i
PENGARUH ADOPSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
LINTANG KURNIAWATI
NIM : S431208012
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ PENGARUH ADOPSI IFRS
TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini bukan hasil dari
jerih payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang telah membantu. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, penulis menguapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret.
vi
3. Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret.
4. Dr. Payamta, M.Si., CPA, Ak.,selaku Ketua Program Studi Magister
Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
5. Dra. Y Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., selaku Sekretaris Program
Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
6. Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran, serta memotivasi penulis dalam
penyusunan tesis.
7. Bapak Ibu Dosen staf di Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan
bimbingan keilmuan, khususnya dalam disiplin Ilmu Akuntansi.
8. Mas Nuko (Nur Kholis S.E., M.Sc, ini hasil dukunganmu dan
kepercayaanmu, engkau adalah semangatku, terimakasih.
9. Teman-teman Kos Jasmine (Wulan, Afrida, Maulida, Caca) terimakasih
buat canda tawa dan semangatnya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat atas segala bantuan
yang mereka berikan kepada penulis.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Surakarta, 16 Juli 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
viii
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kontribusi Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 8
A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. International Financial Reprting Standarts (IFRS) ... 8
1.1 New Intitutional Theory ... 8
1.2 Hubungan antara New Institutional Theory dengan Adopsi IFRS ... 9
1.3 Sejarah IFRS ... 10
1.4 Harmonisasi Standar Akuntansi International ... 11
1.5 IFRS dan Kualitas Akuntansi... 12
1.6 Perbedaan IFRS dengan GAAP ... 13
1.7 Adopsi IFRS... 16
2. Agency Theory ... 19
3. Manajemen Laba ... 21
B. Perumusan Hipotesis ... 26
C. Kerangka Berpikir ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Populasi, Sampel dan Pengambilan Sampel ... 30
ix
D. Analisis Data ... 35
1. Statistik Deskriptif ... 35
2. Uji Asumsi Klasik ... 35
3. Uji Hipotesis ... 37
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Deskripsi Data ... 40
B. Statistik Deskriptif ... 42
C. Analisis Faktor ... 45
D. Uji Asumsi Klasik ... 46
1. Uji Normalitas Data ... 47
2. Uji Multikolinearitas ... 48
3. Uji Autokorelasi ... 49
4. Uji Heteroskedastisitas... 50
E. Uji Hipotesis ... 51
1. Analisis Regresi ... 51
2. Pembahasan Analisis Regresi ... 52
BAB V PENUTUP ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Keterbatasan Penelitian ... 55
C. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel IV.1 Jumlah Sampel Perusahaan Manufaktur ... 41
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif ... 42
Tabel IV.3 Analisis Faktor ... 45
Tabel IV.4 Hasil Uji Normalitas Data ... 47
Tabel IV.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 48
Tabel IV.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 49
Tabel IV.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 50
Tabel IV.8 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 51
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.2 ... 29
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Perusahaan Tahun 2007 ... 62
2. Daftar Perusahaan Tahun 2013 ... 66
3. Data Perusahaan Tahun 2007 ... 69
4. Data Perusahaan Tahun 2013 ... 73
5. Hasil Uji Statistik Deskriptif... 76
6. Hasil Uji Analisis Faktor ... 77
7. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 79
8. Hasil Uji Hipotesis ... 80
xiii
ABSTRAK
PENGARUH ADOPSI IFRS TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
Lintang Kurniawati
NIM : S431208012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba yang diukur berdasarkan tiga proksi earning smoothing yaitu perbedaan perubahan net income ( NI), Rasio tengah perubahan net income ( CF) dan korelasi antara akrual dengan cash flows. Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol untuk menangkap apakah ada pengaruh-pengaruh lain yang berbeda antara lain size,leverage,growth, dan ROE.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 dan 2013. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dan didapatkan 226 perusahaan yang sesuai dengan kriteria. Karena data tidak normal pada pengujian awal maka dilakukan reduksi data untuk data yang mengandung outliers (data ekstrim), sehingga sampel yang diolah menjadi 190. Teknik analisis menggunakan uji asumsi klasik dan analisis regresi linier. Untuk membantu menganalisis data, penulis menggunakan bantuan SPSS 21 for windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba. Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik manajemen laba menjadi lebih rendah setelah adopsi IFRS. Variabel kontrol size mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan variabel kontrol leverage, growth, dan ROE tidak mempengaruhi manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.
Kata kunci : Adopsi IFRS, manajemen laba, net income, akrual, arus kas.
xiv ABSTRACT
THE INFLUENCE OF IFRS ADOPTION TOWARD EARNINGS MANAGEMENT IN MANUFACTURE-BASED COMPANY LISTED IN
THE INDONESIAN STOCK EXCHANGE Indonesian Stock Exchangein periode of 2007 and 2013. Sample are obtained by purposive sampling and there are 226 companies that fit the criteria. Because there are abnormal data in the early testing, researcher does the reduction of data that contains outliers, until get 190 sample that can be used. The analysis uses the classic assumption test, and liniear analysis regression. To analyze, researcher use the SPSS 21 for windows.
The findings show that there is influence IFRS adoption toward earnings management. Furthermore, earning management is lower after IFRS adoption. Control variable size influence the behaviour of manager in earnings management practically. Variable leverage, growth, and ROE do not influence behaviour manager in earning management practically.
Keywords : IFRS Adoption, Earnings Management, net income, accrual, cash flows
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
International Financial Reporting Standars (IFRS) merupakan standar
akuntansi yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee
(IASC) atau International Accounting Standard Board (IASB) yang sekarang ini
telah diterapkan dan diadopsi di negara- negara Eropa dan Amerika pada tahun
2005. Praktik akuntansi di tiap negara berbeda disebabkan adanya pengaruh
lingkungan, ekonomi, sosial, dan politik di tiap negara. Adanya globalisasi dan
agar terjadi persamaan persepsi akuntansi di setiap negara maka dibentuklah
Standar Akuntansi Internasional yang dikenal dengan International Financial
Reporting Standars (IFRS) yang nantinya bertujuan memudahkan rekonsiliasi
bisnis dalam lintas negara dan sekarang ini satu per satu negara di dunia telah dan
mulai mengadopsi IFRS.
IFRS diterapkan di Indonesia melalui tahapan konvergensi yang dimulai
pada tahun 2007. Terdapat dua macam strategi adopsi yaitu bigbang strategy yang
mengadopsi IFRS secara penuh tanpa melalui tahapan tertentu digunakan oleh
negara-negara maju dan gradual strategy yang dilakukan secara bertahap
dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Penerapan dan adopsi mengenai IFRS ini merupakan suatu hal yang
menimbulkan perdebatan dan berbagai macam reaksi dari berbagai negara di
dunia, baik reaksi yang mendukung maupun reaksi yang menentang. Pihak yang
mendukung adanya adopsi IFRS diantaranya adalah Gebhardt dan Farkas (2011),
Chen et al (2010) dan Armstrong et al. (2010). Penelitian oleh Armstrong et al.
(2010) yang menemukan bahwa pasar secara positif merespon adanya adopsi
IFRS. Chen et al. (2010) juga menemukan bukti empiris bahwa dengan adopsi
IFRS secara mandatory dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi dan
menurunkan manajemen laba dibandingkan sebelum mengadopsi IFRS. Penelitian
yang sama oleh Gebhardt dan Farkas (2011) dan Paglietti (2009), juga
memberikan bukti empiris bahwa kualitas informasi akuntansi meningkat setelah
adopsi IFRS di negara anggota Uni Eropa.
Sementara menurut Mazars, (2006) pihak yang telah menentang ini telah
menyatakan bahwa adopsi IFRS tidak akan menghasilkan manfaat yang
diperlukan, akan tetapi hanya menyajikan perubahan akuntansi murni dengan
tanpa memilki manfaat ekonomis atau mungkin dapat menurunkan kualitas
akuntansi (Janjean dan Stolowy, 2008) yang dalam penelitiannya menggunakan
data dari negara Australia, Inggris, dan Perancis yang menguji dampak adopsi
mandatory IFRS yang dikaitkan dengan earnings management dan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan earnings management
setelah adopsi mandatory IFRS bahkan di Perancis terjadi peningkatan praktik
earnings management.
Banyak penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan adopsi IFRS
selain yang telah disebutkan sebelumnya diantaranya adalah penelitian oleh
Daske et al. (2008) yang melakukan penelitian mengenai adopsi IFRS terhadap
likuiditas pasar, cost of capital, dan penilaian terhadap ekuitas yang hasilnya
menunjukkan bahwa adopsi IFRS dapat meningkatkan likuiditas pasar,
mengurangi cost of capital, dan peningkatan nilai ekuitas. Barth et al. (2008) yang
meneliti adopsi IAS terhadap kualitas akuntansi yang menunjukkan bahwa dengan
adanya adopsi IAS secara sukarela, dapat menurunkan earnings management,
pengakuan kerugian yang lebih tepat, dan meningkatkan value relevance atas
informasi laba.Informasi akuntansi menjadi informatif dan kualitas akuntansi
menjadi lebih tinggi setelah periode adopsi IFRS. Cuzman et al. (2010) juga
melakukan penelitian mengenai meta analisis setelah adpsi IFRS pada pasar Eropa
yang terkait dengan financial instrument yang hasilnya menunjukkan adopsi IFRS
dapat membawa stabilisasi pasar keuangan Eropa.
Penerapan IFRS sebagai standar global akan berdampak pada semakin
sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan sehingga akan
meminimalisir praktik-praktik kecurangan akuntansi (Prihadi, 2011; 4 dalam
Rohaeni dan Aryati; 2012). Fleksibilitas ketika memilih metode akuntansi
kadang-kadang memotivasi manajer untuk memilih metode akuntansi atau untuk
mengubah yang digunakan dalam rangka meningkatkan, menurunkan atau
meratakan angka pendapatan dari tahun ke tahun. Isu ini sering dikaitkan dengan
praktek income smoothing, yaitu merepresentasikan usaha manajer untuk
menggunakan keleluasaan dalam pelaporan untuk dengan sengaja meredam
fluktuasi realisasi pendapatan perusahaan (represents manager’s attempts to use
their reporting discretion to “intentionally dampen the fluctuations of their firms’
earnings realizations”)(Beidleman, 1973).
Laba merupakan salah satu informasi yang sangat potensial pada laporan
keuangan dan penting bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Laba juga
menjadi perhatian utama bagi investor untuk menentukan dan mengambil
keputusan dan mencerminkan kualitas informasi akuntansi perusahaan. Hal ini
terkadang membuat manajemen untuk berpotensi melakukan manipulasi data
dengan melakukan pemerataan laba.
Sehubungan dengan manajemen laba dan adopsi IFRS ini beberapa
penelitian juga telah dilakukan, antara lain Daske dan Gunther (2006) menyatakan
bahwa pengapdopsian IFRS meningkatkan kualitas financial statement. Butler et
al. (2004) bahwa earning management pada laporan keuangan dapat diidentifikasi
dengan menggunakan rasio kunci yakni seperti gearing dan likuiditas, dan
penerapan standar IFRS pada item laporan keuangan ini dapat mengurangi tingkat
earning management. Barth et al. (2008) yang dalam penelitiannya meneliti
kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS dengan
menggunakan sampel sebanyak 327 perusahaan di 21 negara (dari 1896
perusahaan yang diobservasi) yang telah mengadopsi IAS secara sukarela antara
tahun 1994 dan 2003. Dalam penelitiannya ditemukan bukti bahwa setelah
diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi
nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu,
dibandingkan dengan masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan
local GAAP. Penelitian-penelitian tersebut di atas bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Jeanjean dan Stolowy (2008) yang meneliti dampak
keharusan mengadopsi IFRS terhadap manajemen laba dengan mengobservasi
1146 perusahaan dari Australia, Prancis, dan UK mulai tahun 2005 hingga 2006.
Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa manajemen laba di negara-negara
tersebut tidak mengalami penurunan setelah adanya keharusan mengadopsi IFRS,
dan bahkan meningkat untuk Prancis. juga penelitian oleh Ball et al. (2003) juga
menunjukkan bahwa standar berkualitas tinggi tidak selalu menghasilkan
informasi akuntansi berkualitas tinggi.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh
Barth (2008) yang menguji hubungan IAS (International Accounting Quality)
terhadap tiga kualitas akuntansi yaitu earnings management, timely loss
recognition, and value relevance dengan mengambil sampel 21 perusahaan di
Eropa tahun 1994-2003 yang dikelompokkan dalam perusahaan yang menerapkan
IAS dan perusahaan yang tidak menerapkan IAS (NIAS) dengan membagi
periode masa setelah dan sebelum adopsi IAS. Penulis dalam penelitian ini
mencoba menguji bagaimana adopsi IFRS terhadap salah satu kualitas akuntansi
yaitu manajemen laba pada sektor manufaktur di Indonesia yang terdaftar di BEI.
Motivasi dalam penelitian ini adalah penulis ingin mengetahui dampak fenomena
adopsi IFRS pada perusahaan sektor manufaktur di Indonesia, mengingat
sekarang ini IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang harus
diterapkan di negara-negara di dunia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Barth (2008) adalah data
pada penelitian ini menggunakan periode yang pendek dengan membandingkan
data dua tahun, yaitu tahun 2007 dimana masa sebelum adopsi IFRS dan data
2013 dimana periode adopsi IFRS telah dilakukan secara penuh. Alasan penulis
memilih perusahaan manufaktur adalah karena menurut penulis, perusahaan
manufaktur merupakan perusahaan yang mempunyai jumlah yang cukup banyak
dalam list perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan lebih banyak
menguaai sektor perekonomian di Indonesia.
B. PERUMUSAN MASALAH
Hasil penelitian mengenai adopsi IFRS terhadap manajemen laba
terdahulu dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil yang berbeda-beda. Penelitian
oleh Barth (2008) yang menguji hubungan IAS (International Accounting
Quality) terhadap tiga kualitas akuntansi yaitu earnings management, timely loss
recognition, and value relevance dengan hasil setelah diperkenalkannya IFRS,
tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi nilai menjadi lebih tinggi,
dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu, dibandingkan dengan
masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan local GAAP.
Jeanjean dan Stolowy (2008) yang meneliti dampak keharusan mengadopsi IFRS
di negara Australia, Perancis, dan UK terhadap manajemen laba menemukan
bahwa manajemen laba di tersebut tidak mengalami penurunan setelah adanya
keharusan mengadopsi IFRS.
Pada penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2007 dan 2013.
Peneliti menggunakan periode penelitian tersebut dikarenakan tahun 2007 adalah
tahun dimana adopsi IFRS belum diterapkan di Indonesia, sedangkan pada tahun
2013 adalah periode dimana adopsi IFRS telah dilakukan secara penuh di
Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah apakah adopsi
IFRS berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur di
Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mendapatkan bukti empiris
pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba pada perusahaan sektor
manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan literatur bagi para peneliti selanjutnya, selain itu juga
diharapkan dapat menjadi penguat untuk pembentukan sebuah teori yang
berkaitan adopsi IFRS terhadap manajemen laba.
2. Bagi Praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
agar dijadikan tolak ukur kinerja perusahaan serta pengambilan keputusan
berkaitan dengan adanya adopsi IFRS dan pengaruhnya terhadap
manajemen laba.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. International Financial Reporting Standarts (IFRS)
1.1 New Institutional Theory
New Institutional Theory (NIT) merupakan teori sosiologi mengenai
organisasi. Dalam teori ini dijelaskan bahwa perkembangan mengenai organisasi
bukan hanya semata-mata proses teknis yang akhirnya berorientasi pada faktor
efisiensi, tetapi lebih menitikberatkan kepada konsekuensi langsung dari motivasi
dan rasionalitas yang ada dalam diri pelaku organisasi tersebut. Tujuan dari
rasionalitas dan motivasi ini adalah agar organisasi memperoleh legitimasi dari
pihak-pihak yang berkepentingan.
Beberapa elemen teori institusional menurut Scott dan Meyer (1994)
adalah institusi, organisasi, dan pelaku. Dimana dalam institusi, sebuah organisasi
dalam menjalankan aktivitasnya dan keterlibatannya dalam persaingan bisnis
harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Secara individual, institusi dapat
mempengaruhi perilaku dan pandangan para pelaku dalam organisasi. Sebaliknya,
pelaku juga dapat mempengaruhi institusi dengan membuat dan melakukan
sebuah transformasi institusi yang telah ada sebelumnya menjadi sebuah institusi
baru. Oleh karena itu, institusi memberikan kontribusi dengan adanya
pilihan-pilihan tindakan yang menjadi sebuah batasan yang harus dilakukan pelaku dalam
pengambilan keputusan.
1.2 Hubungan antara New Institutional Theory dengan Adopsi IFRS
Relevansi teori institusional yang terdapat dalam dinamika praktik
pelaporan keuangan dapat dikaitkan dengan sebuah pengertian mengenai
akuntansi. Bahwa akuntansi adalah merupakan lembaga yang secara sosial
dibangun oleh individu, baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Sebagai
lembaga sosial akuntansi berhubungan erat oleh kebiasaan, nilai, norma, dan
keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam Teori kelembagaan terdapat
adanya wawasan yang ditawarkan berkaitan dengan hubungan yang ada antara
akuntansi dan lembaga sosial lain sehingga dapat digunakan untuk memahami
praktik akuntansi (Schapen 1994, dan Chariri 2006).
Ceremonial yang mempunyai arti adanya komitmen organisasi terhadap
tindakan aturan rasional merupakan sebuah perwujudan dari akuntansi sebagai
bentuk lembaga (Covaleski et al dalam Chariri 2006). Dengan adanya perusahaan
yang berdasarkan harapan, norma, dan keyakinan yang nilai yang diberikan
masyarakat, maka akan sangat membantu organisasi mendapatkan sebuah
legitimasi melalui dukungan masyarakat. Karena organisasi mendapatkan
legitimasi jika menjalankan kegiatannya sesuai dengan norma, peraturan dan
nilai-nilai yang terdapat dalam lingkungan kelembagaan mereka.
Produk dari praktik akuntansi adalah laporan keuangan dimana laporan
keuangan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan legitimasi aktivitas
organisasi. Mezias (1990) memberikan pendapat yang berkaitan dengan kegunaan
teori institusional dalam memahami praktik pelaporan keuangan, yaitu praktik
pelaporan keuangan bersifat rutin dan melibatkan kepentingan dari berbagai pihak
antara lain profesi akuntansi, individu dalam organisasi, dan lembaga regulator.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa teori institusional dapat
digunakan untuk memahami mengapa adopsi IFRS sangat penting diterapkan
dalam perusahaan. Diantaranya adalah untuk mendapatkan legitimasi dari
lingkungan disekitar perusahaan dan tidak lepas dari adanya regulator yang dalam
hal ini biasanya adalah pemerintah yang memberikan batasan-batasan atas tidakan
yang dilakukan oleh organisasi untuk proses pengambilan keputusan.
1.3 Sejarah IFRS
IFRS adalah merupakan sebuah standar akuntansi yang merupakan produk
dari International Accounting Standards Board (IASB), suatu organisasi
independen yang berpusat di London, Inggris (Ball, 2003). Sampai saat ini IFRS
masih menjadi topik utama yang sering dibicarakan dan diperdebatkan baik oleh
kalangan akademisi maupun kalangan praktisi. IFRS disusun sebagai suatu aturan
yang secara ideal akan diaplikasikan dan diterapkan sama bagi seluruh perusahaan
di dunia. Antara tahun 1973-2000 standar internasional diterbitkan oleh pendahulu
IASB yaitu International Accounting Standards Committee (IASC). IASC adalah
badan yang berdiri tahun 1973 yang didirikan oleh badan akuntansi profesional
dari negara Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda,
Inggris, Irlandia, dan Amerika. Dalam periode tersebut, aturan yang dihasilkan
oleh IASC disebut International Accounting Standards (IAS). Pada April 2001,
fungsi dari pembuat aturan diambil alih oleh IASB, dan IASB mendeskripsikan
aturan tersebut dengan nama baru yaitu International Financial Reporting
Accounting Standards (IFRS). IFRS ini merupakan aturan yang melanjutkan
aturan sebelumnya yaitu IAS yang diterbitkan oleh IASC. IASB mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan IASC, yaitu IASB didanai lebih baik, adanya staf
yang lebih baik dan lebih independen dibandingkan dengan IASC .
1.4 Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional
Choi dan Muller dalam Gamayuni (2009) menyatakan bahwa harmonisasi
adalah suatu proses untuk meningkatkan kesesuaian praktik akuntansi dengan
menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik akuntansi itu
beragam. Standar harmonisasi bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan
komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai
negara di dunia.
Dewasa ini Harmonisasi standar akuntansi internasional menjadi isu yang
hangat karena berhubungan erat dengan globalisasi bisnis saat ini. Globalisasi
bisnis dapat dilihat dari kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan
adanya perusahaan multinasional. Hal ini mengakibatkan kebutuhan standar
akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Akuntansi yang merupakan
penyedia informasi bagi pengambilan keputusan yang bersifat ekonomi juga
dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang berubah karena pengaruh globalisasi.
Adanya transaksi perdagangan antar negara dan prinsip akuntansi yang berbeda
mengakibatkan munculnya kebutuhan akan harmonisasi standar akuntansi di
seluruh dunia.
1.5 IFRS dan Kualitas Akuntansi
Adanya adopsi IFRS oleh seluruh negara di dunia, akan berpengaruh dan
berhubungan erat dengan kualitas akuntansinya. Pada tahun 2005, IFRS mulai
diadopsi dan diterapkan oleh negara-negara di Eropa. Sebagian besar negara di
Eropa saat itu membutuhkan persiapan yang matang terhadap laporan keuangan
agar sesuai dengan IFRS.
Tujuan IASC dan IASB adalah untuk mengembangkan kualitas standar
laporan keuangan yang lebih tinggi yang nantinya dapat diterima secara luas oleh
negara-negara di dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, IASC dan IASB telah
menerbitkan principles-based standards dan mengambil langkah untuk
menghilangkan alternatif akuntansi yang digunakan dan mewajibkan pengukuran
akuntansi yang lebih baik dengan dicerminkan oleh posisi ekonomi perusahaan
dan kinerjanya (IASC, 1989). Adanya keterbatasan alternatif dapat meningkatkan
kualitas akuntansi dan kebijaksanaan opportunistic manajemen terbatas dalam
menentukan jumlah kualitas akuntansi (Asbaugh dan Pincus, 2001). Jumlah
kualitas akuntansi lebih baik jika dicerminkan oleh keadaan ekonomi yang
mendasari perusahaan, hasil dari penerapan principles-based standards atau
pengukuran akuntansi yang digunakan. Hal ini semua dapat meningkatkan
kualitas akuntansi karena menyediakan informasi untuk investor dalam kegiatan
mengambil keputusan untuk investasi.
Kualitas akuntansi bertambah karena perubahan sistem pelaporan
keuangan yang dilakukan secara kontemporer dan dengan adanya perusahaan
yang menerapkan IFRS dimana penyelenggaraannya dilakukan secara teliti.
Tetapi, prediksi bahwa aplikasi IFRS berhubungan dengan kualitas akuntansi
yang tinggi tidak selalu benar. Ada dua alasan yang pertama, adalah bahwa IFRS
mungkin mempunyai kualitas yang lebih rendah daripada standar domestik yang
digunakan. Dengan contoh keterbatasan kebijaksanaan manajerial yang
berhubungan dengan alternatif akuntansi dapat menghilangkan kemampuan
perusahaan untuk melaporkan pengukuran akuntansi yang pengukurannya lebih
baik dicerminkan oleh posisi ekonomi dan kinerja perusahaan. Fleksibilitas dalam
principles-based standards dapat memberikan kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan manajemen laba yang dapat mengurangi kualitas akuntansi.
Fleksibilitas ini, telah lama menjadi perhatian dalam peraturan pasar saham,
khususnya dalam konteks internasional (e.g Breeden, 1994). Yang kedua,
sekalipun jika IFRS adalah merupakan standar kualitas yang tinggi, adanya
pengaruh utama dari penerapan sistem pelaporan keuangan yang lain adalah dapat
mengurangi kemajuan dalam menciptakan kualitas akuntansi dari adopsi IFRS.
Pelaksanaan IFRS yang lemah dapat menghasilkan standar yang terbatas, dengan
demikian keefektifannya juga terbatas ( Barth,2008).
1.6 Perbedaan IFRS dengan GAAP
Ada beberapa perbedaan penggunaan standar akuntansi internasional atau
IFRS dan GAAP (Generally Accepted Accounting Priciples) yang ditinjau dari
nilai wajar, Principal Based, dan persyaratan pengungkapan yang lebih banyak
dan rinci:
1. Nilai wajar
Sebelum menggunakan standar akuntansi internasional (IFRS), sistem
akuntansi menggunakan historical cost untuk mengukur transaksi. Historical cost
adalah merupakan jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar
imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh asset pada saat perolehan atau
konstruksi, atau jika dapat diterapkan jumlah yang dapat diatribusikan langsung
ke asset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu di dalam
PSAK lain (PSAK 19, revisi 2009). Kelemahan historical cost adalah kurang
mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Sedangkan keunggulan historical cost
adalah bahwa historical cost lebih objektif dan variable karena didasarkan pada
transaksi, tetapi pihak manajemen bisa memanfaatkan kelemahan historical cost
untuk melakukan manajemen laba, misalnya pada saat kinerja perusahaan sedang
buruk apabila nilai wajar asset pada tanggal pelaporan lebih besar dari nilai
tercatatnya, maka pihak manajemen akan menjual asset tersebut sehingga ada
keuntungan yang terjadi dan diakui dalam laporan laba rugi (Qomariah, 2013).
Standar akuntansi internasional (IFRS) cenderung menggunakan nilai
wajar (fair value). Nilai wajar (fair value) adalah jumlah yang dapat digunakan
sebagai dasar pertukaran asset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang
paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar
(arm’s length transaction) (IAI, 2009). Keuntungan dengan digunakannya nilai
wajar adalah pos-pos asset dan liabilitas yang dimiliki lebih mencerminkan nilai
yang sebenarnya pada saat tanggal laporan keuangan. Namun terdapat argumen
yang menolak penggunaan nilai wajar yang meyatakan bahwa nilai wajar
menyebabkan volatilitas dalam laporan keuaangan dan mengurangi prediksi laba.
Namun jika penggunaan nilai wajar menyebabkan volatilitas yang tinggi hal
tersebut sebenarnya hanya mengungkapkan realitas ekonomi yang sebenanrnya
(Siregar, 2010).
2. Principal Based
Sebelum konvergensi IFRS, standar akuntansi Indonesia menggunakan US
GAAP yang telah dirumuskan oleh FASB. US GAAP itu sendiri merupakan
standar yang rules based (berbasis aturan). Standar yang berbasis aturan ini akan
meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu,
akan tetapi di sisi lain kurang relevan karena tidak mampu merefleksikan kejadian
ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar waktu. Semakin banyak
aturan, maka aturan tersebut akan makin memiliki banyak celah untuk dilanggar
yang mengakibatkan aturan semakin banyak untuk menutup celah-celah lain.
Standar yang detail sangat insentif bagi manajemen untuk mengatur transaksi
sesuai hasil yang diharapkan berdasarkan aturan yang ada dalam standar. Auditor
menjadi sulit menolak manipulasi yang dilakukan oleh manajemen saat ada aturan
detail yang menjustifikasinya. Standar yang detail tidak dapat memenuhi
tantangan mengenai perubahan kondisi keuangan yang kompleks dan cepat.
Standar yang detail menyajikan dengan aturan (form) tapi tidak merefleksi
kejadian ekonomi yang mendasari secara substansial (Ari, 2011).
Sedangkan standar akuntansi IFRS berbasis prinsip (Principal Based).
Principal based merupakan pengaturan pada tingkat prinsip yang meliputi segala
hal dibawahnya. Principel based memiliki kelemahan antara lain membutuhkan
penalaran, judgement, dan pemahaman yang mendalam dari para pembaca aturan
yang kemudian menerapkannya. Sedangkan keunggulannya dalam hal
kemungkinan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi
atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meski hal sebaliknya dapat terjadi (Ari
2011).
3. Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci
IFRS telah mensyaratkan mengenai pengungkapan berbagai informasi
tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan
keuangan harus sesuai dan sejalan dengan informasi yang nantinya dipakai untuk
proses pengambilan keputusan oleh manajemen. Tingkat pengungkapan penuh
(full disclosure) dapat mengurangi tingkat asimetri informasi (ketidakseimbangan
informasi). Ketidaksembangan informasi terjadi antara pihak manajer dengan
pihak pengguna laporan keuangan. Sedangkan Asimetri informasi itu sendiri
adalah suatu keadaan dimana pihak manajer mempunyai informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan pihak lain (Scott, 2009). Dengan adanya asimetri
informasi tersebut mengakibatkan diysfunctional behavior yaitu tindakan
manajemen laba oleh manajer terutama jika informasi tersebut terkait dengan
pengukuran kinerja manajer.
1.7 Adopsi IFRS
Tujuan IASC dan badan pendukung IASB adalah mengembangkan set
standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang diterima secara internasional.
Untuk mencapai tujuan itu, IASC/IASB melakukan berbagai upaya, yaitu
menerbitkan standar principle based, mengambil langkah-langkah untuk
menghilangkan akuntansi relatif yang diperbolehkan, serta mengharuskan
pengukuran akuntansi yang merefleksikan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan
dengan lebih baik.
IFRS yang menggambarkan pendekatan berbasis prinsip (principle based
approach) lebih baik daripada pendekatan berbasis aturan (rules-based approach)
untuk pengembangan standar akuntasi. Standar yang berbasis prinsip berfokus
pada ketentuan prinsip-prinsip umum yang diperoleh dari kerangka konseptual,
gambaran pengakuan, pengukuran dan pelaporan yang diperlukan untuk transaksi
yang tercakup oleh standar (Pacter,2003).
Cara penerapan IAS atau IFRS bervariasi. Amerika Serikat mulai
mengadopsi IFRS melalui konvergensi IFRS dengan US GAAP, sedangkan
negara-negara Uni Eropa memilih IFRS sebagai standar akuntansi yang digunakan
tanpa melalui penyesuaian dengan standar akuntansi lokal di setiap negara.
Australia, Kanada, dan Singapura yang telah lama mengadopsi IAS sebagai
standar lokal dengan sedikit pengecualian juga meningkatkan upaya untuk
mengadopsi IFRS (Decker et al, 2003). Beberapa tahun ini IAI menyusun PSAK
(Pernyataan standar akuntansi keuangan) yang diseuaikan dengan IFRS dan mulai
diberlakukan wajib pada perusahaan yang terdaftar di BEI sejak 1 Januari 2012.
Pada bulan Juni 2000 komisi Eropa Uni Eropa di 15 negara anggota Uni
Eropa dan Tiga Negara Area Ekonomi Eropa (Eorupean economic area)
mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di publik untuk
mengonsolidasikan statemen keuangannya dengan menggunakan satu set standar
yaitu IAS. Kemudian pada bulan Juli 2002 parlemen Eropa mengharuskan semua
perusahaan Uni Eropa yang terdaftar untuk menyususn statemen keuangan
berdasarkan IAS paling lambat tahun 2005. Selain Uni Eropa, Australia adalah
negara yang mengadopsi IAS secara wajib sejak 1 Januari 2005. Sedangkan Rusia
mulai mengadopsi IAS pada 1 Januari 2004. FASB badan standar Amerika
Serikat mulai membahas konvergensi IAS dengan US GAAP (standar akuntansi
AS) pada Oktober 2003 dan menetapkannya pada 31 Desember 2003 (Pacter,
2003)
IFRS diadopsi oleh perusahaan secara wajib (mandatory) maupun sukarela
(voluntary). IFRS diadopsi secara wajib ketika regulator suatu negara menetapkan
kebijakan bagi perusahaan yang go public untuk melaporkan akuntansi
berdasarkan IFRS. Sedangkan adopsi sukarela dilakukan oleh perusahaan yang
memilih menerapkan IFRS sebelum adanya perintah dari regulator untuk
menetapkan IFRS..
Christensen et.al (2008) menjelaskan bahwa perusahaan yang menerapkan
IFRS secara sukarela lebih mengurangi tingkat manajemen laba akrual dibanding
dengan perusahaan yang menerapkan IFRS saat kewajiban adopsi dilakukan.
Perusahaan yang mengadopsi IFRS sependapat dengan persyaratan yang
dijelaskan oleh Barth et al ( 2008), bahwa kualitas akuntansi dapat meningkat jika
tindakan yang dilakukan penyusunan standar ini membatasi kebijakan
oportunistik manajemen dalam penentuan angka akuntansi misalnya dengan
melakukan manajemen laba.
2. Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan
merupakan sebuah kontrak antara manajemen (agent) dengan investor (principal).
Agency theory didasarkan pada konsep pemisahan fungsi diantara agen dan
principal yang bertujuan untuk menciptakan efesiensi dan efektivitas dalam
perusahaan. Principal merupakan pihak yang memberikan wewenang kepada
agent untuk bertindak atas nama principal, sedangkan manajer merupakan agent
yang bertindak untuk kepentingan pemegang saham yaitu memaksimalkan
kekayaan pemegang saham.
Manajemen laba sangat berkaitan dan sejalan dengan teori agensi yang di
dalamnya sangat menekankan pentingnya pemilik perusahaan (principles) yang
menyerahkan pengelolaan perusahaan pada manajemen (agents).Konsep Agency
Theory menurut Anthony et al (1995) adalah hubungan atau kontrak menurut
principal dan agen. Dengan ini, principal mempekerjakan agent untuk melakukan
tugas untuk kepentingan principal, termasuk menunjuk agent melakukan
pendegelasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent.
Masalah keagenan antara principal dan agen ini dipengruhi oleh beberapa
faktor, antara lain adalah pilihan buruk (Adverse selection) dan bencana moral
(moral hazard). Adverse selection terjadi apabila principal tidak mengetahui
kemampuan agen dalam melaksanakan tugasnya, sehingga menyebabkan
pemilihan yang salah terhadap agen. Moral hazard terjadi apabila kontrak antara
prinsipal dan agen telah disetujui, tetapi pihak agen yang memiliki dan
mengetahui informasi lebih banyak tentang perusahaan daripada principal tidak
memenuhi persyaratan dari kontrak tersebut. (Gudono,2009)
Menurut Watts, et al.(1986) perilaku mengenai manajemen laba ini dapat
dijelaskan dalam Positive Accounting Theory dan Agency Theory, yang di
dalamnya ada tiga hipotesis yang dijadikan dasar pemahaman tindakan
manajemen laba.
1. The Bonus Plan Hypothesis
Perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer
perusahaan cenderung memilih metode akuntasi yang dapat menggeser
laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat
ini sehingga manajer dapat memaksimalkan bonus mereka dibawah
rencana kompensasi perusahaan.
2. The Debt to Equity Hyphothesis (Debt Convenant Hyphothesis)
Pada perushaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi,
manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang
dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio
debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam
memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan
terancam melanggar perjanjian utang.
3. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer
akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang
dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga
dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul
dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik
perhatian konsumen.
3. Manajemen Laba
Manajemen laba adalah suatu hal yang sangat penting yang perlu
diperhatikan karena manajemen laba termasuk dalam kegiatan yang melibatkan
potensi pelanggaran, kejahatan, dan konflik yang dibuat oleh manajemen
perusahaan yang bertujuan untuk menarik minat investor. Tingginya manajemen
laba yang dilakukan oleh perusahaan maka nantinya akan berhubungan erat
dengan tingkat kualitas laba yang rendah dan manajer melakukan manajemen
laba untuk menjamin laba yang berkualitas tinggi (Daniati dan Suhairi, 2006) .
Investor menyalurkan dana melalui pasar modal return yang disebabkan
karena ada perasaan aman akan melakukan kegiatan investasi dan tingkatan hasil
yang diperoleh dari kegiatan investasi tersebut. Return memungkinkan investor
untuk membandingkan keuntungan aktual ataupun keuntungan yang diharapkan
yang disediakan oleh berbagai investasi pada tingkat pengembalian yang
diinginkan. Di sisi lain , return memiliki peran yang sangat signifikan dalam
menentukan nilai dari investasi. (Daniati dan Suhairi, 2006)
Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba merupakan sebuah
intervensi yang memiliki tujuan teretentu dalam hal pelaporan keuangan ekternal
demi mendapatkan keuntungan pribadi. Mnajemen laba akan mengakibatkan laba
tidak sesuai dengan realitas ekonomi, sehingga kualitas laba menjadi rendah.
Manajemen melakukan manajemen laba disamping untuk mendapatkan
keuntungan pribadi adalah adanya keianginan manajemen untuk memperlihatkan
sedemikian rupa sehingga kinerjanya terlihat baik.
Ada beberapa bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer,
(Scott, 2009) :
1. Taking a bath
Taking a bath dilakukan dengan mengakui adanya biaya - biaya
periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan dan
mengharuskan manajemen membebankan perkiraan biaya mendatang dan
akibatnya laba periode mendatang akan lebih tinggi.
2. Income minimization
Manajemen laba yang dilakukan pada saat perusahaan perusahaan
mengalami profitabilitas tinggi, sehingga jika laba pada periode
mendatang diperkirakan turun drastis maka dapat diatasi dengan
mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income maximation
Manajemen laba yang dilakukan pada saat laba menurun. Income
maximation dilakukan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar.
4. Income smoothing.
Dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya
investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Manajemen laba dilakukan dengan motivasi untuk menyampaikan inside
information kepada investor. Dalam jangka panjang kinerja aktual perusahaan
akan semakin mendekati tingkat kinerja yang dilaporkan, dan para investor akan
semakin meningkatkan kepercayaannya pada nilai kinerja yang dilaporkan.
Sebaliknya, jika manajemen laba dilakukan dengan motivasi untuk menunda
pengakuan kinerja yang buruk maka dalam jangka panjang kinerja aktual
perusahaan tidak akan mendekati nilai kinerja yang dilaporkan, dan para investor
akan semakin tidak mempercayai laporan manajemen pada laporan keuangan
(Gul et al. 2003).
Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi yang mendorong manajer
untuk melakukan manajemen laba, antara lain :
1. Bonus Purposes
Hal yang mendasari manajemen laba yang dilakukan manajemen
adalah karena manajer memiliki informasi yang privat dalam perusahaan.
Kemudian manajer secara oportunis mengatur laba bersih sedimikian rupa
untuk memaksimalkan bonus mereka dibawah rencana kompensasi
perusahaan.
2. Other Conratctual Motivations
Pada motivasi ini, agency theory menjelaskan timbulnya kontrak
antara agen dan principal, dimana masing-masing pihak bertindak sendiri
– sendiri untuk memaksimalakan kepentingannya sehingga menimbulkan
konflik. Oleh karena itu kedua pihak masuk kedalam kontrak yang
memiliki tujuan memuaskan kepentingan berbagai pihak karena mereka
menyadari bahwa kepentingan mereka akan terpenuhi jika tujuan bersama
bisa dicapai.
3. Political Motivations
Perusahaan besar dan perusahaan yang bergerak pada industri yang
strategis seperti minyak dan gas lebih diperhatikan oleh publik karena
aktivitasnya sangat mempengaruhi banyak pihak. Manajemen laba yang
bertujuan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik
ada karena tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan
peraturan yang ketat.
4. Taxation Motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen yang
paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan untuk tujuan
penghematan pajak pendapatan.
5. Changes of CEO
Variasi praktik manajemen laba terjadi disekitar waktu pergantian
Chief Excecutive Officer (CEO). Misalnya, CEO dengan masa waktu yang
akan mendekati pensiun akan menaikkan pendapatan untuk meningkatkan
bonus mereka. Jika kinerja perusahaan buruk, para CEO berusaha
memaksimalkan pendapatan mereka agar tidak diberhentikan.
6. Initial Public Offering
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar,
sehingga menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public
melakukan manajemen laba dengan harapan dapat menaikkan harga saham
perusahaan.
Penelitian yang membahas tentang motivasi yang dilakukan manajemen
laba yang dikaitkan dengan bonus plan hypotheses atau political cost hyphotheses
dilakukan oleh Cahan (1992) dan Healy (1985).
Ada beberapa teknik manajemen laba yang dapat dilakukan oleh para
manajer yaitu pemilihan metode akuntansi, revisi terhadap estimasi, dan mengakui
pendapatan dan biaya periode sekarang atau menunda pada periode berikutnya.
Penelitian oleh Dechow et al (1995) menyatakan bahwa manajemen laba
dilakukan dengan memanipulasikomponen biaya, komponen pendapatan, dan
memanipulasi margin.
Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur manajemen laba
adalah dengan menggunakan kebijakan akrual (discretionary accruals) yait u
dengan menggeser atau mengakui pendapatan periode yang akan datang menjadi
pendapatan saat ini (Rangan, 1998). Kebijakan akrual dilakukan dengan
mengendalikan transaksi akrual sehingga laba terlihat tinggi tapi transaksi tersebut
tidak mempengaruhi arus kas. Pengukuran manajemen laba secara konvensional
menggunakan Discretionary Accruals (DA). Nilai DA sebagai proksi manajemen
laba telah digunakan oleh beberapa peneliti antara lain Healy (1985), DeAngelo
(1986), Dechow dan Sloan (1991), Jones (1991), dan Dechow et al. (1995).
Dechow et al.(1995) mengembangkan model berdasarkan pada model Jones
(1991). Model ini dikenal dengan model modified Jones.
Dalam penelitian ini, pengukuran manajemen laba menggunakan dasar
penelitian oleh barth (2008) yang dalam penelitiannya pengukuran manajemen
laba berkaitan dengan earning smoothing yang didasarkan pada tiga regresi yaitu,
perbedaan perubahan net income yang diukur dengan total aset, rasio tengah dari
perbedaan perubahan net income pada perbedaan perubahan dalam arus kas
operasi, dan Korelasi antara akrual dan arus kas.
B. PERUMUSAN HIPOTESIS
Beberapa penelitian telah banyak dilakukan mengenai adopsi IFRS
terhadap kualitas informasi akuntansi yang dicerminkan dengan manajemen laba
di tiap negara di dunia. Antara lain adalah penelitian oleh Barth et al. (2008) yang
meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS dengan
menggunakan sampel sebanyak 327 perusahaan di 21 negara yang telah
mengadopsi IAS secara sukarela antara tahun 1994 dan 2003. Dalam penelitian ini
ditemukan bukti bahwa setelah diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba
menjadi lebih rendah, relevansi nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan
kerugian menjadi semakin tepat waktu, dibandingkan dengan masa sebelum
transisi di mana akuntansi masih berdasarkan local GAAP.
Penelitian ini didukung oleh Chen et al. (2010) juga menemukan bukti
empiris bahwa dengan adopsi IFRS secara mandatory dapat meningkatkan
kualitas informasi akuntansi dan menurunkan manajemen laba dibandingkan
sebelum mengadopsi IFRS.
Penelitian-penelitian yang lain juga menekankan pengaruh positif adopsi
diantaranya adalah penelitian oleh Hung dan Subramanyan (2007) yang
membandingkan dampak IAS dengan standar akuntansi Jerman terhadap laporan
keuangan yang hasilnya menunjukkan bahwa standar akuntansi Jerman lebih
menekankan pada income smoothing, sedangkan IAS lebih menekankan pada fair
value dan penilaian pada neraca. IAS signifikan meningkatkan book value dari
laba yang juga meningkatkan value relevance dari laba itu sendiri serta
meningkatkan timeliness dari informasi akuntansi.
Penelitian oleh Horton dan Serafeim (2010) yang mempelajari rekonsiliasi
aturan akuntansi dari GAAP ke IFRS pada tahun 2005 di Inggris, pada saat adopsi
IFRS wajib bagi semua perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa pasar bereaksi
terhadap penyesuaian laba negatif karena rekonsiliasi IFRS dan juga penyesuaian
positi (negatif) saat sebelum dan setelah IFRS. Ini mengindikasikan bahwa
kualitas informasi akuntansi menjadi lebih informatif. Penelitian oleh Daske et.al
(2008) tentang konsekuensi ekonomis dari adopsi IFRS secara mandatory di
seluruh dunia dengan mengamati dampak adopsi IFRS terhadap likuiditas pasar,
cost of capital dan penilaian terhadap ekuitas yang diproksikan melalui tobins’Q,
dengan sampel 26 perusahaan besar di negara di seluruh dunia. Hasilnya
menunjukkan bahwa secara rata-rata likuiditas pasar meningkat setelah adopsi
IFRS, cost of capital perusahaan menjadi rendah, dan terjadi peningkatan nilai
ekuitas.
Selanjutnya penelitian oleh Anggraita (2012) yang menemukan adanya
penurunan manajemen laba pada masa setelah adopsi IFRS khususnya pada
komponen proksi manajemen laba. Mengacu pada pernyataan IAI tahun 2009
yang menyebutkan bahwa IFRS dapat mempersulit tindakan manajemen laba
melalui penerapan fair value dan balance sheet approach, maka asumsi dalam
penelitian ini adalah perusahaan yang mengadopsi IFRS secara penuh cenderung
memiliki tingkat manajemen laba yang lebih kecil.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis 1 yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Adopsi IFRS berpengaruh terhadap manajemen laba
C. KERANGKA BERPIKIR
Kerangka berpikir teoritis digunakan sebagai dasar untuk merumuskan
hipotesis yang menunjukkan pengaruh adopsi IFRS, manajemen laba.
Faktor-faktor lain seperti size, leverage, growth dan ROE juga perlu diperhatikan dalam
manajemen laba.
Model kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
HI
Keterangan :
Model teori yang digunakan dalam studi ini adalah adopsi IFRS dengan
manajemen laba dan variabel kontrol yaitu size, leverage, growth, dan ROE.
Menunjukkan bagaimana pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba yang
diukur dengan tiga proksi earning smoothing yaitu perbedaan perubahan net
income ( NI), Rasio tengah perubahan net income ( CF) dan korelasi antara
akrual deangan cash flows. Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel
kontrol untuk data menangkap apakah ada pengaruh-pengaruh lain yang berbeda
antara lain size,leverage,growth, dan ROE. ADOPSI IFRS
Size Leverage
Growth ROE
MANAJEMEN LABA NI
CF
CF
ACC
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey data sekunder yang dilakukan
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007 dan 2013. Jenis
penelitian ini bersifat study empiris kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh
adopsi IFRS terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan sektor manufaktur
yang terdaftar di BEI.
B. POPULASI, SAMPEL DAN PENGAMBILAN SAMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 dan tahun 2013. Dipilih tahun 2007 dan 2013
karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh adopsi IFRS terhadap
manajemen laba pada saat sebelum dan sesudah masa adopsi IFRS. Dimana tahun
2007 adalah periode sebelum IFRS diadopsi dan tahun 2013 adalah periode
setelah IFRS diadopsi di Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan beberapa kriteria
tertentu, antara lain :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) dan dipublikasikan dalam website resmi BEI
(http://www.idx.co.id) dan website resmi perusahaan tahun 2007
dan 2013.
2. Perusahaan tersebut menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2007
dan tahun 2013 dan dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
3. Memiliki data yang lengkap yang terkait dengan variabel yang
digunakan.
C. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL
1. Variabel Independen
Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen IFRS. Pengukuran
variabel ini menggunakan variabel dummy, yaitu nilai 0 jika perusahaan belum
menerapkan IFRS dan nilai 1 jika perusahaan sudah menerapkan IFRS.
2. Variabel Dependen
Dalam penelitian ini menggunakan variabel dependen manajemen laba.
Manajemen laba yang dimaksud dalam studi ini adalah rekayasa laba dengan
menaikkan (menurunkan) laba pada komponen akrual yang dilaporkan saat kini
dari suatu unit yang menjadi tanggung jawab manajer. Manajemen laba dalam
penelitian ini menggunakan model Barth (2008). Dalam model Barth (2008)
pengukuran manajemen laba berkaitan dengan earnings smoothing dan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Perbedaan perubahan net income ( NI) yang didasarkan pada total aset
(Lang, Ready, dan Wilson, 2006).
NI = α0+ α1SIZE + α2LEV + α3GROW + α4ROE + εi (1)
2. Rasio tengah perubahan net income terhadap perubahan arus kas operasi
( CF).
CF = α0+ α1SIZE + α2LEV + α3GROW + α4ROE + εi (2)
3. Korelasi antara akrual dan cash flows
CF = α0+ α1SIZE + α2LEV + α3GROW + α4ROE + εi (3)
ACC = α0+ α1SIZE + α2LEV + α3GROW + α4ROE + εi (4)
Dimana :
Size : ukuran perusahaan yang diukur dari logaritma total asset
perusahaan pada akhir tahun. secara matematis.
Leverage : perhitungan dari total kewajiban dibagi dengan total ekuitas
Growth : tingkat Pertumbuhan perusahaan
ROE : kemampuan perusahaan menggunakan ekuitas perusahaan
untuk menghasilkan laba.
3. Variabel Kontrol
Dalam penelitian ini menggunakan variabel kontrol untuk dapat
menangkap apakah ada pengaruh – pengaruh lain yang berbeda . Variabel kontrol
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
3.1 Size (Ukuran Perusahaan)
Ukuran perusahaan menunjukkan seberapa besar kekayaan perusahaan
simbol SIZE diperoleh dari logaritma total asset perusahaan pada akhir tahun.
secara matematis (Hsu dan Koh, 2005) ukuran perusahaan diformulasikan sebagai
berikut :
SIZEit = Log. Total Asetit
Keterangan:
SIZEit = Ukuran perusahaan i pada periode t
Log. Total Asset it = Logaritma total asset perusahaan i pada periode t
3.2 Leverage
Leverage menunjukkan seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang
pihak ketiga dalam mengelola perusahaan. Variabel leverage yang diberi simbol
LEV diperoleh dari rasio antara nilai buku total hutang terhadap nilai buku asset
perusahaan (Watts dan Zeimmerman, 1986) Secara matematis, leverage
perusahaan diformulasikan sebagai berikut:
Keterangan:
LEVit = Leverage perusahaan i pada periode t
Dit = Nilai buku total hutang perusahaan i pada periode t
TAit = Nilai buku total asset perusahaan i pada periode t
3.3 Growth
Growth menunjukkan tingkat pertumbuhan dari perusahaan tersebut.
Variabel growth diberi simbol Grow diperoleh dari rasio antara total asset
sekarang terhadap total asset tahun sebelumnya. secara sistematis (Healy dan
Palepu, 2003) Growth diformulasikan sebagai berikut:
Keterangan:
Growit = Growth perusahaan i pada periode t
TAit = Total Asset perusahaan i pada periode t
TAit-1 = Total Asset perusahaan i pada periode t-1
3.4 ROE
Return on Equity menunjukkan kemampuan perusahaan menggunakan
ekuitas perusahaan untuk menghasilkan laba. Variabel Return on Equity yang
diberi simbol ROE diperoleh dari rasio antara laba sebelum bunga dan pajak
(earning before interest and tax) terhadap nilai buku total ekuitas perusahaan
(Chen et al., 2000) Secara sistematis, Return on Equity diformulasikan sebagai
berikut :
Keterangan:
ROEit =Return on Equity perusahaan i pada periode t
EBITit = Earningbefore interest and tax perusahaan i pada periode t
D. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Statistik Deskriptif
Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji statistik
yang berupa statistik deskriptif. Statistik deskriptif meliputi mean serta standart
deviasi yang bertujuan mengetahui distribusi data yang menjadi sampel.
2. Uji Asumsi Klasik
Penggunaan uji asumsi klasik dilakukan untuk menghindari penyimpangan
terhadap asumsi-asumsi dasar yang dapat menyebabkan estimasi keefesienan
kurang akurat, sehingga menimbulkan interprestasi dan kesimpulan yang salah.
dapun penggunaan pengujian asumsi klasik yaitu normalitas, autokorelasi,
multikolinearitas dan heterokedastisitas.
2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah residual/error regresi
berdistribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas yang digunakan dalam regresi
berganda ditunjukkan dengan estimator yang memiliki varians minimum di semua
kelas estimator dengan distribusi rata-rata nol (zero mean) atau sering disebut
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) (Gujarati, 2003:79). Pada penelitian ini
untuk mendeteksi normalitas digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) yang
Namun data yang tidak normal tidak dipermasalahkan apabila jumlah sampel
besar (Hair et al. 1988).
2.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji keberadaan korelasi antar
anggota observasi yang dilakukan baik pada periode t dengan periode t-1 (data
time series) atau pada ruang (data cross-sectional) dalam sebuah model regresi
linier (Gujarati, 2003:442). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Pada penelitian ini
menggunakan Uji Durbin-Watson (BW Test). Dari pengujian ini dapat dilihat
apakah terjadi autokorelasi atau tidak. Nilai DW yang didapat dari SPSS akan
dibandingkan dengan table dengan menggunakan nilai signifikan 5%, jumlah
sampel (n), dan jumlah variable independent. Bila nilai DW lebih besar dari
batas atas (du) dan rank dari 4-du, maka dapat dinyatakan tidak terdapat
autokorelasi.
2.3 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar
variabel bebas (independen) dalam sebuah model. Dalam sebuah model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen karena
akan mengurangi (melemahkan) daya prediksi variabel independen. Akibat dari
adanya multikolinearitas ini adalah koefisien regresinya tidak tertentu atau
kesalahan standarnya tidak terhingga. Multikolinearitas dapat dilihat dengan VIF
(variance inflation factor) bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas
0,10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula sebaliknya.
2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji adanya ketidaksamaan
variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya dalam sebuah
model regresi (Gujarati, 2003: 387). Uji heterokedastisitas dilakukan dengan
meregresikan nilai absolut residual dengan variabel independennya. Uji
heterokedastisitas menggunakan uji Glejser. model regresi dikatakan
homokedaskisitas apabila nilai probabilitas dari hasil uji ini tidak signifikan atau
diatas 0,05. Apabila terjadi heterokedastisitas maka diobati dengan menggunakan
metoda White’s Heteroscedasticity-ConsistentVariance.
3. Pengujian Hipotesis
Setelah persamaan regresi terbebas dari asumsi dasar tersebut maka
selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Data yang telah terkumpul dianalisis
dengan menggunakan alat analisis statistik, yakni analisis regresi βlinear
berganda. Analisis regresi berganda yang digunakan akan valid bila data
terdistribusi secara normal, bebas dari multikolinieritas, autokorelasi dan
heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji pengaruh
IFRS terhadap praktik manajemen laba.
Persamaan regresi nya adalah sebagai berikut :
EM = β0 + β1D+ β2SIZE +β3LEV +β4GROWTH + β5ROE+ εit……(5)
Keterangan :
ROE : Proksi dari profitabilitas (Return on Equity)
3.1 Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial
mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independen lainnya
konstan. Langkah-langkah untuk melakukan pengujian adalah :
1.Menentukan hipotesis nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha)
Ho = b1 = 0, artinya variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha ≠ b1 ≠ 0, artinya variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
2.Menentukan tingkat signifikan (α) yaitu sebesar 5% dan degree of freedom (df) = (n-k) untuk menentukan besarnya nilai t table sebagai batas daerah penerimaan/ penolakkan hipotesis
3.Menghitung nilai t hitung dengan rumus t hitung = β1/σβ1 4.Keputusan