• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Eksistensi Perda Syariah Dan Relasinya D"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERDA SYARIAH DALAM OTONOMI DAERAH

Oleh: Patty Regina Rafli Fadilah Achmad

Valeryan Natasha

Universitas Indonesia Depok

(2)

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Kami yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Patty Regina Nama : Rafli Fadilah

NPM : 1106056075 NPM : 1206246313

Program Studi : Ilmu Hukum Program Studi: Ilmu Hukum

Nama : Valeryan Natasha

NPM : 1206251471

Program Studi: Ilmu Hukum Menyatakan bahwa artikel imiah yang berjudul :

PERDA SYARIAH DALAM OTONOMI DAERAH

Benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah kami nyatakan dengan benar. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, kami siap untuk didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami.

Depok, 12 Mei 2015

(3)

Daftar Isi

Daftar Isi ... 3

I. PENDAHULUAN ... 4

II. PEMBAHASAN ... 4

II. 1 Pandangan Pro terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah ... 5

II. 1. 1 Perda Syariah Sesuai dengan Konsep Otonomi Daerah...5

II. 1. 2 Perda Syariah sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi...6

II. 1. 3 Perda Syariah sesuai dengan nilai Sejarah dan Sosiologis bangsa Indonesia...7

II. 2 Pandangan Kontra terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah . 8

II. 2. 1 Perda Syariah bertentangan dengan Otonomi Daerah...8

II. 2. 2 Perda Syariah menimbulkan ketidakseimbangan dalam Kehidupan Beragama dan Bertentangan dengan Konsep Agama...10

III. PENUTUP ... 12

(4)

I. PENDAHULUAN

Peraturan Daerah Syariah (Perda Syariah) belakangan merupakan topik yang hangat diperbincangkan. Eksistensi Perda Syariah didalam pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah kabupaten/kota ataupun provinsi bukan lagi menjadi hal yang aneh, contohnya Perda Sumatera Barat No. 3 Tahun 2007 tentang Pendidikan Al-Qur’an dan Perda Bulukumba Sulawesi Selatan No. 6 Tahun 2003 tentang Pandai Baca Al-Qur’an bagi Siswa dan Calon Pengantin dan masih banyak lagi. Walaupun tidak diberikan nama Perda Syariah, namun dapat dimaknai sebagai perda syariah melihat bahwa substansinya yang secara tegas mengatur mengenai syariat islam dan bersumber secara langsung dari Al-Qur’an serta hanya ditunjukan bagi pemeluk agama islam. Keberadaan perda syariah ini bukanlah tanpa kontroversi, penolakan terhadap perda syariah telah terjadi di Indonesia, bahkan Presiden dan Wakil Presiden RI Jokowi dan Jusuf Kalla pada masa kampanyenya menyuarakan penolakan terhadap perda syariah dan melarang kemunculan perda syariah itu sendiri kecuali di Aceh.1 Namun, terhadap pernyataan tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla melalui Ketua Tim Bidang Hukum Pemenangan Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan2 ini ditentang oleh Majelis Mujadihid (MM) yang menyatakan penghapusan perda syariah adalah tindakan anti-agama yang dilandaskan pada kebohongan belaka.3 Kontroversi ini lah yang akan dianalisis didalam artikel hukum ini menggunakan sudut pandang baik dari pro penghapusan perda syariah maupun yang kontra.

II. PEMBAHASAN

(5)

II. 1 Pandangan Pro terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah II. 1. 1 Perda Syariah Sesuai dengan Konsep Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.6 Otonomi daerah ini sendiri telah diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yaitu pada BAB VI tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah ini diterapakan di Indonesia dengan prinsip seluas-luasnya7 dengan tujuan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas dalam rangka menjalankan pemerintahan daerah.8 Tujuan otonomi daerah ini akan tercapai karena pelaksanaannya didasarkan pada kekhususan dan keragaman daerah.9 Hal ini didasarkan pada kemajemukan faktor heterogenitas serta pluralisme masing-masing daerah yang perlu penanganan yang berbeda satu dengan yang lainnya.10 Salah satu dasar pembedaan ini dapatlah dikatakan adanya kebutuhan penegakan kaidah agama tertentu sesuai dengan daerah masing-masing. Dalam status quo, penjalanan otonomi daerah yang demikian dilaksanakan dengan cara pembentukan perda syariah.

(6)

II. 1. 2 Perda Syariah sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi

(7)

II. 1. 3 Perda Syariah sesuai dengan nilai Sejarah dan Sosiologis bangsa Indonesia

(8)

II. 2 Pandangan Kontra terhadap Perda Syariah dalam Otonomi Daerah II. 2. 1 Perda Syariah bertentangan dengan Otonomi Daerah

Penerapan otonomi daerah merupakan bentuk respon dari ketidakberhasilan konsep sentralisasi yang dianut Indonesia sejak diundangkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Tujuan otonomi daerah ini adalah mencapai pemerataan pembangunan di Indonesia yang dijalankan melalui pengurusan dan pengaturan oleh masing-masing daerah sesuai kekhasan dan keragaman yang dimilikinya. Otonomi daerah itu sendiri adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.20 Otonomi daerah ini dijalankan dengan prinsip seluas-luasnya,21 dengan batasan kewenangan pengurusan dan pengaturan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Pembatasan ini dapat ditemukan didalam Pasal 10 ayat (1) UU tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan ketentuan ini terdapat 6 (enam) hal yang menjadi kewenangan absolut pemerintah pusat, yaitu:22

Di dalam penjelasan mengenai huruf f dinyatakan bahwa,23

“Yang dimaksud dengan “urusan agama” misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya.”

(9)

Bulukumba Sulawesi Selatan No. 6 Tahun 2003 tentang Pandai Baca Al-Qur’an bagi Siswa dan Calon Pengantin. Kedua perda ini dibentuk dengan pertimbangan bahwa membaca, mempelajari, mengimahi dan mengamalkan Al-Qur’an adalah kewajban umat islam. Perda ini jelaslah mengatur kegiatan keagamaan, secara khusus agama islam dalam hal pendidikan Al-Qur’an, sehingga sudah selayaknya dinyatakan bertentangan dengan konsep otonomi daerah yang memiliki batasan sebagaimana diatur didalam UU No. 23 Tahun 2014.

Selain itu didalam UU No 23 Tahun 2014 pada Pasal 250 ayat (1) dan (2) diatur pula bahwa peraturan daerah tidaklah boleh bertentangan dengan;

I. Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi; dan II. Kepentingan umum meliputi diskriminasi terhadap agama

Pada poin (1), berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, peraturan perundang-undangan diatas perda adalah UUD 1945 hingga peraturan presiden. Namun, dalam praktik perda syariah telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya, contoh pada Perda Syariah Sumatera Barat dan Perda Bulukamba diatas mewajibkan calon pengantin untuk pandai baca ayat Al-qur’an dan mewajibkan siswa sesuai jenjang pendidikan (SD, SLTP atau SLTA) pandai membaca, menulis, dan memahami ayat Al-qur’an agar dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.24 Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang tidak mengatur syarat demikian sehingga jelaslah terjadi kontradiksi selain itu perda-perda ini juga membebankan kewajiban pendidikan Al-qur’an yang tidak diatur didalam UU No. 23 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikaan Nasional.25 Pertentangan-pertentangan tersebut hanyalah contoh kecil dari ketidakteraturan tata peraturan perundang-undangan di Indonesia akibat adanya Perda Syariah.

(10)

seluruh warga di daerah tersebut namun ternyata hanya berlaku untuk pemeluk agama islam. Perda syariah menunjukan bahwa pengurusan dan pengaturan otonomi daerah lebih difokuskan pada agama islam saja, sedangkan agama lain di marginalkan. Selain itu jika dikaitkan dengan APBD, penegakan dan segala kewajiban daerah yang ditimbul dari perda syariah akan dijalankan menggunakan dana dari APBD. Dalam hal ini dengan semakin banyaknya perda syariah yang dibentuk semakin banyak APBD yang dialokasikan untuk penegakan syariat dan ajaran agama islam, semakin timpang pula pengaturan dan pengurusan yang dilakukan daerah terhadap warga daerah, terutama warga non-islam. Fokus otonomi daerah menjadi hanya pada pemeluk agama islam bukan warga daerah secara keseluruhan. Hal ini menunjukan adanya perbedaan sikap pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintah daerah yang didasarkan pada agama dan hal ini adalah tindakan diskriminatif. Padahal seharusnya otonomi daerah dijalankan tanpa berfokus pada agama tertentu saja.

Berdasarkan penjelasan diatas jelas maka perda syariah didalam otonomi daerah tidak sesuai dengan konsep otonomi daerah dan bertentangan dengan UU Tentang Pemerintahan Daerah sehingga harus ditolak.

II. 2. 2 Perda Syariah menimbulkan ketidakseimbangan dalam Kehidupan Beragama dan Bertentangan dengan Konsep Agama

(11)

mayoritas suatu daerah adalah beragama islam dan digunakan untuk menegakan syariat islam. Tetapi ternyata dalam praktiknya, respon terhadap eksistensi perda syariah ini telah membuat daerah-daerah di Indonesia terkotak-kotak. Perda syariah dinilai memberikan efek tertekan perasaan tida enak bagi pemeluk agama lain. Alhasil, hal ini menimbulkan daerah dengan mayoritas agama lain contoh kristen, terdorong membentuk perda sesuai ajaran agama kristen yaitu perda injili.28 Di Manokwari, terdapat Rancangan Peraturan Daerah Injili yang pada intinya melarang perempuan muslimah memakai jilbab di publik.29 Munculnya rancangan perda ini didasarkan pada fakta diperbolehkannya membentuk perda yang bernuansa agama. Jelas apabila tidak segera dihentikan maka kerukunan antra umat beragama akan terusik bahkan ditakutkan dapat menimbulkan konflik. Hal ini akan menciptakan ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama. Selain itu, perda-perda syariah ini akan membuat wilayah-wilayah Indonesia menjadi terkotak-kotak sesuai agama dan menodai pluralisme dan heterogenitas yang ada di Indonesia.

Secara lebih mendalam, perda syariah akan menimbulkan disintegrasi didalam kehidupan beragam yang mengancam persatuan bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia adalah negara yang plural dari segi agama. Sejak dahulu founding fathers bangsa Indonesia berusaha menemukan cara agar perbedaan tidak memecahkan bangsa Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan membentuk dasar negara yang universal, pancasila. ditinjau dari sisi sejarah, dahulu terdapat perbedaan pendapat antara kaum nasionalis dan kaum agama mengenai sila pertama pancasila.Dimana dahulu muncul ide rumusan sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syaritat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”30. Namun, hal ini ditolak kaum nasrani

(12)

islam saja, menandakan pengaturan yang tidak seimbang dan tidak mengadopsi nilai pancasila tersebut.

Dalam sudut pandang agama, yaitu Islam, hukum islam adalah hukum yang bersumber dari Allah SWT yang sifatnya absolut. Hukum islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, dimana ketaatan terhadap hukum islam ini bersumber dari keimanan seseorang. Namun, dengan penerjemahan syariat islam terutama mengenai pendidikan Al-qur’a ke dalam hukum nasional, kita mengamini dan mengatakan bahwa ajaran agama islam seolah-olah tidak dapat ditaati dan ditegakan apabila tidak ada sanksi atau ketentuan hukum positif di Indonesia. Kita menjadi mengecilkan arti agama dan ajarannya karena meniscayakan agama yang kita yakini bersumber dari Tuhan yang mutlak kebenarannya harus bersandar pada institusi temporer yaitu negara dalam penegakannya. Selain itu, perda syariah menunjukan ada tendensi pemanfaatan agama oleh penguasa didaerah. Agama tidak lepas dari hubungan kekuasaan dan pengetahuan.33 Dalam perda syariah, dapat dikatakan agama sebagai pengetahuan digunakan digunakan untuk memaksakan suatu kekuasaan pada subyek lain tanpa memberi kesan bahwa ia datang dari pihak tertentu.34

Berdasarkan hal-hal diatas jelas bahwa Perda Syariah lebih memiliki dampak negatif yaitu menggangu kerukunan umat beragama, meciptakan ketidakseimbangan dalam kehidupan beragama dan mengecilkan arti agama itu sendiri.

III. PENUTUP

Penyelenggaraan Perda Syariah di beberapa daerah kabupaten/kota ataupun provinsi di Indonesia sudah bukan merupakan hal yang tabu. Meskipun disebut Perda, tetapi Perda Syariah pemaknaannya hanya ditujukan bagi warga yang memeluk agama islam. Perda Syariah sumbernya didasarkan pada syariat islam yang tertuang dalam Al-Qur’an.

(13)

historispun, nilai-nilai syariat islam juga memang sudah lama ada di Indonesia, sehingga lazimlah syariat islam untuk dijewantahkan dalam bentuk Perda.

(14)

1 Muhammad Akbar Wijaya, Pemerintahan Jokowi-JK Larang Perda Syariat Islam Baru,

4 HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, h. 17.

5 Jacobus Perviddya Solossa, Otonomi Khusus Papua: Mengangkat Martabat Rakyat Papua di Dalam NKRI, Cetakan ke-1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2005, h. 54.

6 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 1 Angka 6.

7 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18 Ayat (5). 8 HAW Widjadja, Otonomi dan Otonomi Daerah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 7 9 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18A Ayat (1).

10 Sultan Hamengku Buwono X, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 19.

11 Soekarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, Yogyakarta, Media Pressindo, 2006, h. 152.

12 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Lihat . Pasal 29 ayat (1). 13 Elza Peldi Taher, Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta, ICRP, 2009, h. 257.

14Ibid, Pasal 29 ayat (2)

15 Tahir Azhary, Bunga Rampai Hukum Islam, Jakarta, IND-HILL-CO, 2003, h. 153.

16 Marzuki Wahid dan Rumadi, Kritis Atas Politik Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta, LkiS, 2001, h. 81. 17 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Gema Insani Press, 1994, h. 61.

18 Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Cetakan ke-3, Jakarta, Pancuran Tujun, 1975, h. 70. 19Ibid.

20 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No, 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 1 angka 6.

21 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UUD NRI 1945, Pasal 18 Ayat (5).

22 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No, 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Pasal 10 ayat (1).

23Ibid, lihat bagian penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf (f)

24 Provinsi Sumatera Barat, Peraturan Daerah Sumatera Barat tentang Pendidikan Al-Qur’an, Perda No. 3 tahun 2007, LD Sumbar No. 3 Tahun 2007, Pasal 13.

25 Muntoha, Otonomi Daerah dan Perkembangan “Peraturan-Peraturan Daerah Bernuansa Syariah”, (Disertasi, Program Doktoral, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008), h. 337.

26 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta, LkiS, 2002, h. 93.

27 Tore Lindhol,et.al, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh, diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosko dan M. Rifa’i Abduh, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2010, h. 328.

28 Komaruddin Hidayat dan Putut Widjanarko, Reimventing Indonesia Menemukan Kembali, Jakarta, Mizan, 2008, h. 88.

29 Rumadi dan Ahmad Suaedy (Ed), Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia, Cetakan ke-1, The Wahid Institute, Jakarta, 2007, h. 26-27.

30 Roland Dumartheray, Agama dalam Dialog Pencerahan, Pendamaian, dan Masa Depan, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2003, h. 464.

31 Amrullah Ahmad, Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, h. 238. 32 Jan S Aritonang, Sejarah Perjumpaang Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 2004, h. 315.

33 Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat AkarKekerasan dan Diskriminasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 101.

(15)

Daftar Pustaka

Abdullah, Abdul Gani. 1994. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.

Ahmad, Amrullah. 1996. Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press.

Aritonang, Jan S. 2004. Sejarah Perjumpaang Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Arramah.com. Tolak Perda Syariah, Majelis Mujahidin tantang debat terbuka PDIP.

http://www.arrahmah.com/news/2014/06/09/tolak-perda-syariah-majelis-mujahidin-tantang-debat-terbuka-pdip.html diakses pada 04 Mei 2015.

Azhary, Tahir. 2003. Bunga Rampai Hukum Islam. Jakarta: IND-HILL-CO.

(16)

Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat AkarKekerasan dan Diskriminasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hidayat, Komaruddin dan Putut Widjanarko. 2008. Reimventing Indonesia Menemukan Kembal. Jakarta: Mizan.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. UUD NRI 1945.

_______. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 23 Tahun 2014. LN No. 244 Tahun 2014. TLN No. 5587

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkiS.

Lindhol, Tore et al. 2010. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh. diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosko dan M. Rifa’i Abduh. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Muntoha. 2008. Otonomi Daerah dan Perkembangan “Peraturan-Peraturan Daerah Bernuansa Syariah”. (Disertasi, Program Doktoral, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta).

Notonegoro. 1975. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Cetakan ke-3. Jakarta: Pancuran Tujun.

Provinsi Sumatera Barat, Peraturan Daerah Sumatera Barat tentang Pendidikan Al-Qur’an, Perda No. 3 tahun 2007, LD Sumbar No. 3 Tahun 2007, Pasal 13.

Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Yogyakarta: Media Pressindo.

Solossa, Jacobus Perviddya. 2005. Otonomi Khusus Papua: Mengangkat Martabat Rakyat Papua di Dalam NKRI. Cetakan ke-1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suaedy, Ahmad dan Rumadi (Ed). 2007. Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Beberapa Isu Penting di Indonesia. Cetakan ke-1. Jakarta: The Wahid Institute.

Taher, Elza Peldi. 2009. Merayakan Kebebasa Beragama Bunga Rampai Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: ICRP, 2009.

(17)

Widjadja, HAW. 2004. Otonomi dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

______________. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wijaya, Muhammad Akbar. Kecuali di Aceh, Jokowi-JK Bakal Larang Perda Syariat Islam.

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/06/04/n6n15d-kecuali-di-aceh-jokowijk-bakal-larang-syariat-islam diakses pada 04 Mei 2015.

______________________. Pemerintahan Jokowi-JK Larang Perda Syariat Islam Baru.

http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/06/04/n6mzlx-pemerintahan-jokowijk-larang-perda-syariat-islam-baru diakses pada 04 Mei 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memahami petunjuk, siswa dapat menjelaskan aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari di rumah tentang menjaga kebersihan di lingkungan rumah dengan tepat.

Pembayangan penuh pada dinding tidak terjadi pada bulan Juni dan Juli karena pada bulan tersebut lintasan matahari berada paling jauh di belahan bumi Utara, sehingga posisinya

ground; permasalahan struktural yang terdiri dari keterbatasan akses permodalan bagi aktor-aktor yang ada menyebabkan tidak berjalannya program-program pemerintah

Berdasarkan hasil implementasi Model Audit Pertanggungjawaban Sosial berbasis HCD ditemu- kan adanya beberapa kondisi atas organisasi sektor publik yang diaudit, diantaranya

Setelah anda mempelajari dengan teliti proses bisnisnya, selanjutnya anda wajib mencatat dan mengumpulkan Data-data seperti dokumen apa saja yang dibutuhkan dari

Saya akan menentang perintah atasan dan memilih keluar dari pekerjaan saya jika saya dipaksa untuk melakukan hal yang bertentangan dengan standar profesional.. Saya akan

Sesuai dengan penjelasan tersebut maka sektor pertanian adalah salah satu sektor yang cukup penting untuk dikaji peranannya terhadap perekonomian wilayah karena nilai

Suatu modul pembelajaran dinyatakan efektif apabila 80% siswa yang mengikuti pembelajaran mampu mencapai nilai acuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Hobri. Berdasarkan