• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan ASKEP Diabetes Melit (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Pendahuluan ASKEP Diabetes Melit (1)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

jLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM) DENGAN ULKUS

A. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,

dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang

biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan

absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender

dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai

sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan

(2)

Kaki Diabetes

B. KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Melitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

(3)

C. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah: 1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

(4)

dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu

yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia

(Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang

merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas

3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik 3. Diabetes dengan Ulkus

(5)

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

2) Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain. 3) Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada

pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:  Adanya hormone aterogenik

 Merokok

 Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:  Kaki dingin

 Nyeri nocturnal

 Tidak terabanya denyut nadi

 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior

 Kulit mengkilap

 Hilangnya rambut dari jari kaki

 Penebalan kuku

(6)

b. Faktor eksogen 1) Trauma

2) Infeksi

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,

lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90

gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam

tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit. b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang

bersama-sama membentuk organ endokrin yang

(7)

1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

(8)

2. Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk

mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.

Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.

3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

(9)

b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

Diabetes Melitus (DM)

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah : 1. Diabetes tipe I

(10)

konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

(11)

pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)

(12)

Pathway Diabetes Melitus (DM)

Pathway DIABETES MELITUS (DM)

(13)

a. hiperglikemia berpuasa

b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia c. keletihan dan kelemahan

d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

3. Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan) c. Paresthesia (kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang) e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

(14)

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

DIABETES MELITUS (DM)

Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:

Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

(15)

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

DIABETES MELITUS (DM)

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.

a. Hipoglikemia.

b. Ketoasidosis diabetic (DKA)

c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK). 2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

(16)

b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: 1) Grade 0 : tidak ada luka

2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit 3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III : terjadi abses

5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai 3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg terkena

Yg terjadi Komplikasi

(17)

mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina

Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan

Ginjal Penebalan pembuluh

darah ginjal

Protein bocor ke dalam air

kemih

Darah tidak disaring secara

normal

Fungsi ginjal yg buruk Gagal ginjal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan

 Tekanan darah yg

naik-turun

(18)

perubahan fungsi pencernaan serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi

2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%

maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.

3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi

(19)

1. Medis a. Obat

1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes) a) Mekanisme kerja sulfanilurea

 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

 kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat

meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

 Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik

(1) Menghambat absorpsi karbohidrat

(2) Menghambat glukoneogenesis di hati (3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin (5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler b. Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) f) DM dan TBC paru akut

(20)

h) DM operasi

2) Insulin diperlukan pada keadaan : a) Penurunan berat badan yang cepat.

b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. c) Ketoasidosis diabetik.

d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2. Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

(21)

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

(1) Diit DM I : 1100 kalori (2) Diit DM II : 1300 kalori (3) Diit DM III : 1500 kalori (4) Diit DM IV : 1700 kalori (5) Diit DM V : 1900 kalori (6) Diit DM VI : 2100 kalori (7) Diit DM VII : 2300 kalori

(8) Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)

BBR = ---X 100 % TB (cm) – 100

(22)

3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 % 4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %

- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 % - Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

- Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM

yang bekerja biasa adalah:

1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari 2) Normal : BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari 4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

(23)

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

Pendidikan kesehatan perawatan kaki 1. Hiegene kaki:

 Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan

digosok

 Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang

berlebih

 Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

 Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

 Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

 Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki

direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.

2. Alas kaki yang tepat 3. Mencegah trauma kaki 4. Berhenti merokok

5. Segera bertindak jika ada masalah f. Kontrol nutrisi dan metabolic

(24)

protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight

bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

(25)

DIABETES MELITUS (DM)

SOP PERAWATAN LUKA DM A. TAHAP PRE INTERAKSI

1. Cek catatan medis dan perawatan

2. Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau

nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan luka. 3. Cuci tangan

4. Siapkan alat-alat:

a. Satu set perawatan luka steril/ bak steril: - Sarung tangan steril 1 pasang

- Pinset anatomis 2 buah - Pinset chirurgis 1 buah - Gunting jaringan 1 buah - Kassa steril

(26)

b. Alat non steril:

- Sarung tangan bersih - Kapas alkohol

- Korentang

- Perlak atau pengalas - Bengkok

- Kom berisi Lysol 1% - Gunting verban/ plester - Verban

- Plester - Schort - Masker

- Obat sesuai program medis - Tempat sampah

B. TAHAP ORIENTASI

1. Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien

2. Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri 3. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan

4. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

(27)

3. Gunakan schort, masker

4. Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi 5. Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita

6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka 7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat

8. Taruh bengkok dekat dengan luka

9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada

balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan dengan NS secukupnya.

10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.

11. Buang balutan kotor pada bengkok

12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)

13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.

14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.

15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis

16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%. 17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler

(28)

18. Keringakan luka dengan kassa kering

19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order

20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan 21. Balut luka dengan verban

22. Pasang plester untuk fiksasi balutan

23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat 24. Lepaskan sarung tangan

25. Cuci tangan

D. TAHAP TERMINASI 1. Evaluasi perasaan klien

2. Simpulkan hasil kegiatan 3. Berikan reinforcement positif

4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 5. Akhiri kegiatan

E. TAHAP DOKUMENTASI

(29)

Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

(30)

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3. Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. 4. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. 5. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

6. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis. 7. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. 8. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. 9. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

(31)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan

sumber informasi.

6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya 7. PK: Hipo / Hiperglikemi

8. PK : Infeksi

(32)

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen

injuri fisik

Setelah dilakukan asuhan keperawatan,tingkat menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt

Control nyeri dibuktikan

Manajemen nyeri :

1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.

6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

(33)

dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.

8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien

(34)

kebutuhan tubuh bd adekuatdibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

2. Kaji adanya alergi makanan.

3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

(35)

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan

2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri

4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9% 5. Lakukan nekrotomi K/P

6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan 8. Lakukan pembalutan

(36)

luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka 12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan mobilitas

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan, dapat teridentifikasi Mobility level Joint movement: aktif. Self care:ADLs

Dengan criteria hasil: 1. Aktivitas fisik meningkat 2. ROM normal

3. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak

Terapi Exercise : Pergerakan sendi

1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami 2. Kolaborasi dengan fisioterapi

3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

Exercise promotion

(37)

4. Klien bisa melakukan aktivitas 5. Kebersihan diri klien terpenuhi

walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga

2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat

Exercise terapi ambulasi

1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri

3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.

(38)

kebutuhan sehari-hari

5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan

6. Promosi aktivitas sesuai usia 5. Kurang

2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

(39)

8 Regimen/aturan pengobatan 9 Sumber-sumber kesehatan 10 Manajemen penyakit

7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain. 6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan

keperawatan, klien mampu Perawatan diri

Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :

 Pasien dapat melakukan

Bantuan perawatan diri

1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

(40)

aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

 Kebersihan diri pasien

terpenuhi

4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

7. PK: Hipo /

Hiperglikemi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia

Managemen Hipoglikemia:

1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/ dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl

(41)

5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia 1. Monitor GDR sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.

3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi 4. Berikan insulin sesuai order

5. Pertahankan akses IV

6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk

(42)

9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan 8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan

keperawatan, perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defesiensi imun

1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder 2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. 3. Batasi pengunjung bila perlu.

4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

(43)

9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi

11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan 12. Berikan antibiotik sesuai program. 13. Monitor hitung granulosit dan WBC.

14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip. 15. Dorong istirahat yang cukup.

16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]

cited 12 Februari 2012], avaible from

URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/ Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit

Referensi

Dokumen terkait

Tugas : mereaksikan etanol dengan asam asetat menjadi etil asetat dengan katalis resin. Tinggi : 2200 mm Diameter : 1300 mm Bahan : Steinless steel Volume :

Pemberokan selama tiga hari pada semua perlakuan salinitas tidak mengakibatkan perubahan nilai faktor kondisi belut.. Ikan belut memberikan respons fisiologis yang paling baik

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Dan Interval Waktu Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Atonik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Selada ( Lactuca

Ukuran nominal pipa yang dipilih adalah ukuran pipa nominal yang memenuhi syarat kecepatan alir dan penurunan tekanan fluida seperti diatas, dan schedule pipa Nomor 40

Semarang yang telah mengikuti mata kuliah Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran dan mengambil minimal 110 sks tanpa nilai E sebagai bentuk penerapan dari teori yang

Ketika ada chat dan pesan yang masuk maka setiap saat Anda akan mengecek smartphone Anda, sehingga hal tersebut akan mengganggu tidur Anda, pastinya Anda akan kurang tidur

Penempatan titik pemboran didesign dengan mempertimbangkan informasi geologi yang diperoleh dari hasil surface mapping agar supaya sample yang diperoleh dapat

Judul Tesis : HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN INTAKE ZAT GIZI DENGAN TINGGI BADAN ANAK BARU MASUK SEKOLAH (TBABS) PADA DAERAH ENDEMIS GAKY DI KECAMATAN PARBULUAN