• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan - Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Pengertian Kebisingan - Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan penyebab “penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006). Menurut Budiman (2006), Bising merupakan peningkatan suara dengan gelombang kompleks yang tidak beraturan, sehingga bising merupakan salah satu stresor bagi individu. Saat ini kebisingan mulai meningkat di berbagai negara, padahal seperti kita ketahui bahwa bila terjadi berulang kali dan terus menerus sehingga melampui daya adaptasi individu maka berakibat terjadi kondisi stres yang merusak atau sering disebut distress.

Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga dapat mengganggu atau bahkan membahayakan kesehatan (KEMENKES NO 1405/MENKES/XI/2002). Sumber bunyi yang mengakibatkan bising tersebut diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu bising interior dan eksterior. Bising interior bersumber dari kegiatan manusia, alat rumah tangga, mesin pabrik, alat musik, radio, motor, kompresor pendingin, dan lain-lain. Sedangkan bising eksterior merupakan bising yang dihasilkan dari transportasi dan alat kontruksi. Kebisingan merupakan salah satu faktor pencemar fisik yang menjadi masalah kesehatan lingkungan. Intensitas bising yang melebuhi nilai ambang batas dapat menyebabkan timbulnya gangguan kesehatan pada manusia.

(2)

dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising (Harrington & Gill, 2005).

Studi terbaru menyebutkan bahwa stres dapat mempengaruhi perubahan hormon, subset limfosit dan produksi oksigen reaktif. Suatu penelitian menyebutkan bahwa stres bising kronik dapat meningkatkan lipid peroksidase dan secara bersamaan dapat menurunkan antioksidan. Sebagai hasilnya, tampak ketidakseimbangan radikal bebas pada area hipokampus dan korteks prefrontal medial yang berhubungan dengan gangguan memori spasial. Jadi, mekanisme yang mendasari perubahan respon imun yang diinduksi paparan bising tidak hanya perubahan neuroendokrin tetapi juga ketidakseimbangan status oksidatif (Kui-Cheng and Makoto, 2007).

Disamping itu, kebisingan juga memberikan dampak negatif terhadap psikoneuroimunologi. Bising yang menjadi stresor dapat memodulasi respon imun. Telah dilaporkan bahwa karyawan yang bekerja di tempat yang mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah terinfeksi selain mengalami gangguan pendengaran, gangguan emosi dan insomnia pada malam hari. Bila hal tersebut tidak segera diperhatikan, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan selanjutnya dapat menurunkan produktivitas kerja (Budiman, 2004).

2.1.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang didengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis) (Rosidah, 2004).

(3)

gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (Keputusan MENLH, 1996).

Lingkungan kerja industri, tingkat kebisingan biasanya tinggi sehingga harus ada batas waktu pajanan kebisingan. Batasan kebisingan yang diberikan oleh The Workplace and Safety (Noise) Compliance Standar 1995, SL No 381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan suara 85 dB (A), dengan refrensi 20 micropascal (National Institute for Occupation Safety and Health, 1998). Di beberapa Negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undang- undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90dBA, Belgia dan Brazilia 80 dBA Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dBA (Suheryanto, 1994).

Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan di tempat kerja (Kepmenaker, 1999). Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang kebisingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan

No Waktu Pemajanan Per Hari Tingkat Suara Dalam dB (A)

1 8 jam 85

2 4 jam 88

3 2 jam 91

4 1 menit 94

5 30 menit 97

6 15 menit 100

7 7,5 menit 130

8 3,5 menit 106

9 1,88 menit 109

Sumber : US Department of Health and Human Service, Occuational Noise Exposure (Revised Criterial 1998), Public HealthService Centre for Disease Control and Prevetion, NationalInstitute for Occupational Safety and Health, Cincinnati, Ohio,June 1998

(4)

sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP 48/MENLH/1119 96 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan

No PERUNTUKAN KAWASAN/

LINGKUNGAN KEGIATAN

TINGKAT KEBISINGAN dB(A)

a. Peruntukan Kawasan

1. Perumanan dan pemukiman 55

2. Perdagangan dan jasa 70

3. Perkantoran dan perdagangan 65

4. Ruang terbuka hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintah dan fasilitas umum 60

7. Rekreasi 70

1. Rumah sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Keterangan:

Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Tahun 1996

2.2 Leukosit

(5)

Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar prekursor (pra zatnya) (Effendi, 2003).

Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 1983).

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organism terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-seldarah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai (Effendi, 2003).

2.3 Hitung Jenis Leukosit

(6)

limfosit 30% dan leukosit 10.000, limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000 (Yayasan Spirita, 2013).

2.3.1 Granulosit

2.3.1.1 Neutrofil

Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand, 2006). Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula, serta banyaknya sekitar 60 -70 % (Handayani, 2008).

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, sel-sel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi, 2003).

2.3.1.2 Basofil

(7)

utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan (Effendi, 2003).

Jumlah basofil di dalam sirkulasi darah relatif sedikit. Di dalam sel basofil terkandung zat heparin (antikoagulan). Heparin ini dilepaskan di daerah peradangan guna mencegah timbulnya pembekuan serta statis darah dan limfe, sehingga sel basofil diduga merupakan prekursor bagi mast cell. Basofilia meupakan peningkatan jumlah basofil dalam sirkulasi. basofilia pada hewan domestik dapat terjadi karena hipotirodismus ataupun suntikan estrogen. Penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah atau basopenia dapat terjadi karena suntikan corticosteroid pada stadium kebuntingan (Frandson, 1992).

2.3.1.3 Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9 um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, reticulum endoplasma mitokondria dan aparatus golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofilik, granula adalah lisosom yang mengandung asam fosfat, ketepsin, ribonuklease, tetapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil memiliki pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tetapi lebih selektif disbanding neutrofil. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Effendi, 2003)

(8)

2.3.2 Agranulosit

2.3.2.1 Limfosit

Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai dengan 15 mikron. Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri masuk ke dalam jaringan tubuh. Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B (Handayani, 2008).

Sistem imun tubuh terdiri atas dua komponen utama, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel B bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi yang dikenal dengan nama imunoglobulin. Sel T terlibat dalam berbagai proses imunologik yang diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma merupakan imunoglobulin yang disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan imonoglo-bulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai macam antigen (Murray, 2003).

2.3.2.2 Monosit

Monosit memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk ke dalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsiya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih (Handayani, 2008).

(9)

dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen (Effendi, 2003).

2.4 Manggis (Garcinia mangostana L)

Menurut Odianti (2010), bahwa klasifikasi dari manggis (Garcinia mangostana L) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Guttiferanales Famili : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L

Manggis hanya diketahui sebagai tanaman budidaya. Pembudidayaan tanaman ini telah lama hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara saja, yaitu di Indonesia, New Guinea, Mindanao (Filipina), Semenanjung Malaysia, Thailand, Burma, Vietnam, hingga Kamboja. Pada dua puluh tahun belakangan ini, Manggis telah tersebar ke berbagai negara tropis lain seperti Sri Lanka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil dan Queensland. Manggis merupakan tanaman budidaya di daerah tropis. Tumbuhan ini tumbuh subur pada kondisi dengan banyak mendapat sinar matahari, kelembaban tinggi, dan musim kering yang pendek (untuk menstimulasi perbungaan). Pada kondisi kering, diperlukan irigasi untuk menjaga kelembapan tanah. Tumbuhan ini ditanam hingga ketinggian 1000 m dpl (20 -40°C) di daerah tropis, namun pertumbuhan maksimal berlangsung di daerah dataran rendah (Verheij, 2010).

(10)

tidak hanya pada buahnyasaja, tetapi juga pada kulitnya. Daribeberapa penelitian disebutkan bahwa pericarp/kulit buah manggis merupakan bagian yang mengandung konsentrat xanthone paling tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya. Bahkan, tercatat ada200 jenis xanthone di alam, tetapisekitar 40 jenis di antaranyamenumpuk di kulit buah manggis (Susiani, 2009).

Infusa kulit manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung berbagai senyawa yang mampu bertindak sebagai antioksidan diantaranya mangostin, saponin, garsinon, tannin, polifenol, flovanoid dan xantone. Telah dilakukan penelitian terhadap ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat lalu disimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas (Weecharangsan et al. 2006).

Antioksidan menghambat pembentukkan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Aktivitas antioksidan erat kaitanya dengan kemampuan menyumbangkan elektron hidrogen pada gugus (OH-) reaktif, sehingga penambahan senyawa antioksidan tersebut dapat menghambat atau memperlambat reaksi pembentukan peroksida. Antioksidan mentransfer atom hidrogen ke radikal bebas hasil oksidasi menjadi senyawa non-radikal, sehingga tidak merusak sel-sel di sekitarnya (Novarina et al. 2013).

Gambar

Tabel 2.2 Baku tingkat kebisingan

Referensi

Dokumen terkait

(1) Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana mempunyai tugas melaksanakan urusan di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana berdasarkan

Pada hari ini selasa tanggal tiga puluh satu bulan juli tahun dua ribu dua belas, berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi, penawaran dan pembuktian

(2) Besarnya tarif Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam Lampiran III yang

Eksistensi Seni Patung Tradisional Di Dsa Singapadu Kaler, Gianyar, Bali Seni Murni FSRD FUNDAMENTAL 40,000,000 DIPA.. I Dewa Putu

What is the correlation between high school students’ reading motivation dimensions (challenge in reading, curiosity in reading, reading enjoyment, social reasons for

Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less

Setelah itu ketika diteteskan metil jingga dari yang semula berwarna putih gading menjadi warna kuning soft yang menunjukan Ph > 4,0 disebut larutan basa dan ketika.

Penelitian ini digunakan untuk menjawab permasalahan yaitu apakah penggunaan metode Contextual Teaching And Learning (CTL) pada mata pelajaran IPS materi menghargai perjuangan