• Tidak ada hasil yang ditemukan

strategi Pengembangan Koleksi Institutio Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "strategi Pengembangan Koleksi Institutio Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Pengembangan Koleksi

Institutional

Repository

di Perpustakaan Perguruan Tinggi

Rory Ramayanti1

Roryramayanti24@gmail.com

Email yang akan dikirim: media.pustakawan@gmail.com wipa@mail.uajy.ac.id

Abstrak

Institutional repository atau simpanan kelembagaan merupakan salah satu bentuk dari koleksi diperpustakaan. Institutional repository hadir sebagai dampak dari keberadaan perpustakaan digital dan dengan kesadaran oleh lembaga-lembaga induk perpustakaan untuk mendigitalisasikan karya lembaga mereka mengingat banyak sekali manfaat yang ditimbulkan oleh digitalisasi koleksi perpustakaan. pentingnya dengan koleksi lain, Instirutional repository juga memuat informasi yang sangat berguna bagi pengguna. Untuk perpustakaan perguruan tinggi institutional repository mendukung dalam kegiatan pembelajaran maupun penelitian. Untuk itu diperlukan sebuah strategi dalam pengembangannya agar koleksi institutional repository dapat berdaya guna semaksimal mungkin. Suatu model pengembangan koleksi dinilai penting untuk di adopsi oleh pengembangan institutional repository itu sendiri. Hal ini mengingat selama ini pengembangan koleksi hanya memberikan perhatian lebih pada koleksi material saja sementara koleksi yang berbentuk digital sering sekali terabaikan. Padahal koleksi perpustakaan terus berkembang dalam berbagai format dan media yang tentu saja berbeda dalam penanganannya.

Kata Kunci: Pengembangan koleksi, institutional repository, perpustakaan perguruan tinggi

Pendahuluan

1 Mahasiswa Program Pasca Sarjana Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi,

(2)

Menghadapi banjirnya informasi pada saat sekarang ini, diperlukan sikap selektif untuk memilih informasi yang sesuai kebutuhan dan jelas validitasnya. Perpustakaan sebagai lembaga informasi, mengelola koleksi yang memuat banyak informasi. Agar koleksi perpustakaan dapat memberikan manfaat serta memenuhi kebutuhan penggunanya, maka diperlukan strategi dalam pengelolaannya.

Pengembangan koleksi merupakan salah satu aktivitas di perpustakaan yang mengendalikan setiap koleksi yang ada diperpustakaan. Hal ini penting dilakukan untuk mejaga eksitensi dari perpustakaan itu sendiri karena koleksi merupakan kekuatan dari perpustakaan. di perpustakaan perguruan tinggi sendiri koleksi merupakan sebuah landasan awal bagi perpustakaan perguruan tinggi. Berbagai informasi penting yang dapat memenuhi semua kebutuhan sivitas akademika tersedia di perpustakaan ( Alire, 2004: 217).

Koleksi perpustakaan tidak hanya mencakup mengenai printed material saja tetapi juga terdapat koleksi elektonik (electonic materials). Koleksi ini terbentuk karena adanya lingkungan elektonik yang mebuat beberapa tantangan bagi perpustakaan dan pusat informasi. Dalam hal ini pengguna menuntut adanya koleksi yang memenuhi kriteria mereka yaitu mencakup kemudahan akses, sesuai kebutuhan, gratis, dan kemudahan dalam menseleksi koleksi yang dibutuhkan (Evans & Saponaro, 2005: 154).

(3)

yang dikeluarkan perpustakaan untuk merawat dokumen digital jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harus merawat ribuan dokumen tercetak diperpustakaan.

Makalah ini khusus membahas mengenai institutional repository karena koleksi ini yang paling banyak dicari mahasiswa di perguruan tinggi. Dari sekian banyak institutional repository di perguruan tinggi tentu saja pengguna akan merasa kesulitan dalam mencari koleksi tersebut. melihat hal demikian maka diperlukan sebuah penyimpanan dalam bentuk digital yang memudahkan dalam hal akses dan tidak memerlukan ruangan yang besar untuk penyimpanan selain. Institutional repository juga dapat membantu penulis dan peneliti di perguruan tinggi dalam mempublikasikan hasil karya mereka sendiri tanpa memerlukan biaya yang banyak.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008:3). Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data pustaka yang berkenaan dengan pengembangan koleksi bahan pustaka dan institutional repository. Dari data tersebut kemudian penulis mencoba mendiskripsikan konsep mengenai strategi pengembangan institutional repository pada perpustakaan perguruan tinggi.

Rumusan Masalah

Bagaimana strategi pengembangan koleksi institutional repository di perpustakaan perguruan tinggi.

Perpustakaan Perguruan Tinggi

(4)

bertujuan membantu melaksanakan kegiatan dharma perguruan tinggi, yang termasuk perpustakaan perguruan tinggi ialah perpustakaan jurusan, bagian, depatemen (bukan departemen seperti kementrian), universitas, institut, sekolah tinggi, akademi maupun program perpustakaan non gelar.

Secara umum tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut (Sulistyo-Basuki, 2011: 2.18-2.19):

a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga adminstrasi perguruan tinggi.

b. Menyediakan materi perpustakaan rujukan (referensi) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pascasarjana dan pengajar.

c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan

d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai

e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.

Pengembangan Koleksi

(5)

Pengembangan koleksi (collection development) adalah proses menyeluruh bagi perpustakaan dan pusat informasi. Terdapat enam komponen besar dari proses pengembangan koleksi tersebut yaitu analisis komunitas; kebijakan seleksi, seleksi, akusisi, penyiangan, dan evaluasi. Kegiatan ini terus berjalan dalam bentuk siklus konstan selama perpustakaan atau pusat informasi tersebut masih eksis (Evans & Saponaro, 2005: 7).

Pada perpustakaan perguruan tinggi, pengembangan koleksi berisi pedoman dan pekerjaan yang mencakup pada wilayah (Alire, 2004: 222) : 1. Membedakan tanggung jawab antara pustakawan dan fakultas dalam proses

pengembangan koleksi

2. Penilaian kebutuhan pengguna

3. Kebijakan pengembangan koleksi lokal 4. Sumber seleksi

5. Bagaimana perpustakaan menyeimbangkan antara koleksi tercetak dengan media lainnya dan sumber digital

6. Sistem akuisisi

7. Menentukan standar penilaian koleksi 8. Penyiangan

9. presevasi

(6)

A. Institutional Repository (IR)

a. Pengertian dan Sejarah Institutional Repositories (IR)

Institutional repository di awali dengan sebuah inisitif untuk memudahkan pencarian dalam skala besar serta presevasi dalan bentuk digital content. The Research Libraries Group dan OCLC mengembangkan konsep trusted digital repositories dengan tujuan untuk mengembangkan kepercayaan, akses jangka panjang untuk mengelola sumber digital, serta untuk melakukan preservasi untuk konten digital. Istilah digital repository tersebut kemudian berkembang menjadi arsip digital dan institutional repository (Johnson, 2009: 167).

Salah satu institutional repository yang pertama kali dikembangkan yaitu di Massachusetts Institute dengan menggunakan teknologi Dspace. Pada tahun 2000 Massachusets of Technology’s (MIT) berkolaborasi dengan Hewlett-Packard mengembangkan Dspace, sebuah software open source yang di desain untuk memfasilitasi penyimpanan digital dan mengakses serta berbagi materi arsip. Sofware ini diperkenalkan pada tahun 2002 dan beberapa universitas menjadi anggotanya yaitu Cambridge dan University of Maryland. Selanjutnya berkembang juga berbagai software dari institutional repository lainnya yang berbasis disiplin ilmu , seperti e-Print archive yang di terapkan oleh Paul Ginsparg dan pekerja di Cornell University (Johnson, 2009: 167). Sekarang institutional repository telah mengalami perkembangan yang sangat pesat mencakup dari banyak universitas di dunia.

(7)

yang merupakan hasil dari karya intelektual dari sebuah komunitas tertentu (Alire, 2004: 137).

Institutional repositories (IR) is an online, digital archive, set up and hosted by an institution to house research publication and other materials written by its staff (Fieldhouse & Marshall, 2012: 149).

Cliffords Lyinch dalam Evans menjelaskan bahwa sebuah universitas yang berbasis institutional repository adalah seperangkat ketetapan pelayanan universitas yang menawarkan kepada anggota dari komunitas untuk mengatur dan menyebarkan material digital yang dibuat oleh institusi dan anggota komunitasnya sendiri. Diperlukan komitmen organisasi untuk penanganan koleksi tersebut, mencakup kesesuaian dalam preservasi jangka panjang, sebagaimana akses dan distribusinya di atur oleh organisasi (Evans & Saponaro, 2005: 154).

b. Jenis Koleksi Institutional Repository

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa institutional repository merupakan sebuah kegiatan dalam mengumpulkan dan melestarikan koleksi digital yang mencakup semua karya intelektual komunitas tertentu. Hal ini relevan dengan istilah literatur kelabu (grey literature) yang didefinisikan sebagai semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh perpustakaan perguruan tinggi atau lembaga induk lainnya dari perpustakaan yang bersangkutan. Hanya saja perbedaan mendasar dari institutional repository dengan literatur kelabu terletak pada formatnya. Institutionsl repository sudah jelas formatnya berbentuk digital. Koleksi yang termasuk kedalam literatur kelabu (grey literature) adalah:2

a. Skripsi, tesis, dan disertasi

b. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya c. Laporan penelitian, dan laporan kegiatan lainnya

2 Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas

(8)

d. Publikasi internal, termasuk majalah, buletin, dan sebagainya. c. Karakteristik Institutional Repository

Menurut pendit, karateristik dari institutional repository ini mengacu pada sebagian skenario dari trusted repository. Reserach Library Group (2000) dalam pendit mendefinisikan trust digital repository (sarana penyimpanan yang dapat dipercaya) sebagai sebuah sarana penyimpanan dengan fasilitas akses jangka panjang yang dapat diandalkan bagi pemanfaatan sumber daya digital untuk keperluan komunitas tertentu.3 Adapun karateristik dari

institutinal repository yang mengacu pada skenario trusted repository adalah sebagai berikut:

1. Diberlakukan di lingkungan perguruan tinggi yang memiliki sebuah perpustakaan dengan sejumlah besar koleksi penting bagi perkembangan ilmu. Koleksi perpustakaan digital disini tentu dikembangkan untuk mendukung kegiatan pengajaran dan penelitian, berbentuk pangkalan data online, jurnal elektronik, karya sivitas akademika (skripsi, tesis, dan disertasi) dan materi kuliah berbentuk digital, serta rekaman-rekaman records) yang berkaitan dengan institusi pendidikan itu.

2. Komunitas utama yang harus dilayaninya adalah sivitas akademika, namun semakin sering ada universitas yang melayani publik lebih luas, di lingkungan akademik di luar universitas yang bersangkutan. Pihak perpustakaan biasanya berasumsi bahwa akses ke trusted repository dilakukan melalui jaringan lokal maupun internet, namun semakin banyak pula perpustakaan universitas yang menyediakan komputer di gedung perpustakaan bagi pengguna yang ingin tetap datang berkunjung.

3. Akses ke perpustakaan digital universitas biasanya dilakukan melalui proses autentifikasi di dalam kerangka pengaturan hak-hak kepemilikan intelektual (intelectual property right). Pengaturan akses terhadap

(9)

karya lokal, seperti tesis, disertasi, dan hasil-hasil penelitian, dapat sepenuhnya berada dalam kendali universitas lewat perpustakaan.

4. Dari segi penyediaan sarana penyimpanan digital, seringkali perpustakaan bekerja sama dengan pusat komputer universitas yang pada umumnya bertindak sebagai pengembang dan perawat sistem.

5. Diterapkan di sebuah himpunan institutional repository yang dipublikasi melalui sebuah jaringan komputer. Beberapa institusi bersepakat membentuk sistem kerjasama, menyisihkan sebagian sarana mereka untuk sistem pentimpanan dan cadangan (backup). Manajemen data, mulai dari pengiriman, penyimpanan, sampai pengaturan akses, dilakukan dengan sebuah perangkat lunak open-source yang dikembangkan bersama-sama dalam bentuk kolaborasi. Setiap judul IR disimpan setidaknya di empat lokasi geografis untuk mengurangi risiko kehilangan data yang disbabkan kerusakan induk komputer (server). Jika satu induk mengalami kerusakan atau tersrang virus, ada perangkat lunak yang mendeteksi dan memperbaiki keruskan atau memindahkan data secara sementara ke sebuah komputer lokal sebelum berusaha memasukkan kembali data yang sudah diperbaiki ke dalam jaringan.

6. Akses terhadap lokasi bersama ini dikendalikan melalui sistem lisensi/perijinan dan dilaksanakan dalam bentuk penggunaan kata sandi (password) untuk setiap pengguna. Perangkat lunak opensource diharapkan akan meminimalkan kebutuhan pengelolaan teknis maupun biaya pengembangan dan perawatan.

Strategi Pengembangan Institutional Repository di Perpustakaan Perguruan Tinggi

(10)

Kampus merupakan tempat pembelajaran yang tidak pernah ada habisnya. Hal tersebut harus dimengerti oleh pustakawan untuk mengefektifkan proses pengembangan koleksi. Pustakawan harus mengetahui apa saja yang menjadi ketertarikan pengguna perpustakaan di perguruan tinggi. Perpustakaan yang harus memenuhi kebutuhan informasi semua sivitas akademik dengan tujuan mendukung terlaksananya Tri Darma perguruan tinggi di universitas tempat perpustakaan tersebut berada. Untuk mengetahui kebutuhan pengguna, kita harus menidentifikasi apa saja yang menjadi ketertarikan dari perguruan tinggi tersebut. sebelum melakukan analisis komunitas, terlebih dahulu perpustakaan harus mengenali masyarakat yang dilayaninya. Masyarakat yang dilayani oleh perpustakaan perguruan tinggi lebih homogen jika dibandingkan pada perpustakaan umum karena hal-hal berikut ini:4

a. Masyarakat perguruan tinggi mempunyai tujuan yang sama b. Kelompok umur yang rata-rata sama

c. Latar belakang pendidikan yang sama (semua berasal dari sekolah lanjutan atas).

B. Kebijakan seleksi

Setelah data mengenai penilaian kebutuhan pengguna terkumpul maka tahap selanjutnya adalah membuat kebijaka pengembangan koleksi. Kebijakan seleksi hanya berisi petunjuk mengenai pemilihan bahan pustaka. Sementara kebijakan pengembangan koleksi mencakup pada wilayah yang lebih luas seperti hadiah, kerjasama, penyiangan dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan beberapa perpustakaan lebih banyak menggunakan istilah kebijakan pengembangan koleksi.

Untuk koleksi repository, karena formatnya berbentuk digital tentu saja memiliki kebijakan yang berbeda dengan koleksi yang bebentuk tercetak.

4 Yuyu Yulia & Janti G. Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka,

(11)

Banyak perpustakaan yang ketika membuat kebijakan pengembangan koleksi hanya berfokus pada koleksi berbentuk tercetak saja. Sementara koleksi dengan format yang berbeda kurang diperhatikan. Padahal nilai informasi dari koleksi tersebut tidak kalah pentingnya dengan koleksi berbentuk tercetak. Hal ini menyebabkan seringkali koleksi repository mengalami kesalahan dalam pengelolaannya.

Koleksi repository menurut Evan & Saponaro, digolongkan kedalam sumber elektronik. Kebijakan pengembangan koleksi yang berkaitan dengan repository harus mencakup pada siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan repositori; akses internet; siapa saja yang boleh menggunakan; copy right; pernyataan mengenai up-grade soft ware dan hard ware serta biaya yang dibutuhkan untuk melakukan up-grade komponen tersebut; dan kebijakan mengenai peng-abstrakan.5

C. Seleksi

Terdapat empat kategori dasar dari seleksi sumber elektronik yaitu, isi, akses, komponen pendukung, dan biaya.6

1. Isi

Selektor harus menyeleksi kualitas isi dari institutional repository. Tidak semua karya lembaga harus di digitalisasikan menjadi instituional repository. Jika selain ini kita menganggap bahawa institutional repository identik dengan karya akhir mahasiswa dalam bentuk skripsi, tesis, dan disertasi. Ternyata koleksi repository memiliki beberapa jenis seperti yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya. Untuk itu tim selektor harus mempertimbangkan apa-apa saja yang menjadi koleksi repository. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah apakah repository tersebut memiliki isi yang up-date, komplit, dan menyediakan informasi yang akurat.

5 G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 64

(12)

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa institutional repository merupakan sebuah kegiatan dalam mengumpulkan dan melestarikan koleksi digital yang mencakup semua karya intelektual komunitas tertentu. Hal ini relevan dengan istilah literatur kelabu (grey literature) yang didefinisikan sebagai semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh perpustakaan perguruan tinggi atau lembaga induk lainnya dari perpustakaan yang bersangkutan. Hanya saja perbedaan mendasar dari institutional repository dengan literatur kelabu terletak pada formatnya. Institutionsl repository sudah jelas formatnya berbentuk digital. Koleksi yang termasuk kedalam literatur kelabu (grey literature) adalah:7

e. Skripsi, tesis, dan disertasi

f. Makalah seminar, simposium, konferensi, dan sebagainya g. Laporan penelitian, dan laporan kegiatan lainnya

h. Publikasi internal, termasuk majalah, buletin, dan sebagainya. 2. Akses

Pustakawan harus mempertimbangkan hak akses bagi pengguna. Ketika koleksi repository siap untuk dilayankan maka, idealnya sebuah koleksi repository harus bisa diakses selama 24 jam, di lokasi manapun dengan biaya yang di kontrol dan tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan dilingkungan kampus saja.

Setiap perguruan tinggi memiliki kebijakan yang berbeda-beda mengenai hak akses terhadap repositorinya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh berbagai isu seperti copy right dan plagiarism. Seperti contohnya ada perpustakaan yang membatasi hak akses untuk karya akhir mahasiswa yaitu hanya beberapa bab saja dan ada juga yang memberikan akses full text menyangkut dengan karya akhir mahasiswanya.

7 Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas

(13)

Kebijakan close acces ataupun open acces yang berbeda bagi setiap perpustakaan perguruan tinggi tentu saja berdasarkan proses pertimbangan yang sangat matang oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Meskipun demikian, dengan kebijakan yang berbeda tersebut hendaknya tidak menjadi hambatan bagi perpustakaan untuk menyediakan dan melayankan informasi bagi penggunanya. Sehingga informasi yang disediakan oleh perpustakaan dapat membanatu dan memberikan manfaat bagi pengguna dalam penyelesaian masalah ataupun tugas-tugas mereka.

3. Komponen pendukung

Untuk bisa memanfaatkan koleksi IR diperlukan alat bantu seperti hardware, software dan jaringan untuk mengakses koleksi tersebut. hardwarenya terdiri dari perangkat PC ataupun note book. Ada beberapa software open source yang digunakan untuk membangun institutional repository yaitu, Dspace, E-prints, Fedora dan Greenstone.8

4. Biaya

Koleksi repository tidak memerlukan banyak biaya dalam pengadaannya. Karena koleksi tersebut diciptakan oleh lembaga induk dari perpustakaan itu sendiri. Sudah menjadi kewajiban bagi semua sivitas akademika memberikan hasil karyanya untuk dijadikan koleksi perpustakaan. Tetapi karena penggunaannya membutuhkan komponen lain, biaya dibutuhkan dalam meng-upgrade, dan merawat komponen pendukung.

D. Akuisisi

Pengadaan instituonal repository relatif mudah karena hanya berhubungan dengan internal kampus. Pustakawan harus aktif dalam mengumpulkan karya-karya yang diciptakan oleh lembaga induknya. Selain itu juga harus

8 Ajay Kumar Sharma, Kevinino Meichieo & Nimai Chand Saha, Institutional

Repositories and Skills Requirements, A New Horizon to Preserve the Intellectual Output: An Indian Perspective, (Planner, 2008) dalam http://ir.inflibnet.ac.in/bitstream/1944/1145/1/30.pdf

(14)

membangkitkan kesadaran kepada sivitas akademika untuk memberikan karya mereka secara suka rela untuk dijadikan koleksi perpustakaan. untuk pengadaan karya akhir misalnya, Perpustakaan bekerja sama dengan fakultas untuk mewajibkan penyerahan karya akhir sebagai syarat untuk mengikuti wisuda. Dengan demikian, para mahasiswa akan merasa bahwa dengan menyerahkan karya akhir mereka ke perpustakaan merupakan sebuah keharusan. Agar mudah dalam proses digitalisasi selain bentuk tercetak karya tersebut juga harus diserahkan dalam format digital (soft file).

Karena institutional repository berbentuk digital, Proses digitalisasi diawali dengan membongkar tesis/karya akhir menjadi lembaran-lembaran kertas yang siap untuk dipindai (di-scan). Proses pembongkaran ini dapat dilakukan in-house yaitu dikerjakan sendiri di dalam gedung perpustakaan oleh petugas perpustakaan yang menguasai masalah penjilidan, atau dapat pula dikerjakan oleh pihak lain (outsourching), yaitu kepada percetakan atau tempat fotocopy yang lokasinya berdekatan dengan perpustakaan. apabila proses scanning ini telah selesai maka karya akhir tersebut dijilid kembali oleh petugas yang bersangkutan.

Proses digitalisasi tersebut dibedakan menjadi 3 (tiga) kegiatan utama9,

yaitu:

1. Scanning,yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital. Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Contoh alat yang digunakan untuk memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.

2. Editing, adalah proses mengolah akses PDF di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu diedit dan

9 Putu Laxman Pendit, dkk, Perpustakaan Digital: Perpektif Perpustakaan Perguruan

(15)

dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan diperpustakaan.

3. Uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan meng-upload berkas tersebut ke digital library. Berkas yang di-upload adalah berkas PDF yang berisi full text karya akhir dari mulai halaman judul hingga lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan kaki, dan lain-lain. sedangkan metadata yang diisi meliputi nama pengarang, judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain.

Pada tahap akhir digitalisasi, terdapat dua buah server, sebuah server berhubungan dengan intranet, berisi seluruh metadata dan full text karya akhir yang dapat diakses oleh seluruh pengguna di dalam Local Area Network (LAN) universitas yang bersangkutan. Sedangkan server yang terkahir adalah sebuah server yang terhubung ke internet, berisi metadata dan abstrak karya akhir tersebut. pemisahan kedua server ini bertujuan keamanan data. dengan demikian, full text karya akhir hanya dapat diakses dari dalam LAN, sedangkan melalui internet, karya akhir ini dapat diakses sampai dengan abstraknya saja.

Apabila pimpinan universitas dan penulis karya akhir tersebut mengijinkan, ada baiknya halaman judul, daftar isi, Bab 1, Bab Kesimpulan dan Saran, serta daftar pustaka di-upload ke internet pula, karena informasi tersebut akan sangat membantu bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan. Demikian pula apabila akan dibentuk sebuah konsorsium perpustakaan digital, maka perlu disepakati bersama mengenai bagian-bagian yang diperbolehkan untuk diakses melalui internet dan mana yang tidak. E. Penyiangan

Pendigitalisasian koleksi merupakan suatu bentuk dari preservasi koleksi tercetak.10 Pendigitalisasian koleksi diharapkan mampu menjadi solusi

(16)

terhadap terbatasanya ruangan untuk penyimpanan koleksi secara fisik. Bayangkan saja jika koleksi tercetak seperti karya akhir mahasiswa yang terus mengalami penambahan setiap tahunnya tetap disimpan dalam bentuk fisik sementara pertumbuhan tersebut tidak diiringi dengan penambahan ruangan penyimpanan koleksi.

Selain itu masalah preservasi juga menjadi hal yang sangat menarik untuk diperhatikan jika dikaitkan dengan institutional repository. Salinan koleksi dalam format digital tidak akan merusak informasi yang terkandung didalam koleksi. Hal ini berbeda dengan koleksi dalam format cetak yang sangat rentan sekali terkena ancaman kerusakan secara fisik baik secara alami seperti bahaya kebakaran, gempa bumi, serangan hewan kecil dan lain sebagainya. Selama perpustakaan dapat menjamin akses terhadap institutional repository tersebut maka informasi yang tersimpan di dalam koleksi instutional repository dapat digunakan selama mungkin oleh pengguna perpustakaan.

F. Evaluasi

Evaluasi pada koleksi Institutional repository harus berfokus pada kebutuhan pengguna dalam jangka panjang. Perpustakaan harus membuat staf khusus yang mengelola koleksi institutional repository. Staf khusus ini diusahakan terpisah dari staf yang mengelola perpustakaan digital karena staf pengelola institutional repository bertugas untuk mengembangkan dan memenuhi kebutuhan pengguna akan koleksi institutional repository.

Perpustakaan harus memiliki pengalaman dalam mendengarkan pendapat pengguna mengenai informasi yang mereka butuhkan. hal ini dijadikan sebagai langkah yang krusial untuk melakukan seleksi terhadap isi dari bahan pustaka, baik dalam format digital maupun tercetak. Evaluasi dalam koleksi instituonal repository mencakup beberapa hal seperti daya guna koleksi, kebijakan dalam hal akses, dan manajemen konservasi dan preservasi.

(17)

A. Kesimpulan

Di perpustakaan perguruan tinggi institutional repository terus mengalami pertumbuhan sesuai dengan dinamika keilmuan yang terjadi di kampus tersebut. untuk mengendalikan koleksi tersebut secara umum terdapat enam komponen didalam pengembangan koleksi yaitu analisis komunitas; kebijakan seleksi, seleksi, akusisi, penyiangan, dan evaluasi.

1. Analisis Komunitas: pada tahap ini perpustakaan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan civitas akademika khusus mengenai penggunaan instituonal repository

2. Kebijakan seleksi: Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis kebijkan institutional repository yaitu siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan repositori; akses internet; siapa saja yang boleh menggunakan; copy right; pernyataan mengenai up-grade soft ware dan hard ware serta biaya yang dibutuhkan untuk melakukan up-grade komponen tersebut; dan kebijakan mengenai peng-abstrakan

3. Seleksi : beberapa komponen dari seleksi instutional repository mencakup akses, isi, biaya, dan komponen pendukung

4. Akuisisi : untuk pengadaan institutional repository, perpustakaan harus bekerja sama dengan pihak internal kampus, fakultas-fakultas menumbuhkan kesadaran bagi mereka untuk secara sukarela menyerahkan karya mereka untuk dijadikan sebagai koleksi perpustakaan. Jika karya tersebut tidak berbentuk born digital maka perpustakaan harus melakukan proses pendigitalisasian koleksi tersebut agar formatnya berubah berbentuk digital.

(18)

6. Evaluasi : evaluasi institusional repository harus berfokus pada kebutuhan pengguna dalam jangka panjang. Perpustakaan perlu menyediakan staf khusus untuk mengelola institutional repository.

B. Saran

Meskipun konsep dasar pengembangan institutional repository bisa dikatakan sama dengan pengembangan koleksi dalam bentuk tercetak, tetapi memilik perbedaan dari segi pelaksanannya. Hal ini perlu diperhatikan untuk menjamin pendaya gunaan instututional repository. Perpustakaan harus membuat kebijaka khusus mengenai pengembangan koleksi dengan format digital. Staf yang berkompeten juga dibutuhkan dalam pengembangan institutional repository itu sendiri. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pentingnya keberadaan koleksi tersebut terutama di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi.

Daftar Pustaka

Camilia A. Alire, Academic Librarianship (New York: Neal-Schuman Publisher, 2004) hlm 217

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and Information Center Collection (London: Libraries Unlimited, 2005), hlm. 154

Putu Laxman Pendit, perpustakaan Digital dari A sampai Z (Jakarta: Cita Karyakarsa, 2008) hlm. 137

Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011) hlm. 2.17

Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan.... hlm. 2.18-2.19

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 7

Camilia A. Alire, Academic Librarianship (New York: Neal-Schuman Publisher, 2004) hlm. 222

Peggy Johnson, Fundamental of Collection Development and Management, 2nd ed (Chicago: American Library Association, 2009) hlm. 167

Ibid., hlm. 167

Camilia A. Alire, Academic Librarianship... hlm. 137

(19)

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and Information Center Collection (London: Libraries Unlimited, 2005), hlm. 154

Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) hlm. 1.7

Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital ... hlm, 45

Yuyu Yulia & Janti G. Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) hlm. 1.21

G. Edward Evans & Margaret Zarnosky Saponaro, Developing Library and... hlm. 64

Ibid., hlm. 163-172

Yuyu Yulia Janti & Janti G Sujana, Pengembangan Koleksi (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) hlm. 1.7

Ajay Kumar Sharma, Kevinino Meichieo & Nimai Chand Saha, Institutional Repositories and Skills Requirements, A New Horizon to Preserve the Intellectual Output: An Indian Perspective, (Planner, 2008) dalam http://ir.inflibnet.ac.in/bitstream/1944/1145/1/30.pdf

akses pada 6 Mei 2015 jam 14:20 WIB

Putu Laxman Pendit, dkk, Perpustakaan Digital: Perpektif Perpustakaan Perguruan tinggi Indonesia, (Jakarta: Sagung Seto, 2007) hlm. 243-246

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Ketika driver memiliki distributive justice yang tinggi cenderung memiliki persepsi yang positif pada perusaan sehingga akan tetap bekerja dan tidak banyak mengeluh karena

Untuk dapat menguasai capaian pembelajaran pada Kegiatan Belajar 4 tentang teori belajar humanisk dan penerapannya dalam pembelajaran, silakan Bapak/Ibu pelajari beberapa

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan kegiatan selama penelitian dilakukan, maka dapat disarankan beberapa hal yaitu: dikarenakan alat peraga papan optik

Siklus I dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.Kegiatan pembelajaran pada siklus pertama terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya dimulai dari tahap pra kegiatan,

Penelitian dengan judul “ Sebuah pengenalan pola huruf jepang hiragana yang dapat mendeteksi atau mengenali huruf jepang menggunakan matlab dengan menggunakan

Lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah kajian preferensi untuk mengetahui karakteristik pelajar beserta perjalanannya, atribut-atribut pelayanan bus sekolah

Secara keseluruhan, variasi yang digunakan dalam penelitian ini memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar Pb di air laut, ini juga dibuktikan pada efisiensi

Dokumentasi yang dimaksud adalah rubrik editorial atau tajuk rencana yang dimuat dalam harian Media Indonesia, Fajar, dan Tribun Timur yang terbit selama Desember 2012..