BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Pemasaran
Pemasaran didefinisikan sebagai proses di mana perusahaan menciptakan
nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan
dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya
(Kotler&Armstrong 2008:6). Peter Drucker (dalam Kotler&Amstrong, 1997:3)
menyatakan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk membuat penjualan berlebihan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan dengan
sebaik-baiknya sehingga kita dapat menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dan terjual
dengan sendirinya.
Pemasaran menurut Miller dan Layton (Dalam Tjiptono 2005:2) adalah sistim
total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa dan gagasan yang mampu
memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasional.
Pemasaran menurut Sunarto (2006:4) adalah proses sosial yang didalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh
suatu perusahaan dalam usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
Defenisi diatas menjelaskan bahwa aktivitas pemasaran memiliki fokus
utama kepada pasar atau konsumen. Secara sederhana proses pemasaran dapat
digambarkan prosesnya seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Sumber: Kotler&Armstrong (2008:6)
Gambar 2.1
Model Sederhana Proses Pemasaran
2.2 Defenisi Merek
Merek adalah suatu nama, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya
yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu (Kotler,
2003:349). Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (seperti sebuah logo, cap, kemasan) dengan maksud mengidentifikasi
barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.
Dengan demikian, suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh kompetitor. Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol/ lambang,
desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainya yang diharapkan Memahami Pasar dan
kebutuhan serta
yang memberikan nilai yang unggul
Membangun hubungan yang
menguntungkan dan menciptakan kepuasan pelanggan
Merangkap nilai dari pelanggan
dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono,
2002:104).
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda
yang berupa gambar, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Definisi ini memiliki kesamaan
dengan definisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi di atas, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau simbol baru untuk
sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek (Tjiptono, 2005:2).
2.3 Pengalaman Sebelumnya(Prior Experience)
Pengalaman sebelumnya adalah pembelajaran konsumen sebagai suatu
perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalu.
Sejumlah pengalaman konsumen di masa lalu dapat menggambarkan banyaknya
merek produk yang pernah dikonsumsi. Konsumen belajar dari pengalaman masa
lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku masa
lalunya itu. Assael (1998) dalam Waluyo dan Pamungkas (2003) mendefinisikan
pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Konsumen memperoleh berbagai
pengalaman dalam pembelian produk, mengkonsumsi produk dan merek produk
yang disukainya. Konsumen akan menyesuaikan perilakunya dengan
Banyaknya pengalaman konsumen di masa lalu terhadap merek produk dapat
digambarkan dengan banyaknya merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi
dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang pernah dibeli dan dikonsumsi
dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah berpengalaman dengan
merek-merek tersebut. Pengalaman sebelumnya terjadi ketika para konsumen telah
memiliki pengalaman sebelumnya dalam menggunakan barang atau jasa, tingkat
keterlibatan biasanya menurun. Setelah mengulangi produk percobaan, para
konsumen mempelajarai cara untuk membuat pilihan yang tepat. Karena para
konsumen telah mengetahui produk dan bagaimana produk itu akan memuaskan
kebutuhan mereka, maka keterlibatan di dalam keputusan pembelian mereka
menjadi berkurang (Lamb dkk, 2001:197).
Suatu pengalaman konsumsi (consumption experience) dapat didefenisikan sebagai kesadaran dan perasaan yang dialami konsumen selama pemakaian produk
atau jasa. Menurut Mowen dan Minor (2002:84) terdapat tiga unsur pengalaman
konsumsi, yaitu:
1. Pemakaian Produk (Product Use)
Meliputi tindakan dan pengalaman yang terjadi pada periode waktu dimana
seorang konsumen secara langsung menggunakan barang dan jasa.
Perusahaan harus merancang produk sedemikian rupa sehingga aman untuk
dipakai dengan tujuan yang dimaksudkan. Para pemasar mengidentifikasikan
tiga faktor yang sangat penting ketika menilai pemakaian produk, antara lain
2. Konsumsi Kinerja
Kinerja konsumen adalah suatu peristiwa dimana konsumen dan pemasar
bertindak sebagai pelaku dan/ atau penonton dalam situasi dimana ada
kewajiban dan hak. Terdapat tiga kinerja konsumen, yaitu:
a. Kinerja yang telah dikontrakkan: konsumen dan pemasar hanya
memainkan peran minimal, terjadi pada produk dengan keterlibatan
rendah.
b. Kinerja yang dimainkan: konsumen maupun pemasar mempunyai
kebebasan yang cukup untuk melakukan transaksi, terjadi pada produk
dengan keterlibatan tinggi.
c. Kinerja dramatis: konsumen maupun pemasar mengetahui pertunjukan
yang terjadi. Setiap pihak akan berkaitan dengan motif pihak yang lainnya
dan hal ini sering terjadi pada situasi dengan keterlibatan tinggi.
3. Keadaan Suasana Hati dan Pengalaman Konsumsi
Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana
hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat
konsumen dan merek apa yang mereka pilih. Keadaan suasana hati dapat
dipengaruhi oleh apa yang terjadi selama konsumsi produk, dan keadaan
suasana hati yang tercipta selama proses konsumsi pada gilirannya dapat
2.4 Defenisi Promosi dan Bauran Promosi
Promosi (promotion) adalah pengkomunikasian informasi antara penjual dan pembeli potensial atau pihak-pihak lainnya dalam saluran distribusi guna
mempengaruhi sikap dan perilakunya (Simamora, 2000:254). Menurut Evass dan
Berman (dalam Simamora, 2000:254), promosi sebagai bentuk komunikasi yang
digunakan untuk menginformasikan (to inform), membujuk (to persuede), atau mengingatkan orang-rang tentang produk yang dihasilkan organisasi, individu
maupun rumah tangga. Jadi promosi sebenarnya adalah suatu proses komunikasi.
Kotler (dalam Agustina Sri Rezeki Simangunsong, 2007:15), promosi
merupakan bagian dari bauran yang terdiri atas lima variabel yaitu advertising, sales promotion, personal selling, publishing, dan direct marketing. Kelima bauran promosi tersebut dikenal sebagai lima cara komunikasi yang utama, yaitu:
1. Periklanan (Advertising)
Semua bentuk penyajian non personal, promosi dan ide tentang barang atau
jasa yang dibayar oleh suatu sponsor. Misalnya, adalah iklan berbagai
produk shampo yang ada di televisi, radio, dan lain-lain.
2. Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Berbagai bentuk insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan
konsumen untuk mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. Promosi
penjualan ini sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Misalnya,
perusahaan rokok memberikan harga yang lebih murah kepada konsumen
yang mengikuti suatu kegiatan yang bekerja sama dengan perusahaan rokok
3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Publicity)
Berbagai macam program untuk memelihara, menciptakan dan
mengembangkan citra perusahaan atau merek sebuah produk. Misalnya,
Shampo Sunsilk bekerja sama dengan acara ajang pencarian bakat
Indonesian Idol.
4. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling)
Interaksi dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan melakukan
presentasi, menjawab pertanyaan dan menerima pesanan. Misalnya, door to door.
5. Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail dan alat komunikasi lainnya
secara langsung agar mendapat tanggapan dari pelanggan dan calon
pelanggan.
2.5 Iklan
2.5.1Pengertian Iklan dan Jenis Iklan
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah “menggiring orang pada gagasan”. Adapun pengertian iklan secara komprehensif
adalah “semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide,
barang atau jasa secara non personal yang dibayar oleh sponsor tertentu.”. Iklan
berwujud penyajian informasi non personal tentang suatu produk, merek,
perusahaan atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan
membujuk atau menggiring orang mengambil tindakan yang menguntungkan bagi
pihak pembuat iklan (Durianto, dkk, 2003:1).
Iklan merupakan salah satu instrumen pemasaran yang aktivitasnya
didasarkan pada konsep komunikasi. Iklan merupakan bentuk komunikasi, maka
keberhasilannya dalam mendukung program pemasaran merupakan pencerminan
dari keberhasilan komunikasi. Setiap hari, perusahaan-perusahaan semakin
gencarnya memasarkan produk yang dihasilkannya melalui iklan di berbagai
media massa. Iklan dipandang sebagai media hiburan dan komunikasi yang
efektif terutama jika ditayangkan di televisi. Iklan merupakan kata-kata dalam
tayangan yang berfungsi menjelaskan manfaat produk dan memberikan alasan
mengapa konsumen (calon konsumen) perlu membelinya (Tjiptono, 2003:81).
Periklanan dipandang sebagai media pada lazimnya yang digunakan suatu
perusahaan (khususnya produk konsumsi) untuk mengarahkan komunikasi yang
persuasive pada konsumen. Iklan bertujuan untuk mempengaruhi perasaan,
pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan
dengan salah satu produk atau merek (Durianto, dkk, 2003:2). Tujuan ini
bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli.
Kehidupan dunia modern kita saat ini sangat bergantung pada iklan.
Tanpa iklan, produsen dan distributor tidak akan dapat menjual barangnya,
sedangkan di sisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai
mengenai produk-produk barang dan jasa yang tersedia di pasar (Jefkins, 2001),
jadi sebagus apapun suatu produk jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak
menghargai produk tersebut. Secara garis besar, iklan suatu produk dapat
digolongkan ke dalam 6 kategori, yaitu:
1. Iklan Konsumen
Iklan ini meliputi segala iklan barang konsumsi yang digunakan oleh
masyarakat seperti iklan shampo, iklan shampo, dan lain-lain.
2. Iklan Bisnis ke Bisnis atau Iklan Antar Bisnis
Produk yang diiklankan adalah barang antara yang harus diolah atau
menjadi unsur produksi. Termasuk disini adalah penjualan bahan mentah,
komponen suku cadang, dan assesoris, fasilitas pabrik, dan lain-lain.
3. Iklan Perdagangan
Iklan perdagangan secara khusus ditujukan kepada kalangan distributor,
pedagang, para agen, eksportir, importer dan para pedagang besar dan kecil.
Barang-barang yang diiklankan adalah barang-barang untuk dijual kembali
(Jefkins, 2001)
4. Iklan Eceran
Karakteristik dan sifat-sifat iklan ini adalah antara iklan perdagangan dan
iklan konsumen. Contohnya adalah iklan yang dilontarkan oleh pasar
swalayan ataupun toko-toko serba ada berukuran besar. Iklan ini dibuat dan
disebarluaskan oleh pihak pemasok atau perusahaan pabrik pembuat
produk, dan iklan ini biasanya ditempatkan disemua lokasi (toko, grosir,
agen penjualan) yang menjual produk jadi kepada konsumen (Jefkins,
5. Iklan Keuangan
Meliputi iklan-iklan untuk bank, jasa tabungan, dan asuransi. Sebagai
pelengkap iklan yang ditujukan konsumen atau klien, kadang-kadang
disertakan pula laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan termasuk
prospektus- prospektus perusahaan secara lengkap menyongsong penerbitan
saham baru, catatan investasi dalam bentuk obligasi,m secara
pemberitahuan mengenai berbagai hal lainnya menyangkut keuangan
(Jefkins, 2001).
6. Iklan Lowongan kerja
Iklan jenis ini berhubungan dengan rekruitmen calon pegawai seperti
anggota polisi, angkatan bersenjata atau tenaga kerja suatu perusahaan.
Sasaran iklan adalah sekelompok orang yang dikategorikan mempunyai
kepentingan terhadap produk yang ditawarkan dan mereka mungkin membelinya
atau sebagai pembeli potensial. Agar pesan iklan dapat mencapai sasaran maka
pesan tersebut harus sesuai dengan target pemirsanya. Iklan selain berfungsi
memberitahukan kehadiran suatu produk juga memperlihatkan citra perusahaan
kepada konsumen. Tanpa iklan, para konsumen yang berada jauh dari pusat-pusat
produksi tidak akan memperoleh informasi mengenai barang yang
dibutuhkannya. Jadi, iklan dapat menambah nilai produk dengan memberi
2.5.2Tujuan Iklan
Tujuan periklanan mengacu pada keputusan perusahaan tentang penetapan
sasaran pasar, penentuan posisi pasar dan marketing mix (Durianto, dkk, 2003:3).
Tujuan periklanan yaitu:
1. Menciptakan kesadaran pada suatu merek dibenak konsumen (creat awareness). Brand awareness (disadarinya adanya suatu produk baru yang belum diketahui sebelumnya) yang tinggi merupakan kunci pembuka untuk
tercapainya brand equity (image produk) yang kuat. Pemasar seharusnya
menyadari bahwa tanpa brand awareness yang tinggi, sulit untuk
mendapatkan pangsa pasar yang tinggi.
2. Mengkomunikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut dan
manfaat suatu merek (communicate information about attributes dan benefits).
3. Mengembangkan atau mengubah citra sebuah merek (develop or change an image). Sebuah merek mengalami delusi (penurunan image produk) sehingga perlu diperbaiki citranya. Yang dapat dilakukan adalah melalui
media iklan.
4. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi (associate a brand with feeling and emotions). Tujuannya agar ada hubungan emosi antara konsumen dan suatu merek.
5. Mengendapkan (membentuk) perilaku. Perilaku konsumen dapat dibentuk
berhasil menciptakan suatu perilaku sehingga terbentuk gaya hidup
dimalam hari dengan slogan “Light Up The Night”.
6. Mengarahkan konsumen untuk membeli produknya dan mempertahankan
market power perusahaan. Iklan sangat power full dalam meningkatkan posisi suatu merek di pasaran. Tetapi iklan bukan “everything”, karena keberhasilan suatu merek di pasaran tidak hanya tergantung pada iklannya.
7. Menarik calon konsumen menjadi “konsumen yang loyal” dalam jangka
waktu tertentu.
8. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat
menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang (Durianto, 2003:11).
2.5.3Iklan yang Efektif
Iklan yang menyatakan bahwa suatu produk istimewa dibandingkan sejenis
lainnya yang beredar dipasaran, maka akan menarik segolongan konsumen untuk
tidak menggunakan produk lain yang dihasilkan perusahaan pesaing. Bila kualitas
produk yang dipromosikan melalui iklan ternyata lebih buruk setelah produk
tersebut dikonsumsi oleh pemakai karena pengaruh iklan, maka iklan itu akan
merugikan konsumen. Bila kampanye iklan suatu produk sangat berhasil maka
konsumen akan digiring untuk mengkonsumsi produk tersebut dan mengurangi
permintannya terhadap produk pesaing. Iklan yang disampaikan sebaiknya dibuat
sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan mudah dimengerti masyarakat
dan mengandung informasi yang benar. Dengan demikian harga yang dibayarkan
Komunikasi efektif agar mampu mencapai sasaran, terdapat 3 hal yang
harus diperhatikan yaitu pengaruh iklan terhadap perubahan perilaku pembelian,
proses komunikasi dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi perilaku
serta target audiensinya (Zuraida, dkk, 2001:3). Karena itu menurut Purwanto
(2002:4) para komunikator sebaiknya mengetahui bagaimana menempatkan kata
yang mampu membentuk suatu arti atau makna bagaimana mengubah situasi
menjadi lebih menarik dan menyenangkan, bagaimana mengajak peserta untuk
berperan aktif dalam diskusi, bagaimana menyisip humor yang mampu
menghidupkan suasana, dan bagaimana memilih media komunikasi secara tepat.
2.6 Perilaku Konsumen
Umar (2000:50) mengatakan perilaku konsumen didefenisikan sebagai
tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan
produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul
tindakan tersebut. Menurut Loudon (dalam Mangkunegara, 2002:3), perilaku
konsumen didefenisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas
individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh,
menggunakan barang-barang dan jasa. Menurut Wallendorf (dalam Mangkunegara
2002:4), perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial
yang dilakukan individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan,
menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya
Menurut Suryani (2013:6), ada beberapa implikasi cakupan studi perilaku
konsumen yang luas ini, yaitu:
1. Pemasar perlu memperhatikan semua proses yang dilakukan konsumen baik
yang sifatnya individu maupun kelompok, faktor internal yang kompleks yang
terlibat di dalamnya, dan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan.
2. Keberhasilan strategi pemasaran bersumber dari kemampuan perusahaan
memahami perilaku konsumennya.
3. Perusahaan seharusnya proaktif mencari informasi yang dalam mengenai
perilaku konsumen dari kelompok segmen yang dituju agar dapat
merumuskan strategi pemasaran yang tepat.
4. Perusahaan seharusnya memperhatikan masalah etika terkait dengan
konsumen dan masyarakat. Perhatian terhadap aspek etika ini penting karena
perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang etis dalam bisnis akan
lebih dihargai oleh masyarakat dan ini menjadi sumber kepercayaan yang
akan berdampak pada hubungan jangka panjang dengan konsumen.
Kotler&Armstrong (2008:159) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen sebagai berikut:
1. Faktor Budaya
a. Budaya
Budaya (culture) adalah kumpulan nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan
perilaku seseorang yang paling dasar. Pemasar selalu berusaha
menemukan perubahan budaya untuk menemukan produk baru yang
diinginkan orang.
b. Subbudaya
Masing-masing budaya mengandung subbudaya (subculture) yang lebih kecil, atau kelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan
pengalaman hidup dan situasi yang umum. Subbudaya meliputi
kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak
subbudaya membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar sering
merancang produk dan program pemasaran yang dibuat untuk kebutuhan
mereka.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan
berjenjang di mana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang
sama. Pemasar tertarik pada kelas sosial karena orang di dalam kelas
sosial tertentu cenderung memperlihatkan perilaku pembelian yang sama.
2. Faktor Sosial
a. Kelompok
Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak kelompok (group) kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tempat di mana
seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan.
titik referensi langsung (berhadapan) atau tidak langsung dalam
membentuk sikap atau perilaku seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga
adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting di dalam
masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Pemasar tertarik pada peran
dan pengaruh suami,istri, serta anak-anak dalam pembelian barang dan
jasa yang berbeda.
c. Peran dan Status
Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat didefinisikan
dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan
dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya.
Maing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai umum yang
diberikan kepadanya oleh masyarakat.
3. Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Siklus Hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup
mereka. Pemasar sering mendefinisikan pasar sasaran mereka dengan
tahap siklus hidup dan mengembangkan produk dan rencana pemsaran
yang sesuai untuk setiap tahap itu.
b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang mereka beli.
minat di atas rata-rata pada produk dan jasa mereka. Perusahaan bahkan
dapat mengkhususkan diri membuat produk yang diperlukan oleh
kelompok pekerjaan tertentu.
c. Situasi Ekonomi
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar
barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan mengamati gejala
pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga. Jika indikator ekonomi
menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk
merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk
produk mereka secara seksama.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam
keadaan psikografinya. Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari
sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup menampilkan
profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di dunia.
e. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang
menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap
lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian dapat digunakan untuk
menganalisis perilaku konsumen untuk produk atau pilihan merek
4. Faktor Psikologis
a. Motivasi
Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan. Salah satunya adalah
kebutuhan biologis. Kebutuhan lainnya adalah kebutuhan psikologis.
Kebutuhan menjadi motif ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas
yang kuat. Motif adalah kebutuhan dengan tekanan yang kuat yang
mengarahkan seseorang mencari kepuasan.
b. Persepsi
Persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang
berarti. Orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan
yang sama karena tiga proses perseptual (berhubungan dengan ransangan
sensorik): atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif.
c. Pembelajaran
Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui interaksi dorongan
(drives), rangsangan, pertanda, respons, dan penguatan (reinforcement). d. Keyakinan dan Sikap
Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang
sesuatu. Keyakinan bisa didasarkan pada pengetahuan nyata, pendapat,
atau iman dan bisa membawa muatan emosi atau tidak. Sikap
mnggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten
2.7 Perpindahan Merek (Brand Switching)
Brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek
produk lainnya. Definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal. Menurut Simamora (2004:22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang
seringkali melakukan peralihan merek (brand switching) dalam pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (variety seeking buying behavior).
Kotler dan Amstrong (2001:222) menjelaskan bahwa pelanggan menjalankan
perilaku membeli yang mencari variasi (variety seeking buying behavior) dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek
dianggap cukup berarti sehingga konsumen seringkali megganti merek. Peralihan
merek (brand Switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang
ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan
mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement).
2.8 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Menurut Setiadi (2003:16-20) tahap-tahap dalam proses pengambilan
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan.
Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi yang diinginkannya.
Kebutuhan ini disebabkan oleh rangsangan internal dalam kasus pertama dari
kebutuhan norma seseorang yaitu rasa lapar, dahaga atau seks hingga suatu
tingkat kebutuhsn tertentu dan berubah menjadi dorongan.
2. Pencarian Informasi
Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk
mencari informasi lebih banyak. Kita dapat membedakan dua tingkat yaitu
keadaan tingkat pencarian informasi yang sedang-sedang saja yang disebut
perhatian yang meningkat. Proses mencari informasi aktif yang mencari
bahan-bahan bacaan, menelepon teman-teman dan melakukan
kegiatan-kegiatan mencari untuk mempelajari yang lain.
3. Evaluasi Alternatif
Bagaimana konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk
membuat keputusan akhir. Ternyata tidak ada proses evaluasi yang sederhana
dan tunggal yang digunakan oleh konsumen bahkan oleh satu konsumen pada
seluruh situasi membeli.
4. Keputusan Membeli
Pada tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek
pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli
5. Perilaku Sesudah Pembelian
Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen
mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen
tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan
penggunaan produk yang akan menarik minat pasar.
6. Kepuasan Sesudah Pembelian
Setelah membeli suatu produk seorang konsumen mungkin mendeteksi
adanya suatu cacat. Beberapa pembeli tidak akan menginginkan produk cacat
tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin
melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk.
7. Tindakan-Tindakan Sesudah Pembelian
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan
mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasda puas maka ia
akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk
itu kembali. Konsumen yang tidak puas akan berusaha mengurangi
ketidakpuasannya karena dengan kodrat manusia untuk menciptakan
keserasian, konsistensi, dan keselarasan diantara pendapat, pengetahuan dan
nilai-nilai pada dirinya.
8. Penggunaan dan Pembuangan Setelah Pembelian
Para pemasar juga harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan
membuang suatu produk. Bila konsumen menemukan cara pemakaian
penggunaan baru, ini haruslah minat pemasar karena penggunaan baru dapat
Sumber: Kotler&Armstrong (2008:179)
Gambar 2.2
Proses Keputusan Pembelian
2.9 Penelitian Terdahulu
Di dalam penelitian ini, digunakan tiga penelitian terdahulu sebagai bahan
acuan yang dipilih karena memiliki kesamaan dalam beberapa variabel yang
digunakan.
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian Perilaku Pasca
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
NO Penulis/Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1. Nita Setyawati
• Mencari Variasi
• Perpindahan Fitur, Desain, Iklan, Kepuasan Handphone di Kota Purwokerto)
2.10 Kerangka Konseptual
Konsumen dapat memutuskan untuk melakukan perpindahan merek (brand switching) karena adanya faktor pengalaman sebelumnya (prior experience) selama NO Penulis/Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
3. Putri Rizkiana (2011)
Pengaruh Prior Experience, Product Knowledge dan Satisfaction Terhadap Keputusan Konsumen Melakukan Brand Switching dalam Pembelian Produk Handphone Pada Mahasiswa Departemen
Manajemen FE USU
•Prior experience dan satisfaction
melakukan brand switching dalam pembelian faktor product knowledge tidak signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan produk. Perilaku berpindah merek yang dilakukan oleh konsumen
merupakan perilaku lanjut konsumen sebagai hasil evaluasi setelah menggunakan
produk yang dikonsumsi sebelumnya. Konsumen yang mempunyai banyak
pertimbangan terhadap berbagai alternatif pilihan merek secara langsung dapat
melakukan perpindahan merek.
Adanya campur tangan kegiatan periklanan dan promosi dalam proses
pemilihan merek, caranya adalah iklan dan promosi merubah probabilitas seorang
konsumen dalam membeli sebuah merek pada suatu kategori yang sama di masa
yang akan datang. Iklan sangat mendukung pembentukan persepsi konsumen
terhadap suatu produk yang akan dibelinya. Melalui iklan, perusahaan
memperkenalkan produk terbaru dan para konsumen ataupun calon konsumen
mendapatkan informasi mengenai produk tersebut.
Ini yang merupakan dasar para konsumen maupun calon konsumen
melakukan perpindahan merek (brand switching) untuk mencari variasi dan juga mencari produk mana yang paling sesuai dengan kebutuhan para konsumen.
Berdasarkan teori tersebut maka dapat dibuat skema sistematis kerangka konseptual
Prior Experience
(X1)
Sumber: Lamb, Hair, McDaniel (2001), Tjiptono (2003). (diolah oleh penulis)
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
2.11 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini
sebagai berikut:
1. Prior experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen melakukan brand switching dalam pembelian produk shampo (studi kasus mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU).
2. Iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen
melakukan brand switching dalam pembelian produk shampo (studi kasus mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU).
3. Prior experience dan iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen melakukan brand switching dalam pembelian produk shampo (studi kasus mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU).
Keputusan Brand
Switching
(Y) Iklan