• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbandingan asuransi dan konvensional denga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perbandingan asuransi dan konvensional denga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Asuransi Konvensional dengan praktik Asuransi Syariah di

Indonesia

Diajukan kepada Dosen untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat

menyelesaikan mata kuliah

HUKUM ASURANSI

Oleh :

Nama : Rifqotunnisa

NPM : 11.12.081

UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA

FAKULTAS HUKUM

2015

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil temuan dari dunia Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan (reinaissance). Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak ekonomi pada era modern dan terus berlanjut pada masa sekarang.

Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah menjadi satu kekuatan tersendiri bagi perkembangan Islam baik secara kultural maupun secara struktural. Sejarah membuktikan, bahwa Islam di Indonesia mempunyai peranan penting dalam membangun dan mengukir sejarah di tanah air Indonesia seperti halnya dalam membangun perekonomian negara. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Dasar yang menjadi semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem kapitalis yang intinya hanya bermain dalam pengumpulan modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu, dan kurang atau tidak mempunyai akar untuk pengembangan ekonomi pada tataran yang lebih komprehensif.

Lain halnya dengan asuransi syariah. Asuransi dalam literatur keislaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong-menolong yaang menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam.

Meskipun di Indonesia sudah banyak asuransi syariah, namun tak lepas dari Undang-undang perasuransian yang pertama kali muncul yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 1992 yang kini telah diganti dengan Undang-undang No. 40 Tahun 2014 dan itulah yang menjadi dasar asuransi syariah dengan asuransi konvensional saat ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yangt dimaksud dengan asuransi ?

2. Bagaimana perbedaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah ? 3. Bagaimana praktik asuransi syariah di Indonesia ?

BAB II

PEMBAHASAN

(3)

Kata asuransi berasal dari kata bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Sedangkan dalam Bahasa Belanda bisa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertangguhan).

Menurut Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan makna asuransi dan/atau jaminan. Mengenai definisi asuransi secara baku maka dapat dilihat dari peraturan (udang-undang). Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penangguhan mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).

Menurut Undang-undang No 40 Tahun 2014 dalam Pasal 1 butir 1 ; Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asiransi sebagai imbalan untuk:

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu perisiwa yang tidak pasti; atau b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung

atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

(4)

Sedang dalam pandangan Abbas Salim, asuransi dipahami sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar:at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembaya iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

Hermawan Darmawi dalam bukunya Manajemen Asuransi memberikan definisi asuransi dari berbagai sudut pandang; (1) dalam sudut pandang ekonomi, asuransi merupakan metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (finansial). (2) dari sudut pandang hukum asuransi merupakan suatu kontrak (perjanjian) pertanggungan risiko antara tertanggung dengan penanggung. (3) dalam pandangan bisnis, asuransi adalah sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jjasa, dengan berbagai risiko (sharing of risk) diantara sejumlah nasabahnya. (4) dari sudut pandang sosial, asuransi dideefinisikan sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota tersebut. (5) dalam pandang matematika, asuransi merupakan aplikasi matematika dalam perhitungan biaya dan faedah pertanggungan risiko.

B. Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah

Dalam asuransi konvensional terdapat beberapa industri asuransi antaralain asuransi kerugian dan asuransi jiwa, adapun prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian konvensional antaralain :

(5)

Insurable interest merupakan hak berdasarkan hukum untuk mempertangungkan suatu risiko yang berkaitan denga keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan sesuatu yang dipertanggungkan.

Darmawi mendefinisikan insurable interest sebagai hak atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian finansial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian atau kehancuran suatu harta. Tanpa insurable interest, suatu kontrak akan merupakan kontrak taruhan atau kontrak perjudian, lagi pula dapat menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya kerugian dengan tujuan memperoleh santunan. Dan jika insurable interest itu ada maka tidak mungkin mendapatkan keuntungan dari peristiwa tersebut.

Apabila terjadi musibah atas objek yang diasuransikan dan terbukti bahwa kita tidak memiliki kepentingan keuangan atas objek tersebut, maka kita tidak berhak menerima ganti rugi.

2. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) atau/ Itikad Baik

Utmost good faith adalah bahwa kita berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan. Dalam melakukan kontarak asuransi, pihak penaggung perlu menjelaskan secara lengkap hak dan kewajibannya selama masa asuransi. Selain itu yang harus diperhatikan adalah perlakuan dari penanggung pada saat benar-benar ada risiko yang menimpa tertanggung. Pihak penanggung harus konsisten terhadat hak dan kewajiban yang dicantumkan dalam kontrak (polis) termasuk batasan-batasan yang ada sehingga jelas apabila ada risiko yang tidak ditanggung oleh asuransi. Kewajiban dari kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of disclosure.

3. Indemnity (Indemnitas)

Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak penggantian kerugian”. Dalam hal ini penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung,dan tidak lebih besar daripada kerugian ini.

(6)

dilakuakn dengan beberapa cara, yaitu pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, dan pembangunan kembali.

4. Subrogation (Subrogasi)

Prinsip subrogasi telah diatur dalam pasal 284 kitab Undang-undang Hukum Dagang yang berbunyi; “apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung”. Jadi prinsipnya merupakan hak penanggung yang telah memeberikan ganti rugi kepada tertanggung. Untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.

5. Contribution (Kontribusi)

Prinsip kontribusi ialah apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Prinsip ini merupakan akibat wajar dari prinsip indemnity yaitu, penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memilki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing belum tentu sama besar.

6. Proximate Cause (Kausa Proksimal)

Suatu sebab aktif, efisien yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independent. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini:

a. Seseorang mengendarai kendaraannya dijalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.

b. Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit. c. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.

(7)

penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau tidak. Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta staf yang bekerja didalamnya. Karena asuransi adalah bisnis yang berkaitan erat dengan risiko maka sebuah manajemen asuransi juga tidak dapat dilepaskan dari bagaimana cara mengelola risiko itu sendiri.

Sedangkan Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu al Qur’an dan sunnah Rasul. Adapun dalam asuransi syariah terdapat prinsip dasarnya yang antara lain ;

a. Tauhid (unity) adalah dasar utama ddari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah islam. (QS. Al-Hadid [57]:4)

b. Keadilan (justice) adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. (QS. An-Nahl [16]:90)

c. Tolong-menolong (ta’awun) adalah melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong antara anggota (nasabah). (QS. Al-Maidah [5]:3)

d. Kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islam.

e. Amanah (trustworthy/al-amanah) adalah dapat dipercaya. f. Kerelaan (al-ridha) (QS. An-Nissa [4]:29)

g. Larangan riba merupakan larangan mengambil harta orang lain. (QS. An-Nisa [4]:29)

h. Larangan maisir (judi) (QS. Al-Maidah [5]:90)

i. Larangan gharar (ketidakpastian) merupakan larangan menampilkan sesuatu yang tampaknya menyenangkan akan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.

(8)

yang marak dipakai (lazim) dalam bisnis syariah dan sepertinya sudah menjadi trend sehingga setiap lembaga keuangan di Indonesia yang berbasis syariah biasa menggunakan konsep ini.

Definisi Mudharabah: Akad kerjasama antara pemilik dana/nasabah/tertanggung (shahibul maal) dengan pengusaha/penanggung (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya.

Sesuai dengan prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan Asuransi Syariah, maka seluruh dana yang dihimpun dari pemegang polis asuransi akan dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana pemegang polis asuransi yang dikembangkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah).

Para pemegang polis dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul mal) dan Asuransi Syariah berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib). Setiap premi yang dibayar oleh pemegang polis akan dimasukkan dalam rekening Tabarru perusahaan, yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan saling membantu. Kumpulan dana pemegang polis sebelum dikelola lebih lanjut terlebih dulu dipisahkan menjadi dua golongan, yaitu Dana Pemegang Saham (Shareholder Fund) dan Dana Peserta Asuransi (Participant Fund / Premium), dan masing-masing dana mempunyai akuntansi terpisah. Hasil pengembangan dana setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) akan dibagi antara pemegang polis dan perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam suatu perbandingan tetap yang besarnya telah ditentukan pada awal penutupan polis asuransi. Misal: 70% untuk perusahaan dan 30% untuk seluruh peserta. Ilustrasi mekanisme pengelolaan dana dapat dilihat pada diagram alur berikut ini :

(9)

Ada Dewan Pengawas Syariah, fungsinya mengawasi Manajemen, Produk, dan

Investasi Dana

Dewan Pengawas Syariah Tidak ada

Tolong menolong (Takafuli) Akad Jual beli (Tabaduli)

Investasi dana berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil

(Mudharabah)

Investasi Dana Investasi Dana berdasarkanbunga (riba)

Dana yang terkumpul dari

Pembayaran Klaim Dari rekening dana perusahaan

Dibagi antara Perusahaan dengan Peserta (sesuai prinsip

bagi hasil/Mudharabah)

Keuntungan Seluruhnya menjadi milikperusahaan

Dalam asuransi terdapat suatu akad, pada asuransi syariah dan asuransi umum atau konvensional terdapat perbedaann yang antaralain :

a. Akad asuransi non syariah adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung membayar premi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.

b. Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang di dalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

(10)

Sedangkan, asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Akad asuransi syariah adalah bersifat tabarru, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah keuntungan hasil mudhorobah bukan riba.

b. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapatkan imbalan, dan kalau ada imbalan, sesunguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

c. Dalam asuransi syari’ah tidak ada piha yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

d. Akad asuransinya syari’ah bersih dari gharar dan riba. e. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental

C. Praktik Asuransi Syariah di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang berdaulat telah menjadi satu kekuatan tersendiri bagi perkembangan Islam baik secara kultural maupun secara struktural (kelembagaan). Adapun secara lembaga-struktural perkembangan ekonomika islam di Indonesia mulai kelihatan pada paruh akhir abad 20, yaitu tepatnya pda tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai bank umum pertama kali yang beroperasi berdasarkan syariah islam. Tidak selang lama, sekitar tahun 1994 telah menyusul sebuah perusahaan asuransi yang juga beroperasi berdasarkan syariah, yaitu Asuransi Takaful Keluarga.

(11)

21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di Indonesia maka seluruh investasi yang dilakukan perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai dengan syariah.

Namun keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusi masih sangatlah lemah dan perlu adanya political will (kebijakan politik) yang mendukung dari pemerintah Indonesia saat ini. Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional).

Saat ini baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 449/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian danPembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.

Dalam hal penerapan asuransi syariah di indonesia masih bersifat batil atau masih menerapkan sistem penawaran non syariah dalam hal sistem bagi hasilnya (nisbah). Dimana perusahaan asuransi syariah menerapkan sistem tawar menawar dalam menentukan prosentase yang notabene tawar menawar tersebut masih termasuk kedalam unsur jual beli.

Sebagai contoh dalam perjanjian asuransi mudharobah, pengelolaan dana premi takaful keluarga dalam unsur tabungan dengan salah satu perusahaan asuransi syariah di kota malang. Kelompok kami mencoba untuk mencari informasi dengan berpura-pura membuka dana asuransi disalah satu perusahaan asuransi dikota malang. Pihak perusahaan asuransi syariah tersebut menawarkan pada kami sistem pembagian nisbah sebesar 50 % untuk nasabah dan 50% untuk perusahaan asuransi tersebut. Kemudian ketika kami tidak setuju, mereka menawarkan untuk 60% untuk kita dan 40% untuk mereka (perusahaan asuransi) tersebut. Sedangkan didalam buku “Aspek-aspek hukum perasuransian syariah di Indonesia” karya Gemala Dewi, S.H.,LL.M. cetakan prenada media grup edisi revisi cetakan ketiga menjelaskan bahwa, seharusnya pembagian nisbah tersebut 70% dan 30%, hal ini dikarenakan pihak asuransi hanya mengolah dana dari nasabah untuk di investasikan. Dalam buku ini dijelaskan pula bahwa pembagian 70% dan 30% tersebut untuk nasabah sebesar 70% dan 30% untuk biaya operasional perusahaan asuransi tersebut.

(12)

Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabbaru' Pada Asuransi Syariah” tidak dijelaskan secara mendalam tentang pembagian dana nisbah secara pasti dan sah menurut syariah islam.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penangguhan mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).

Sedangkan menurut Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar:at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembaya iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

(13)

Dalam hal penerapan asuransi syariah di indonesia masih bersifat batil atau masih menerapkan sistem penawaran non syariah dalam hal sistem bagi hasilnya (nisbah).

B. Saran

Sebaiknya asuransi syariah di Indonesia lebih diperhatikan lagi dan perlu adanya kebijakan politik dalam membuat aturan-aturan tentang asuransi syariah sehingga asuransi syariah dapat menerapkan prinsip syariah secara benar.

DAFTAR PUSTAKA

AM. Hasan Ali, MA. Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana. 2004

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Pembimbing. 1958.

Abdul Aziz Dahlan dkk (editor). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. 1996

http://www.asuransi-mobil.com/perbedaan_asuransi_syariah_dan_konvensional.htm

http://www.zonanesia.com/2014/12/pengertian-asuransi-konvensional-atau.html

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar V.13 menampilkan antarmuka menu scan yang merupakan bagian utama pada aplikasi ini.. Dimana pada menu ini akan menampilkan objek Augmented Reality berdasarkan

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar akuntansi yang diajar

Metil paraben digunakan dalam skin lotion karena dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur (Rieger 2000).. Berdasarkan dari hasil pengujian skin lotion secara

Meskipun secara parsial persepsi harga tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian namun penilaian terhadap harga serta kualitas dari suatu

Dalam hal ini yang menjadi kajian peneliti adalah yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia yang disita oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur

Ditinjau dari sumber penghasilan utama rumah tangga, ternyata di Kecamatan Pagerwojo yang terbesar adalah sektor pertanian hal ini dikarenakan Kecamatan Pagerwojo

Sebelum pemasangan instalasi plumbing, fixture-fixture dan peralatan lain, Kontraktor Pelaksana harus menyerahkan contoh barang-barang yang akan dipasang dan atau brosur-brosurya

pendidik di SMP Pasundan wilayah Kota Administratif Cimahi dipengaruhi oleh faktor-faktor tingkat kualifikasi akademik guru, kesesuaian mata pelajaran yang diampu