• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan di Indonesia Masa Mendatang.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan di Indonesia Masa Mendatang.doc"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan di Indonesia Masa Mendatang

Penulis : Agus Burhanudin

Prolog

Dia adalah Forrest Gump. Seorang anak lelaki yang tidak terlalu pintar dan agak

terbelakang. IQ Forrest tidak sampai 100. Pada awalnya bisa saja orang berpikir kelak Forrest

hanya akan menjadi orang idiot yang tidak punya masa depan. Tapi kenyataannya kemudian

ternyata berbeda.

Forrest memiliki ibu yang sangat menyayanginya. Ibu yang membela saat Forrest

dilecehkan. Ibu yang selalu menemaninya menjelang tidur dengan membacakan buku cerita. Ibu

yang mengantarkan menemani anaknya menunggu bus sekolah. Ibu yang menolak dengan tegas

saat Forrest harus dipindahkan ke sekolah khusus karena dianggap idiot. Ibu yang tak pernah

bosan mendukung dan mendorong. Ibu yang ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya.

Masa depan Forrest pun ternyata tidak berjalan sesuai dengan apa yang ditakutkan. Forrest

bisa bisa lulus kuliah, mengikuti dinas militer dan mempunyai bisnis penangkapan udang.

Meskipun kisah itu hanya cerita film yang diangkat dari novel berjudul sama, Forrest Gump, ada

sebuah pesan kuat yang bisa diambil. Pentingnya pendidikan holistik bagi setiap manusia.

Tidak ada yang meragukan urgensi pendidikan bagi dalam membentuk manusia

berkualitas. Manusia yang dengan kualitasnya tersebut mampu menyumbangkan pemikiran

untuk lingkungan sekitar dan meningkatkan kesejahteraan diri dan lingkungannya. Manusia yang

dengan kualitasnya mampu menjadi sumber daya manusia yang bisa mengembangkan

(2)

kebutuhan dan upaya untuk meningkatkan martabat bangsa dan juga menjadi anggota

masyarakat yang baik. Manusia yang mampu memanusiakan dirinya sendiri.

Meski berkesan sangat berorientasi ekonomi, peningkatan kesejahteraan dalam upaya

meningkatkan martabat bangsa tadi adalah tujuan dasar yang sangat bisa dicapai dengan

memperbaiki kualitas pendidikan. Tidak kurang, lebih dari 30 tahun lalu E.F Schumacher

seorang pakar ekonomi kerakyatan Inggris menyatakan bahwa sumber daya terbesar tidak lain

adalah pendidikan. Belum lama juga, Gary S. Becker salah seorang pemenang nobel ekonomi

menekankan bahwa masa sekarang ini adalah The Age of Human Capital. Sekarang adalah masa

manusia sebagai sumber daya, manusialah sumber daya terbesar. Sumber daya yang baik bisa

dicapai hanya jika dipupuk dengan pendidikan yang baik. Pendidikan yang tidak sekedar

mengembangkan kepintaran tapi juga karakter. Pendidikan holistik yang memanusiakan

manusia.

Penyakit Pendidikan di Indonesia saat ini

Melihat kondisi pendidikan di Indonesia seperti melihat dagelan alias lawak. Seperti lawak,

skenario jalannya pendidikan seperti berjalan tanpa ada arahan jelas. Semuanya bebas

berimprovisasi dengan banyolan-banyolan slapstik. Pemeo yang kemudian menjadi sangat

terkenal adalah “ganti menteri ganti kebijakan”. Kurikulum pun sering berubah-rubah, buku

pelajaran sekolah juga ikut berubah-ubah, label nama tingkat pendidikan tidak bosan

berganti-ganti, namun tetap kondisi pendidikan belum banyak bergerak menuju posisi yang lebih baik.

Pendidikan di Indonesia sedang sakit. Penyakit jika tidak diobati akan menjadi parah. Jika sudah

(3)

Dalam mengidentifikasi gejala penyakit pendidikan di Indonesia, penulis mengutip 8

masalah pendidikan yang pernah disampaikan oleh HAR Tilaar. Kedelapan masalah itu

menyangkut kebijakan pendidikan, perkembangan anak Indonesia, guru, relevansi pendidikan,

mutu pendidikan, pemerataan, manajemen pendidikan, dan pembiayaan pendidikan.

Kebijakan pendidikan adalah hal yang sangat kompleks. Kebijakan pendidikan melibatkan

pemerintah sebagai regulator dan penelur kebijakan, masyarakat sebagai subjek pendidikan dan

lembaga pendidikan sebagai institusi penyelenggara. Regulator yang diinginkan masyarakat

adalah regulator yang bisa mengeluarkan kebijakan yang membela kualitas pemdidikan dan hak

masyarakat untuk mendapat pendidikan. Beberapa kebijakan yang belakangan menjadi sorotan

diantaranya adalah masalah Ujian Akhir Nasional (UAN/UN) di sekolah dan kebijakan Badan

Hukum Pendidikan (BHP) di perguruan tinggi. Pada dasarnya tidak semua kebijakan yang

dikeluarkan pemerintah adalah buruk namun saat tiba pada tahap implementasi tidak jarang

terjadi penyimpangan yang berujung kekecewaan masyarakat.

Berikutnya, melompat pada permasalahan guru. Guru adalah elemen penting dalam setiap

sistem pendidikan. Hal yang harus disyukuri, peran guru sebagai fasilitator dua arah sudah

banyak disadari. Guru sebagai orang yang dianggap selalu benar tentunya sudah tidak bisa

diterima lagi sekarang. Apalagi dengan kondisi aliran informasi yang sangat pesat sekarang,

bukanlah hal yang tidak mungkin murid bisa lebih tahu lebih dulu dari guru. Dulu, seperti kata

Soe Hok Gie, mungkin murid bisa dianggap seperti kerbau yang dicucuk hidungnya lalu mau

diperintah apapun. Tapi, sekarang semua sudah berubah sedikit ke arah yang lebih baik.

Turunan permasalahan seputar guru ada pada kualitas guru, lembaga pendidikan keguruan

(4)

guru, misal dengan mengeluarkan kebijakan sertifikasi guru. Harus ditanggapi positif meski

sekali lagi, tahap penerapan harus menjadi tahapan yang benar-benar harus dikritisi.

Kedua, transformasi beberapa institusi keguruan menjadi universitas sempat membuat

kekhawatiran beberapa pakar pendidikan. Pengurangan institusi khusus penghasil guru

ditakutkan menjadi bumerang yang akan berbalik saat nanti tuntutan kebutuhan guru yang

berkualitas akan semakin tinggi.

Permasalahan seputar guru yang ketiga adalah penyebaran guru. Sekarang, semua orang

akan mempertimbangkan kemungkinan untuk menggeluti profesi guru. Apalagi jika mendapat

kesempatan mengajar di kota-kota besar seperti Jakarta. Kesejahteraan yang dulu sekedar impian

kini sudah terlihat di depan mata dan juga sudah bisa dirasakan. Tapi bagaimana untuk guru-guru

di daerah? Sejenak penulis teringat pada Butet Manurung, seorang wanita lulusan S3 yang justru

kemudian mengabdikan hidupnya untuk mengajar Suku Anak Dalam di pedalaman provinsi

Jambi. Permasalahan penyebaran ini harus benar-benar menjadi perhatian regulator pendidikan.

Penyakit pendidikan Indonesia berikutnya adalah masalah relevansi pendidikan. Prof.

Dorodjatun Kuntjoro Jakti, dalam salah satu seminar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia

tidak menghasilkan lulusan yang siap kerja atau menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam

kesempatan yang sama, karena penasaran, penulis mengajukan pertanyaan dalam forum tanya

jawab. “Apa fungsi pendidikan jika kemudian tidak bisa menghasilkan lulusan yang siap? Berarti

materi yang diajarkan harus benar-benar dipertanyakan relevansi dalam kehidupan.”

Dalam jawaban panjang lebarnya, Dorodjatun menyatakan bahwa tantangan berat untuk

(5)

dipertanyakan megenai materi pendidikan dengan relevansinya. Pada kesimpulannya,

Dorodjatun menekankan, meski untuk sampai pada tahap siap kerja atau siap menciptakan

pekerjaan cukup berat, setidaknya lulusan pendidikan bisa menjadi lulusan yang siap dilatih.

Relevansi ini ternyata berkaitan dengan masalah kebijakan, mutu dan guru.

Penyakit berikutnya adalah masalah mutu. Barangkali karena mutu ini pula relevansi

pendidikan di Indonesia banyak dipertanyakan. Di satu sisi banyak sekali siswa Indonesia yang

bisa berprestasi di kancah kompetisi akademik internasional seperti olimpiade sains atau lomba

sejenis. Tentu hal ini adalah kebanggaan besar bagi bangsa. Tapi di sisi lain juga banyak

ketidakadilan harus dialami orang Indonesia. Tidak semua orang Indonesia bisa mengecap

pendidikan yang bermutu tinggi. Pendidikan dengan guru yang benar-benar bisa digugu dan

ditiru, pendidikan dengan fasilitas belajar memadai, sumber bacaan yang luas dan seterusnya.

Membicarakan mutu di atas akan berkaitan dengan dua penyakit berikutnya yaitu masalah

pemerataaan dan pembiayaan pendidikan. Pemerataan pendidikan adalah tugas yang berat.

Penduduk Indonesia jumlahnya sangat banyak dan sebagian besar hidup dalam kemiskinan.

Wilayah Indonesia pun sangat luas. Mengatur pemerataan pendidikan adalah mengatur

pemerataan hak mendapat pendidikan yang bermutu untuk penduduk Indonesia yang banyak

baik kaya maupun miskin dalam wilayah yang luas, dari sabang samapai merauke. Fakta yang

ada sekarang justru bertolak belakang dengan keadaan itu. Di satu sisi mulai menjamur berbagai

sekolah internasional dengan mutu yang tinggi dengan biaya yang tidak pernah terbayangkan

sekalipun bagi kebanyakan masyarakat Indonesia karena mahalnya. Di sisi lain ada banyak

sekolah yang hampir roboh kekurangan guru dan buku dengan kondisi keluarga murid yang

(6)

pemerintah. Pemenuhan hal tersebut juga harus dipenuhi secara adil. Adil disini bukan berarti

sama rata, namun menempatkan setiap hal pada posisi dan proporsi yang tepat.

Penyakit terakhir yang penulis bahas adalah masalah pembiayaan pendidikan. Dari sini

biasa dianggap segala permasalahan pendidikan berpangkal. Banyak orang berpikir masalah

pemerataan, masalah mutu dan masalah guru bisa dihilangkan seandainya persoalan pembiayaan

bisa dipecahkan. Tidak sepenuhnya benar dan tidak seluruhnya salah. Biaya memang memegang

peranan penting dalam pendidikan. Namun membebankan pembiayaan pendidikan pada

masyarakat adalah keputusan yang tidak adil. Sementara wacana meningkatkan anggaran

pendidikan ternyata masih saja menjadi wacana.

Menuju Pendidikan Holistik: Ekspektasi Pendidikan Indonesia Masa Depan

Holistik berarti menyeluruh. Pendidikan holistik adalah pendidikan yang menyentuh semua

aspek pada manusia secara menyeluruh. Tidak sekedar mementingkan transfer ilmu pengetahuan

dan keterampilan, namun juga memperhatikan pengembangan sikap dan karakter manusia.

Keluaran dari pendidikan holistik adalah individu yang siap memerankan hidup. Individu yang

bisa memanusiakan dirinya sendiri tadi.

Uraian di atas adalah ekspektasi penulis tehadap pendidikan Indonesia di masa depan.

Ekpektasi yang harus dibayangkan dalam kepala secara detail lalu dilukiskan secara indah

menjadi realita. Realita berupa lukisan harapan pendidikan Indonesia hari esok yang

membanggakan. Pendidikan yang bisa menghasilkan sumber daya yang berkualitas tidak secara

(7)

Dalam upaya melukis harapan indah tersebut, hal pertama yang harus dilakukan adalah

menyembuhkan penyakit-penyakit yang diidap oleh pendidikan yang sudah diuraikan tadi.

Pertama adalah perbaikan kebijakan. Masyarakat harus bisa lebih kritis terhadap pemerintah

dalam hal kebijakan pendidikan. Kedua memperhatikan kembali kualitas guru. Upayanya adalah

dengan penjaminan kesejahteraan dan perbaikan kualitas lembaga pencetak guru. Ketiga

meningkatkan relevansi pendidikan. Keempat meningkatkan mutu pendidikan dan Kelima

memikirkan alternatif pembiayaan pendidikan yang tidak terlalu membebani masyarakat.

Langkah selanjutnya dalam upaya menyembuhkan penyakit diatas, penulis berpikir

mengenai 3 hal yang harus diperhatikan dalam upaya melakukan holistikasi pendidikan. Pertama

adalah meningkatkan peran keluarga dalam pendidikan. Meskipun pendidikan secara formal

dilakukan di sekolah. Peran keluarga tetap menjadi hal yang tidak terbantahkan. Dari keluargalah

anak mendapat porsi pendidikan paling banyak. Dari keluarga juga pendidikan terjadi tidak

sekedar pemindahan pengetahuan namun juga dilakukan pengembangan nilai-nilai lain seperti

sikap dan karakter. Di keluarga, pendidikan holistik bisa dimulai dan paling banyak terjadi.

Keluarga yang mampu melakoni peran dalam mendidik anak secara baik, akan mampu

mengahasilkan anak yang lebih siap dididik di bangku pendidikan formal dan lebih

termanusiakan.

Hal kedua yang harus menjadi perhatian penulis adalah masalah harga buku. Dengan

kemajuan teknologi yang sangat pesat belakangan ini, buku sebagai sebuah benda yang sudah

ada sejak ratusan tahun lalu tetap menjadi media paling efektif dalam transfer informasi.

Tantangan terbesar masalah perbukuan di Indonesia adalah harga buku yang sangat mahal

(8)

sangat penting dalam pendidikan. Menurut Hernowo, membaca adalah berpikir menggunakan

gagasan si penulis. Dengan membaca sebenarnya pembaca melakukan diskusi imaginasi dengan

penulis. Penulis yakin, jika harga buku bisa ditekan dan jika perlu dibuat gratis pasti akan ada

perbaikan yang cukup signifikan terhadap kualitas sumber daya hasil dari pendidikan.

Hal ketiga yang penulis perhatikan adalah masalah pemanfaatan internet dalam pertukaran

informasi. Pada awal pengembangannya, internet sudah digunakan sebagai media pertukaran

informasi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan akademik dan pendidikan. Sejak dulu

internet menjadi media pertukaran informasi antar kampus, media publikasi hasil penelitian atau

sekedar media untuk berdiskusi jarak jauh. Baru kemudian, dalam perkembangan yang lebih

lanjut peran-peran lain internet seperti media hiburan, media ekonomi dan perdagangan muncul

belakangan.

Secara radikal, penulis membayangkan, jika hanya sekedar mengejar kemampuan kognitif

dan ilmu pengetahuan yang siap pakai, orang tidak memerlukan sekolah sama sekali. Terlepas

dari dampak negatifnya, saat ini, dengan menggunakan internet orang bisa mendapatkan

informasi apa pun termasuk yang berkaitan dengan proses pembelajaran, ilmu-ilmu praktis dan

pengetahuan-pengetahuan umum. Keunggulan internet yang bisa menjangkau willayah yang

sangat luas bisa mereduksi beberapa penyakit pendidikan yang sempat diuraikan di atas, yaitu

masalah pemerataan, relevansi dan tidak perlu lagi memusingkan masalah kebijakan pendidikan.

Namun, tentunya peran bangku pendidikan formal tidak akan pernah bisa dihilangkan. Di

sekolah pelajar tidak sekedar menerima transfer pengetahuan. Pelajar juga belajar berinteraksi

dengan lingkungannya. Pelajar belajar menjadi masyarakat dalam lingkungan miniatur bernama

(9)

Epilog

Sebelum melukis, pelukis membayangkan gambaran yang akan ia lukis. Penulis

membayangkan uraian harapan di atas sebagai gambaran yang ingin dilukis untuk kondisi

pendidikan Indonesia ke depan. Setelah bayangan itu cukup kuat di benak, proses melukis pun

dimulai. Dalam hal ini proses melukis tersebut adalah tahapan implementasi, mewujudkan

gagasan-gagasan di atas secara nyata.

Dalam proses implementasi mewujudkan ekspektasi ini diperlukan keterlibatan yang

ekstensif dari pemerintah, masyarakat dan institusi pendidikan. Dengan menyadari betul peran

pentingnya, dampaknya dan manfaatnya, perbaikan pendidikan harus dilakukan dengan cepat,

mulai dari saat ini juga.

Pendidikan bukan sekedar wadah yang memindahkan pengetahuan belaka. Seperti telah

disebutkan juga, ada elemen-elemen lain dari manusia yang justru lebih diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari. Elemen-elemen semisal pengelolaan emosi, kemampuan bersosialisasi,

karakter yang kuat dan seterusnya.

Dengan terciptanya manusia dengan elemen tersebut, diharapkan manusia itu adalah

manusia yang lebih berkarakter dan lebih bisa menjadi manusia. Tinggal kita nantikan saja,

Referensi

Dokumen terkait

Ini menunjukkan mahasiswa akuntansi konsentrasi audit setuju bahwa risiko yang muncul atas penyusupan yang illegal dari dalam perusahaan (karyawan) akan menimbulkan

In this study the writer focuses on the practices of patriarchal family in the women’s life and in this sub-chapter, the writer will explain about the practices of patriarchal

4.16 Citra hasil deteksi tepi operator Laplacian of Gaussian kombinasi High Boost Filtering dengan nilai A = 1 (Salt and Pepper Noise

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang keempat dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Gaya Kepemimpinan Transformasional,

Hal ini dapat dikarenakan perbandingan obat- polimer pada F2 merupakan perbandingan yang optimal karena dari morfologinya diketahui memiliki permukaan rata demikian

Posisi komplemen dalam FA bahasa Batak Toba selalu mengikuti inti leksikal atau letaknya setelah inti leksikal dan kategori yang mendampingi inti leksikal pada frasa adjektiva

Satu tahun terakhir kaum buruh Rusia telah menunjukkan kepada para majikan mereka bahwa ketertundukan dapat berubah menjadi keberanian dari orang-orang yang tidak mau tunduk lagi

Pelaksanaan audit internal harus menilai dan membuat rekomendasi yang tepat untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam mendukung pencapaian