. W. (1994). What is research in chemistry education. Journal of chemical education, 71(3), 184-190.

Bucat, B. & Fensham, P. (Eds.) (1995). Selected papers on chemical education research: Implications for the teaching of chemistry. Delhi: The IUPAC committee on teaching of chemistry.

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2007). Research methods in education. London: Taylor & Francis Group.

De Jong, O., Schmidt, H., Burger, M. & Eybe, H. (1999). Empirical research into chemical education: The motivation, research domains, methods and infrastructure of a maturing scientific discipline. [Online] Tersedia:

http://www.euchems.org/binaries/ [10 Feb 2006]

Gabel, D. L. (Ed.) (1994). Handbook of research on science teaching and learning. New York: Macmillan.

Stavy, R. (1988). Children’s conception of gas. International Journal of Science Education, 10(5), 553-560.

Gambar

Gambar 3: Ranah-Ranah Penelitian Pendidikan Kimia

Referensi

Dokumen terkait

Variabel penelitian merupakan suatu objek, atau sifat, atau atribut atau nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai bermacam-macam variasi antara satu dengan

Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dalam Bidang Kesehatan melalui Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan sub topik bidang kesehatan, yaitu:Tantangan dan

Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dalam Bidang Kesehatan melalui Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan sub topik bidang kesehatan, yaitu:Tantangan dan

Neneng Siti Azizah, Nim: 192650012, topik penelitian: “Pengembangan Tes Membaca Menggunakan Google Form Pada Masa Pandemi” dalam pembelajaran tes membaca (penelitian

dikembangkan oleh Sultan Maulana Yusuf adalah: Pertama , pengembangan Keraton Surosowan; Kedua , pengembangan Masjid Agung Banten Ketiga, pengembangan pasar dan pelabuhan; Keempat,

Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dalam Bidang Kesehatan melalui Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan sub topik bidang kesehatan, yaitu:Tantangan dan

Untuk pelaksanaan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini akan dibatasi sesuai dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut: Waktu survei (wawancara terhadap

Ujian susulan adalah ujian tengah atau akhir semester yang diselenggarakan setelah jadwal yang telah ditetapkan. Ujian susulan dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut. 1)