• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETETAPAN MPR RI NOMOR IMPR2003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETETAPAN MPR RI NOMOR IMPR2003"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MPR RI

NOMOR I/MPR/2003

(2)

ii

-KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

Cetakan Pertama : Maret 2005 Cetakan Kedua : Maret 2006 Cetakan Ketiga : Maret 2007 Cetakan Keempat : Mei 2008 Cetakan Kelima : Oktober 2008 Cetakan Keenam : Mei 2009 Cetakan Ketujuh : Oktober 2009 Cetakan Kedelapan : Januari 2010 Cetakan Kesembilan : Juni 2010 Cetakan Kesepuluh : Januari 2011 xiv + ... halaman

Sekretariat Jenderal MPR RI

(3)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Pasal I Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menugaskan MPR untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil Putusan pada Sidang MPR Tahun 2003. Perintah Undang-Undang Dasar tersebut adalah sebagai konsekuensi dari perubahan kedudukan, tugas, dan wewenang MPR menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(4)

iv

-rangkaian kegiatan reformasi konstitusi yang integral, sebagai akibat dari perubahan Undang-Undang Dasar.

Oleh karena itu, Ketetapan MPR RI Nomor I/ MPR/2003 yang memuat hasil peninjauan materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan MPR RI sangat penting dan perlu diketahui oleh segenap komponen bangsa dan masyarakat luas mengingat terdapat perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di Indonesia.

Pentingnya pemahaman materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR ini sejalan dengan perlunya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana terdapat pada empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

(5)

dukungan Sekretariat Jenderal MPR kepada MPR dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi.

Akhirnya, semoga Buku ini dapat membawa manfaat.

Jakarta, Januari 2011 SEKRETARIS JENDERAL,

(6)
(7)

-DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

SAMBUTAN PIMPINAN MPR RI ... ix

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik

Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap

Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002 ... 1

Ketetapan MPRS dan MPR RI berdasarkan Ketetapan MPR RI

Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4 ... 35

I. Pasal 2 ... 36

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang

Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan

Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara

(8)

viii

-Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau

Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/ Marxisme

Leninisme ... 39

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik

Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi ... 49

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan

Pendapat di Timor Timur ... 61

II. Pasal 4 ... 69

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

Republik Indonesia Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang

Pengangkatan Pahlawan Ampera ... 73

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme ... 79

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan

Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan

Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka

(9)

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum

dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ... 101

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan

Persatuan dan Kesatuan Nasional ... 115

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia ... 161

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara

Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara

Republik Indonesia ... 171

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan

Berbangsa ... 189

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia

Masa Depan ... 219

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi

Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi,

(10)

x

-‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan

(11)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN

PIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

(12)

xii

-Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan yang terjadi terhadap MPR, terlihat pada kedudukan, tugas dan wewenangnya.

Sebagai akibat dari perubahan kedudukan, tugas dan wewenang MPR, putusan MPR, khususnya putusan yang berbentuk Ketetapan MPR harus ditinjau materi dan status hukumnya guna “menyesuaikan” dengan segala perkembangan yang terjadi. Dilaksanakannya langkah-langkah penyesuaian materi dan status hukum Ketetapan MPR adalah untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(13)
(14)

xiv

-Materi dan status hukum Ketetapan MPR tersebut perlu diketahui oleh segenap komponen bangsa dan masyarakat luas mengingat terdapat perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di Indonesia. Pimpinan MPR memandang penting dilakukan penyebarluasan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR tersebut. Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tugas tersebut, jelas bahwa perintah peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPR adalah salah satu amanat dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(15)

kesadaran dan tingkat kritis seluruh masyarakat Untuk tujuan itulah maka diperlukan sosialisasi yang diharapkan akan memberikan penjelasan yang mendalam dan sistematis akan hal ini.

Buku “Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002”, ini akan memberikan informasi tentang materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR.

Demikian, semoga buku ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang ingin mengetahui dan memahaminya secara utuh.

(16)

xvi

-Jakarta, Januari 2011

PIMPINAN MPR

Ketua,

H. M. TAUFIQ KIEMAS

Wakil Ketua,

Drs. HAJRIYANTO Y. THOHARI, M.A

Wakil Ketua,

Hj. MELANI LEIMENA SUHARLY

Wakil Ketua,

DR. AHMAD FARHAN HAMID, M.S.

Wakil Ketua,

(17)

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR I/MPR/2003

TENTANG

PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 SAMPAI DENGAN TAHUN 2002

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

(18)

2

-1945 merupakan landasan utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur kelembagaan negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia;

c. bahwa perubahan struktur ke-lembagaan negara sebagaimana dimaksud pada huruf b meng-akibatkan terjadinya perubahan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang ada;

(19)

mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

e. bahwa hasil peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rak-yat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut akan diambil putusan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003;

(20)

4

-Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 3, serta Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) juncto Aturan Peralihan Pasal II serta Aturan Tambahan Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2003;

(21)

Sidang Tahunan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawa-ratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2003 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3/ MPR/2003 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003;

(22)

6

-Majelis Permusyawaratan Rak-yat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002;

3. Putusan Rapat Paripurna ke 6 (lanjutan)tanggal 7 Agustus 2003 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

MEMUTUSKAN

(23)

Pasal 1

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor X/ MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar.1945.

2. Metetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.

(24)

8

-5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presidan dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.

8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 2

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan masing-masing sebagai berikut.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

(25)

MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

(26)

10

-3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur tetap berlaku sampai dengan terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999.

Pasal 3

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

(27)

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.

(28)

12

-Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002.

Pasal 4

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXIX/ MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera tetap berlaku dengan menghargai Pahlawan Ampera yang telah ditetapkan dan sampai terbentuknya undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

(29)

sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan terbentuknya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

(30)

14

-dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya undang-undang yang terkait.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 10 ayat (2) dari Ketetapan tersebut yang disesuaikan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

9. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

10. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

(31)

tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

Pasal 5

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun 2004.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(32)

16

-Perubahan Kedua Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2002 tentang Perubahan Keempat Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 6

(33)

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

1. Ketetapan MPRS No. I/MPRS/l960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara.

2. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

3. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.

4. Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

(34)

18

-Pelaksanaan Manipol, dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia.

6. Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di Atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan.

7. Ketetapan MPRS No. VII/MPRS/1965 tentang “GESURI”, “TAVIP”, “THE FIFTH FREEDOM IS OUR WEAPON” dan “THE ERA OF CONFRONTATION” sebagai Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia.

8. Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-Prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-Lembaga Permusyawaratan/ Perwakilan.

9. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

(35)

11. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia.

12. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet AMPERA.

13. Ketetapan MPRS No. XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia-Panitia Ad Hoc MPRS yang Bertugas Melakukan Penelitian Lembaga-Lembaga Negara, Penyusunan Bagan Pembagian Kekuasaan di antara Lembaga-Lembaga Negara menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Penyusunan Rencana Penjelasan Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945 dan Penyusunan Perincian Hak-hak Asasi Manusia.

14. Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Tata Cara Pengangkatan Pejabat Presiden.

15. Ketetapan MPRS No. XVI/MPRS/1966 tentang Pengertian Mandataris MPRS.

16. Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.

(36)

20

-18. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk MPRS yang Tidak Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

19. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

20. Ketetapan MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-luasnya kepada Daerah.

21. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan.

22. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.

23. Ketetapan MPRS No. XXIV/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan dalam Bidang Pertahanan/Keamanan.

24. Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

(37)

26. Ketetapan MPRS No. XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Peningkatan Kesejah-teraan Rakyat.

27. Ketetapan MPRS No. XXX/MPRS/1966 tentang Pencabutan Bintang “Maha Putera” Kelas III dari D.N. Aidit.

28. Ketetapan MPRS No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan “Paduka Yang Mulia” (P.Y.M.), “Yang Mulia” (Y.M.), “Paduka Tuan” (P.T.) dengan sebutan “Bapak/Ibu” atau “Saudara/Saudari”.

29. Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 tentang Pembinaan Pers.

30. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.

31. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang Peninjauan Kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.

(38)

22

-33. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966.

34. Ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. VIII/ MPRS/l965 dan tentang Pedoman Pelaksanaan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.

35. Ketetapan MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan-Ketetapan MPRS:

a. No.II/MPRS/1960; tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS No. XIX/ MPRS/1966.

(39)

38. Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan.

39. Ketetapan MPRS No. XLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XI/ MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum.

40. Ketetapan MPRS No.XLIII/MPRS/1968 tentang Penjelasan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. IX/MPRS/1966.

41. Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia.

42. Ketetapan MPR No. I/MPR/1973 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

43. Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

44. Ketetapan MPR No. III/MPR/1973 tentang Pertanggunganjawab Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto Selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(40)

24

-46. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang Berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

47. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.

48. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

49. Ketetapan MPR No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan Tugas dan Kewenangan Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk Melaksanakan Tugas Pembangunan.

50. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

51. Ketetapan MPR No. I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

52. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).

53. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

(41)

Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

55. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

56. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1978 tentang Pemilihan Umum.

57. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pengsuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

58. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/1973.

59. Ketetapan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

60. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

61. Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(42)

26 -Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat serta Pengukuhan Pemberian Penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.

66. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

67. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

68. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

(43)

70. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

71. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1988 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

72. Ketetapan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

73. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

74. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

75. Ketetapan MPR No. I/MPR/1993 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/1988.

(44)

28

-77. Ketetapan MPR No. III/MPR/1993 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

78. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

79. Ketetapan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

80. Ketetapan MPR No. I/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1988 dan Ketetapan MPR RI No. I/ MPR/1993.

81. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

82. Ketetapan MPR No. III/MPR/1998 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto Selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(45)

84. Ketetapan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

85. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

86. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana Telah Beberapa kali Diubah dan Ditambah Terakhir dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1998.

87. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IV/ MPR/1983 tentang Referendum.

88. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

(46)

30

-dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

90. Ketetapan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

91. Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.

92. Ketetapan MPR No. I/MPR/1999 tentang Perubahan Kelima atas Ketetapan MPR No.I/ MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(47)

94. Ketetapan MPR No. VI/MPR/l999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

95. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

96. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

97. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

98. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

99. Ketetapan MPR No. I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001.

(48)

32

-101. Ketetapan MPR No. XI/MPR/2001 tentang Perubahan atas Ketetapan MPR No. IX/ MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

102. Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.

103. Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

104. Ketetapan MPR No. IV/MPR/2002 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. VI/MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Pasal 7

(49)

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2003

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

Prof. Dr. H.M. Amien Rais

Wakil Ketua,

Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita

Wakil Ketua,

Ir. Sutjipto

Wakil Ketua,

K.H. Cholil Bisri

Wakil Ketua,

(50)

34 -Wakil Ketua,

Letjen. TNI. Slamet Supriadi, S.I.P., M.Sc., M.M

Wakil Ketua,

(51)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MPRS DAN MPR RI BERDASARKAN

(52)

36

-PASAL 2

(53)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XXV/MPRS/1966

TENTANG

PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI SELURUH WILAYAH

NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN

(54)
(55)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA NOMOR : XXV/MPRS/1966

TENTANG

PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI SELURUH WILAYAH NEGARA

REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN

(56)

40

-DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa faham atau ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme pada inti-hakekatnya bertentangan dengan Pancasila;

b. Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan;

(57)

Mengingat :

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3)

Mendengar :

Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966.

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PER-NYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLA-RANG DI SELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/ MARXISME-LENINISME.

Pasal 1

(58)

42

-Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijasaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.

Pasal 2

Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.

Pasal 3

(59)

rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.

Pasal 4

Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 5 Juli 1966.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA

Ketua, Ttd

(Dr. A.H. Nasution) Jenderal TNI.

Wakil Ketua, ttd.

( Osa Maliki )

Wakil Ketua, ttd.

(60)

44

Sesuai dengan aslinya

Administrator Sidang Umum ke - IV MPRS ttd.

(Wilujo Puspo Judo) May. Jen. TNI. Wakil Ketua,

ttd.

( M. Siregar )

Wakil Ketua, ttd.

(61)

P E N J E L A S A N

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR :XXV/MPRS/1966

1. Faham atau ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan azas-azas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber-Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.

(62)

46

-3. Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.

(63)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XVI/MPR/1998

TENTANG

(64)
(65)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XVI/MPR/1998

TENTANG

POLITIK EKONOMI

DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

(66)

50

-dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 belum terwujud;

b. bahwa sejalan dengan perkem-bangan, kebutuhan, dan tantangan Pembangunan Nasional, diperlu-kan keberpihadiperlu-kan politik eko-nomi yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional;

c. bahwa berhubungan dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

(67)

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/ MPR/1998.

Memperhatikan : 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

(68)

52

-Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI.

Pasal 1

(69)

sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 2

Politik ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi.

Pasal 3

Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

Pasal 4

(70)

54

-segala kepentingan ekonominya, agar dapat mandiri terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada sumber dana.

Pasal 5

Usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 6

Usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara mempunyai hak untuk berusaha dan mengelola sumber daya alam dengan cara yang sehat dan bermitra dengan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 7

(71)

usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat luas.

(2) Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besar kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 8

Perbankan dan Lembaga Keuangan wajib dalam batas-batas prinsip dan pengelolaan usaha yang sehat membuka peluang sebesar-besarnya, seadil-adilnya dan transparan bagi pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 9

Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

Pasal 10

(72)

56

-oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan dimasukkan kedalam rencana anggaran tahunan.

Pasal 11

Pinjaman luar negeri oleh swasta sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan selaku debitur dengan monitoring secara fungsional dan transparan oleh pemerintah dalam rangka keselamatan ekonomi nasional.

Pasal 12

Dalam upaya mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan penanaman modal asing yang sekaligus diharapkan dapat menjalin keterkaitan usaha dengan pelaku ekonomi rakyat.

Pasal 13

(73)

Pasal 14

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mendorong dan mengawasi pelaksanaan politik ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dalam rangka terwujudnya keadilan ekonomi yang dirasakan kemanfaatannya dan dinikmati oleh rakyat banyak.

Pasal 15

Menugaskan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengatur lebih lanjut dalam berbagai undang-undang sebagai pelaksanaan dari Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dengan memperhatikan sasaran dan waktu yang terukur.

Pasal 16

(74)

58

-Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 November 1998

(75)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR V/MPR/1999

TENTANG

(76)
(77)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR V/MPR/1999

TENTANG

PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

(78)

62

-Mei 1999 di New York di bawah naungan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah dilaksanakan penentuan pendapat di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999;

(79)

d. bahwa atas dasar Deklarasi Balibo tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah mengeluarkan Ketetapan Nomor VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. bahwa ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1978 tersebut tidak sesuai lagi dengan kenyataan baru sebagaimana disebutkan pada butir a, butir b, butir c, dan butir d di atas;

f. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menghargai hasil penentuan pendapat di Timor Timur dengan tidak mengesampingkan kenyataan bahwa Persetujuan New York telah dilakukan oleh Pemerintah tanpa meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

(80)

64

-ditimbulkan oleh hasil penentuan pendapat sebagaimana disebut pada butir a di atas, khususnya terhadap warga Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia;

h. bahwa oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat perlu mengambil langkah-langkah konstitusional.

Mengingat : Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Dasar 1945;

Memperhatikan : 1. Pemandangan umum fraksi-fraksi Majelis Permusyawarat-an Rakyat terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden pada Rapat Paripurna ke-9 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah mengenai masalah Timor Timur;

(81)

masyarakat, dan dari warga Timor Timur sendiri.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR.

Pasal 1

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengakui hasil pelaksanaan penentuan pendapat yang diselenggarakan di Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa sesuai dengan persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenai Masalah Timor Timur;

Pasal 2

(82)

66

-Pasal 3

Pernyataan tidak berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1978 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ketetapan ini tidak menghapuskan keabsahan tindakan maupun segala bentuk penghargaan yang diberikan negara kepada para pejuang dan aparatur pemerintah selama kurun waktu bersatunya Wilayah Timor Timur ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut hukum nasional Indonesia.

Pasal 4

Pengakuan terhadap hasil penentuan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini tidak mengurangi hak-hak rakyat Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dijamin oleh hukum internasional.

Pasal 5

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk :

(83)

sebagai akibat yang timbul dari pelaksanaan penentuan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini;

(2) mengambil langkah-langkah hukum yang berkenaan dengan status kewarganegaraan warga Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, beserta segala hak yang melekat pada status itu;

(3) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengambil langkah-langkah konstitusional berkenaan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur sebagai tindak lanjut pelaksanaan persetujuan New York 5 Mei 1999.

Pasal 6

(84)

68

-Pasal 7

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 19 Oktober 1999

(85)

PASAL 4

(86)
(87)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA NOMOR XXIX/MPRS/1966

TENTANG

(88)
(89)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : XXIX/MPRS/1966

TENTANG

(90)

74

-DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa semangat perjuangan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat perlu dibina sepanjang masa;

b. Bahwa memperjuangkan terlaksananya Amanat Penderitaan Rakyat merupakan perjuangan yang universil dalam menyuarakan budi hati nurani Rakyat, yaitu Kemerdekaan dan Keadilan;

c. Bahwa kepahlawanan dalam menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat perlu dilanjutkan dari generasi ke generasi dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Mengingat :

(91)

Mendengar :

Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai dengan 5 Juli 1966.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan:

KETETAPAN TENTANG PENGANGKATAN PAHLAWAN AMPERA.

Pasal 1

Menetapkan bahwa setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, adalah :

P A H L A W A N A M P E R A

Pasal 2

(92)

76

-Pasal 3

Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 5 Juli 1966.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

(93)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XI/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI,

(94)
(95)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XI/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI,

DAN NEPOTISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

(96)

80

-Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, pelaksanaan penyelenggaraan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif;

b. bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, serta tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

(97)

d. bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi praktek-praktek usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu yang me-nyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional;

e. bahwa dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang berkeadilan, dibutuhkan penyelenggara negara yang dapat dipercaya melalui usaha pemeriksaan harta kekayaan para pejabat negara dan mantan pejabat negara serta keluarganya yang diduga berasal dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme;

(98)

82

-mengatur tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (2),

Pasal 4, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998;

(99)

Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

(100)

84

-M E -M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME.

Pasal 1

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga Tertinggi Negara, lembaga Kepresidenan, dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 2

(101)

(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pasal 3

(1) Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. (2) Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.

(3) Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.

Pasal 4

(102)

86

-siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/ konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

Pasal 6

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

(103)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

(104)
(105)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XV/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGATURAN, PEMBAGIAN, DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL

YANG BERKEADILAN; SERTA PERIMBANGAN KEUANGAN

(106)
(107)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR XV/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGATURAN, PEMBAGIAN, DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL

YANG BERKEADILAN; SERTA PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN

DAERAH DALAM

(108)

92

-DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

RE-PUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sumber daya nasional yang harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

b. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah; pengaturan sumber daya nasional yang berkeadilan; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

(109)

d. bahwa berhubung dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 3, Pasal 18, Pasal 23, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;

(110)

94

-Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istiwewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

(111)

Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGA-TURAN, PEMBAGIAN, DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL YANG BERKEADILAN; SERTA PER-IMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDO-NESIA.

Pasal 1

(112)

96

-pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Pasal 2

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah.

Pasal 3

(1) Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan.

(2) Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggungjawab, transparan, terbuka, dan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 4

(113)

Pasal 5

Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan.

Pasal 6

Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka mempertahankan dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat.

Pasal 7

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

Pasal 8

(114)

98

-Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 November 1998

(115)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR III/MPR/2000

TENTANG

(116)
(117)

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR III/MPR/2000

TENTANG

SUMBER HUKUM DAN

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

(118)

102

-Menimbang : a. bahwa dari pengalaman per-jalanan sejarah bangsa dan dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan, maka bangsa Indonesia telah sampai kepada kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, supremasi hukum haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh;

b. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum perlu mempertegas sumber hukum yang merupakan pedoman bagi penyusunan per-aturan perundang-undangan Republik Indonesia;

(119)

d. bahwa dalam rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam tata urutan peraturan perundang-undangan;

e. bahwa Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/ MPRS/1966 menimbulkan kerancuan pengertian, sehingga tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e dipandang perlu menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 dan Pasal

(120)

104

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR /1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973;

4. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

(121)

Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia.

Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

Referensi

Dokumen terkait

Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Bambang Sungguno, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT.. a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. 1945. b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sesuai dengan ketentuan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Berdasarkan pada dasar hukum yang mengatur tentang dasar kewenangan Majelis Permusyawaratan rakyat untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

“Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”. Perubahan tersebut di atas telah ditindaklanjuti oleh MPR sendiri melalui

VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan MPR-RI Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana

Sesuai ketentuan tersebut menunjukkan bahwa struktur kelembagaan kita sebagai mana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, menempatkan Majelis Permusyawaratan

bahwa berhubung dengan itu, Majelis Permusya- waratan Rakyat Republik Indonesia perlu menetapkan Ketetepan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang