PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil samping dari industri pengolahan
kelapa sawit yang mempunyai ketersediaan dan kontinuitas yang tinggi di Indonesia. Berdasarkan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Dirjen Perkebunan (2015), pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta hektar. Produksi tandan buah segar kelapa sawit sekitar 12,5 – 27,5
ton/hektar dan sekitar 2 persennya berupa bungkil inti sawit (Sinurat, 2001).
BIS dapat digunakan untuk pakan ternak (Davendra 1978; Swick dan Tan 1995) sebagai sumber energi atau protein. Penggunaan BIS
sebagai salah satu pakan potensial telah banyak dilaporkan baik pada ternak
ruminansia (Elisabeth dan Ginting, 2003; Mathius et al., 2003), ternak ayam (Sundu dan Dingle, 2005), bahkan ikan (Keong dan Chong, 2005).
BIS tinggi akan serat kasar, hal ini menjadi salah satu faktor pembatas
dalam penggunaannya sebagai sumber pakan ternak monogastrik terutama pada unggas. Unggas merupakan ternak yang tidak toleran terhadap bahan pakan
yang mengandung serat kasar tinggi karena di dalam saluran pencernaan unggas tidak terdapat enzim selulase seperti ruminansia.
Komponen dominan serat kasar pada BIS adalah berupa mannose yang
mencapai 56,4% dari total BIS dan ada dalam bentuk ikatan β-mannan (Daud et al.,1993). Selanjutnya Tafsin (2007) melaporkan komponen gula yang
terdeteksi dari BIS tersusun atas komponen mannose, glukosa dan galaktosa dengan rasio mendekati 3: 1: 1. Kandungan mannan yang tinggi menjadi faktor pembatas bagi kecernaan BIS pada ternak monogastrik juga dapat dianggap
sebagai potensi untuk mendapatkan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak. Sundu et al. (2005) menduga bahwa ada kesamaan antara BIS dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.
Sejauh ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Dalam proses meningkatkan nilai tambah penggunaan BIS sebagai imbuhan pakan dilakukan teknologi pengolahan, dalam hal ini dengan kombinasi ekstraksi menggunakan asam asetat (CH3COOH) yang
merupakan golongan asam lemah yang memiliki kemampuan memecah serat dan tidak berbahaya bila dikonsumsi manusia maupun hewan dengan dosis yang tepat dan dengan enzim mannanase yang memiliki kemampuan memecah ikatan polisakarida non pati dengan meningkatkan kecernaaan BIS.
Dari hasil ekstraksi BIS dengan asam asetat (CH3COOH) dan enzim
mannanase akan dihasilkan supernatant (cairan) yang dianggap mampu menjadi
immunostimulator pada ternak ayam (Tafsin, 2007) dan residu (padatan). Residu BIS hasil ekstraksi tersebut dianggap limbah dan tidak dimanfaatkan lagi.
Dengan melihat potensi supernatant yang mampu menjadi immunostimulator, maka residu BIS diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber bahan pakan bagi ternak unggas.
Penelitian tentang residu hasil ekstraksi mannan dari BIS belum pernah dilakukan dan belum ada informasi terkait mengenai sifat fisik-kimia dan nilai energi metabolisnya. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian
Sejalan dengan uraian rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik-kimia dan nilai energi metabolisme residu proses ekstraksi mannan dari bungkil inti sawit.
Hipotesis Penelitian
Perlakuan ekstraksi mannan dengan bahan pengekstrak yang berbeda pada bungkil inti sawit akan menghasilkan residu yang memiliki nilai nutrisi yang potensial sebagai sumber bahan pakan ternak unggas.
Manfaat Penelitian
1. Informasi untuk masyarakat peternak unggas dan industri makanan ternak untuk memanfaatkan residu proses ekstraksi mannan dari bungkil inti sawit yang telah mengalami perlakuan dengan pengesktrak yang tepat sebagai sumber pakan unggas.
2. Bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahun tentang optimalisasi penggunaan bungkil inti sawit sebagai sumber pakan unggas yang potensial.