• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Oleh Korporasi (Studi Putusan PN. Jakarta Utara Nomor 725 Pid.Sus 2014 PN.Jkt. Utr)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah bangsa Indonesia perdagangan manusia pernah ada melalui

perbudakan. Masa kerajaan-kerajaan di Jawa, perdagangan orang, yaitu

perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem feodal. Pada

masa itu konsep kekuasaan raja tidak terbatas, hal ini tercermin dari banyaknya

selir yang dimilikinya. Beberapa orang adalah putri bangsawan yang diserahkan

kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lain adalah persembahan dari

kerajaan lain dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat bawah

yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga

tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana, sehingga dapat

meningkatkan statusnya.19

Di era globalisasi, perbudakan marak kembali dalam wujudnya yang ilegal

dan terselubung berupa perdagangan orang melalui bujukan, ancaman, penipuan,

dan rayuan untuk direkrut dan di bawa ke daerah lain bahkan ke luar negeri untuk

diperjualbelikan dan dipekerjakan di luar kemauannya sebagai pekerja seks, dan

atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnnya.

Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau

19

(2)

memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang

memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara

maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang

tereksploitasi.20

Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mendifinisikan

perdagangan orang adalah: “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian

atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau

bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan,

atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun

penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan

dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang

secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk

eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau

praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ

tubuh.21

Pada Tahun 1994, Sidang Umum PBB mengadopsi sebuah resolusi

tentang Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan. Dalam resolusi ini,

defenisi perdagangan manusia telah mencakup dimensi yang semakin luas.

Resolusi ini menentang pemindahan orang secara tidak sah dan secara diam–diam

melintas batas nasional dan internasional. Pemindahan orang tersebut sebagian

besar berasal dari negara berkembang dan beberapa negara yang berada pada

20

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1 angka 1

21

(3)

tahap transisi ekonomi, dengan tujuan akhir memaksa perempuan dan anak

perempuan ke dalam situasi yang opresif dan eksploitatif baik secara seksual

maupun ekonomis untuk keuntungan bagi perekrut, pelaku perdagangan dan

sindikat kejahatan, juga aktivitas illegal lainnya yang berhubungan dengan

perdagangan manusia, seperti pemaksaan menjadi pekerja domestik, perkawinan

palsu, dipekerjakan secara diam–diam dan adopsi palsu.Setahun kemudian, dalam

Sidang Umum tahun 1995, Sekjen PBB pada sesi ke-50 mengomentari resolusi

ini. Dalam laporan tahunannya Sekjen PBB mempertajam defenisi dan dimensi

perdagangan sebagai berikut: “Sementara memfokuskan diri pada dimensi

internasional perdagangan perempuan, sidang tidak melihat secara sempit tentang

perdagangan yang hanya untuk tujuan prostitusi, tetapi harus melibatkan aspek

lain dari kerja paksa dan praktek–praktek penipuan. Perdagangan manusia yang

melampaui batas–batas internasional sudah pasti praktek illegal. Sebuah

pertanyaan patut dilontarkan apakah perdagangan manusia sama dengan migrasi

illegal ? Dapat saja keduanya saling berhubungan, tetapi berbeda satu dengan

yang lainnya. Migrasi unsur paksaan atau terjadinya eksploitasi. Waktu yang

bersamaan, seseorang dapat diperdagangkan tanpa persetujuannya. Dapat dikenali

perbedaannya dengan melihat tujuan dari pelintasan batas Negara di mana

gerakan terjadi melalui orang lain sebagai instrumen. Di Negara di mana gerakan

terjadi melalui orang lain sebagai instrumen. Di bawah perbedaan ini,

perdagangan anak dan perempuan biasa didefenisikan ke dalam kategori “tujuan

akhir memaksa perempuan dan anak kedalam situasi yang opesif dan eksploitatif

(4)

keuntungan dari perekrut, pelaku perdagangan manusia dan sindikat kriminal.

Tahun 1996, Komisi HAM mengadopsi sebuah resolusi yang menyerukan

pemerintah negara–negara anggota PBB untuk mengimplementasikan Rencana

Aksi Konferensi Perempuan di Beijing tahun 1995 dengan mempertimbangkan

ratifikasi konvensi internasional dalam hal perdagangan manusia dan perbudakan

dengan mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu untuk

menghubungakan faktor–faktor penyebab, termasuk faktor–faktor eksternal yang

menyebabkan timbulnya perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi dan

bentuk lain dari komersialisasi seks, kawin paksa dan kerja paksa dengan tujuan

untuk melakukan upaya penghapusan perdagangan perempuan.22

D. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Ketentuan tentang tindak pidana perdagangan orang diatur dalam

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang.23

Pada butir c bagian pertimbangan UU No. 21 Tahun 2007 disebutkan,

perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang

bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar HAM, sehingga

harus diberantas. Selanjutnya ditegaskan pada butir e, perdagangan orang telah

meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak

terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi

22

(5)

ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan Negara, serta terhadap norma-norma

kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap HAM.

Pertimbangan lain yang mendasari pembentukan UU No. 21 Tahun 2007

adalah adanya keinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana

perdagangan orang didasarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional, dan

internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap

pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Menurut Pasal 1 ayat

(1) UU. No. 21 Tahun 2007, pengertian perdagangan orang adalah: “Tindakan

perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau

penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekeuasaan atau

posisi rentan, penjeratan utang atau member bayaran atau manfaat, sehingga

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain

tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar Negara, untuk tujuan

eksploitasi atau mengakibatkanorang tereksploitasi.”

Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian

tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam UU

No. 21 Tahun 2007.

Terkategori sebagai unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang adalah:

(1) setiap orang, baik orang perseorangan maupun korporasi yang, (2) melakukan

tindak pidana perdagangan orang. Termasuk sebagai tindak pidana perdagangan

(6)

a. Eksploitasi, yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang

meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,

perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,

pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum

memindahkan atau mentransplatasi organ dan/atau jaringan tubuh atau

memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk

mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial.

b. Eksploitasi seksual, yaitu segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual

atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan,

termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan

pencabulan.

c. Perekrutan, yaitu tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan,

membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.

d. Pengiriman, yaitu tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang

dari satu tempat ke tempat lain.

e. Kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau

tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan

bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan

seseorang.

f. Ancaman kekerasan, yaitu setiap perbuatan secara melawan hukum berupa

ucapan, tulisan, gambar, symbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau

tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang

(7)

g. Penjeratan utang, yaitu perbuatan menempatkan orang dalam status atau

keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau

keluarganya atau orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa

pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.24

Penegakan hukum pidana dalam UU No. 21 Tahun 2007 terangkum dalam

26 pasal (Pasal 2 s.d Pasal 27 UU No. 21 Tahun 2007). Ketentuan Pasal 2 ayat (1)

dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman

kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang

atau memberi bayaran atau manfat walaupun memperoleh persetujuan dari

orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan

mengeksploitasi orang tersebut diwilayah Negara Republik Indonesia,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang

tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

24Ibid,

(8)

Ketentuan Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah Negara Republik Indonesia

dengan maksud untuk dieksploitasi diluar wilayah Negara Republik Indonesia

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus

dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah).”

Ketentuan Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu

atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau keluar negeri

dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima

belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi

sebagai berikut.

(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),

(9)

membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi

reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari

ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5, dan

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3,

Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,0 (lima miliar

rupiah).”

Ketentuan Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi

sebagai berikut.

(1) Setiap penyelenggaraan negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang

mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka

pidananya 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3,

Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat

dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan

hormat dari jabatannya.

(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan

sekaligus dalam amar putusan pengadilan.”

Ketentuan Pasal 9 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

(10)

pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak

pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.”

Ketentuan Pasal 11 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk

melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana yang sama

sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5,

dan Pasal 6.”

Ketentuan Pasal 12 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana

perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul

lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban

tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau

mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana

dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,

Pasal 5, dan Pasal 6.”

Ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi

(11)

(1) Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi

apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak

untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik

berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam

lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

(2) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu

korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan,

penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau

pengurusnya.”

Ketentuan Pasal 14 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap

dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus ditempat pengurus

berkantor, ditempatkorporasi itu beroprasi , atau ditempat tinggal pengurus.”

Ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi

sebagai berikut.

(1) Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu

korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana

yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan

pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat

dijatuhkan pidana tambahan berupa:

(12)

b. Perampasan kekayaan hasil tindak pidana;

c. Pencabutan status badan hukum;

d. Pemecatan pngurus; dan/atau

e. Pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi

dalam bidang usaha yang sama.”

Ketentuan Pasal 16 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang

terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam

kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga).’

Ketentuan Pasal 17 UU No. 21 Tahun 2007 berbunyi sebagai berikut.

“JIka tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4

dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).”

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 juga mengatur tentang tindak pidana

lain yang berkaitan dengan tindak perdagangan orang (Ketentuan Pasal 19, Pasal

20, Pasal 21 ayat (1), (2), (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan

Pasal 27 UU No. 21 Tahun 2007). Melengkapi keberadaan UU No. 21 Tahun

2007, Pemerintah RI dan DPR RI telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, menindak, dan

Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-anak, Suplemen

Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (Protocol

(13)

Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime).

Pemerintah RI dan DPR RI juga telah menerbitkan Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol Pemeberantasan

Penyelundupan Migran baik melalui Darat, maupun Udara, Suplemen Konvensi

PBB Menentang Kejahatan Transnational yang Terorganisasi (Protocol Againts

The Smuggling of Migtants By Land , Sea, and Air).

E. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Perdagangan Orang

Bentuk perdagangan orang yang sering terjadi yang harus diwaspadai oleh

masyarakat, karena masyarakat tidak sadar bahwa perbuatan yang dilakukan

orang adalah sudah bentuk perdagangan orang yang akhirnya masyarakat sudah

menjadi korban dari perdagangan orang. Undang-undang No. 21 Tahun 2007

tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan beberapa Konvensi PBB yang

berkaitan dengan perdagangan perempuan dan anak, terdapat beberapa bentuk

perdagangan orang, antara lain:

1. Pekerja Anak

Perdagangan anak dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan

percobaan tindakan yang melibatkan perekrutan, transportasi baik di dalam

maupun antar negara, pembelian, penjualan, pengiriman, dan penerimaan anak

dengan menggunakan tipu daya, kekerasan, atau dengan pelibatan hutang untuk

tujuan pemaksaan pekerjaan domestik, pelayanan seksual, perbudakan, buruh ijon,

atau segala kondisi perbudakan lain, baik anak tersebut mendapatkan bayaran atau

(14)

tersebut tinggal ketika penipuan, kekerasan, atau pelibatan hutang tersebut

pertama kali terjadi. Namun tidak jarang perdagangan anak ini ditujukan pada

pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.

Pengertian pekerja terburuk untuk anak menurut Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai

Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan

Terburuk untuk Anak di Indonesia secara umum meliputi anak-anak yang

dieksploitasi secara fisik maupun ekonomi, (Keppres No. 59 Tahun 2002) yang

antara lain dalam bentuk berikut: Anak-anak yang dilacurkan; Anak-anak yang di

pertambangan; Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara; Anak-anak

yang bekerja di sektor kontruksi; Anak-anak yang bekerja di jermal; Anak-anak

yang bekerja sebagai pemulung sampah; Anak-anak yang dilibatkan dalam

produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak; Anak-anak yang

bekerja dijalan; anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga;

Anak-anak yang bekerja di perkebunan; Anak-Anak-anak yang bekerja pada penebangan,

pengolahan dan pengangkutan kayu; dan Anak-anak yang bekerja pada industri

dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.25

2. Kejahatan Prostitusi

Secara harfiah, prostitusi berarti pertukaran hubungan seksual dengan

uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan. Secara hukum, prostitusi

didefinisikan sebagai penjualan jasa seksual yang meliputi tindakan seksual tidak

25

(15)

sebesar kopulasi dan hubungan seksual. Pembayaran dapat dilakukan dalam

bentuk uang atau modus lain kecuali untuk suatu tindakan seksual timbal balik.

Banyak yang merasa bahwa jenis definisi dengan penegakan semua

dukungan bahasa termasuk selektif hukum sesuai dengan keinginan dan

angan-angan dari badan penegak terkemuka untuk mengontrol mutlak perempuan.

Prostitusi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu prostitusi di mana anak perempuan

merupakan komoditi perdagangan dan prostitusi di mana wanita dewasa sebagai

komoditi perdagangan. Prostitusi anak dapat diartikan sebagai tindakan

mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang

atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya.

Baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia. Dalam banyak kasus,

perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, pembantu

rumah tangga, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa

keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba

di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka

akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja

dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.

Sudah menjadi rahasia umum para perempuan yang bekerja di panti-panti

pijat di Indonesia dapat diminta memberikan layanan seks kepada para pelanggan

mereka. Tidak diketahui dengan jelas tentang kewajiban mereka untuk

memenuhi permintaan tersebut, apakah karena keterikatan mereka dengan tempat

(16)

Kasus lokalisasi, tempat-tempat pelacuran lainnya, serta prostitusi di

warung penjual teh botol, ketika dipilih oleh seorang pelanggan, perempuan atau

anak perempuan tersebut harus memberikan pelayanan seks dengan pembayaran

di tempat, atau di luar, seperti di hotel, taman dan tempat terbuka. Ini adalah jenis

prostitusi, yang mendorong cara perekrutan perempuan dan anak perempuan

melalui praktik trafiking, mengingat ini adalah sebuah sumber pendapatan yang

besar bagi mereka yang terlibat di dalam proses perekrutan, pengangkutan, dan

penampungan para perempuan dan anak perempuan yang didapatkan untuk

tujuan tersebut. Keuntungan besar, tidak seperti dalam kasus Pembantu

Rumah Tangga, timbul karena pemanfaatan berulang - ulang perempuan atau anak

perempuan yang diperdagangkan selama beberapa tahun untuk menghasilkan

uang tunai secara terus-menerus.

Ada dua negara yang dikenal sebagai tempat tujuan utama perdagangan

orang untuk eksploitasi seksual komersial. Kedua negara itu adalah Malaysia dan

Jepang. Meskipun ada banyak laporan yang mengatakan bahwa eksploitasi

seksual juga terjadi di Singapura. Namun ada perbedaan cara perekrutannya.

a. Untuk tujuan Malaysia dan Singapura, korban direkrut dengan janji akan

dipekerjakan di tempat-tempat karaoke, sebagai penyanyi di rumah makan,

pelayan, dan hostes atau penghibur, atau bahkan dijanjikan sebagai

Pembantu Rumah Tangga (PRT)

b. Untuk tujuan Jepang mereka dibawa dengan alasan sebagai duta seni

budaya atau penari tradisional, kemudian dipaksa untuk memberikan

(17)

3. Perdagangan anak melalui adopsi

Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah,

tetapi kadang naluri ini terbentur pada takdir ilahi, dimana kehendak

mempunyai anak tidak tercapai. Usaha yang dilakukan untuk memenuhi

keinginan tersebut melalui adopsi atau pengangkatan anak.26 Pengaturan tentang

pengangkatan anak di Indonesia diatur di dalam Surat Edaran Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 1973 dan disempurnakan dengan SEMA RI Nomor 6

Tahun 1983. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan

antara orang tua kandung dengan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan

anak yang dapat dilakukan oleh WNI yang tidak terikat perkawinan yang sah /

belum menikah dan juga mengatur tata cara mengangkat anak, bahwa : “ Untuk

mengangkat anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan /

pengangkatan kepada Pengadilan Negeri tempat anak yang akan diangkat itu

berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan ataupun tertulis, dan diajukan ke

Panitera Pengadilan Negeri tersebut. Permohonan diajukan dan ditandatangani

oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi material secukupnya dan

dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi

tempat tinggal / domisili anak yang akan diangkat “.

Prosedur pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk

melindungi hak-hak anak yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan

kejahatan seperti perdagangan anak. Ketidaktahuan prosedur ini menimbulkan

persepsi dimasyarakat bahwa mengadopsi anak itu mudah, sehingga sering kali

26

(18)

masyarakat bertindak di luar hukum, maka dapat terjadi tindak pidana

perdagangan anak. Sering terjadi pengangkatan anak akan menjadi masalah

hukum, seperti kasus Tristan Dowse, korban perdagangan anak melalui

pengangkatan anak. Tristan nama aslinya adalah Erwin merupakan salah satu

contoh pengangkatan anak oleh warga negara asing yang disahkan oleh

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus penjualan bayi-bayi ke luar negeri yang

dilakukan oleh Rosdiana, yang hasil penyelidikan bahwa diduga telah melakukan

penjualan bayi sebanyak 60 –80 bayi yang semuanya diserahkan kepada warga

negara asing. Kasus sejenis banyak terjadi walaupun belum diketahui di

permukaan.27

4. Bisnis Jual Beli Bayi

Jenis jual beli manusia yang sulit diberantas di muka bumi ini adalah jual

beli bayi dan jual beli anak perempuan untuk keperluan seksual. Dua jenis

transaksi ilegal ini masih berlangsung dan kecendrungannya terus meningkat.

Walaupun dalam beberapa hal polisi berhasil mengungkapnya namun pelaku tidak

akan pernah mengenal kata jera.

Ini bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah dalam waktu singkat. Bisnis

ini pun dibungkus dengan sangat rapi bahkan sudah menggunakan cara-cara yang

modern dan terkesan sulit dikenali.

Bagi penyidik yang kurang profesional maka saya yakin mereka akan sulit

(19)

terutama dari keluarga-keluarga yang miskin yang kurang memberikan perhatian

pada bayi yang dikandungnya menjadi sasaran empuk sindikat.

Para sindikat sudah mendekati ibu si bayi ketika sang ibu hamil dengan

harapan ibu mau menyerahkan anaknya ketika melahirkan. Beberapa sindikat juga

cukup nekat dengan membawa ibu hamil tadi ke luar negeri atau keluar daerah

agar bayi yang dilahirkan sehat karena asupan gizi telah diawasi oleh sindikat

sejak bayi dalam kandungan sang ibu. Beberapa kasus lagi, para sindikat bekerja

sama dengan klinik-klinik yang membantu perawatan persalinan ibu yang punya

banyak anak atau keluarga miskin lainnya. Sindikat cukup lihai dalam

membangun kerjasama dengan para bidan di beberapa klinik swasta.28

5. Perbudakan Berkedok Pernikahan dan Pengantin Pesanan

Biasanya, praktik perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan

dilakukan oleh pria warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia.

Salah satu modus operandi perdagangan orang yang lain adalah pengantin

pesanan (mail border bride) yang merupakan pernikahan paksa dimana

pernikahannya diatur orang tua. Perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan

orang apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui

penipuan, penyesengsaraan, penahanan dokumen, sehingga tidak dapat

melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi

dengan keluarga.29

Ada dua bentuk perdagangan melalui perkawinan, yaitu pertama,

perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan

28

Farid Wajdi,Perlindungan Anak di Indonesia, (Medan: Sofmedia, 2012), h. 73

29

(20)

tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai di

wilayah tujuan perempuan tersebut dimasukkan dalam prostitusi. Kedua, adalah

perkawinan untuk memasukkan perempuan kedalam rumah tangga untuk

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya.

Fenomena pengantin pesanan ini banyak terjadi di masyarakat keturunan Cina di

Kalimantan Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa

Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.30

Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri

dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus

semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk

keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke

industri seks.31

6. Pernikahan Dini

Ketika pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) melakukan sebuah

penelitian tentang kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan dini di

Kabupaten Nias awal tahun 2008 yang kemudian menginspirasi PKPA untuk

membuat sebuah film docudrama sebagai bentuk media sosialisasi, muncul

pertanyaan berkali-kali dari berbagai pihak tentang kebenaran fakta cerita film itu.

Sejujurnya fakta itu ada, namun masalahnya kita belum siap dengan

keterbukaan terhadap fakta dan berpikir positif menyikapi fakta itu. Sebuah film

dokudarma yang mengisahkan seorang anak perempuan bernama Yanti menolak

30

Ibid

31

(21)

keinginan keluarga untuk menikah di usianya yang masih 15 tahun, usaha Yanti

dan kaka Yanti akhirnya membuahkan hasil menolak pernikahan dan Yanti

melanjutkan studi. Film dokudarma berjudul “Perempuan Nias Meretas Jalan

Kesetaraan” (PNMJK) telah di-launching pada 25 Oktober 2008 di Lapangan

Merdeka Gunung Sitoli Nias.

Secara bersamaan dengan pemutaran film PNMJK, Indonesia dihebohkan

dengan pemberitaan dari Semarang-Jawa tengah, seorang pengusaha sekaligus

pemilik pondok pesantren bernama Syekh Puji menikahi seorang anak yang masih

berusia 12 tahun dan baru menyelesaikan sekolah dasar (SD).

Peristiwa tersebut membuat banyak orang mengeluarkan statement

termasuk Menteri Agama, Komnas Perlindungan Anak dan Para pemerhati

masalah anak. Pro-kontra dari berbagai sudut pandang bermunculan, baik sudut

pandang agama Islam, Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan hingga Konvensi

PBB tentang Hak Anak (KHA) menghiasi siaran berita dan dialog di media cetak

dan elektronik.

Fenomena pernikahan di usia anak-anak didaerah lainnya tidaklah jauh

berbeda mengingat fakta perilaku seksual remaja yang melakukan hubungan seks

pra-nikah sering berujung pada pernikahan dini serta kultur masyarakat Indonesia

yang masih memposisikan anak perempuan sebagai warga kelas ke-2 dan ingin

(22)

pendidikan tinggi tidak terlalu penting bagi anak perempuan dan stigma negative

terhadap status perawan tua.32

7. Implantasi Organ

Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan

anak dan perempuan. Sepanjang 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus

perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri.33

Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui di

adopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi

tersebut dikirim ke sejumlah negara diantaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda,

Swedia, dan Prancis.34

Kasus jual beli organ tubuh manusia, bukanlah sesuatu yang baru dalam

fenomena hukum di Indonesia. Fakta dan motif dibalik maraknya kasus jual beli

organ tubuh manusia dapat ditelusuri secara real melalui dunia maya dilakukan

oleh para pelaku, baik di kalangan individu maupun jaringan. Fokus penelitian ini

akan mendalami motif para pelaku penjual dan pembeli, baik secara individu

ataupun jaringan. Beberapa problematika kasus jual beli organ tubuh secara global

dapat dikaji melalui fakta berikut: Pertama, dijadikan komoditas, di mana menjadi

persoalan dilematis apabila yang akanmendonorkan adalah orang yang masih

hidup. Hal ini dikarenakan dalam dunia medis ada istilah etika biomedis,

bioethical atau bioetika hal tersebut sering dianggap tidak dapat dibenarkan.

Selain juga adanya kekhawatiran akan adanya perdagangan organ (organ

32

Farid Wajdi.Op.Cit, hal. 85

33

(23)

trafficking). Kedua, kebutuhan dan permintaan organ selalu meningkat. Faktanya

sejak keberhasilan dalam transplantasi organ pasien gagal ginjal pada 1954 donor

organ dan studi tentang cangkok organ tubuh seperti hati, mata, jantung semakin

meningkat permintaannya hingga kini. Permasalahan akan muncul pada

kebutuhan akan organ yang terus meningkat dari waktu ke waktu sedang organ

siap donor tidak signifikan jumlahnya. Ketiga, benturan dengan perundangan di

Indonesia. Organ tubuhnya, berbeda dengan di luar negeri.35.

8. Pekerja Migran

Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya

ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka

waktu relatif menetap. Menurut Everet S. Lee dalam Muhadjir Darwin bahwa

keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah

konsekuensi dari perbedaan dalam nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah

tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor

penarik dari tempat tujuan.36

Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerja internal dan pekerja

migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi,

sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi.

Pekerja migran internal merupakan pekerja dalam negeri adalah orang yang

bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja dari tempat lain yang masih

35

journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/fenomena/article/download/608/pdf_7 Ruslan Abdul Gani, Penegakan Hukum Kasus Jual Beli Organ Tubuh Di Indonesia: Model Integratif Dengan Pendekatan Hukum Islam dan UU Kesehatan, FENOMENA, IAIN SulthanThaha Saifuddin Jambi. JurnalVolume 8, No 2, 2016, hal. 5

36

(24)

termasuk dalam wilayah Indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari

desa ke kota, maka pekerja migran internal seringkali diidentikkan dengan “orang

desa bekerja di kota.37 Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka

yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negeri lain. Di

Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia yang bekerja di luar

negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena

persoalan TKI ini seringkali menyentuh para buruh wanita yang menjadi pekerja

kasar di luar negeri, TKI biasanya diidentikkan dengan Tenaga Kerja Wanita

(TKW)38

37

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal tersebut apakah yang akan dilakukan guru BK dalam menangani kasus perilaku sosial murid, padahal guru BK ini belum pernah menjadi atau belajar tentang

Histon adalah protein yang mempunyai sifat basa dan dapat larut

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

Berdasarkan tabel penilaian di atas dapat dilihat bahwa rata-rata guru peserta pelatihan telah mampu membuat karya seni kaca patri, dengan dikuasainya

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Permasalahan yang terjadi didalam perusahaan ini adalah timbulnya selisih stok barang antara pencatatan fisik dan pencatatan pembukuan, hal ini disebabkan karena perusahaan

Subjek penelitian berupa tikus wistar jantan berjumlah 10 ekor dengan berat rata-rata 150 g yang dibagi kedalam 5 kelompok, masing-masing sebanyak 2 ekor, yaitu: kontrol