FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
Pelayanan KB yang berkualitas mencakup pemberian jaminan pelayanan yang dapat
melindungi klien dari resiko, efek samping dan komplikasi serta meminimalkan
kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi.
Pelaksanaan program Keluarga Berencana di Kabupaten Boyolali secara Nasional
sudah berjalan 35 tahun. Namun masih banyak calon akseptor KB mengalami kesulitan di
dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan,
termasuk status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan akan kehamilan yang tidak
diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya
lingkungan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tindakan akskeptor KB dalam memilih alat Kontrasepsi Dalam Rahim di RSU Pandan Arang
Boyolali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptik analitik dengan rancangan penelitian
Cross Sectional dengan lokasi penelitian di RSU Pandan Arang Boyolali. Responden adalah
ibu yang menggunakan alat kontrasepsi di RSU Pandan Arang Boyolali sebanyak 60
responden. Pengumpulan data dengan cara kuesioner, analisa data dengan mengelompokkan
jawaban responden sesuai item, yang disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor umur, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, dukungan keluarga, tarif layanan tidak mempunyai hubungan yang
mempengaruhi akseptor KB untuk memilih metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.
Kata Kunci : Akseptor, KB, AKDR, Rumah Sakit Umum.
A. Latar Belakang
keluarga di Indonesia mengikuti program KB, dengan mewujudkan visi yaitu
“Mewujudkan Keluarga Berkualitas 2015”, salah satu misi yang dijalankan dalam rangka
mencapai visi tersebut adalah mewujukan kelurga kecila bahagia sejahtera.
Jaminan dan pelayanan kontrasepsi tidak lagi berorientasi pencapaian kuantitas atau
memaksimalkan akses dan cakupan peserta program KB, tetapi terus berupaya dan
berorientasi pada pemenuhan permulaan pelayanan berkualitas yang dapat diberikan
secara maksimal. Pelayanan KB yang berkualitas mencakup pemberian jaminan
pelayanan yang dapat melindungi klien dari resiko dan efek samping dan komplikasi serta
meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi.
Pelaksanaan pelayanan program KB, senantiasa dilaksanakan terintegrasi dengan
kegiatan kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi, serta selalu memperhatikan kesehatan dan kesetaraan gender sebagai salah
satu upaya pemenuhan hak-hak reproduksi kepada masyarakat.
Memperhatikan hal-hal tersebut, maka operasional / pelaksanaan progam KB perlu
dikelola secara lebih serius, profesional dan berkesinambungan sehingga upaya-upaya
tersebut dapat memberi kepuasan bagi semua pihak baik klien maupun pemberi
pelayanan (provider) yang pada akhirnya akan meningkatkan kesertaan masyarakat dalam
ber KB, terhindar dari masalah kesehatan, reproduksi, meningkatnya kesejahteraan
keluarga.
Dalam ICPD (
Internationale Conference on Population and development
) Kairo
1994, disebutkan bahwa salah satu tujuan program keluarga berencana yaitu membantu
pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tentang
jumlah dan jarak antara satu anak dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan informasi
dan sarana dalam melakukannya, juga untuk memberi kebebasan serta ketersediaan
berbagai macam alat kontrasepsi yang aman dan sehat.
Pelaksanaan program KB di Kabupaten Boyolali seiring dengan perjalanan program
KB secara nasional dan sudah berjalan lebih 35 tahun. Namun masih banyak calon
akseptor KB mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidak tahuan
mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor
harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping, konsekuensi kegagalan
akan kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan
pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua. Tidak ada satupun metode
kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai
kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan
metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut : aman, yaitu tidak akan menimbulkan
komplikasi berat bila digunakan, berdaya guna, bila digunakan sesuai dengan aturan akan
dapat mencegah terjadinya kehamilan, dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan
juga oleh lingkungan budaya dan masyarakat, terjangkau harganya oleh masyarakat, bila
metode tersebut dihentikan klien akan segera kembali kesuburuannya, kecuali untuk
kontrasepsi mantap (Panduan Praktis, 2003).
yang dipasang didalam rahim (Depkes RI, 1990). Keuntungan dari AKDR adalah praktis,
ekonomis, mudah dikontrol, aman untuk jangka waktu yang lama dan kembalinya
kesuburan cukup tinggi, tidak dipengaruhi oleh faktor lupa seperti Pil (Mardiya, 1999).
Adapun kerugiannya adalah dapat terjadi perdarahan (
Spotting dan
menometrorangie
),
leocorea,
infeksi, kehamilan ektopik, dan tali AKDR dapat
menimbulkan perlukaan presio dan mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998).
Beberapa faktor dapat mempengaruhi seorang ibu dalam memilih alat kontrasepsi
dalam rahim, diantaranya : tingkat pendidikan, pengetahuan, lingkungan, ekonomi,
kebutuhan, tarif pelayanan, keluarga, oleh karena itu tenaga kesehatan diharapkan mampu
memberikan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih efektif kepada calon
akseptor KB, dan juga dapat memberikan asuhan kebidanan kepada ibu khususnya dalam
pelayanan alat-alat kotrasepsi dalam rahim secara professional. Berdasarkan survei
pendahuluan jumlah akseptor KB di Kabupaten Boyolali sebanyak 547 orang, antara lain
IUD 66 orang (12,06 %), suntik 130 orang (23, 76 %), MOW 211 orang (38,57 %), dan
pil 140 orang (25,59 %). (Rekapitulasi KB Bidan RSU Pandan Arang, Boyolali)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Faktor-faktor apakah
yang berhubungan dengan tindakanakseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam
rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam
rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan umur responden dengan tindakan memilih AKDR
b. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan responden dengan tindakan memilih
AKDR.
c. Mengetahui hubungan pekerjaan responden dengan tindakan memilih AKDR.
d. Mengetahui hubungan penghasilan responden dengan tindakan memilih
AKDR.
e. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tindakan memilih AKDR.
f. Mengetahui hubungan tarif layanan dengan tindakan memilih AKDR.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman
dalam menyusun karya tulis ilmiah dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut
serta sarana untuk menerapkan ilmu dan teori yang telah diperoleh.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik di Bidang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB
(Keluarga Berencana) di RSU Pandan Arang, Boyolali.Bulan Agustus 2007
F. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan akseptor
KB dalam memilih alat kontrasepsi dalam rahim di RSU Pandan Arang, Boyolali“
sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.Adapun penelitian yang pernah ada
diantaranya;
Penelitian mengenai AKDR yang pernah dilakukan, diantaranya :
1. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kehamilan extopik di RS Sardjito
Yogyakarta tahun 1988 / 1992. Budi Santoso, Natalia (1993)
2. Evaluasi Keputusan Pemilihan Kontrasepsi Pada Akseptor KB di RSU Pandan
Arang, Boyolali. Soniatun Nikmah (2005)
G. Metode Penelitian
1. Populasi dan sampel
Populasi penelitian ini adalah ibu-ibu yang akan melakukan atau menggunakan
alat kontrasepsi yang datang di Rumah Sakit Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah,
sejumlah 100 aseptor KB pada Agustus 2007.
Sampel yang diambil ditentukan dengan teknik
Simple Random Sampling
dan
diperoleh sampel sebanyak 60 orang.
2. Variabel Penelitian
a. Variabel terikat ( variabel dependen )
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindakan memilih
AKDR
b. Variabel bebas ( variabel independen)
Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dukungan keluarga, tarif layanan.
3. Teknik pengumpulan dan analisis data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor KB dalam memilih AKDR kepada
ibu yang akan memasang atau memilih alat kontrapsepsi di Rumah Sakit Pandan
Arang, Boyolali, Jawa Tengah.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan uji
crosstab
,
dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. Sebelum digunakan
teknik
crosstab
, data terlebih dahulu diuji dengan uji validitas dan reliabilitas.
H. Daftar Pustaka
Arikunto, S. 1992.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
. Rineka Cipta.
Jakarta
Azwar, S. 1995.
Sikap Manusia teori dan Pengukurannya
(Edisi Kedua) Cetakan
Pertama. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.
BKKBN, 1999.
Panduan Pelaksanaan Jaminan Mutu Pelayanan Keluarga
Berencana.
Jakarta
BKKBN, 2003.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Keluarga Berencana
. Jakarta
Budiarto. 1992.
Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat
, EGS.
Jakarta.
Depkes, 2001.
Panduan Buku Klinis Program Pelayanan Keluarga
Berencana.
Jakarta
Hadi, S. 1987.
Statistik Jilid 2.
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Jogjakarta.
Hartanto. 1992.
Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.
Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta.
IBI, 1994.
Pedoman Keluarga Berencana Ikatan Bidan Indonesia.
Jakarta
Manuaba, E.B.G. 1998.
Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan
. EGC. Jakarta.
Mardiyo. 1999.
Sebuah Pedoman Bagi PUS yang Ber-KB dalam petunjuk Praktis
Cara Memilih Kontrasepsi
. Liberty. Jogjakarta.
Notoadmojoo, S. 2002.
Metodologi Penelitian Kesehatan
. Rineka Cipta. Jakarta
___________, S. 2003.
Pendidikan Perilaku Kesehatan
. Rineka cipta. Jakarta
PKBI. 1999.
Panduan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
. PKBI. Jakarta.
Prawirahardjo, S. Dkk. 2003.
Buku Panduan Prakstis Pelayanan Kontrasepsi
.
Yayasan Bina Aksara. Jakarta.
Saifuddin, AB. 2002.
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal
. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Sugioyono. 2005.
Statistik untuk Penelitian
. Alfabeta. Bandung
Tombokan. 2002.
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Hamil Tentang
Tentang Tanda Bahaya Kehamilan di Puskesmas.
(Karya Tulis Ilmiah). UGM.
Jogjakarta. Tidak diterbitkan
CONTOH PROPOSAL PENELITIAN - KESEHATAN MASYARAKAT
PROPOSAL PENELITIAN
STATUS PEKERJAAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA BAYI DI KELURAHAN SIMPONG
KABUPATEN BANGGAI
TAHUN 2011
OLEH
KELOMPOK III
YULIANTI
FERAWATI. L
NURLAELA
SITI RUHANA
ANGGRAINI PADJU
GREFFI D. MARIANA
BEATRIS SALINDEHO
YUNIARTI KIENG
FIRMANSYAH
ZULBAIR
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT (FKM)
UNIVERSITAS TOMPOTIKA LUWUK
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi/anak umur 0-24
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara
menyeluruh. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak,
dan adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak
langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak,
khususnya pada umur dibawah 2 tahun (baduta).
Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi
memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat,
protein dan beberapa vitamin dan mineral yang terkandung dalam ASI atau susu
formula tidak lagi mencukupi. Sebab itu sejak usia 6 bulan, kepada bayi selain
ASI mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) Agar kebutuhan gizi
bayi/anak terpenuhi.Dalam pemberian MP-Asi perlu diperhatikan waktu
pemberian MP-ASI ,frekuensi porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan
dan cara pemberiannya. Disamping itu perlu pula diperhatikan pemberian
makanan pada waktu anak sakit dan bila ibu bekerja di luar rumah.Pemberian
MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi,
namun juga merangsang keterampilon makan dan merangsang rasa percaya
diri.
Beberapa permasalahan pemberian makanan pendamping ASI (MP Asi)
antara lain ; pemberian makanan pralaktat sebelum Asi keluar, kolostrum
dibuang, pemberian MP Asi terlalu dini atau terlambat, MP Asi yang diberikan
tidak cukup, pemberian MP-Asi sebelum Asi, frekuensi pemberian MP-Asi kurang,
pemberian Asi terhenti karena ibu kembali bekerja, kebersihan kurang, prioritas
gizi yang salah pada keluarga.
Bahaya dari pemberian MP Asi terlalu dini adalah Pemberian MP-Asi dini
sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman
sebab, system imun bayi dibawah 6 bulan masih belum sempurna. Belum lagi
jika tidak disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia
menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MP-Asi sebelum ia berumur 6 bulan,
yg hanya mendapatkan ASI eksklusif. Belum lagi penelitian dari badan kesehatan
dunia lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-Asi dini adalah
status pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja diluar rumah pada umumnya cenderung
memberikan makanan pendamping Asi pada bayinya lebih cepat dari waktu
yang ditetapkan, dikarenakan waktu yang dimiliki olehnya relatif singkat untuk
berada bersama bayinya di dalam rumah.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status
gizi yang baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga kemungkinan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensisal. Status gizi lebih terjadi bila
tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan
efek toksis. Status gizi kurang atau lebih merupakan gangguan gizi.
Turut sertanya ibu dalam mencari nafkah akan meningkatkan daya beli
keluarga, akan tetapi juga menimbulkan masalah, yaitu pembagian waktu
terutama dalam hal waktu untuk bekerja di luar rumah dengan waktu untuk
mengelola rumah tangga serta mengasuh anak. Peran ganda ibu ini menuntut di
satu pihak perlu curahan waktu penuh untuk mengasuh anak, bersamaan
dengan itu perlu sisipan waktu untuk bekerja di luar rumah. Salah satu peluang
untuk mengatasinya adalah anak diasuh oleh pembantu, keluarga atau family
yang ada di rumah. Keterbatasan waktu ibu dalam mengasuh anak dan
menyediakan makanan akan berpengaruh terhadap pola makan anak (bayi) dan
konsumsi gizi anak, karena pada usia anak-anak ini merupakan usia yang
membutuhkan konsumsi pangan yang ideal untuk membantu kecerdasan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Banggai tahun
Data Puskesmas Simpong tahun 2010 diperoleh informasi bahwa
cakupan pemberian Asi Eksklusif di Kelurahan Simpong hanya berjumlah 32,3 %.
Hal ini menandakan bahwa masih tingginya pemberian MP Asi di bawah 6 bulan.
Karena hal-hal tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti
apakah ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP Asi di
bawah 6 bulan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ibu dengan
pemberian MP Asi dini ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian MP
Asi dini di Kelurahan Simpong.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status pekerjaan ibu yang berisiko terhadap kurangnya
asupan pemberian Asi Eksklusif.
b. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara pekerjaan ibu dengan
pemberian MP Asi dini.
1. Manfaat Untuk Institusi pendidikan (kampus)
Dapat menambah referensi bagi perpustakaan dan menjadi data awal bagi
peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Untuk Pemerintah Kelurahan Simpong
Dapat lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan
khususnya masalah gizi masyarakat yang berada di Kelurahan Simpong.
3. Manfaat Untuk Peneliti
Sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman khususnya untuk
masalah-masalah gizi keluarga terutama zat gizi untuk bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
1. Konsep Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Pada Bayi
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi
peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI
merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti
memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat
kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional
antara ibu dan bayinya (Sunartyo, 2008).
Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI
bulan pertama. ASI yang diproduksi pada 1 – 5 hari pertama dinamakan
kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat
menguntungkan bayi karena mengandung lebih banyak antibodi, protein,
mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap
saat. Produksi ASI dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang.
Disamping itu perlu diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan
perawatan payudara. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap
saat terutama ASI eksklusif (As’ad, 2002).
ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara
eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi
bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).
Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan yaitu:
1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 – 4 bulan pertama.
2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.
3. Mengandung beberapa zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi.
4. Mengandung laktoferin untuk mengikat zat besi.
5. Tidak mengandung beta laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi.
6. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan dalam
keadaan segar serta bebas dari kuman.
7. Berfungsi menjarangkan kehamilan.
Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan sebaiknya coba diperbaiki dahulu cara menyusuinya. Cobalah hanya memberi bayi ASI saja tanpa memberi minuman atau makanan lain. Selain itu, bayi harus sering disusui, perhatikan posisi menyusui. Secara umum usahakan dahulu agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik mungkin. Apabila setelah 1 – 2 minggu ternyata upaya perbaikan tersebut tidak menyebabkan peningkatan berat badan, maka pemberian makanan tambahan atau padat diberikan bagi bayi berusia diatas 4 bulan (Roesli, 2000).
Bila oleh suatu sebab (misalnya ibu bekerja atau hamil lagi) bayi tidak
memperoleh ASI, maka kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI
dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah menjadi hampir sama
dengan susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa
menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi belum ada PASI yang tepat
menyerupai susunan ASI (As’ad, 2002).
Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Pada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun. Sebaliknya, pada masyarkat urban bayi disapih terlalu dini yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberi makanan tambahan (Arisman, 2004).
Menurut Sulistjani (2001), seiring bertambahnya usia anak, ragam
makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting
untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Dalam hal pengaturan
pola konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih
memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan
tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI. Menurut Arisman (2004), pemberian
makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk bubur
cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan
lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian pertama cukup 2 kali sehari,
satu atau dua sendok teh penuh. Pada usia 6-9 bulan bayi setidak-tidaknya
membutuhkan empat porsi. Menginjak usia 9 bulan bayi telah mempunyai gigi
dan mulai pandai menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi sudah mampu
memakan makanan orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan
separuh takaran orang dewasa.
Makanan sapihan yang ideal harus mengandung makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak atau lemak. Makanan sapihan baru boleh diberikan setelah bayi disusui atau diantara dua jadwal penyusunan. Sebab, diawal masa penyapihan, ASI masih merupakan makanan pokok. Sementara makanan sapihan hanyalah sebagai pelengkap. Kemudian secara berangsur ASI berubah fungsi sebagai makanan tambahan, sementara makanan sapihan menjadi santapan utama (Arisman, 2004).
Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat
mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada
bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian
makanan padat atau tambahan pada usia 4 – 6 bulan lebih menguntungkan.
Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap
kesehatan bayi (Roesli, 2000).
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) diberikan kepada bayi setelah berusia 6
bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Jadi, selain MP-ASI, ASI pun harus tetap
diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan. Adapun hal-hal penting
yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan untuk bayi yaitu
makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan
kali/hari, sebelum berumur dua tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi
makanan orang dewasa, makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi (Krisnatuti,
2007).
Keadaan kekurangan gizi pada bayi dan anak di sebabkan kebiasaan
pemberian MP-ASI yang tidak tepat (Media indo online, 2006). Akibat rendahnya
sanitasi dan hygiene MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh
mikroba, hingga meningkatkan resiko dan infeksi lain pada bayi, hasil penelitian
Widodo (2006) bahwa masyarakat pedesaan di Indonesia jenis MP-ASI yang
umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang (57,3%) dan
rata-rata berat badan bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih besar dari pada
kelompok bayi yang diberikan MP-ASI (Depkes online, 2007)
2. Konsep tentang Pekerjaan Ibu
Kerja adalah aktivitas, gawai, kegiatan, operasi. Sedangkan yang dimaksud
dengan pekerjaan adalah operasi, order, proyek, kewajiban, tugas, aktivitas,
kegiatan, kesibukan, urusan, karier, profesi , pencaharian seseorang. (Tesaurus
Bahasa Indonesia)
Program untuk memperbaiki dorongan psikososial melalui pendidikan
orang tua tentang interaksi orang tua dan anak melalui kegiatan kunjungan
rumah telah dapat menurunkan angka kurang gizi pada anak balita. Penelitian
lainnya membuktikan bahwa perubahan pola asuh psikososial telah
meningkatkan derajat pertumbuhan anak. Penelitian di Bogota, Columbia
membuktikan bahwa anak-anak yang menderita kurang gizi, dikunjungi
rumahnya setiap minggu selama 6 bulan oleh kader desa, ternyata pertumbuhan
pada umur 3 tahun lebih tinggi daripada yang tidak dikunjungi. Dengan
dikunjungi rumahnya, ibu- ibu menjadi lebih memahami kebutuhan anak dan
memberi makan pada saat anak sedang lapar. Didapatkan juga bahwa ibu-ibu
yang memahami tentang kebutuhan untuk perkembangan kognitif anak,
anak-anaknya lebih pintar daripada ibu yang lalai dalam pengasuhan anak-anaknya (Anwar,
2008).
B. Kerangka Konsep
1. Makanan Pendamping Asi (MP-Asi) adalah makanan yang diberikan pada
bayi berusia 6 bulan keatas dengan tetap memberikan Asi.
2. Pekerjaan adalah kesibukan atau aktifitas yang menghasilkan upah yang
dilaksanakan oleh seseorang sebagai upaya untuk kelangsungan hidupnya.
3. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian MP-Asi dini adalah
status pekerjaan ibu. Ibu yang bekerja diluar rumah pada umumnya cenderung
memberikan makanan pendamping Asi pada bayinya lebih cepat dari waktu
yang ditetapkan, dikarenakan waktu yang dimiliki olehnya relatif singkat untuk
berada bersama bayinya di dalam rumah.
C. Definisi Operasional
Dimaksudkan dengan pekerjaan ibu dalam penelitian ini adalah pekerjaan
untuk berada di luar rumah. Seperti menjaga toko, berdagang di Pasar,
Karyawan Perusahaan, pegawai negeri pada instansi pemerintah, dll.
Adapun pemberian MP Asi Dini dalam penelitian ini adalah Makanan
Pendamping yang sudah diberikan pada bayi sebelum berusia genap 6 bulan.
Bila MP Asi diberikan pada H-1 sebelum 6 bulan maka masih termasuk dalam
penelitian ini.
BAB III
METODE DAN INSTRUMEN PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode ………(analitik, deskriptif
atau kualitatif)
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kelurahan Simpong
1. Gambaran umum lokasi
……….
C. WAKTU PENELITIAN
Tanggal mulai dari penyusunan proposal hingga skripsi
D. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah sasaran penelitian. Misalnya sumur populasinya adalah air
sumur.
1. Sampel itu siapa ?
2. Tekniknya bagaimana ?
Teknik pengambilan sampel ; Random sampling, stratified random sampling dan
cluster ramdom sampling, dll
3. Sampel sizex berapa ?
Angka confidence/tingkat kepercayaan : tingkat kesalahan (misalnya 0,05 5
%) ada rumusnya !!!!
E. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Cek list
2. Kuesioner
F. METODE ANALISIS DATA (UNTUK PENELITIAN ANALITIK- KALO UNTUK
PENELITIAN DESKRIPTIF DISAJIKAN DULU BARU DI ANALISIS)
G. INSTRUMEN PENELITIAN
Memakai instrument yang dibuat sendiri jika tidak ada instrument baku
yang digunakan.
Harus kuat pada teori disesuaikan dengan DASAR TEORI
MEMBUAT INTRUMEN PENELITIAN
1. Mengukur pengetahuan
Apa yang dia ketahui tentang topic
2. Mengukur sikap
BAB IV
HASIL PENELITIAN
1. Jelaskan semua hasil penelitian
2. Pembahasan ; antar dengan teori penunjang hasil penelitian, sambung
dengan hasil penelitian yang diperoleh, sambung dengan penelitian orang lain
yang berhubungan dengan penelitian,
santa simpati
7 Jun
ke saya
Dalam penelitian sosial ekonomi, kita akan seringkali menemukan data kategorik daripada data interval. Data ini
biasanya dapat disajikan dalam 2 bentuk, dalam bentuk list atau table. Jika kita ingin melihat hubungan antara
pekerjaan yang terdiri dari karyawan swasta (0), pegawai negeri (1), usaha sendiri (2) terhadap jenis kelamin
Atau dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Ketika data telah
dikonversi dalam bentuk table 2×3 seperti di atas, kita akan lebih mudah menginterpretasikannya, karena dapat
langsung kita tarik kesimpulan jumlah pria atau wanita yang berprofesi sebagai karyawan swasta, pegawai
negeri ataupun usaha sendiri. Misalnya di kota “Y” kita ketahui bahwa pria yang bekerja sebagai karyawan
swasta berjumlah 6 orang, begitu pula wanita yang berprofesi sebagai pegawai negeri berjumlah 4 orang. Tabel
yang sama juga dapat kita buat untuk 2×2, 2×4, 3×4 dan seterusnya.
Masalahnya adalah ketika data yang kita miliki berjumlah banyak, tentunya akan sulit untuk berhitung manual
karena dengan jumlah data yang banyak maka tingkat kesalahan akan tinggi. SPSS juga menyediakan fasilitas
konversi data dalam bentuk list ke bentuk table melalui menu descriptive – crosstab (tabulasi silang).
Menu crosstab pada SPSS dapat digunakan untuk menghitung kasus-kasus yang melibatkan banyak variabel
Tahapan menjalankan crosstab dengan SPSS adalah dengan memilih analyze-descriptive-crosstab seperti berikut ini:
Kemudian pada kotak
dialog crosstab, pindahkan masing-masing variabel ke kolom factor list atau dependent list;
Dengan sajian output tersebut data yang terdiri
atas banyak kasus dan variabel akan lebih mudah diterjemahkan serta dilihat hubungannya dalam satu kesatuan
Uji Validitas Item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan seberapa valid suatu item pertanyaan mengukur variabel yang diteliti. Uji Reliabilitas item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan reliabilitas serangkaian item pertanyaan dalam kehandalannya mengukur suatu variabel.
1. Uji Validitas
Uji Validitas Item atau butir dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS.[1] Untuk proses ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut.
Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25.[2] Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah mengacaukan.
Cara melakukan Uji Validitas dengan SPSS:
1. Buat skor total masing-masing variable. 2. Klik Analyze > Correlate > Bivariate
3. Masukkan seluruh item variable x ke Variables 4. Masukkan total skor variable x ke Variables 5. Ceklis Pearson ; Two Tailed ; Flag
6. Klik OK
7. Lihat kolom terakhir. Nilai >= 0,25. 8. Lakukan hal serupa untuk Variabel Y.
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:
Note:
Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah[4]
Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat ItemAnalysis ini maka satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.
Reliabilitas item diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan Reliability Analysis dengan SPSS ver. 16.0 for Windows. Akan dilihat nilai Alpha-Cronbach untuk reliabilitas keseluruhan item dalam satu variabel. Agar lebih teliti, dengan menggunakan SPSS, juga akan dilihat kolom Corrected Item Total Correlation.
Nilai tiap-tiap item sebaiknya ≥ 0.40 sehingga membuktikan bahwa item tersebut dapat dikatakan punya reliabilitas Konsistensi Internal.[5] Item-item yang punya koefisien korelasi < 0.40 akan dibuang kemudian Uji Reliabilitas item diulang dengan tidak menyertakan item yang tidak reliabel tersebut. Demikian terus dilakukan hingga Koefisien Reliabilitas masing-masing item adalah ≥ 0.40.
Cara Uji Reliabilitas dengan SPSS:
1. Klik Analyze > Scale > Reliability Analysis 2. Masukkan seluruh item Variabel X ke Items 3. Pastikan pada Model terpilih Alpha
4. Klik OK
Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat.[6] Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:
Proposal Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 1978, WHO dan UNICEF melakukan pertemuan di Alma Ata yang
memusatkan perhatian terhadap tingginya angka kematian maternal perinatal.
Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk menetapkan konsep Primary Health
Care yang memberikan pelayanan antenatal, persalinan bersih dan aman,
melakukan upaya penerimaan keluarga berencana, dan meningkatkan pelayanan
rujukan (Handayanai, 2010: 13).
Dapat dikemukakan bahwa untuk dapat menyelamatkan nasib manusia
di muka bumi tercinta ini, masih terbuka peluang untuk meningkatkan kesehatan
reproduksi melalui gerakan yang lebih intensif pada pelaksanaan keluarga
berencana. Tanpa gerakan KB yang makin intensif maka manusia akan terjebak
pada kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan yang merupakan malapetaka
manusia yang paling dahsyat dan mencekam. Gerakan KB yang kita kenal
sekarang bermula dari kepeloporan beberapa orang tokoh, baik di dalam
maupun di luar negeri. Sejak saat itulah berdirilah perkumpulan-perkumpulan KB
diseluruh dunia, termasuk di Indonesia yang mendirikan PKBI (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia) (Handayani, 2010: 14).
Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya
manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat
derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan
ekonomi dan keluarga berencana yang merupakan sisi masing-masing mata
uang. Bila gerakan keluarga berencana tidak dilakukan bersamaan dengan
pembangunan tidak akan berarti. Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan
(NKKBS) yang berorientasi pada “catur warga” atau zero population growth
(pertumbuhan seimbang). Gerakan keluarga berencana Nasional Indonesia telah
berumur panjang sejak 1970 dan masyarakat dunia menganggap Indonesia
berhasil menurunkan angka kelahiran dengan bermakna. Masyarakat dapat
menerima hampir semua metode medis teknis keluarga berencana yang
dicanangkan oleh pemerintah (Manuaba, 2010: 591).
Program KB adalah bagian terpadu (integral) dalam program
pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahtraan ekonomi,
spritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan
yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Handayani, 2010: 28).
Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan
sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. (anggraini, 2012 : 48).
Tabel 1.1
Cakupan Jumlah Peserta KB Kota Jambi Tahun 2011 - 2012
Sumber : BKKBN, 2012
Berdasarkan data pada tabel 1.1, terdapat peningkatan jumlah peserta
KB di Kota Jambi. Sementara itu alat kontrasepsi yang banyak dipakai oleh
pasien tahun 2011 adalah Pil berjumlah 182.554 pasien (57,42%), disusul
dengan Implant sebanyak 70.981 pasien (22,33%) dari 317.920 pasien.
Sedangkan pada tahun 2012 adalah Pil berjumlah 183.122 pasien (57,23%),
disusul dengan Implant sebanyak 71.124 pasien (22,23%) dari 319.950 pasien
(BKKBN, 2012).
Tabel 1.2
Cakupan Peserta KB Aktif di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2012
no Bulan
METODE YANG DIPAKAI AKSEPTOR
IUD Pil KDM ST
K IMP JML
1 Januari 147 14 34 1 196
2 Februari 87 15 113 215
3 Maret 78 11 120 209
4 April 87 18 104 209
5 Mei 91 9 41 141
6 Juni 97 11 89 197
7 Juli 97 8 92 197
8 Agustus 69 8 89 166
9 September 70 8 78 156
10 Oktober 2 88 3 79 172
12 Desember 1 86 4 101 192
Jumlah 3 1.07
6 113 1.019 1 2212
Sumber : Puskesmas Tahtul Yaman 2012
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa di Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi
Tahun 2012 alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah Pil yaitu 1.076
orang, kemudian Suntik yaitu sebanyak 1.019 orang. Sedangkah untuk alat
kontrasepsi IUD hanya 3 orang.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran
pengetahuan dan sikap tentang penggunaan AKDR terhadap akseptor KB aktif di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi Tahun 2013.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana Gambaran pengetahuan dan sikap tentang
penggunaan AKDR terhadap akseptor KB aktif di Puskesmas Tahtul Yaman Kota
Jambi Tahun 2013
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya gambaran Pengetahuan akseptor KB tentang penggunaan AKDR
di Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran Sikap Akseptor KB tentang penggunaan AKDR di
Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Tahtul Yaman
Diharapkan sebagai bahan informasi tentang pelaksanaan program
Keluarga Berencana (KB) dan program promosi kesehatan agar penggunaan alat
kontrasepsi khususnya AKDR dapat lebih ditingkatkan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan dan dapat menjadi referensi dalam
memberikan informasi dan pengetahuan tentang penggunaan AKDR.
Sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian lanjutan yang di harapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan
khususnya pelayanan AKDR.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
sectional, yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran pengetahuan dan sikap
Ibu Akseptor KB tentang Penggunaan AKDR di Puskesmas Tahtul Yaman Kota
Jambi Tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh akseptor KB aktif yang
berkunjung ke Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi selama bulan Oktober sampai
Desember Tahun 2012 yaitu sebanyak 529 orang yang meliputi Suntik yaitu 259
orang, Pil yaitu 259 orang dan Kondom 11 orang. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode proportional random sampling.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat. Alat bantu penelitian
berupa lembar kuesioner yang akan disebarkan guna mendapatkan data
peneltian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kontrasepsi
1. Pengertian
Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak
anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah
beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan, upaya
ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat, atau obat-obatan.
(Proverawati, 2010 : 1 ).
Keluarga Berencana (KB) suatu upaya yang di lakukan manusia untuk
mengatur secara segaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum
dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga.(Maritalia, 2012 : 101).
2. Macam-macam metode kontrasepsi
Macam-macam metode kontrasepsi yang ada di dalam program KB di
Indonesia menurut (handayani, 2010 : 35) adalah : a. Metode kontrsepsi sederhana
Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari 2 yaitu, metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi
tanpa alat antara lain : Metode Amenorhoe Laktasi (MAL), Coitus Interuptus,
Metode kalender, Metode Lendir Serviks (MOB), Metode Suhu Basal Badan, dan
simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan
metode kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom,diafragma, cup serviks
dan spermisida.
b. Metode kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu
kombinasi (mengandung hormon progesteron dan esterogen sintetik) dan yang
hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi kombinasi terdapat pada pil dan
suntika/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormonal yang berisi progesteron
terdapat pada pil, suntik, implant.
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR yang
sedangkan MOP sering dikenal dengan Vasektomi yaitu memotong atau
mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak ejakulasikan.
e. Metode Kontrasepsi Darurat
Metode kontrasepsi yang dipakai dalam kondisi darurat ada 2 macam yaitu
Pil dan AKDR.
B. Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Pada tahun 1909, AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) ini pertama
kali diperkenalkan oleh Richter di Polandia yang terdiri dari atas dua benang
sutra yang tebal. Pada tahun 1930-an cincin Grafenberg mulai dipakai dijerman,
cincin ini mungkin merupakan pengembangan AKDR Richter juga, karena
Granfenbreg mula-mula menggunakan cincin yang dibuat dari benang sutra
dipilin. Kemudian cincin ini dibuat dari benang perak berupa spiral. Menurut
granfenberg, angka kehamilan dengan cincin perak ini hanya 1,6% (diantara
2000 kasus). (sulistyawati, 2011 : 86)
Saat ini, AKDR telah mendapat penerimaan yang luas dikalangan
masyarakat sehingga berpengaruh pada tersedianya antibiotik untuk
mengendalikan infeksi, perbaikan desain AKDR, serta kesadaran yang meningkat
terhadap pengendalian kesuburan. (sulistyawati, 2011 – 87).
IUD dikenal luas oleh masyarakat awam sebagai spiral atau AKDR
(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). IUD adalah suatu benda kecil yang terbuat dari
plastik lentur,mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan di
masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang
(Handayani,2010:140).
1. Jenis-jenis AKDR
Jenis alat kontrasepsi dalam rahim yang sering digunakan di Indonesia
antara lain: a. Copper-T
AKDR berbentuk T,terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian
b. Copper-7
AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical 32 mm dan
ditambah gulungan kawat tembaga (Cu).
rate) yaitu berapa lama AKDR tetap tinggal in-utero tanpa : Ekspulsi spontan,
Terjadinya kehamilan dan pengangkatan / pengeluaran karena alasan-alasan
medis atau pribadi.
Efektivitas dari bermacam-macam AKDR tergantung pada :
a. AKDR-nya : Ukuran, Bentuk dan mengandung Cu atau Progesteron.
c. Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6 – 0,8 kehamilan
per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125- 170
kehamilan ). (Handayani, 2010 : 143).
Pada umumnya perempuan dapat menggunakan AKDR dengan aman dan
efektif. AKDR dapat digunakan pada perempuan dengan segala kemungkinan
keadaan seperti berikut ini: perokok, sedang memakai (Pinem,2009:289)
AKDR juga sangat efektif digunakan dan tidak perlu diingat setiap hari
seperti halnya pil. Bagi ibu yang menyusui IUD juga tidak mempengaruhi
kelancaran ASI maupun kadar air susu ibu. (Proverawati,2010 : 53).
D. Waktu pemasangan AKDR
AKDR dapat dipasang dalam keadaan berikut:
a) Kebijakan (policy) lama: Insersi AKDR dilakukan selama atau segera sesuah
haid. Alasannya: Ostrium uteri lebih terbuka, canalis cervicalis lunak, perdarahan
yang timbul karena prosedur inserasi,tertutup oleh perdarahan yang normal,
wanita pasti tidak hamil.tetapi, akhirnya kebijakan ini ditinggalkan karena: infeksi
dan ekspulsi lebih tinggi bila insersi dilakukan saat haid, Dilatasi canalis
cervicalis adalah sama pada akseptor pada setiap ia datang ke klinik KB.
b) Kebijakan (policy) sekarang: Inserasi AKDR dapat dilakukan setiap saat dari
siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam
keadaan hamil. 2) Insersi Post Partum
a) Pemasangan AKDR setelah melahirkan dapat dilakukan secara dini (immediate
insertion) yaitu AKDR dipasang pada wanita yang melahirkan di rumah sakit.
b) Secara Langsung (direct insertion) yaitu AKDR dipasang dalam masa tiga bulan
setelah partus atau abortus.
c) Secara tidak langsung (indirect insertion) yaitu AKDR dipasang sesudah masa
tiga bulan setelah partus atau abortus, atau pemasangan AKDR dilakukan pada
saat yang tidak ada hubungan sama sekali dengan partus atau abortus. Bila
pemasangan AKDR tidak dilakukan dalam waktu bersalin, menurut beberapa
ahli, sebaiknya AKDR ditangguhkan enam sampai delapan minggu post partum. Insersi AKDR adalah aman dalam beberapa hari post-partum, hanya kerugian
paling besar adalah angka kejadian ekspulasi yang sangat tinggi. Tetapi menurut
penyelidikan di singapura, saat yang terbaik adalah delapan minggu post
partum. Alasannya karena antara empat-delapan minggu post partum, bahaya
perforasi tinggi sekali.
3) Insersi Post Abortus
Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka AKDR dapat
dipasang dengan segera. 4) Insersi Post coital
Dipasangkan maksimal setelah 5 hari senggama tidak terlindungi.
(Handayani,2010:147).
Merupakan cara KB efektif terpilih yang sangat di prioritaskan
pemakaiannya pada ibu dalam fase menjarangkan kehamilan dan mengakhiri
kesuburan serta menunda kehamilan, dengan jenis IUD mini.(Suratun, 2008 :
91)
Kontra Indikasi dari pemasangan AKDR/IUD relatif antara lain ialah a. Tumor ovarium
1. Keuntungan dari Kontrasepsi Dalam Rahim
a. Efektif dengan proteksi jangka panjang (1 tahun).
b. Tidak mempengaruhi hubungan suani istri.
c. Tidak berpengaruh terhadap ASI.
d. Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat.
e. Efek sampingnya sangat kecil.
f. Memiliki efek sistemik yang sangat kecil.(Arum, 2011:146)
2. Kerugian dari Kontrasepsi AKDR
a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 8 bulan pertama dan akan berkurang
berkurang setelah 3 bulan) b. Haid lebih lama dan banyak
c. Perdarahan (spotting) anatar menstruasi
d. Saat haid lebih sakit
e. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/ AIDS
f. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering
berganti pasangan
g. Penyakit radang panggul terjadi, seorang perempuan dengan IMS memakai
AKDR, PRP dapat memicu infertilitas
h. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvic diperlukan dalam pemasangan
AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
i. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan
AKDR. Biasnya menghilang dalam 1-2 hari.
j. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan terlatih
k. Mungkin AKDR keluar lagi dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila
melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagai
perempuan tidak mau melakukan ini.(Arum, 2009 : 155).
H. Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo, 2010: 23, perilaku
kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulasi atau objek yang
berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan
Teori Green menganalisis bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga
faktor kecenderungan antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai,
tradisi dan lain-lain :
1. Perilaku
Menurut Notoatmodjo 2010: 20, perilaku adalah suatu kegiatan atau
aktivitas manusia baik yang diamati maupun tidak. Dengan demikian perilaku
manusia terjadi melalui proses : Stimulus-Organisme-Respon, sehingga teori
berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain.
I. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010: 27).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yakni : a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur
bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain. d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Wawan, 2010: 18, pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1 Tinggi : Hasil presentase ≥ 76%
stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap
bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional dan evaluasi emosional terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(Total Attitude) yang dalam hal ini pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini
terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,
berdasarkan keyakinan, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain
yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.
Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologisosial adalah
bagaimana mengukur sikap seseorang. Salah satunya skala likert (1932)
mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan
dengan skala Thurstone. Likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain
(Wawan, 2010: 38).
Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi
seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau
dialaminya. Skala yang terdiri dari 4 poin (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju,
Sangat Tidak Setuju). Semua aitem yang favorable kemudian diubah nilainya
dalam angka, yaitu untuk Sangat Setuju nilainya 4 sedangkan untuk Sangat
Tidak Setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk nilai aitem yang unfavorable nilai skala
Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk yang Sangat Tidak Setuju nilainya 4
(Aziz, 2007: 102).
K. Kerangka Teori
Dalam Nesi, 2011: 76, Perilaku kesehatan dibagi menjadi tiga faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk berperilaku sehat dalam
masyarakat dan memperoleh derajat kesehatan yang optimal khususnya pada
persiapan menyusui yang berhubungan dengan keberhasilan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif terhadap bayinya. Menurut Teori Lawrence Green
(1980), faktor-faktor yang menentukan perilaku sehingga menimbulkan perilaku
yang positif adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)
2. Faktor Pemungkin atau Pendukung (enabling factors)