• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN INDONESIA DAN JEPANG 2.1 Sejarah Kepolisian - Analisis Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN INDONESIA DAN JEPANG 2.1 Sejarah Kepolisian - Analisis Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN INDONESIA DAN JEPANG

2.1 Sejarah Kepolisian

Sejalan dengan perkembangan kepolisian yang ada pada saat ini, sebenarnya ada banyak perubahan-perubahan di masa lalu yang telah dilalui dan patut dijadikan pembelajaran bagi kedepannya. Sejarah kepolisian akan menggambarkan bagaimana hal-hal yang tejadi dalam suatu pemerintahan dapat mempengaruhi eksistensi kepolisian.

2.1.1 Sejarah Kepolisian Indonesia

(2)

Tabah (2002:18) menggolongkan sejarah kepolisian di Indonesia kedalam delapan periode yaitu, zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang, zaman revolusi fisik, zaman RIS, zaman demokrasi parlementer, zaman demokrasi terpimpin, zaman Orde Baru (setelah pemberontakan G.30.S/PKI) dan zaman Reformasi dewasa ini.

Dalam penelitian ini, sejarah kepolisian Indonesia akan digolongkan menjadi dua periode. Periode pertama adalah masa sebelum kemerdekaan Indonesia yang mencakup masa kolonialisme Belanda dan masa kependudukan Jepang. Periode kedua adalah masa sesudah kemerdekaan Indonesia serta perkembangannya sampai sekarang.

1. Masa Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Masa kolonialisme Belanda dimulai pada tahun 1800-1942. Pada zaman Kerajaan Majapahit, Patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan. Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi

untuk menjaga keamanan mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia).

(3)

untuk menjaga aset kekayaan orang Eropa. Sistem pengrekrutan anggota keamanan juga tidak memiliki prosedur atau kriteria yang sulit.

Kunarto (2001:102) menyatakan bahwa pada masa penjajahan Belanda, kepolisian Indonesia berada dibawah Kementrian Dalam Negeri seperti yang ada di negara Belanda.

Pada masa ini polisi adalah penegak hukumnya penjajah, hal ini menyebabkan polisi di masa kolonilalisme Belanda merupakan musuh rakyat. Polisi dianggap pembela kepentingan penjajah. Kondisi itu membawa prilaku polisi berbeda dan jauh dari kondisi polisi yang ideal. Memelihara keamanan dan ketertiban umum pada masa itu juga bermakna, kestabilan dan kekuasaan penjajah yang kalau perlu menindas rakyat. Sehinggah perilaku opolisi bukannya melayani tetapi menakuti masyarakat, dan harus bersikap sebagai penguasa.

Tabah (2002:19) menyatakan bahwa pada masa Kolonialisme Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan),

stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Sejalan dengan administrasi negara pada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent

(bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk polisis dari kalangan pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi yang kedudukannya lebih rendah dari polisi Belanda.

(4)

Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian pada masa itu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Kepolisian masa kolonial Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 di Indonesia adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

Masa kependudukan Jepang dimuali dari tahun 1942 - 1945. Pada masa ini Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia menjadi wilayah yaitu:

1. Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta 2. Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi

3. Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makasar 4. Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Setiap kantor polisi yang ada di daerah-daerah, meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia). 

Pemerintahan kepolisan Jepang membagi Indonesia dalam dua lingkungan kekuasaan yaitu:

1. Sumatera, Jawa dan Madura dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang. 2. Indonesia bagian timur dan Kalimantan dikuasai Angkatan Laut Jepang. (http://makalahkepolisiannegara.blogspot.com/2010/03/kepolisian-negara.html)

(5)

Kunarto (2001:102), Kepolisian dalam masa kependudukan Jepang dinilai jauh lebih keras dan kejam dibanding dengan polisi pada masa Belanda. Keadaan ini disebabkan oleh kondisi Jepang yang saat itu dalam keadaan perang, sehinggah perilaku hukum yang diterapkan dan sistem serta perilaku diimplemantasikan dengan tata kerja Polisi Militer.

Perilaku polisi pada masa itu sangat mencekam bagi rakyat dan jauh dari falsafah dan hakekat polisi sebagai pelayanan dan pengabdian masyarakat.

Tabah (2002:20), Dalam masa ini banyak terjadi pergantian kedudukan dan kepangkatan kepolisian Indonesia dari masa kolonialisme Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta dinamakan Keisatsu Bu.

2. Masa Setelah Kemerdekaan Indonesia dan Perkembangannya samapai sekarang Tabah (2002: 21), Setelah Bangsa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, Pemerintah militer Jepang membubarkan semua bentuk organisasi yang telah dibentuk di Indonesia, sedangkan polisi tetap bertugas.

Pada 17 Agustus 1945 secara resmi kepolisian menjadi Kepolisan Indonesia yang merdeka. Setelah Proklamasi, masih diberlakukan peraturan perundang-undangan Hindia-Belanda, termasuk untuk menangani kepolisian. Pemerintah membentuk suatu Lembaga Kepolisian Negara yang betanggung jawab langsung kepada perdana menteri. Semua fungsi kepolisian disatukan dan diataur melalui Lembaga Kepolisian Negara yang telah dibentuk. Sampai sekarang dikenal sebagai hari Bayangkara atau dalam artian hari lahirnya Kepolisian Nasional Indonesia.

(6)

penduduk saat itu belum mencapai 60 juta jiwa. Dengan demikian, “Police population ratio” watu itu sudah 1:500.

Hal ini menunjukan bahwa diawal kemerdekaan, polisi sudah mampu bekerja secara aktif. Terlihat dari jumlah personil polisi yang tinggi dengan mencapai rasio perbandingan 1:500.

Tabah (2002: 21), Dalam perkembangannya, terjadi perubahan kedudukan pada struktur Kepolisian. Pada tahun 1946, kepolisian bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Semua fungsi kepolisian disatuakan dalam Lembaga Kepolisian Negara yang memimpin kepolisian di seluruh tanah air.

Tahun 1947 kepolisian berada dibawah naungan Menteri Pertahanan (Suyono, 2013:93). Hal ini dikarenakan adanya pertimbangan perubahan situasi revolusi pada saat itu. Kepolisian selain menjalankan tugas kepolisian juga diperintahkan untuk menjalankan pekerjaan tentara atas perintah komando tentara. Pada masa ini polri juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI, polisi berjuang bersama angkatan perang dan rakyat pejuang.

Tabah (2002: 22), Pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan TAP Pemerintah No. 1/1998 yang menetapkan Polri dipimpin langsung oleh Presiden/Wakil Presiden dalam kedudukan sebagai Perdana Mentri/Wakil Perdana Mentri.

(7)

Tabah (2002:25), Dalam TAP MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian No. 13/1961, dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD , AL DAN AU. Dengan adanya keputusan tersebut, pendidikan AKABRI disamakan begi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun. Pada masa ini Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan kepolisian.

Suyono (2013:100), Menyatakan bahwa tahun 1999 merupakan momentum keluarnya Polri dari unsur angkatan bersenjata. Tahun 2002, dikeluarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dalam memajukan sistem kepolisian Indonesia, dengan jumlah yang terbatas, Polri mulai belajar dari sistem kepolisian luar negri. Untuk bidang reserse dari Jerman, Police management dari Inggris dan Polisi lalu lintas dari Belanda (Tabah, 2002:28).

(8)

2.1.2 Sejarah Kepolisian Jepang

Sejarah kepolisian Jepang akan dibagi menjadi tiga periode yaitu zaman

Edo, a zaman Meiji dan setelah perang dunia kedua hinggah sekarang. 1. Zaman Edo 1603-1867

Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar (http://id.wikipedia.org/wiki/Keshogunan_Tokugawa).

Toyoda dalam Situmorang dan Uli (2011:21) menyatakan bahwa golongan masyarakat yang ada pada zaman Edo diterapkan dengan sangat ketat. Setiap golongan tidak diperbolehkan pindah ke golongan masyarakat lainnya. Pada zaman Edo, jumlah golongan Bushi (militer) ada sebanyak 9,8%, petani sebanyak 76,4% dan sisanya adalah golongan pendeta, pedagang dan tukang.

(9)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:9) menjelaskan bahwa pada zaman Tokugawa, golongan samurai berperan sebagai polisi dibawah naungan badan pemerintah dan juga bertugas meminta upeti pada kelas yang berada dibawahnya untuk diserahkan kepada atasannya. Kegiata mereka dipantau atau dikendalikan oleh pejabat wilayah kota maupun ibukota. Dalam menjalankan tugasnya, para samurai bertugas sebagai polisi, mereka dipersenjatai dua bilah pedang pada sabuknya. Dua bilah pedang tersebut selain berfungsi sebagai senjata juga berfungsi sebagai simbol kepangkatannya. Status ini tidak hanya bermakna kekuasaan tetapi lebih mencerminkan tugas untuk bertindak sebagai polisi. Mereka secara resmi berhak menggunakan pedangnya untuk membunuh orang yang melakukan penyimpangan dengan cara apapun dari peran soosial yang telah ditetapkan.

Dari Data di atas kita dapat mengetahui bahwa pada zaman ini sistem feodalisme masih dijalankan oleh pemerintahan Jepang. Golongan mayarakat yang bertugas sebagai polisi pada zaman ini adalah golongan samurai dan memiliki sifat yang otoriter. Mereka ditugaskan untuk penyitaan upeti dari golongan masyarakat bawah atau petani. Sifat otoriter para samurai dapat dilihat dari bagaimana para samurai berhak menggunakan senjatanya (pedang) dalam menjalankan tugasnya termasuk membunuh orang. Pada zaman ini, sosok samurai sebagai seorang polisi banyak dibenci dan ditakuti oleh masyarakat Jepang, karena polisi masih merupakan bagian dari militer dan bukan bagian dari masyarakat sipil seperti kepolisian Jepang sekarang.

Parker dalam Wahyuniarti (2009:10), Sejak pemerintahan shogun. Istilah

(10)

pintu gerbang kediaman para shogun berupa bangunan kecil yang digunakan sebagai kantor sebagai tempat penjagaan para samurai. Para samurai berjaga secara bergantian untuk menjaga keamanan tepat tersebut.

Data di atas menunjukan bahwa kouban sudah ada ditengah-tengah masyarakat sejak zaman Edo sebagai pos yang diisi oleh para samurai yang bertugas menjaga kediaman shogun. Ini menyatakan bahwa kouban pada masa ini hanya sebagai penjaga keamanan kediaman shogun.

2. Masa Meiji (明治時代) 1868-1921

Situmorang dan Uli (2011:21) menyatakan bahwa Pada tahun 1868 dikeluarkan sebuah janji Tenno yang menyangkut kehidupan Ekonomi dan Politik

yang dikenal dengan sebutan Gakajounogoseimon (五箇条のご誓文 ) dengan

cara mencari ilmu dari seluruh dunia, berpindahnya ibukota Edo ke Tokyo, pemindahan Kaisar dari Kyoto ke Tokyo, tahun 1871 Han berubah menjadi Ken, dan yang terakhir penghapusan perbedaan golongan atau kelas yang ada dimasyarakat yang dikenal dengan Shimin byodou (市民平等) atau kesetaraan

rakyat. Pada tahun 1872, seluruh lapisan masyarakat sudah bisa merasakan kebebasan untuk mengenyam pendidikan dan bebas memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, oleh karena itu banyak masyarakat Jepang yang belajar ke Eropa dan Amerika. Setelah berakhirnya zaman Edo, pemerintahan

Jepang melakukan penutupan diri atas bangsa luar dikenal dengan Meijiishin (明

治維新) atau Retorasi Meiji. Penutupan diri ini menjadikan Pemerintah Jepang

(11)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:11), Pemerintah Jepang melakukan perubahan dengan memperkenalkan sistem hukum gaya Eropa ke Jepang. Namun feodalisme yang sudah melekat di pemerintahan zaman Edo tidak mendatangkan perubahan dalam waktu cepat. Langka pertama yang dilakukan pemerintah Jepang adalah memperkenalkan sistem hukum Eropa dengan mengadopsi kitab undang-undang pidana dari barat, yaitu kitab undang-undang dari Prancis dan kemudian dari Jerman. Pemerintah Jepang mempelajari sistem kepolisian Prancis dengan meniru sistem kepolisian Prancis yang pada setiap wilayah penduduknya didirikan sebuah pos polisi kecil, namun pemerintahan Meiji dalam menjalankan sistem pemerintahan tetap menuntut kepatuhan dan masih memiliki sifat otoriter. Tidak memberi toleransi pada oposisi dalam kebijakannya. Oleh karena itu, dalam menjalankan pemerintahan mereka merancang suatu sistem kegiatan polisi yang dapat mempertahankan kepatuhan dan tetap bersifat otoriter. Mereka membentuk rancangan sistem kunjungan rutin ke rumah masyarakat oleh polisi dan mensosialisasikan pos polisi yaitu kouban dan chuzaisho ke seluruh Jepang.

Masuknya sistem hukum dari Eropa membawa perubahan pada hukum kepolisian Jepang, namun pemerintah Jepang tetep mempertahankan kepatuhan. Dengan tujuan tersebut maka pemerintah Jepang merancang sistem kepolisan Jepang yaitu dengan melakukan kegiatan kunjungan rutin ke rumah warga dan menjadikan kegiatan itu sebagai salah satu kegiatan kouban dan chuzaisho yang diutamakan dalam masyarakat. Sejak itulah sejarah sistem kouban yang baru dimulai. Meskipun pada era Edo istilah kouban telah ada, namun sistem kouban

(12)

Parker dalam Wahyuniarti (2009:13), Pada saat itu struktur kepolisian dibentuk secara terpusat dan dengan kekuatan yang besar, sehinggah tugas polisi dikhususkan untuk mengayomi segenap kegiatan yang berorientasi pada masyarakat. Tugas pengamatan dan pengawasan terhadap masyarakat dilaksanakan oleh kekuatan yang terdiri dari 3000 mantan samurai.

Dari hal di atas terlihat bahwa tugas kouban memang diarahkan pada pengayoman terhadap masyarakat. Pemerintah Jepang tetap menginginkan kepatuhan pada masyarakat. Cara yang digunakan adalah dengan memasukan kegaiatan berorientasi masyarakat kedalam kouban. Hal ini menjadikan masyarakat Jepang sebagai mayarakat yang patuh dan berdisiplin untuk taat terhadap peraturan dari pemerintah.

Sugai dalam Wahyuniarti (2009:13), Terdapat kekurangan dari polisi yang berasal dari mantan samurai. Mereka cenderung bersikap tidak terhormat dan arogan terhadap masyarakat. Sikap tersebut berkembang dalam kepolisian sehinggah menimbulkan ketakutan dan kebencian masyarakat terhadap polisi.

(13)

Kehadiran kouban menjadi semakin penting ketika tugas yang ada pada

kouban semakin bertambah. Bukan hanya untuk menciptakan masyarakat yang patuh, kouban diharapkan mampu berinteraksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai tindakan masyarakat terhadap pemerintah.

3. Setelah Perang Dunia Hinggah Sekarang

(14)

kepentingan wilayah dan penduduk setempat menjadi warna utama kinerja polisi Jepang (http://fas.org/irp/world/japan/npa.htm).

Keberadaan kepolisian Amerika Serikat di Jepang mempengaruhi sistem kepolisian Jepang. Amerika membubarkan kepolisian Jepang yang ditujukan untuk mencegah tindakan perlawanan dari bangsa Jepang. Jepang mulai membangun prinsip demokrasi dalam pemerintahannya dengan dibentuknya polisi berada di bawah naungan Komisi Nasional Keamanan Umum melalui pengawasan Kantor Perdana Menteri. Tugas polisi dibatasi menjadi lebih mengutamakan kedekatan dengan kepentingan wilayah dan penduduk setempat. Hal ini guna menyatukan kembali masyarakat Jepang yang terpecah karena situasi di Jepang yang kacau.

Parker dalam Wahyuniarti (2009: 16), Terjadi Perubahan operasional Kepolisian Jepang dari naungan Komisi Nasional Keamanan Umum di bawah pengawasan Kantor Perdana Menteri kepada naungan Menteri Kehakiman, hal ini menyebabkan pembenahan dalam organisasi kepolisian. Tindak lanjut dari pembenahan itu adalah pengiriman sekelompok perwira keluar negeri untuk mempelajari departemen kepolisian dari sejumlah negara, yaitu Prencis, Belgia, Jerman, Rusia, Australia, dan Italia.

Dari hal di atas menunjukan bahwa Jepang terus membenahi diri dengan melakukan perubahan-perubahan pada sistem pemerintahan termasuk kepolisian. Pembenahan terhadap kepolisian dilihat dari pembelajaran model kepolisian dari berbagai negara luar.

(15)

pembentukan kepolisian Jepang, yaitu memiliki jangkauan administratif yang luas dan keterlibatan yang tinggi dalam masyarakat.

Setelah masuknya pengaruh dari Prancis, Departemen kepolisian Jepang mulai menangani beberapa pelayanan, seperti pemadam kebakaran, penjara dan kesehatan. Kepolisian Jepang menjadi sangat kuat dan menjadi organisasi otonom yang mengatur peran sentral dari kehidupan ibukota negara dan tertutup rapat dari pengaruh pusat pemerintahan.

Parker dalam Wahyuniarti (2009:17), Polisi Jepang menjadi polisi yang mandiri, sehinggah dapat melakukan penyelidikan pidana secara independen. Adapun tugas polisi adalah memberikan perlindungan jiwa manusia dan harta benda, serta penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat secara konsisten sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Kepolisian Jepang. Polisi terus menjalin interaksi dengan masyarakat guna mendapatkan informasi mengenai kebutuhan keamanan masyarakat dan upaya penyatuan kembali bangsa Jepang dari seituasi kekacauan yang ada.

Karena tingginya aktivitas pelaksanaan kegiatan tersebut maka kouban

menjadi sanagat populer ditengah-tengah masyarakat Jepang. Kouban turut berkembang sejalan dengan perkembangan pemerintahan dan kepolisian Jepang.

(16)

2.2 Defenisi / Makna Polisi

Suyono (2013:9), Kata polisi oleh beberapa negara didefinisikan dengan arti yang berbeda-beda, yang banyak sedikitnya dipengaruhi oleh latar belakang sejarah pengorganisasian kepolisian dalam masyarakat dan keanekaragaman bahasanya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keanekaragaman kata polisi yang dipakai oleh negara-negara di seluruh dunia. Ada yang menggunakan istilah kata

politia, police, polizey, politie dan di Indonesia disebut polisi. Istilah polisi berasal dari bahasa Yunani Kuno “politia” yang berarti pemerintahan negara kota (polls), yaitu pada jamam Kaisar Agustus “praetorian guard” atau pengawal kerajaan. Pada abad 15 dan 16 saat berlakunya hukum Romawi di Eropa Barat, kata “politia” yang dipakai mulai diserap ke seluruh daratan Eropa.

2.2.1 Defenisi / Makna Polisi Di Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-undang. Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 1961 merupakan undang-undang pertama yang mengatur tentang tugas dan wewenang kepolisian, Kemudian digantikan menjadi Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 28 Tahun 1997 yang memantapkan kedudukan, peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang terakhir adalah Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 yang merupakan hasil dari reformasi (Suyono, 2013:54).

(17)

peraturan perundang-undangan. Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum (http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi). Dan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 30 ayat (4) disebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menekakan hukum.

Dilihat dari makna, tugas dan wewenang kepolisian yang dirumuskan dalam perundang-undangan, kepolisian menjadi suatu alat negara yang berperan dalam pemeliharaan keamanan dan memiliki peranan penting. Artinya kepolisian merupakan bagian dari pemerintahan yang sangat dekat dengan kehidupan masyakat dan memiliki peranan yang dibutuhkan dan melekat dalam kehidupan manusia.

Ketika masyarakat menunjukan dan menyampaikan sikap perlawanan terhadap sistem pemerintah yang dipandang buruk dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh warga masayarakat, Polri salah satu sasarannya. Baik dengan cara bentrok antara masyarakat dan anggota kepolisian dan perusakan bangunan kantor polisi dan pos-pos polisi oleh masyarakat (Tabah, 2002:43).

Karena merupakan bagian dari pemerintahan, sering sekali Polri menjadi sasaran masyarakat ketika masyarakat merasa bahwa sistem pemerintahan yang dijalankan dianggap tidak baik. Polri sering sekali menjadi korban amukan warga disamping beberapa kasus di lapangan yang dijumpai menunjukan sikap ketidakprofesionalan seorang Polri.

(18)

dengan masalah lalu lintas yang selalu menjadi perhatian nasional maupun internasional. Polisi yang menangani kasus lalu lintas sering sekali terlihat sangat buruk. Sering dijumpai beberapa kasus yang menunjukan bagaimana polisi tidak bekerja menurut aturan hukum yang sudah ditetapkan. Ketika dijumpai kasus pelanggaran hukum lalu lintas yang dilakukan oleh masyarakat, beberapa polisi menanganinya dengan hanya memberikan denda kepada masyarakat yang bersangkutan. Beberapa tindakan dari Kepolisian tersebut menjadikan mutu personil Polri dan keprofesionalannya rendah. Sehinggah, citra dan kepercayaan pada kepada Polri termasuk pemerintah oleh masyarakat, juga menjadi sangat rendah (Tabah, 1991:12).

Tabah (2002: 4) menyatakan bahwa kurangnya kinerja polri salah satunya disebabkan oleh karena rendahnya perbandingan rasio antara Polri dengan jumlah penduduk Indonesia. Polri saat ini ditinjau dari Police Population Ratio atau perbandingan dengan jumlah penduduk, maka termasuk kepolisian dengan rasio yang rendah, yaitu 1:1.500. Ketimpangan ini menjadi salah satu penyebab kinerja Polri menjadi kurang optimal. Pada tahun 2014 pemerintah melakukan penambahan jumlah personil Polri sebanyak kurang lebih 20.000 orang dan dalam penambahan ini juga lebih memperhatikan jumlah persolil Polwan. Pemerintah

(19)

Data di atas menunjukan bahwa Polri harus bekerja lebih ekstra dan dalam menjalankan semua peranannya ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Tugas dan wewenang Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan kepada masyarakat, akan nyata terlaksana apabila masyarakat merasakan sendiri bagaimana dirinya merasa terlindungi dengan kehadiran polisi. Selain itu, Polri harus selalu berbenah diri dengan mereformasikan sistem dan mutu dari setiap personil Polri. Penambahan jumlah personil juga diharapkan mampu menjadi salah satu penunjang kinerja Porli yang lebih baik lagi.

2.2.2 Defenisi / Makna Polisi Di Jepang

Makna dari polisi di Jepang adalah melindungi kehidupan, masyarakat dan harta benda individu serta melakukan pencegahan, penanggulangan dan penyidikan kejahatan dan lainnya yang berkaitan dengan pemeliharaan keselamatan dan ketertiban masyarakat. Sesuai dengan undang-undang Jepang yang ditetapkan pada tahun 1954, dalam melaksanakan tugas polisi harus memegang prinsip tidak berpihak, tidak berprasangka dan adil, tidak menyalahgunakan kewenangan dengan berbagai cara yang melanggar HAM dan kemerdekaan individu (http://s-moc.blogspot.com/2012/09/perbandingan-sistem-kepolisian-amerika.html).

(20)

menyadari sepenuhnya fungsi dan peran merekan dalam membina sistem keamanan dan ketentraman dalam masyarakat. Peran kepolisian yang dinilai baik di masyarakat ini juga dapat dilihat dari tingginya kepercayaan masyarakat kepada polisi Jepang. Masyarakat Jepang selalu melaporkan kepada polisi ketika mereka menghadapi masalah. Hal ini membuktikan bahwa polisi mampu melaksanakan semua perannannya dalam masyarakat dan masyarakat Jepang merasakan sendiri bagaimana kinerja polisi Jepang dalam menjaga keamanan wilayah tempat tinggal mereka.

Tabah (2002:4), Peran polisi di masyarakat Jepang yang dinilai baik didukung oleh perbandingan rasio polisi dan penduduk negara Jepang yang ideal yaitu 1: 500.

Hal ini menunjukan bahwa jumlah polisi sangat mempengaruhi tingkat keamanan suatu wilayah. Ketika jumlah polisi tercukupi, tidak akan sulit untuk melakukan pengawasan terhadap aktifitas masyarakatnya. Sehinggah suasana aman dan tertib dapat tercipta diwilayah tersebut.

2.3 Pos Polisi

(21)

2.3.1 Pos Polisi di Indonesia

Telah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian dari pos polisi yaitu tempat penjagaan dan satuan fungsi yang diisi dengan personil yang cukup untuk melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan. Pos polisi merupakan perpanjangan tangan dari Polisi Sektor atau Polsek. Pos polisi di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas terbagi menjadi dua jenis, yaitu pos polisi tetap atau pos tetap dan pos polisi sementara atau pos sementara. Perbedaan mendasar antara kedua pos polisi ini tertelak pada bangunannya dimana pos polisi tetap memiliki bangunan, sedangkan pos polisi sementara tidak memiliki bangunan. Kedua pos polisi ini secara struktur berada dibawah Polsek.

Pada tahun 2005, sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja Polri baik dari segi organisasi, sistem maupun personil dan sebagai dukungan terhadap reformasi Polri, maka Polri membuat sebuah strategi dasar yang dinamakan Perpolisian Masyarakat atau Polmas (Community Policing) yang diadopsi dari negara Jepang. Sistem Polmas ini ditujukan untuk menciptakan polisi sipil yang diharapkan dapat meraih kepercayaan akan sosok polisi dari masyarakat. Dari dasar Polmas tersebut, kemudian Polri membagun beberapa pos polisi yang disebut Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat atau BKPM (http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/topics_200810_police.htm).

(22)

sikap dan perilaku anggota Polri yang lebih mendekatkan hubungan polisi dengan masyarakatnya sehinggah diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada Polri. BKPM ditempatkan di tinggkat kecamatan.

(23)

pelaku kriminal, mengamankan TKP, mengumpulkan informasi mengenai tindak krimimal tersebut (Proyek Bekasi, 2007:14)

BKPM sebagai unit didalam organisasi kepolisian yang keberadaannya paling dekat dengan masyarakat, membentuk FKPM atau Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat sebagai penggubung antara polisi dengan masyarakat. FKPM tercipta suatu komunikasi timbal balik yang baik antara masyarakat dan polisi sehinggah tercipta hubungan yang erat dan saling membutuhkan. Melalui FKPM diharapkan dapat memberikan informasi secara persis mengenai permasalahan yang terjadi di masyarakat dan ditindaklanjuti dengan bekerjasama dengan masyarakat dalam mengatasi permasalahan tersebut, sehinggah dapat menjaga kehidupan yang aman dan tentram dalam masyarakat. FKPM menjadi akses bagi masyarakat dalam memberikan saran maupun informasi yang berguna bagi arah pelaksanaan tugas operasional BKPM. Tugas FKPM adalah melakukan pertemuan berkala dan intensif dengan mengumpulkan data permasalahan di lingkungan, membahas dan merencanalan proses pemecahan masalah hinggah terselesaikan. FKPM bertempatan di tingkatan kelurahan dan pada setiap FKPM diisi oleh 1-2 orang petugas Polmas FKPM (Proyek Bekasi, 2007:47).

(24)

lalu lintas yang dilakukan oleh petugas kepolisian juga hanya dilakukan pada jam-jam tertentu saja. Seperti pada saat jam-jam sibuk yaitu pagi dan sore hari. Pos polisi sementara, karena tidak memiliki bangunan, para personil kepolisian yang ditugaskan mengamnkan daerah tersebut diperlengkapi dengan alat komunikasi berupa HT dan sebuah kendaraan roda dua. Pada pakaian mereka menggunakan.

Polisi yang bertugas di pos polisi sementara tidak menggunakan shift jaga, melainkan telah dijadwalkan dalam piket pagi. Polisi yang bertugas di pos polisi sementara berjumlah 2 orang. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa mereka bertugas untuk menertibkan lalu lintas suatu daerah yang diakibatkan oleh karena tingginya aktifitas lalu lintas pagi atau sore hari. Polisi yang bertugas tersebut akan bertugas di daerah tersebut sampai kondisi lalu lintas kembali lancar. Pos polisi sementara, karena bersifat sementara dan dengan tugas menertibkan lalu lintas pada jam-jam tertentu saja, maka batasan tugasnya berkisar di daerah penertiban lalu lintas yang bersangkutan saja. Polisi yang bertugas akan mengatur kemacetan yang terjadi karena banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang dan mengamankan pengendara yang dijumpai melanggar ketentuan berlalulintas dengan memberikan kartu tilang dan sebagainya.

Pos polisi tetap ditempatkan tidak berdasarkan pada ukuran jarak tertentu melainkan berdasarkan situasi di daerah atau wilayah, khususnya jalan raya yang diperkirakan membutuhkan pengamanan lalu lintas dan ataupun polisi.

(25)

wilayah sekitar masing-masing sektor kepolisian. Di kota Medan terdapat 11 Polsek dengan jumlah masing-masing pos tetap dan pos sementara yang berbeda.

Tabel 2.1 Pos Tetap dan Pos Sementara pada Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Sumber : Satuan Lalu lintas Polresta Medan

NO POLSEK POS TETAP POS SEMENTARA

1 Medan Area 3 Titik 4 Titik

2 Percut Sei Tuan 2 Titik 4 Titik

3 Mean Barat 3 Titik 3 Titik

4 Helvetia 3Titik 2Titik

5 Sunggal 2 Titik 3 Titik

6 Medan Baru 4 Titik 4 Titik

7 Deli Tua 3 Titik 3 Titik

8 Patumbak 3 Titik 3 Titik

9 Medan Timur 4 Titik 3 Titik

10 Medan Kota 4 Titik 3Titik

11 Pancur Batu - 2 Titik

JUMLAH 31 Titik 32 Titik

(26)

perangkat desa, masih belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan fungsi sepenuhnya. Dengan adanya FKPM seharusnya ajakan dan pembelajaran bagi masyarakat untuk mencegah dan mengatasi kejahatan di lingkungan bisa terlaksana. Sehinggah menjadikan masyarakat sebagai polisi di lingkungan masyarakat sendiri atau pencegah masalah ditengah-tengah masyarakat. Polisi masih belum mendapat kepercayaan di tengah-tengah masyarakat. Pengadaan pos FKPM dan BKPM juga masih sebatas dambaan para penegak hukum. Anggaran yang tidak ada menjadikan FKPM yang seharusnya menjadi garda pemolisian masyarakat Indonesia tidak dapat bekerja secara maksimal.

2.3.2 Kouban ( 交番 ) di Jepang

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:42), Sejarah kouban

dimulai sejak 100 tahun yang lalu. akarnya sudah tertanam sejak sekitar tahun 1880. Sebelumnya, petugas polisi bekerja dalam kelompok atau bertugas berdiri menjaga di suatu tempat yang sudah ditetapkan, yang dikhusukan pada daerah perkotaan. Sistem kouban ini terpelihara dengan baik sampai berakhirnya Perang Dunia II sehinggah mengakar di seluruh Jepang.

Parker dalam Wahyniarti (2009:10) menyatakan bahwa sejak zaman pemerintahan Shogun, istilah kouban telah digunakan. Istilah kouban ini digunakan untuk setiap tempat yang ada di pintu gerbang kediaman para Shogun.

(27)

Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa sistem penjagaan kouban saat ini merupakan pengembangan dari sistem kouban yang dulu ada pada masa Edo, dimana sudah ada bangunan kouban sebagai kantor, serta shift penjagaan yang dilakukan secara bergantian oleh para samurai yang berfungsi sebagai penjaga keamanan.

Bayley dalam Lubis (1988:6), Kouban adalah lembaga yang dapat menyesuaikan diri, sifatnya ditentukan oleh corak lokasinya. Kouban lebih dari sekedar sumber bantuan darurat, ia merupakan sarana pelayanan masyarakat.

Hal ini dapat dilihat dari kouban yang memiliki bentuk yang berbeda-beda antara satu dan lainya. Kouban selalu mengikuti situasi dan perkembangan sekitarnya. Ketika berada di wilayah yang modern, kouban tampil dengan gaya bangunan atau bentuk fisik yang menarik. Hal ini salah satunya ditujukan agar citra kouban tidak kaku melainkan dekat dengan kehidupan masyarakat dan tidak menimbulkan batasan yang berlebihan di antara kouban dan masyarakat.

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:39), Setiap Markas Besar daerah kepolisian memiliki 10-100 Kantor Polisi Cabang dan sistem kouban

dioperasikan di daerah kantor cabang tersebut. Sistem kouban tertanam pada masyarakat Jepang dan telah menarik perhatian dunia, menjamin ketentraman dan keselamatan kehidupan masyarakat melalui kontak hubungan kesehatan dengan penduduk setempat. Karena relatif hanya terdapat jumlah petugas polisi yang sedikit dengan fokus tugas untuk melindungi keamanan daerah setempat, maka kerjasama antara polisi dan masyarakat adalah syarat mutlak dalam sistem ini.

(28)

setempat sebagai pusat keamanan masyarakat (comunity safety center). Mereka memainkan peranan utama dalam menjaga keamanan masyarakat setempat melalui hubungan dengan orang-orang dan badan pemerintahan lokal (Suzuki, 2009:3).

Hal ini menunjukan bahwa interaksi kouban dan masyarakat serta badan pemerintahan lokal adalah kunci utama dalam pelaksanaan tugas. Keamanan terwujud ketika petugas kouban mengetahui dengan permasalahan yang ada di masyarakat, sehinggah penanggulangan yang tepat dapat dilakukan.

Soichi Ito dalam Kunarto dan Kuswaryono (1998:40) menyatakan bahwa unit dasar dari sistem kouban adalah kouban dan chuzaisho. Kurang lebih terdapat 6.000 kouban dan 8.500 chuzaisho yang tersebar di Jepang. Jumlah ini mengelami peningkatan dari data ynag sebelumnya yaitu pada tahun 1988 terdapat kurang lebih 5.800 kouban di Jepang.

Bayley dalam Lubis (1988:2), Kouban melayani daerah-daerah kecil berpenduduk sangat padat. Di Tokyo terdapt kira-kira 1.000 kouban dengan rata-rata daerah yang luas meliputi kurang lebih 0,22 mil persegi dengan penduduk 11.500 orang.

Setiap berjalan kaki dalam radius 1,5 km atau 15 menit akan ditemukan sebuah kouban dengan lampu merah yang selalu menyala (http://www.keishicho.metro.tokyo.jp/sikumi/kouban/genkyo.htm).

(29)

Pada Kepolisan dan kouban di Tokyo terdapat karakter logo yang diberi nama peopo atau pipo kun yang merupakan singkatan dari People and Rescue Police. Karakter logo ini berasal dari logo tikus luar angkasa yang memiliki antena di bagian kepalanya. Antena tersebut merupakan simbol bahwa polisi selalu mampu mendeteksi keinginan dan masalah yang ada pada masyarakat (www.ikatansakuraindonesia.com).

(30)

2.4 Struktur Kepolisian

2.4.1 Struktur Kepolisian Indonesia

Bagan 2.1 Struktur Kepolisian Indonesia

Presiden

Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

Keplisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda)

Kepolisian Republik Indonesia Resot Kota (Polresta)

Kepolisian Republik Indonesia Resot (Polres)

Kepolisian Republik Indonesia Sektor Kota (Polsekta)

Kepolisian Republik Indonesia Sektor (Polsek)

Pos Polisi

(31)

Bagan 2.2 Struktur BKPM dan FKPM Polresta Medan

Bagan 2.3 Struktur Polsek Medan

KAPOLSEK

WAKAPOLSEK

RESKRIM INTEL BINMAS LANTAS NARKOBA PROVOS

OPS SIUM 

POS POLISI

Pos Tetap Pos Sementara KAPOLRES

WAKAPOLRES

FKPM

POLSEK

POS POLISI

Pos Tetap Pos Sementara

RESKRIM INTEL BINMAS LANTAS NARKOBA PROVOS

OPS SUMDA

(32)

Sistem kepolisian Indonesia merupakan sistem kepolisian terpusat, dimana kepolisian berada dibawah pengawasan dari pemerintah pusat. Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Kepolisian Negara Republik Indonesia Resot (Polres), membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota-kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar (Polresta). Setiap Polres menjaga keamanan sebuah Kotamadya atau Kabupaten.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polsek) adalah kesatuan terkecil yang setingkat dengan kecamatan, yang bertugas untuk mengemban seluruh tugas pokok kepolisian samapai ke tingkat Desa, terutama untuk melindungi dan melayani masyarakat. Sementara itu pos polisi adalah struktur organisasi fungsional dan merupakan unsur terbawah dan paling kecil yang berada di bawah Polsek (http://satulayanan.net/layanan/kantor-polisi-terdekat/tentang-struktur-kepolisian).

(33)

2.4.2 Struktur Kepolisian Jepang

Bagan 2.4 Struktur Kepolisian Jepang

Bagan 2.5 Struktur Kepolisian Prefekur

Perdana Menteri

Komisi Keamanan Umum Nasional

National Public Safety Commision Kokkakouaniinkai

Badan Kepolisian Nasional

National Police Agency Keisatsuchou

Komisi Keamanan Umum Prefektur

(34)

Bagan 2.6 Struktur Police Station (Polres)

Struktur atas kepolisian Jepang terdiri dari National Public Safety Commission (NPSC) dan National Police Agency (NPA). NPSC (National Public Safety Commission) atau Komisi Keamanan Umum Nasional, merupakan suatu badan pemerintah yang bertanggung jawab di bidang supervisi administratif terhadap NPA. Komisi ini bertanggung jawab terhadap semua operasional dan kegiatan kepolisian berkenaan dengan keselamatan publik, latihan komunikasi, identifikasi penjahat, statistik kriminal dan peralatan serta berbagai hal yang berkaitan dengan administrasi kepolisian. NPA (National Police Agency) atau Badan Kepolisian Naional berada di bawah supervisi dari NPSC. NPA bertanggung jawab terhadap perencanaan perundang undangan kepolisian, standar kegiatan Polisi dan sistem kepolisian atau dengan kata lain sebagai badan koordinasi dan pembuat kebijaksanaan kepolisian.

(35)

PPSC (Prefectural Public Safety Commission) atau Komisi Keamanan Umum Prefektur adalah badan pemerintah prefektur yang bertanggung jawab terhadap Kepolisian Prefektur. Sistem kepolisian Jepang utamanya mengedepankan Kepolisian Prefektur. Komisi ini membuat peraturan-peraturan tentang hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya seperti delegasi wewenang menurut undang-undang dan peraturan-peraturan. Di setiap prefektur terdapat Kepolisian Prefektur. Organisasi Kepolisian yang terdapat di prefektur terdiri dari Departemen Kepolisian Metropolitan dan Markas Besar Kepolisian Prefektur. Kepolisian Prefektur bertanggung jawab terhadap tugas-tugas di wilayah prefektur. Kepolisian Prefektur berada di bawah supervise dari PPSC. Police Station atau Kantor Polis adalah unit terdepan di masing-masing kantor polisi prefektur, kantor polisi melaksanakan tugas dan menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat.

Police Boxes (Kouban) dan Residental Police Boxes (Chuzaisho) berada di bawah Kantor Polisi. Kouban dan Chuzaisho ditempatkan di dalam yurisdiksi Kantor Polisi dan berperan sebagai pusat keselamatan masyarakat bagi penduduk setempat (http://s-moc.blogspot.com/2012/09/perbandingan-sistem-kepolisian-amerika.html).

Wahyuniarti (2009: 24), Di Jepang terdapat 47 perfektur (Seperti profinsi) dimana masing-masing memiliki satuan kepolisian prefektur (seperti Polda). Markas Kepolisian Prefektur bertanggung jawab atas semua kegiatan operasional kepolisian dan pegawainya. Markas Kepolisian Prefektur membagi wilayah teritori mereka dalam beberapa distrik. Tiap distrik berada dibawah kekuasaan

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari proses printing 3D adalah model set perhiasan dengan beragam tema desain dan purwarupa sol sepatu. Kualitas yang dihasilkan sangat presisi sesuai

Dari hasil analisis data yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis, maka dapat disimpulkan: 1) Subjek penelitian dikatakan berkemampuan matematika

Namun dalam pembuatan suatu karya animasi juga bisa digunakan beberapa aplikasi lainnya, oleh karena itu penulis memperkenalkan aplikasi Scratch pada

Tujuan dari penelitian ini adalah hubungan Inisiasi Menyusui Dini dengan Kestabilan Suhu Tubuh pada Bayi baru lahir di RS Muhammadiyah Gresik Kabupaten Gresik Dalam penelitian

Bununla birlikte, biraz ötede "bu köstekleri onun kendisi (ilkel insan) kendiliğinden bir şey gibi kabul etmiştir" ve "hiçbir zaman bunu kırmayı aramaz" derken,

Mata air dan anak-anak sungai umumnya mem- punyai pH normal (pH = 6-8) namun setelah bercampur dengan Sungai Banyuputih, pH air sungai masih asam (pH = 2,5-4). pH air Kali

BUNGA NUSA INDAH NO.. WOLTER

Dengan perhitungan yang sama seperti pada tangki air filter ( TP-104) maka diperoleh spesifikasi sebagai berikut:. Tabel