• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Makna Sejarah Bumi Emas Kumpulan Ar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Buku Makna Sejarah Bumi Emas Kumpulan Ar"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

(Kumpulan Artikel Sumatra Selatan

dan Tema-Tema Lainnya)

Oleh:

Arafah Pramasto, S.Pd.

Dibantu oleh:

Sapta Anugrah, S.Pd.

Rifkhi Firnando, S.Pd.

Noftarecha Putra, S.Pd.

(2)

Makna Sejarah “Bumi Emas”

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari

penerbit.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal dua:

(3)

iii

Untuk siapa pun yang menjadi bagian hidup kami

Bagi pembaca budiman yang baik hati

Maafkan kurangnya karya ini

Demikianlah ikhtiar jadi

Semoga kesejarahan diingat abadi

Sebagai perbendaharaan lama pedoman budi

Karena hidup lanjut bertali

Agar tak tersandung melangkah nanti

Biar tak suntuk di waktu pagi

(4)

Kata Pengantar

Belajar dan berusaha, dua kata tersebut yang mengawali

penulisan buku ini. Mungkin di antara para pembaca budiman

akan ada yang bertanya, Siapa saja penulis buku ini? , Apa peran

mereka sehingga berani menulis buku ini? , Apa posisi mereka? ,

dan mungkin masih banyak lagi pertanyaan yang akan terbesit

dalam benak pembaca. Belum lagi ketika membuka bagian

identitas buku akan terpampang sekian banyak nama dari tim

penulis, semuanya bergelar strata 1. Kami memang masih belum

menjadi para sejarawan, budayawan, ataupun para pemikir ulung

yang telah menjadi kenamaan dan dikenal seantero negeri,

bahkan pada tingkat provinsi pun belum. Tapi bagi para pembaca

budiman sekalian, kami tidak akan berlama-lama menggantung,

karena kami akan menjawabnya dalam bagian kata pengantar

ringan yang kami buat. Dua kata awal di atas, belajar dan berusaha kembali lagi akan digunakan.

Kami adalah sekelompok orang yang telah menjadi alumni

dari Program Studi Pendidikan Sejarah. Secara kebetulan dapat

saling mengenal dan akhirnya menjalani hidup sebagai

mahasiswa dalam satu rumah kontrakan semasa kuliah. Fase itu

turut pula mengikat kami dalam kegiatan-kegiatan belajar

(5)

v

juga semangat hingga ego membawa kami semua untuk

berbincang tentang berbagai tugas perkuliahan, mengulas

kembali diskusi kelompok yang telah dilaksanakan dalam kelas,

maupun membicarakan tentang polemik-polemik hingga saling

berdebat tentang kontroversi kesejarahan yang kerap ataupun

yang jarang diulas.

Mengingat bahwa almamater kami berada di Provinsi

Sumatra Selatan, kerap kali tema-tema kesejarahan lokal menjadi

hidangan utama yang tersaji dalam interaksi-interaksi tersebut.

Historiografi (penulisan sejarah) dalam tingkat lokal merupakan

subbagian dari pada Historiografi Nasional, kami merasa hal ini

penting untuk selalu dikaji. Seolah diskusi-diskusi hingga

perdebatan tentang kesejarahan Sumatra Selatan yang telah

dilalui justru menjadi pemersatu beragamnya pemikiran kami.

Tak kalah penting dari itu, latar belakang etnis kami pun berbeda:

ada yang berasal dari Madura, Batak Karo, suku Ranau, suku

Semendo, suku Komering, dan suku Kuang. Inilah titik awal yang

kami sebut sebagai belajar dan menjadi lintasan motivasi kami

berikutnya.

Setelah lulus menempuh pendidikan tinggi, hingga kini

belum ada dari kami yang memilih untuk mengabdi sebagai guru

sejarah. Bukannya enggan, jalan hidup setiap orang tidak dapat

dikooptasi oleh sekadar latar belakang keilmuan yang ditempuh.

(6)

pula padam dalam jiwa, maka kami masih memilih untuk mencari

pengalaman yang lebih luas. Kami menjadi teringat apa yang

ditulis oleh Tan Malaka dalam buku Semangat Muda, kurang lebih

jika disesuaikan dengan bahasa kekinian adalah, Makin gelap jalan di depan, makin terang suluh kita di belakang. Dengan masih

samarnya alur nasib dalam pencarian ini, tak jarang ada saja

ranah-ranah yang ditemukan akibat dari cahaya suluh tersebut.

Kami pun berpencar meniti jalan sesuai dengan arah sinar

dari masing-masing suluh yang dipegang. Ada yang memilih

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister, ada yang

senang menekuni profesi sebagai penulis lepas, ada pula yang

menjadi operator Dapodik, dan lain sebagainya. Mungkin itulah

ranah-ranah yang tersingkap sejauh perjalanan yang masih

pendek ini. Akan tetapi, sebagai sekumpulan mahasiswa yang

pernah merasakan berat beban tugas perkuliahan yang sama,

nyatanya ada saja yang masih mengikat kebersamaan kami dalam

meretas jarak hingga keterbatasan waktu yang tengah

memisahkan, yakni kajian sejarah. Dalam bermacam kesempatan

bersua maupun sekadar saling berkabar melalui layar, kami saling

menyempatkan waktu untuk berdiskusi tentang subjek yang

sama-sama kami senangi. Tercetus pula pertanyaan yang

(7)

vii

tergagaslah ide untuk mengolah diskusi-diskusi tentang

kesejarahan dalam bentuk artikel-artikel.

Di Sumatra Selatan sendiri terdapat banyak media-media

lokal cetak maupun online yang mempunyai perhatian besar pada

bidang kesejarahan dengan bersedia memuat beberapa hasil

tulisan kami untuk dipublikasi. Hal itu dapat tergolong positif jika

mengingat citra yang beredar di tengah masyarakat awam,

apalagi saat harus menerangkan latar belakang pendidikan

sebagai mahasiswa pendidikan sejarah , sering kali direspon dengan guyonan, Ooh, calon Pak Meganthropus, dong … ataupun

dengan jujur berkata, Kalau belajar sejarah, saya ngantuk Pak. Tentu tidak perlu kiranya menanggapi hal itu dengan emosi,

untuk itu kami pun berusaha agar tulisan-tulisan tersebut tidak

terlalu panjang dan dapat menjadi refleksi pada masalah-masalah

kontemporer.

Kumpulan artikel sejarah yang dimuat dalam buku ini

semuanya telah dimuat di berbagai media seperti yang dijelaskan

di atas. Tak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada

media-media lokal seperti Tribun Sumsel, Beritapagi, Pos Metro Prabu,

Ampera.co, Sriwijaya Online, Sumatra News dan lain-lain atas

penerimaannya pada tulisan-tulisan kami. Namun, artikel-artikel

tersebut tidak semuanya dapat menguak kesejarahan Sumatra

Selatan secara holistik karena pendekatan yang dipakai

(8)

kronologis berdasarkan periode inti dari kajian yang ada, oleh

karenanya akan pembaca temukan rentang waktu yang tumpang

tindih maupun pengulangan fragmen kajian, hal itu terjadi karena

setiap artikel membutuhkan alur dalam elaborasinya. Selain

mengenai kajian sejarah Sumatra Selatan, kami ikut sertakan

beberapa artikel di luar lingkup inti sejarah lokal kawasan ini.

Tulisan-tulisan yang menuturkan masalah timah Bangka, sejarah

Madura (secara khusus penulis sampaikan terima kasih pada

Majalah Mata Madura yang berkenan memuat), ataupun Perang

Sunggal di Sumatra Utara (kami sampaikan pula rasa hormat pada

Media Batakpedia yang telah mempublikasinya) diintegrasikan

pada tema Lain-Lain bersamaan dengan kajian sejarah nasional.

Artikel kesejarahan di luar masalah keindonesiaan diikutkan pula

dalam buku ini dan dapat ditemukan dalam subbagian (kami

sebut bilik )nternasional.

Demikian, dengan terbitnya buku ini maka kami dapat

menyebutnya sebagai bagian dari berusaha . Berusaha untuk

tetap berkontribusi dalam bidang kesejarahan meskipun kami

mungkin hanya pemeran pinggiran dan sekadar menjadi

komponen-komponen picisan dalam bangunan kesejarahan yang

megah. Kami berharap agar para pembaca dapat menjadikan

buku ini sebagai bacaan di waktu luang, di tengah waktu sengang

yang tak ada salahnya mengingat kembali masa silam untuk

(9)

ix

jangan dijadikan sebuah acuan otoritatif, karena kami selaku tim

penulis―sebagaimana yang sudah-sudah dipaparkan di

atas―belum tergolong sebagai sejarawan dan memang tidak

dalam maksud kami menuliskannya untuk menggurui sesama,

kami sadar bahwa hasil dari jerih upaya ini masih jauh dari

sempurna. Sebaliknya, tim penulis berharap dengan karya kecil

ini bisa memotivasi siapa pun untuk menulis kesejarahan,

mengkajinya dengan berbagai pendekatan, dan memulainya

dengan mengetahui kesejarahan daerah masing-masing.

Pungkaslah pengantar sederhana ini diiringi harapan agar para

pembaca budiman memperoleh manfaat. Terima kasih.

Palembang, 25 Desember 2017

Tertanda,

(10)

Foto Prasasti Telaga Batu.

Sumber: Buku Profil Taman Wisata Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Telaga Batu merupakan salah satu bukti penanda

otentik bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Palembang.

Berasal dari abad ke-7 Masehi, Telaga Batu secara fisik memiliki

ukutan tinggi 56 cm, lebar 148 cm, dan ditemukan di situs

Sabokingking 3 Ilir Palembang. Berbahasa Melayu Kuno dengan

huruf pallawa, prasasti yang dipahatkan pada sebuah batu dengan

dihiasi tujuh kepala ular kobra ini berisi sumpah setia baik para

pejabat kerajaan, kerabat raja, para pekerja, dan bahkan hamba

raja Sriwijaya. Bagi yang melanggar sumpah ini akan terbunuh

oleh kutukan.

Bentuk prasasti yang dihiasi ornamen ular serta cerat di

(11)

8

sebuah prosesi saat air dituangkan ke batu dan lalu diminum

sebagai sumpah setia. Hasil dari monumen kesetiaan itu diperoleh

seabad sesudahnya yakni tatkala pada abad ke-8, kekuasaan

Sriwijaya telah berekspansi sampai ke wilayah Semenanjung

Malaya serta Tanah Genting Kra di Thailand selatan dengan bukti

keberadaan Prasasti Ligor tahun 775 M. Kejayaan berlanjut,

Balaputradewa yang memerintah sekitar tahun 850 M, nama

Sriwijaya juga dikenal sebagai Suvarnabhumi yang artinya bumi emas . Penyebutan itu terlihat sebagai sebuah pencapaian

ekonomi Kerajaan Sriwijaya yang semakin maju.

(12)

Oleh: Tedi Suandika, S.Pd. & Arafah Pramasto, S.Pd.

Dalam tulisan Ki Sabdacarakatama yang berjudul

Ensiklopedia Raja-Raja Tanah Jawa dikisahkan bahwa Sultan

Agung yang berkuasa tahun 1613-1645, pernah meminta

ketertundukan Palembang pada kuasa Mataram Islam sembari

menuntut upeti tahunan beserta gajah. Sebelum Mataram

berkuasa, Palembang diperintah oleh keturunan dari Ki Gede Ing

Suro, bangsawan Demak yang mengungsi setelah terjadi perang

melawan Pajang. Bahkan sebelum kedatangan Islam, dalam buku

Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa karangan J.J. Ras dikisahkan

bahwa Majapahit pernah mengirim ekspedisi militer untuk

menghukum Palembang yang ingin lepas dari kekuasaannya pada

tahun 1377. Tulisan ini tidak akan mengkaji secara umum tentang

pengaruh pada budaya Palembang sebagai akibat dari hegemoni

(13)

29

pertempuran tahun 1659 antara kerajaan Palembang yang

menjadi bawahan Mataram Islam melawan VOC. Perang 1659 ikut

memberikan sedikit informasi mengenai pengaruh Mataram

Islam dalam aspek kemiliteran Palembang.

Tahun 1659: Palembang Melawan VOC dan Pengaruhnya

Tanggal 4 November 1659 pecah peperangan antara

Palembang melawan VOC yang dipimpin Laksamana Joan van der

Laen. Peperangan ini dipicu oleh sebuah tragedi saat wakil dagang

VOC bernama Ockerz yang dikenal licik dan sombong terbunuh

bersama 42 pasukannya di kapal mereka, Jactra dan Wachter.

Serangan VOC mengakibatkan Keraton Kuto Gawang dibakar

habis, demikian juga Kuto maupun pemukiman penduduk

Portugis, Cina, Arab, dan bangsa lainnya di seberang Kuto.

Pangeran Sido Ing Rajek mengungsi ke pedalaman dan

kekuasaannya berpindah ke adiknya yakni Pangeran Ratu Ki Mas

Hindi. Kota itu akhirnya dapat direbut lagi oleh pasukan

Palembang dan kemudian dilakukan lagi

pembangunan-pembangunan ulang.

Ki Mas Hindi berusaha mengikat lagi hubungan dengan

Mataram, negeri yang seharusnya melindungi Palembang. Namun

justru penghinaan yang didapat oleh Palembang. Bagi Ki Mas

Hindi yang merasa tersinggung, inilah waktunya untuk memutus

(14)

Mataram. Lagipula tidak terlihat adanya bantuan nyata dari Jawa

saat Palembang mengalami serangan dari VOC. Kini raja

Palembang sederajat dengan sultan Mataram, sehingga gelar yang

dipakai adalah Sultan . Ki Mas (indi mengangkat dirinya sebagai

Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam di

tahun yang sama (1659), ia memindahkan pusat pemerintahan ke

Beringin Jungut.

Gambar Diorama Penyerangan Kapal-Kapal VOC ke Benteng Kuto Gawang.

Sumber: Buku Museum Sultan Mahmud Badaruddin

Pengaruh Mataram dalam Kemiliteran Palembang

Menurut catatan Nieuhof, seniman yang ikut dalam

ekspedisi militer tersebut, didapati beberapa gelar orang-orang

yang menjadi pimpinan pasukan Palembang seperti Orang Kay

(15)

144

Timah merupakan komoditas yang dibutuhkan dalam

banyak keperluan hidup manusia seperti sebagai bahan baku

peralatan rumah tangga, bahan elektronik dan solder, industri

kimia, industri kemasan makanan, bahkan untuk industri perang.

Beberapa sifat timah yang menguntungkan ialah menjadi

penghantar listrik yang baik, tidak beracun, dan tahan karat.

Pulau Bangka saat ini identik dengan timah. Benar saja, pada

Desember ―berdasarkan data Badan Pusat Statistik―nilai ekspor Provinsi Bangka Belitung menembus angka 110,30 juta

dolar AS, yang mana sekitar 81,71% ialah kontribusi dari timah.

Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah komoditas timah di pulau

ini?

Keunikan sejarah penemuan timah di Pulau Bangka dapat

dilihat dari banyaknya versi yang berkembang mengenai hal ini.

Versi pertama dihubungkan dengan orang-orang Cina. Dikisahkan

bahwa ada dua kapal bajak laut Cina yang memasuki Laut Cina

Selatan yang singgah di Bangka, masyarakat asli setempat masih

(16)

pulau ini memiliki kandungan timah, mereka mengolah tanah

dengan cara mendulang dan berhenti menjadi bajak laut serta

sejak itu mereka mengajak rekan-rekan senegeri untuk menjadi

pendulang timah di Bangka. Versi lain menceritakan peran

orang-orang Melayu dalam penemuan itu. Pertama dikatakan bahwa

pengolahan timah diperkenalkan oleh asal Siantan-Malaka

setelah penemuan di Sungai Alin dan Toboali. Kedua, ada yang

meyakini bahwa penemu bijih timah Bangka pertama adalah

seorang yang bernama Anget dari suku Batin, kepercayaan ini

berkembang di masyarakat Palembang.

Foto salah satu tambang timah di Bangka. Sumber: Majalah Warta Sejarah No. 17 Juni 2011

Kekayaan timah yang sangat besar di dunia tersebar dari

pegunungan di Myanmar timur hingga ke Semenanjung Melayu

dan terus ke Pulau Bangka serta Belitung. Kekayaan di bagian

(17)

169

Suatu berita genting namun menggembirakan:

kebangunan orang Jawa! Istilah kebangunan dipilih dalam

pemberitaan Jong Indie edisi 8 Juli 1908 mengenai Boedi Oetomo,

sebuah perkumpulan modern di Hindia Belanda yang berdiri

kurang lebih dua bulan sebelumnya. Pada hari Rabu 20 Mei 1908,

pukul 09.00, Boedi Oetomo didirikan atas prakarsa Soetomo dan

beberapa kawannya. Soetomo sendiri merupakan pelajar School

tot Opleiding van Inlandsche Arsten (STOVIA), sekolah dokter

pribumi di Batavia. Ia dilahirkan dengan nama Soebroto pada 30

Juli 1888 di Ngapeh, Nganjuk.

Nama Boedi Oetomo sendiri lahir saat sebelumnya

Soetomo berbincang dengan seorang dokter pribumi lain

bernama Wahidin Soedirohusodo yang kala itu mengemukakan

perlunya mendirikan organisasi untuk memajukan pendidikan

agar bisa meninggikan martabat bangsa. Soetomo menyetujui itu

dengan berkata, Punika satunggaling pedamelan sae sarta nelakaken budi utami. Soetomo mengenang bahwa percakapan

(18)

organisasi. )alah Soeradji yang mengusulkan nama Boedi Oetomo . Menurut Baoesastra (kamus) Melajoe-Djawa (1916),

kata boedi memiliki berarti kabetjikan dan oetomo berarti loewih betjik , dua istilah itu memiliki arti hampir sama:

Kebaikan.

Foto dr. Soetomo Brosur Dokter Soetomo: Pemikiran dan Perjuangannya

oleh Museum Kebangkitan Nasional

Setelah masuk STOVIA pada 10 Januari 1903, Soetomo

lulus pada 12 April 1911. Ia bersungguh-sungguh untuk

mengamalkan kebaikan sebagaimana nama organisasi yang ia

ikut mendirikannya. Langkah pertama ialah dalam bidang profesi.

Soetomo melanjutkan studi ilmu kedokteran di Belanda untuk

(19)

188

Meskipun politik merupakan suatu hal yang pasti biasa

dilakukan oleh manusia setiap harinya, kata tersebut lebih banyak

dikaitkan sebuah bidang kehidupan bernegara dalam mengatur

pemerintahan. Bidang perpolitikan sering mendapat predikat

negatif karena dianggap sebagai wadah para pelakunya (politisi)

dalam melancarkan berbagai cara untuk mencapai tujuan. Kata

kotor , munafik , licik , dan istilah lainnya yang berkonotasi

negatif sering dilabelkan pada bidang ini.

Menarik tampaknya apa yang dimuat dalam salah satu

majalah berbahasa Indonesia yang dibagikan oleh denominasi

Saksi-Saksi Yehovah Jehovah s Witnesses silam, mereka

meyakini definisi agak lain tentang akhir Zaman-Pen) yakni

sebagai akhir dari pemerintahan manusia yang gagal : berlainan dengan keyakinan kebanyakan orang yang mengaitkannya

dengan kehancuran bumi. Kita kesampingkan dulu masalah

perbedaan agama. Pendapat Jehovah s Witnesses semakin

menguatkan bahwa bidang politik pemerintahan dewasa ini

(20)

Gambar penggambaran artistik Machiavelli oleh seniman modern. Sumber:

https://arceus2012.deviantart.com/art/Niccolo-Machiavelli-135561483

Nichollo Machiavelli pernah menulis dalam karangannya

yakni Hikayat Florentin (Istorie Fiorentine) tahun 1532

menyebutkan setidaknya empat hal penyebab merajalelanya

korupsi, dua di antaranya cenderung lebih dominan menggerus

kepercayaan rakyat. Pertama disebabkan kaum elit negeri yang

hidup dari popularitas dan penghasilan tinggi namun sedikit

bekerja. Bukan hanya menyebabkan iri dengki dengan pola dan

gaya hidupnya, mereka juga mempunyai pengikut yang cuma bisa

membeo serta membuat kerusakan massal. Kedua adalah pemahaman agama berdasar kemalasan bukan kesalehan, yang

(21)

213

Diktator Libya yang terbunuh pada 20 Oktober 2011 saat

terjadi perang saudara di negerinya memang terkenal

kontroversial. Muammar Khadafi erat dengan isu pelanggaran

HAM, usaha pengembangan nuklir, maupun sokongannya kepada

kelompok teroris, sampai tudingan sesat yang diarahkan oleh

sesama muslim padanya, tak dapat menutupi isu yang paling

menarik tentang sosok Khadafi: wanita. Hampir tidak bisa

dipungkiri, film The Dictator (2012) yang ditulis dan dibintangi

oleh Sacha Baron Cohen, merupakan komedi satir yang ditujukan

untuk Khadafi. Berdasarkan beberapa pengungkapan pasca

tergulingnya sang diktator, dikatakan bahwa Khadafi terindikasi

melakukan banyak kejahatan berupa eksploitasi seksual kepada

beberapa wanita melalui jalan penculikan ataupun menyimpan

(22)

Foto pasukan wanita Libya: antara kegagahan dan pesonanya. Diolah dari Sumber: www.pinterest.com

Rekam jejak Khadafi memang dikelilingi oleh para wanita.

Dalam masalah yang vital, seperti untuk keamanan pribadinya,

siapa yang tidak tahu tentang para bodyguards perawan

Khadafi? Pasukan pelindung pemimpin Libya yang mulai bertugas

sejak tahun 1980-an itu dipekerjakan Khadafi karena, seperti

yang disampaikannya kepada Joseph T. Stanik, menurutnya para

lelaki penembak jitu Arab akan sulit menembak wanita. Berita

yang beredar, para pengawal wanita itu harus menjaga

kesuciannya . Dididik di Akmil Wanita, pasukan pengawal Khadafi dilatih dengan ketat dan hasilnya terlihat ketika salah

satu pengawal bernama Aisha serta dua rekannya mengorbankan

(23)

xviii

Penulis Utama

Arafah Pramasto, S.Pd., terlahir

pada tanggal 13 April 1993 di

Jakarta dari seorang ayah asal

Pamekasan-Madura dan ibu asal

Musi Banyuasin-Sumatra Selatan. Ia

menempuh pendidikan tinggi di

Universitas Sriwijaya Palembang

sejak 2011-2016. Di antara

kegiatan-kegiatan yang perlu

dicatatkan selama berkuliah di

Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sriwijaya mendapatkan kesempatan

sebagai kontingen Universitas Sriwijaya dalam kegiatan Arung

Sejarah Bahari (AJARI) regional Sumatra Selatan, Sumatra Barat,

dan Bengkulu 2013 dan menempati posisi sebagai juara I dengan

makalah kualifikasi berjudul Neo-Sufisme Al-Palimbani dan Kondusifitas Masyarakat Bahari Palembang 1825-1856: Sebuah Kajian Sosio-Religius Sejarah serta Pendalaman Filsafat. Sekarang aktif sebagai freelance writer, dan Kontributor Kesejarahan UC

We-Media. Tulisannya telah dimuat di beberapa media lokal

(24)

Madura, Ampera.co, Detik Sumsel, Sumsel News, dll. Buku ini

adalah karya kedua setelah menerbitkan Sejarah Tanah-Orang

Madura: Masa Awal, Kedatangan Islam, hingga Invasi Mataram

diterbitkan oleh LeutikaPrio (2018) yang ia tulis bersama Sapta

Anugrah Ginting, S.Pd.

Sapta Anugrah Ginting, S.Pd.,

dilahirkan sebagai keturunan

Banjar-Kalimantan (ayah) dan

Batak Karo (ibu) pada tanggal 26

September 1992, ia tumbuh dalam

keluarga besar yang plural dan

harmonis. Secara kultural ia masih

keturunan kaum Pagustian

bangsawan Banjar dari sisi ayah.

Menyenangi fotografi dan

videografi, ia juga mengembangkan Blog kesejarahan dengan

alamat url: www.prosesss.blogspot.com sejak tahun 2013 berikut

dengan sebuah kanal kesejarahan di Youtube bernama Gerak

Gerik Sejarah. Kegiatan-kegiatan semasa perkuliahannya

ditempuh dengan mengikuti perlombaan dan seminar (sebagai

peserta maupun pemakalah). Tahun 2017, ia berhasil

(25)

xx

Sumatra Selatan. Kini ia memilih untuk mengabdi sebagai train attendant/Pramugara Kereta Api yang melayani jurusan Palembang ke Lampung dan Lubuklinggau sembari menulis

artikel opini ke media lokal cetak dan online seperti Tribun Sumsel, Sriwijaya Online, dan Pedoman Bengkulu.

Rifkhi Firnando, S.Pd., dilahirkan

pada tanggal 27 Juni 1993 di Kota

Batu, Sumatra Selatan. Ia

menyelesaikan pendidikan

menengah atas di SMAN 13

Palembang dan diterima sebagai

mahasiswa Program Studi

Pendidikan Sejarah. Dikenal

sebagai seorang yang mudah

berteman, ia memilih untuk

menyelesaikan skripsi mengenai sejarah masyarakat transmigran

di Desa Mulya Sari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten

Banyuasin. Baginya, kesejarahan merupakan sesuatu yang sangat

integral dalam kehidupan manusia bahkan untuk di masa kini dan

salah satu cara menelusurinya ialah dengan terjun langsung guna

menguak kenangan-kenangan silam dalam kognisi masyarakat.

Setelah lulus dari Universitas Sriwijaya (2017), ia mengabdi

(26)

Kabupaten Banyuasin sembari aktif mempelajari buku-buku

kesejarahan sosial, sosialisme, dan keislaman. Tulisannya pernah

dimuat di media online lokal seperti Ampera.co dan Sumsel News

Online.

Noftarecha Putra, S.Pd., lahir

pada 8 November 1993, ia

dibesarkan dalam sebuah keluarga

pendidik asal Desa Ulu Danau,

Kabupaten Ogan Komering Ulu

Selatan. Semasa pendidikan

menengah atas, ia aktif dalam

kegiatan ekstrakurikuler yakni

sebagai Pasukan Pengibar Bendera

di SMA Plus N 4 OKU di Kota

Baturaja. Tertarik dengan kultur masyarakat Uluan Sumatra

Selatan, ia juga dikenal fasih melantunkan syair-syair tradisional

suku Semendo. Diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah

Universitas Sriwijaya (2011), masa perkuliahannya diisi dengan

berbagai kegiatan seperti menjadi anggota Dewan Perwakilan

Mahasiswa (DPM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

mengikuti dan memenangi banyak lomba (utamanya kuis cepat

tepat dan debat), menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa

(27)

xxii

pemakalah dalam seminar kesejarahan. Jiwa pedagogik

membawanya memilih untuk mengambil program Magister

Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun

2017 (masih menempuh pendidikan).

Tedi Suandika, S.Pd., terlahir dari

keluarga tradisional suku Kuang,

Kabupaten Ogan Ilir pada tanggal 13

Desember 1993. Dibesarkan melalui

bimbingan ayah yang berprofesi

sebagai guru dan tokoh masyarakat, ia

menjadi pribadi yang aktif di tengah

masyarakat dan terlibat banyak

kegiatan di desanya. Semenjak

memasuki usia sekolah menengah atas,

ia merantau ke ibu kota provinsi dan melanjutkan pendidikan di

SMAN 9 Palembang. Semasa kuliah di Program Studi Pendidikan

Sejarah Unsri (sejak 2011), ia beberapa kali terpilih sebagai Ketua

Tingkat dan aktif di perkumpulan mahasiswa daerah asalnya

(HIMAKADA/Himpunan Mahasiswa Kuang Dalam). Setelah lulus

(2017) ia terpilih sebagai Panitia Pemillihan Kecamatan (PPK)

KPUD Kab. Ogan Ilir serta menyumbangkan tulisannya ke media

(28)

Maulana Muhammad, S.Pd., ia

adalah pemuda asal suku

Komering Sumatra Selatan yang

lahir pada 30 April 1994. Latar

belakang keluarganya adalah

pendidik. Sejak SMA ia telah

menggemari sejarah dunia Sepak

Bola dan aktif terlibat sebagai

supporter tim Sriwijaya FC. Selain

itu, ia juga menjadi fans tim

Juventus. Semasa kuliah, ia tertarik dalam berbagai bidang kajian

kesejarahan, terutama mengenai sejarah organisasi Islam

Muhammadiyah (serta pemikirannya) dan sejarah kemiliteran.

Kegiatan-kegiatan selama menempuh penddidikan tinggi di

Universitas Sriwijaya itu (sejak 2011) banyak diisi dengan

mengikuti workshop, seminar kesejarahan, dan memenangi

beberapa perlombaan. Ternyata sosok yang senang

menghabiskan banyak waktu dengan buku-buku ini, lebih

menggandrungi sejarah kemiliteran dan kemerdekaan, sehingga

ia mengambil penelitian pengembangan modul pembelajaran

tentang Perang Kota Palembang. Kini ia konsen menulis dan

pernah menyumbangkan tulisannya ke media Sumsel Today

(29)

Gambar

Gambar Luas Kerajaan Sriwijaya di Era Kejayaannya.  Sumber: Buku Museum Sultan Mahmud Badaruddin
Gambar Diorama Penyerangan Kapal-Kapal VOC ke Benteng Kuto Gawang.
Gambar penggambaran artistik Machiavelli oleh seniman modern. https://arceus2012.deviantart.com/art/Niccolo-

Referensi

Dokumen terkait

Kedua penyebab tersebut didasari isi dari pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia Nomormor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal dimana adanya pengecualian dapat menjual

Password user berhasil di reset, untuk mengirimkan hasil reset password ke email admin centang pada bagian Send password in email/Kirim kata sandi di email, lalu masukkan email

Beberapa hal yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut antara lain dari bentuk fisik seperti kursi, meja, layar komputer, kebersihan, dan aspek lainnya, seperti jarak pengguna

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas benih tiram mutiara (Pinctada maxima) hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih dari tiga habitat yang berbeda

2) Tingkat hutang yang diproksikan oleh rasio hutang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan property and real estate yang terdaftar

Menurut Devas (1989 ; hal 61), pelaksanaan perpajakan sebaiknya memperhatikan prinsip ; pertama, hasil (yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan

Penataan kamera pada film pendek ini menggunkan teknik dan konsep yang sederhana, salah satu cara perancang dalam menentukan pengambilan gambar saat produksi, baik dari segi

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)