MK Sosiologi Umum (KPM130) Rabu,19 November 2014
Praktikum ke-10 RK CCR 2.16/Q 09.2
Lini Angraini/F44140050 SISTEM STATUS DAN PELAPISAN
MASYARAKAT SISTEM STATUS YANG BERUBAH
Runtuhnya Sistem Status kolonial dalam Abad Kedua Puluh
Oleh: W.F. Wertheim Dan
SITUASI SOSIAL DUA KOMUNITAS DESA DI SULAWESI SELATAN
Oleh: Mochtar Buchori dan Wiladi Budiharga Asisten Praktikum:
1. Dyah Utari (I34110060) 2. Nurul Rizki (H44120099)
IKHTISAR BACAAN 1:
Sekitar tahun 1900, Belanda telah berhasil menegakkan kekuasaannya diseluruh kepulauan Indonesia. Pelapisan masyarakat kolonial yang berdasarkan ras meupakan hal yang lazim di Jawa dan pulau-pulau seberang pada saat itu. Tetapi pada abad ke XX terjadi perkembangan dan perubahan dinamis dalam statafikasi sosial dari kekuasaan masyarakat kolonial ke msyarakat pribumi, terutama para cendikiawan pribumi. Merupakan terobosan pola yang kaku dan meningkat mobilitas sosial.
Dipulau-pulau seberang uang merupakan pendobrak tehadap sistem asli yang lama dan bertentangan dengan tradisi dan kekuasaan kepala suku. Para pedagang dan petani yang baru kayu menuntut agar mereka mempunyai hak dan kedudukan yang lebih tinggi seperti halnya kepala adat yang merupakan pemegang status tertinggi pada masyarakat pertanian saat itu. Sementara itu, meluasnya ekonomi uang di pulau Jawa menyebabkan bertambahnya perbedaan profesi dan pekerjaan baru seperti monti, sopir, masinis, dan mandor.
oleh pengusaha barat dan orang Cina yang sukses berbisnis. Pendidikan juga berpengaruh dalam mobilitas sosial. Para cendikiawan dari desa setelah lulus biasanya bekerja atau tinggal di kota untuk mendapatkan prestise yang lebih tinggi. Di desa guru atau cendikawan di hormati oleh masyarakat karena gelar dan kewibawaannya.
Pendidikan mendobrak struktur sosial pertanian dan menciptakan kelas baru bagi mereka. Bahkan, cendikiawan bisa lebih di hargai dan mndapat status yang lebih tinggi daripada pemuka agama dan adat. Adanya kelas ini mempengaruhi sistem nilai kemasyarakatan dalam masyarakat Indonesia , mempengaruhi pelapisan kolonial dan mendobraknya pada abad XIX, dan membuka peluang cendikiawan pribumi untuk mengisi jabatan yang tadinya hanya untuk kasta Eropa saja.
Pada awalnya, jabatan tertinggi di duduki oleh orang Eropa, menengah oleh orang Indo Eropa dan jabatan bawah di isi oleh cendikiawan pribumi. Seiring waktu, perkembangan pendidikan dan tuntutan situasi krisis menyebabkan persaingan hebat untuk mendapatkan posisi tinggi antara golongan Indo Eropa, orang Cina dan bumiputera. Golongan Indo Eropa ingin mempertahankan posis mreka dalam masyarakat dengan cara menciptakan jarak antar golongan. Sedangkan bumiputera menekankan pada persatuan dan kesadaran nasionalisme.
Wanita dan pemuda pribumi dengan kapasitasnya sebagai cendikiawan dan teman seperjuangan dalam nasionalisme, sering mendapat prestise sosial yang hakikatnya bertentangan dengan nilai tradisional. Di pihak lain, orang Indo Eropa yang gagal bersaing, menyebabkan mereka miskin secara materi dan pergi ke dalam kampung, yaitu bagian kota yang miskin yang di tinggali oleh penduduk asli. Pedagang Cina juga menghadapi kemelut perdagangan yang menyebabkan mereka bangkrut dan terpaksa bekerja di perusahaan atau dinas yang sedikt mereka perhatikan.
Dengan demikian, bahkan sebelum perang, kedudukan istimewa yang di duduki oleh orang Eropa dan Cina juga sudah diduduki oleh cendikiawan pribumi. Terdapat suatu kecederungan yang kuat ka aah suatu sistem nilai yang baru berdasarkan kemampuan individu secara intelektual, kekayaan dan keskuasaan yang telah ada, tetapi perkembangan ini pada umumnya masih dapat di tahan, baik oleh sisa-sisa struktur feodal maupun kolonial.
IKHTISAR BACAAN 2:
Penduduk dari golongan minoritas cukup terbuka untuk membentuk pola pergaulan sosial yang akrab dengan kelompok minoritas dan kelompok menengah berusaha untuk mengembangkan pergaulan sosial antar golongan. Masyarakat dari kaum buruh merupakan kelas yang tercampak, sulit untuk membentu kontak sosial dengan masyarakat lapisan atas secara spontan.
Pejabat dan kelompok profesional adalah masyarakat yang berpendidkan dengan gelar paling rendah sarjana muda dan merupakan kelompok homogen. Persentasi kesempatan pendidikan pada anak komunitas Maricana Selatan dapat menunjukkan perbedaan status dalam aspek ekonomi mereka. Kesan umum adalah menyatakan bahwa masyarakat tampaknya berusaha memanfaatkan kesempatan yang tersedia secara maksimal.
Media cetak seperti koran dan majalah yang lazim nya di gemari dan di beli olah golongan atas danuntuk golongan bawah yang tidak mampu membeli, maka dia akan meminjam untuk membaca. Golongan atas dan menengah kebanyakan mempunyai perpustakaan pribadi baik untuk koleksi, hobi atau sekedar menunjukkan gengsi. Kebanyakan digunakan sebagai alat untuk menimbulkan kesan terpelajar.
Pada lapisan menengah dan kebawah masih ada keakraban sosial yang bersifat tradisional seperti nonton tv bersama, acara-acara hiburan dan sebagainya. Mayoritas beragama islam dan terdapat bentuk pendidikan keagamaan untuk para ibu, remaja putri dan anak-anak.
Sedangkan pada masyarakat Polewali, lapisan masyarakt paling atas di duduki oleh ulama, pemangku adat dan pejabat dari suku Bugis dan Makassar, kelompok menengah yaitu golongan pedagang dari campuran semua suku dan lapisaan paling bawah di isi oleh kaum buruh dari suku Toraja, Jawa, Cina, dan Bugis. Alim ulama dan pemangku adat lebih menggunakan kekayaan mereka secara hati-hati dan bijaksana sedangkan pejabat lebih suka berfoya-foya dan memiliki gaya hidup orang modern.
Masyarakat sangat menjunjung tinggi pendidikan sebagai sarana untuk menduduki posisi terhormat dalam masyarakat dan lebih mengutamakan aspek fungsional dibandingkan aspek simbolis. Pengajaran agama oleh alim ulama dan pemangku adat di mesjid atau surau, dan agama menjadi pembimbing masyarakat dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
dan kebanyakan mereka hidup sederhana menuruti patokan mereka berperilaku yaitu alim ulama dan pemangku adat.
ANALISIS BACAAN 1: 1. Diferensiasi:
Ras
Gelar (lebih menonjol pada gelar dari pendidikan) Inequality:
Akses pendidikan
Akses jabatan penting pemerintahan Diferensiasi
Stratifikasi sosial: Inequality Stratifikasi
sosial Urutan dari yang paling tinggi ke paling rendah Ukuran
Kekayaan
Tinggi:Orang Eropa
Menengah: pedagang Cina, bangsawan pribumi, petani yang baru kaya
Bawah:buruh, pedagang kecil, masyarakat pribumi era kolonial
Ukuran Kekuasaaan
Orang Eropa dalam pemerintahan kolonial Cendikiawan
Ketua adat
Pedagang dan petani kaya
Petani miskin dan rakyat pribumi Ukuran
Kehormatan
Orang Eropa kemudiaan digantikan dengan para cendikiawan
Pemangku adat, pemuka agama dan kaum bangsawan
Petani berpengalaman (berjasa) Rakyat pribumi
Ukuran Pengetahua n
Cendikiawan, termasuk dari Eropa, Indo Eropa dan cendikiawan pribumi
Pemuka agama dan pemangku adat Petani dan rakyat pribumi
2. Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial (Soekanto, 1990).
sosial sederajat, seangkan vertikal tidak sederajat. Gerak vertikal ada yang social climbing (vertikal naik) dan social sinking (vertikal turun).
Horizontal: anak Eropa yang pada saat lahir
langsung mendapatkan posisi paling atas karena dia orang Eropa yang dianggap memiliki status tinggi pada saat pemerintahan kolonial atau anak kaum bangsawan. Masyarakat pribumi yang bekerja seperti menjadi masinis, sopir, montir dan mandor, kemudian mereka beralih pekerjaan, tetapi masih dalam ruang lingkup yang sejajar.
Social climbing: petani baru kaya dan pedagang yang berjuang untuk memperoleh kedudukan setara pemangku adat, cendikawan pribumi yang mulai menduduki kursi pemerintahan kolonial, dan akhirnya menumbangkan status pemerintahan kolonial, gerakan wanita yang berusaha untuk
mendapatkan hak yang seperti halnya kaum laki-laki dan akhirnya berhasil memperjuangkan haknya. Social sinking: pedagang Cina yang bangkrut dan
akhirnya bekerja pada perusahaan atau dinas yang kurang mendapat perhatian mereka. Cendikiawan Indo yang gagal dan masuk kedalam kampung, yaitu bagian kota yang penduduk aslinya miskin, karena mereka jatuh dan miskin secara materi. Kedudukan orang Cina dan Eropa yang bergeser kebawah
karena kalah bersaing dengan para cendikiawan dan pemuda Indonesia.
ANALISIS BACAAN 2: 1. Diferensiasi:
Gelar pendidikan Prestasi
suku Inequality:
Akses kontak sosial
Akses media ( misal tv, koran dan majalah) Diferensiasi
Stratifikasi sosial: Inequality Stratifikasi
sosial Urutan dari yang paling tinggi ke paling rendah Ukuran
kekayaan
insinyur, dan kelompok profesional lainnya. Lapisan ekonomi menengah, terdiri dari
pedagang, alim ulama, pemangku adat. Lapisan bawah, terdiri dari para buruh misalnya buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik dan sebagainya.
Ukuran Kekuasaaan
Pejabat dan profesional untuk desa
Mariyana selatan dan ulam, pemangku adat dan pejabat desa Polewali.
Pedagang Buruh Ukuran
Kehormatan
Pemangku adat, alim ulama Pejabat
Peagang Buruh Ukuran
Pengetahua n
Kelompok profesional, pemangku adat dan alim ulama
( dinilai berdasarkan keahlian masing-masing)
Pegawai negeri Pedagang
Buruh
2. Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial (Soekanto, 1990).
Mobiltas sosial terbagi dua, yaitu gerak sosial horizontal dan gerak sosial vertikal. Horizontal merupakan gerak sosial sederajat, seangkan vertikal tidak sederajat. Gerak vertikal ada yang social climbing (vertikal naik) dan social sinking (vertikal turun).
Horizontal: misalnya seorang buruh pagi hari bekerja sebagai buruh tani dan malam bekerja sebagai buruh bangunan. Alim ulama yang
pekerjaan selain berdakwah juga berprofesi menjadi guru agama di pesantren.
anaknya dapat bersekolah sampai menjadi seorang yang profesional, itu akan menambah kehormatan dan mungkin kekayaan pemangku adat dan ulama yang pada akhinya akan meningkatkan status sosial mereka.
Social sinking: para pejabat yabg bisa hidup mewah, dan menghamburkan uang, gemar menggunakan simbol kemewahan, akan menurunkan status sosial mereka. Hal ini bisa terjadi karena kehormatan para pejabat berkurang di meta masyarakat yang kebanyakan hidup sederhana dan beragama islam, juga jika para pejabat masih berfoya-foya, maka kekayaannya kan berkurang yang pada akhirnya menurunkan status sosial mereka dalam