6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar
Purwanto (2011:38) mengatakan bahwa belajar adalah proses dalam diri
individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan
dalam perilaku. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam
praktiknya yang dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha
memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat
mengumpulkan atau menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak
didominasi aktivitas menghafal. Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah
hafal dengan hal-hal yang telah dipelajarinya (Suprijono,2009:3). Hal sama disampaikanJoko Susilo (2009:23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar
adalah merupakan suatu proses, atau kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni
mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan
kelakuan.
Slameto (2010:2) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi
secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan
dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan
(knowledge) atau perilaku (behavior). Winkel (2006:53), belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya
mengandung tiga unsur yaitu belajar merupakan perubahan tingkah laku,
pengalaman secara berulang – ulang dan perubahan tingkah laku karena belajar bersifat relatif permanen dan secara terus menerus.
2.1.1 Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:40-41) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi
guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Selanjutnya menurut Purwanto (2011:46) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan
karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam
proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar
dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan. Menurut Hamalik (2006:3) menyatakan bahwa hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti.
Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya dari hal yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil
belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami
belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Slameto (2010:54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
dibedakan menjadi 2 golongan, yang meliputi: Faktor yang ada pada diri siswa itu
sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi:
1. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan
penglihatan. Jika salah satu faktor biologis terganggu akan
2. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta
perhatian ingatan berfikir
3. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar, dan haus.
Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut faktor ekstern, yang meliputi:
1. Faktor keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama.
Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat
menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar
2. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum,hubungan guru
dengan siswa, siswa dengan siswa danberdisiplin di sekolah
3. Faktor masyaraka meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah
lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong
untuk lebih giat belajar.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat
dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas
belajar siswa memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga
lancar, kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit menangkap
mata pelajaran. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana
mestinya, itulah yang disebut belajar. Tetapi di sini peneliti hanya meneliti
kemampuan, keterampilan dan sikap siswa saja.
2.2 Pembelajaran IPA di SD
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau
sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘scince’. Trianto (2010:136). Kata
‘science’sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin ‘scientia’ yang berarti tahu.
Menurut Sri Sulistyorini (2007:8) menyatakan bahwa pembelajaran IPA harus
melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learnin ) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik
untuk melakukan keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan,
menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai,
(2006:146) menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan
IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin
tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan
(skill) yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.
Trianto (2010:151-153) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di sekolah
sebaiknya memberikan pengalaman pada peserta didik untuk belajar menguji
suatu pernyataan yang didapat dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari,
sehingga dari hasil pengujian tersebut mereka dapat memperoleh jawaban
sementara dari pengamatan yang dilakukan. Adanya jawaban sementara yang
dibuat dapat membantu peserta didik untuk berpikir logis terhadap suatu bentuk
peristiwa alam yang terjadi karena pembelajaran IPA itu dapat membantu
menjawab berbagai masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam yang terjadi.
Selanjutnya menurut Samatowa (2010:2) menyatakan bahwa IPA di SD
hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik
secara alamiah. hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan
bertanya dan mencari jawaban atas berdasarkan bukti serta mengembangkan cara
berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditunjukkan
untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka
dimana mereka hidup.
Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya melibatkan keaktifan anak secara
penuh dan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencari, menemukan,
menyimpulkan dan mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai,
dan pengalaman yang di butuhkan serta membuka kesempatan kepada anak didik
untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman secara
langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara ilmiah.
2.2.1 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Tujuan mata pelajaran IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebeseran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ruang
lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair, padat, dan gas. 3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya.
Rungan lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi (1) makhluk hidup
dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan, (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya
meliputi: cair, padat, dan gas, (3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi,
panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) bumi dan alam semesta
meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (BNSP:2006)
2.3 Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2011:22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal dari
kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:54) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
Trianto (2007:42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif tidak
hanya sekedar belajar kelompok saja tapi pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dimana dalam menyelesaikan tugas
kelompok, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu guna mecapai tujuan dalam pembelajaran tertentu. Selanjutnya Wina
(2013:242) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).
Tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) untuk meningkatkan
partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, 3) memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berdeda latar belakangnya (Trianto,2007:42). Langkah-langkah pembelajaran
kooperatif oleh (Trianto,2009:66-67) adalah sebagaimana terlihat pada tabel
Berdasarkan enam fase sintaks pembelajaran kooperatif di atas, maka
pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan
tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti
dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian
dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja
bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase
terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok
atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan
usaha-usaha individu. Salah satu model pembeljaran kooperatif adalah Student Teams Achievement Division (STAD)
2.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Slavin (2005:143) menyatakan bahwa model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan paling tepat digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pendekatan dengan pembelajaran kooperatif lebih lanjut Slavin (2005: 11-12) penjelasan mengenai Student Teams Achievement
Division (STAD) adalah sebagai berikut. Dalam Student Teams Achievement Division (STAD), para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya. Guru menyampaikan pelajaran lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka
sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan
pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan
jumlah anggota tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen, yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Slavin dalam Isjoni (2009:74) salah satu tipe kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dan memotivasi dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temanya di Universitas
John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan Student Teams Achievement Division (STAD) juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa didalam satu kelas dibagi menjadi kelompok dengan anggota 4-5
orang yang setiap kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan,
berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) atau menggunakan perangkat pembelajaran lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi setiap individu.
Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) menurut Slavin (2005) :
1. Persiapan a. Materi
Guru mempersiapkan materi pembelajaran yang dirancang untuk pembelajaran secara berkelompok. kemudian membuat lembar diskusi, lembar jawaban diskusi, dan kuis untuk setiap periode pembelajaran.
b. Pembagian siswa ke dalam tim/kelompok
Anggota tim berjumlahkan 4-5 orang yang heterogen. Aturan
sedang dan rendah), jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif).
c. Penentuan skor awal
Skor awal dapat diambil dari nilai tes paling akhir yang dimiliki siswa. Bisa juga diambil dari rapor siswa pada semester sebelumnya.
d. Membangun tim
Sebelum memulai pembelajaran dapat dilakukan kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan antar anggota dalam tim. Misalnya dengan cara memberikan kesempatan kepada tim untuk memberikan nama tim, menciptakan logo tim, atau yel-yel tim.
2. Pengajaran
Pembelajaran dalam Student Teams Achievement Division (STAD) diawali dengan guru menyajikan materi pelajaran. Dalam penyajian materi pelajaran yang perlu dilakukan adalah menginformasikan dan membangun rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan dipelajari.
3. Belajar Tim
Guru membagikan lembar diskusi dan lembar jawaban diskusi untuk setiap tim sebagai bahan yang akan dipelajari siswa di dalam tim. Siswa di dalam tim dituntut untuk secara bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan
permasalahan yang diberikan oleh guru melalui lembar diskusi. Guru membantu siswa mengarahkan, memperjelas konsep, dan menjawab pertanyaan siswa di dalam tim.
4. Tes
Setelah kegiatan tim berakhir, dilanjutkan pemberian tes/kuis kepada setiap siswa. Dalam mengerjakan kuis siswa dilarang untuk saling membantu. Hasil tes digunakan untuk nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
5. Rekognisi Tim
a. Menghitung skor individual dan tim
Setelah pemberian tes/kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentan skor yang diperoleh setiap individu. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.
b. Pemberian penghargaan kelompok
6. Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Setelah beberapa periode pertemuan (2-3 pertemuan) dilakukan penghitungan
ulang skor skor evaluasi yang berfungsi untuk penentuan skor awal siswa yang baru. Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan perhitungan ulang
skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.
Berdasarkan penjabaran mengenai pengertian dan langkah-langkah model
Student Teams Achievement Division (STAD), maka penulis menyusun langkah langkah model Student Teams Achievement Division (STAD) menurut Slavin (2005) meliputi:
1. Penyampaian tujuan dan motivasi. Menyampaikan tujuan dan motivasi dalam
pembelajaran yang ingin di capai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. pembentukan kelompok yang anggotanya 4-5 siswa dalam setiap kelompok
tersebut secara heterogen (campuran menurut jenis kelamin, prestasi, ras, suku, etnik, dll).
3. Presentasi dari guru. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih
dahulu dan menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari.
4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim). Siswa bekerja dalam kelompok yang
telah dibentuk. Kerja tim merupakan ciri terpenting dari Student Teams Achievement Division (STAD).
5. Guru memberikan soal untuk di diskusikan.
6. Tiap anggota tim saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya
jawab atau diskusi antar sesama anggota tim.
7. Kuis (evaluasi). Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis
(evaluasi) tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.
8. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar,
dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
9. Penghargaan prestasi atas keberhasilan kelompok.
Suatu model pembelajaran memiliki sintaks yang berisi langkah – langkah yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Tabel berikut adalah sintak pembelajaran Student Teams Achievement Division
Tabel 2.2
Sintak Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
No Aspek Tindakan Guru Tindakan Siswa
1 Fase1.
2.3.2 Hubungan Penerapan Model Student Teams Achievement Division (STAD)dengan Hasil Belajar Siswa
Proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat
menciptakan kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian
diharapkan terjadi interaksi antara guru dan siswa yang pada umumnya akan
merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa secara aktif
dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih memahami dan
mengerti konsep-konsep fisika secara benar. Pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan hasil belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap materi
pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang
dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatan hasil belajar siswa.
Pembelajaran IPA yang disajikan dengan menggunakan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan
bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan
anggota kelompok merupakan tugas bersama. Dalam pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas
perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang
disajikan dengan model Student Teams Achievement Division (STAD) akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan
diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan model
pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) lebih membawa siswa untuk memahami materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam
proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran IPA yang
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini
bertujuan untuk menguatkan hasil yang diperoleh tentang hasil belajar melalui
model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD).
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pecahan Siswa Kelas 4 Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), hasil belajar siswa pada materi pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan semakin meningkat. Hal ini ditunjukan dengan sebelum pelaksanaan tindakan, siswa yang mencapai KKM sejumlah 11 siswa atau 45,83% dari 24 siswa dan rata-rata kelas 70,83. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang mencapai KKM
sejumlah 21 siswa atau 87,50% dari 24 siswa dan rata-rata kelas 83,08.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumiyatik, Sri (2012) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Tema Pasar Melalui Metode Student Team Archievement Division (STAD) Kelas III SD
Negeri Besani Blado Batang Semester 2 Tahun 2012” Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode metode Student Teams Achievmet Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tema pasar. Hal ini dapat ditunjukan dengan kenaikan rata-rata nilai siswa pada
pra siklus 51,00, siklus satu adalah 69,67 dan siklus dua adalah 88,34.
Penelitian yang dilakukan oleh Hariyuwati (2011) yang berjudul
Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD,
Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten
STAD cocok digunakan dalam pembelajaran matematika pada kelas IV SD Negeri 3 Mrisi kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, dan perlu disosialisasikan serta menjadi alternatif dalam pembelajaran matematika
Dari tiga penelitian terdahulu, dapat dilihat perbedaan yang cukup jelas,
diantaranya oleh Rahmawati (2011) yang berjudul Penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pecahan Siswa Kelas 4 Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012 selanjutnya penelitian oleh Sumiyatik, Sri (2012) yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Tema Pasar Melalui
Metode Student Team Archievement Division (STAD) Kelas III SD Negeri
Besani Blado Batang Semester 2 Tahun 2012 kemudian penelitian oleh
Hariyuwati (2011) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD, Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Mrisi Kecamatan
Tanggungharjo Kabupaten Grobogan pada Semester I Tahun Pelajaran
2011/2012. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran STAD
dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin melakukan penelitian lagi
dengan menggunakan model pembelajaran yang sama. Meskipun demikian,
terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang dilakukan kali ini, dengan
penelitian-penelitian terdahulu. Peneliti menduga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian terdahulu subyek
penelitiannya adalah siswa sekolah yang berbeda. Penulis berasumsi bahwa
perbedaan subyek didik, merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil
belajar siswa. Situasi sekolah yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan
masyarakat yang berbeda, demikian juga pola asuh dari orang tua yang berbeda
karena budaya yang berbeda tentu berkontribusi terhadap hasil belajar siswa juga.
Karena itu, dengan memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas 4 SD Negeri
Sidorejo Kidul 03 Kecamatan Tingkir Salatiga, peneliti bermaksud melihat efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Artinya, jika model ini efektif, maka model ini
karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja memiliki situasi yang
berbeda-beda.
2.5 Kerangka Berpikir
Siswa tidak mendapatkan hasil belajar yang optimal, dikarenakan dalam proses pembelajaran peserta didik tidak terlibat, proses pembelajaran hanya berpusat pada guru. Untuk memahami materi pesrta didik dituntut untuk menghafalkan, sehingga ketika ada permasalahan yang menuntut siswa harus
aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang dikemukakan guru untuk siswa, karena pola pikir siswa yang dikembangkan hanya mencapai tingkat kognitif pengetahuan dan pemahaman saja, yaitu taraf berpikir tingkat rendah saja.
Proses pembelajaran yang seperti ini harus diubah, perlu adanya inovasi baru dalam proses pembelajaran yang akan mendorong keaktifan dan meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu upaya untuk meningkatkan keaktifan dan meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD), model pembelajaran Model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD adalah salah satu model pembelajaran yang merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Dengan melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran hasil belajar siswa dapat meningkat dan hasil belajar menjadi optimal.
Model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi kesempatan untuk melakukan
dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Berdasar pada teori tersebut, penulis memilih model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan kompetensi belajar siswa kelas 4 SD Negeri Sidorejo Lor 04 Kecamatan Sidorejo tahun pelajaran 2016/2017 pada mata pelajaran IPA. Hal ini sesuai dengan karakteristk model pembelajara Student
Teams Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran sains yang menuntut pola (a) Presentasi kelas yaitu guru memulai menyampaikan indicator yang harus
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Hasil belajar IPA kelas 4 rendah di bawah KKM ≥ 70 dan setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) guru telah mempersiapkan materi dari sebelumnya sesuai
dengan langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement
Division (STAD), siswa lebih aktif dalam pembelajaran tidak merasa bosan,
Penerapan model pembelajaran STAD dalam proses
pembelajaran adalah
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik
(kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
c. membentuk kelompok yang anggotanya 4 atau 5orang
secara heterogen
d. guru memberikan penjelasan materi dan siswa duduk
dalam kelompoknya, selanjutnya siswa melakukan
diskusi sesuai dengan arahan guru.
e. setelah diskusi guru memberikan tes/kuis yang harus
dikerjakan oleh siswa secara individu,
f. pemberian penghargaan yang rata-rata nilai setiap
anggotanya paling bagus.
Guru menggunakan metode
ceramah, Mencatat,
mendengarkan penjelasan guru, mengerjakan tugas dari guru
Proses Pembelajaran IPA
Hasil belajar lebih meningkat
Hasil belajar Rendah masih dibawah KKM Siswa merasa bosan, jenuh
dalam PBM
Siswa tidak aktif dalam
jenuh, mengantuk, dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang baru yaitu mengerjakan tugas kelompok bertukar pendapat atau ide sesama anggota kelompoknya. Hasil belajar siswa meningkat di atas KKM ≥ 70, jadi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Sidorejo Kidul 03 Kecamatan Tingkir Salatiga Semester I Tahun Pelajaran 2016/2017.
2.6 Hipotesis Tindakan