• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga Dijadikan Dasar Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan NO. 1572 PDT.G 2011 PA.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertimbangan Hukum Kekerasan dalam Rumah Tangga Dijadikan Dasar Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan NO. 1572 PDT.G 2011 PA.MDN)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh Allah dan juga disuruh oleh Nabi. Banyak suruhan-suruhan Allah dalam Al-Qur’an untuk melaksanakan perkawinan. Sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nur ayat 32 yang artinya :1

“Dan kawinkanlah orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (untuk kawin) di antara hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya.”

Islam memandang perkawinan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan individual, kekeluargaan maupun kehidupan bangsa, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Islam tidak menghendaki seseorang hidup membujang tidak kawin selamanya karena hal ini berlawanan dengan fitrah manusia serta ajaran agama.2

Pada dasarnya tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munafakat dan

Undang-Undang Perkawinan,Edisi Pertama, (Cetakan III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.43.

2 Supardi Mursalim, Menolak Poligami (Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan

(2)

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.3 Ketentuan ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dalam rumah tangga maka landasan utama yang perlu dibangun antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri adalah adanya hak dan kewajiban di antara keduanya.

Sering terjadi di dalam masyarakat baik yang menganut kekerabatan bilateral, matrilinear terlebih patrilinear, perkawinan tetap dipahami sebagai hubungan yang tidak seimbang. Perkawinan dipahami sebagai hubungan antara subjek dengan objek “atas” dan “bawah”, penguasa dengan yang dikuasai. Sering kali suami ditempatkan pada posisi yang berkuasa dan istri sebagai pihak yang dikuasai.4

Dengan pengaturan hak dan kewajiban yang sama antara suami istri dalam rumah tangga, pergaulan masyarakat, dan dimuka hukum serta adanya kewajiban untuk saling mencintai menghormati, setia, dan saling memberi bantuan lahir batin maka UU Perkawinan bertujuan agar kehidupan antara suami istri akan terhindar dari perselisihan atau tindakan-tindakan fisik yang cenderung menyakiti dan membahayakan jiwa seseorang.5

Selanjutnya, rumah tangga menjadi ajang tindak kekerasan bukanlah suatu keadaan yang dicita-citakan oleh norma sosial maupun norma hukum. Sebagai institusi sosial, rumah tangga diharapkan menjadi tempat interaksi yang hangat dan

3 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, (Cetakan I; Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004), hal.8.

4Amiur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU NO.1/1974 Sampai KHI, Edisi Pertama, (Cetakan III; Jakarta: Kencana, 2004), hal.48.

(3)

intensif antar para anggotanya, tempat menanamkan nilai-nilai sosial.6Rumah tangga sebagai bagian dari masyarakat sebaiknya dipelihara kerukunan dan keharmonisannya agar tercipta ketentraman dan kenyamanan dalam bermasyarakat.

Kenyataannya banyak terjadi dalam kehidupan berkeluarga timbul masalah-masalah yang mendorong seorang suami atau istri melakukan gugatan cerai dengan segala alasan. Dengan mempertimbangkan bahwa perceraian adalah solusi terakhir dalam bahtera rumah tangga mereka.7 Sebenarnya perceraian merupakan suatu yang wajar terjadi, mengingat selain Allah SWT, semua yang ada di dunia ini sifatnya adalah tidak abadi termasuk di dalamnya adalah perkawinan. Walaupun perceraian adalah perbuatan yang dihalalkan, perceraian termasuk salah satu perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, hal tersebut dihalalkan dalam kasus yang mendesak dan harus disertai arahan-arahan yang tegas bagaimana ia dilaksanakan.8 Permasalahan dalam rumah tangga yang menyebabkan terjadinya perselisihan berkelanjutan antara suami istri sehingga mengakibatkan terjadinya gugatan perceraian, menurut hukum maupun ajaran hukum Islam harus diselesaikan terlebih dahulu secara kekeluargaan. Karena perceraian merupakan solusi terakhir bila permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Sehubungan dengan itu, rumah tangga yang seharusnya sebagai tempat berlindung, ternyata menjadi tempat penyiksaan dan kekerasan. Indonesia sebenarnya

6

T.O.Ihromi,Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hal.5. 7

Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam; Suatu Analisis Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), hal.99.

(4)

telah memberi perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang disahkan pada tanggal 22 September 2004. Disahkannya UU PKDRT terwujudlah law in book dan pengakuan dari pemerintah bahwa dulu KDRT sebagaiskeleton in closet, kini menjadi tindak pidana atau urusan publik.9Dengan berlakunya UUPKDRT tersebut diharapkan oleh pembentuk undang-undang dapat memberikan perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya bagi anak dan perempuan yang memang rentan menjadi korban kekerasan. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permasalahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap pengalaman kekerasan terhadap wanita berlangsung setiap saat, fenomena KDRT terhadap perempuan diidentikkan dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif tersebut, kekerasan seperti terlihat sebagai suatu tanggung-jawab pribadi dan perempuan diartikan sebagai orang yang bertanggung-tanggung-jawab baik itu untuk memperbaiki situasi yang sebenarnya didikte oleh norma-norma sosial atau mengembangkan metode yang dapat diterima dari penderitaan yang tak terlihat.10

9Sri Wahyuningsih, dkk,Persepsi dan Sikap Penegak Hukum Terhadap Penanganan

Kasus-Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Sesuai dengan Undang-Undang Penghapusan KDRT Nomor 23 Tahun 2004 di Jawa Timur,Jurnal Ilimu-Ilmu Sosial (Social Sciences,. (Malang: Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya, Agustus 2006), hal 154.

10Pan Mohamad Faiz, Perlindungan terhadap Perempuan Melalui Undang-Undang

(5)

Tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap wanita terutama istri, meski tidak dapat dipungkiri lelaki/suami juga bisa menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.11Akibat permasalahan kekerasan dalam rumah tangga ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perceraian sehingga dapat digunakan seseorang untuk mengajukan permohonan gugatan perceraian. Sehingga, hal ini perlu dibahas atau dikaji lebih dalam mengapa kekerasan dalam rumah tangga dapat dijadikan dasar perceraian.

Perceraian pada hakikatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami istri tatkala tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai defenisi perceraian undang-undang perkawinan tidak mengatur secara tegas, melainkan hanya menentukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan, di samping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan. Menurut Subekti bahwa perceraian merupakan penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.12

Islam menetapkan perkawinan itu dapat terputus karena adanya kematian dan atau perceraian. Suami dapat menjatuhkan thalaq satu, thalaq dua maupun thalaq tiga. Cara menjatuhkan thalaq ialah dengan ucapan, dengan arat bagi orang bisu atau dengan tulisan. Baik thalaq dengan bahasa lisan atau bahasa tulisan tidak boleh dijadikan main-main. Menurut sebagian ulama madzhab terutama Imam Malik bin Anas dan al-Syafi’iy bila sampai terucap kata thalaq atau cerai, walaupun dalam

11 Ibrahim Amini, Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Isteri, (Bandung; Al Bayan, 1996), hal. 9.

(6)

keadaan main-main ataupun dalam keadaan sedang marah, bisa berarti jatuh thalaq satu pada istri.13 Dalam pandangan para ulama perceraian mempunyai beberapa macam hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi oleh keluarga tersebut, adakalanya wajib, mubah, makruh dan haram.14

Dalam lingkungan masyarakat Islam berlaku 3 (tiga) katagori hukum dalam pandangan Islam, yaitu hukum syari’at, fiqh dan siyasah syar’iyah. Syari’at atau hukum syara’ adalah ketentuan Allah yang berkaitan dengan perbuatan subjek hukum, berupa melakukan suatu perbuatan, memilih, atau menentukan sebagai syarat, sebab, atau penghalang.Fiqih dapat diartikan sebagai ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil yang rinci. Sedangkan siyasah syar’iyah adalah kewenangan pemerintah untuk melakukan kebijakan yang dikehendaki kemaslahatan, melalui aturan yang tidak bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu.15

Hukum Islam membenarkan dan mengizinkan perceraian kalau perceraian itu lebih membaikkan dari tetap berada dalam ikatan perkawinan itu. Walaupun maksud dari perkawinan itu untuk mencapai kebahagiaan dan kerukunan hati masing-masing, tentulah kebahagiaan itu tidak akan tercapai dalam hal-hal yang tidak dapat disesuaikan, karena kebahagiaan itu tidak dapat dipaksakan. Memaksakan

13Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Akademika Presindo, 1994), hal.141.

14Peunoh Daly,Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hal.252-254. 15 Kaharuddin, Nilai-Nilai Filosofi Perkawinan, Menurut Hukum Perkawinan Islam dan

(7)

kebahagiaan bukanlah kebahagiaan tetapi penderitaan. Karena itulah Islam tidak menigkat mati perkawinan tetapi tidak pula mempermudah perceraian.16

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Sehubungan dengan adanya ketentuan bahwa perceraian itu harus dilakukan di depan pengadilan, maka ketentuan ini berlaku juga bagi mereka yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya hukum Islam tidak menentukan, bahwa perceraian itu harus dilakukan di depan pengadilan. Namun ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan, maka sudah sepantasnya apabila orang Islam wajib mengikuti ketentuan ini.17 Perceraian mempunyai akibat bahwa kekuasaan orang tua (onderlijkemacht) berakhir dan berubah menjadi “perwalian” (voogdij).18 Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang.19

Sebagaimana diketahui, perkawinan adalah upaya menyatukan dua pribadi yang berbeda satu sama lain. Dalam kenyataannya tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan langgeng dan tentunya tidak ada seorang pun yang ingin perkawinannya berakhir dengan jalan perceraian. Namun apa daya, saat semua upaya dikerahkan untuk menyelamatkan suatu perkawinan ternyata pada akhirnya diputus 16 H.M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), hal.30.

17 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1986), hal.128.

(8)

cerai oleh pengadilan. Dengan putusnya suatu perkawinan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka akan ada akibat-akibat hukum yang mengikutinya, salah satunya adalah mengenai hak asuh atas anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.20

Berhubungan dengan hak asuh ini, kalau perceraian suami istri telah memasuki tingkat yang tidak mungkin dicabut kembali, maka yang menjadi persoalan adalah anak-anak di bawah umur, yakni anak yang belum berakal. Siapakah di antara suami istri yang berhak memelihara dan mengasuh anak tersebut, yang dalam istilah hukum Islam disebuthadlanah.21 Hadlanah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya. Pemeliharaan ini mencakup masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak.22Terjadinya perceraian antara suami istri yang menimbulkan perselisihan mengenai hak pengasuhan anak, maka pengadilan yang akan menetapkan hak pengasuhan anak akan jatuh ke ayah atau ibu. Hak pemeliharaan dan pengasuhan anak oleh orang tua yang bercerai berdasarkan putusan pengadilan bertujuan melindungi anak demi terjaminnya kesejahteraan rohani dan jasmani.

Pada hakekatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri terhadap berbagai macam ancaman mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena

20Aji Hoesodo, Seputar Hak Asuh Anak Setelah Perceraian, http://www.ajihoesodo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:seputar-hak-asuh-anak-setelah-perceraian&catid=2:hukum&Itemid=6, diakses minggu, tanggal 01 Mei 2016.

21H.M. Djamil Latif,Op. Cit., hal.81.

(9)

itu anak harus dibantu orang lain dalam melindungi diri mengingat situasi dan kondisinya. Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuhnya. Perlindungan anak merupakan hal yang sangat penting demi terciptanya kontiunitas negara, karena anak merupakan cikal bakal suatu generasi manusia dalam pembangunan bangsa. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif.23

Pengertian perlindungan anak dalam arti luas adalah semua usaha yang melindungi anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif. Setiap anak melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan mempertahankan haknya untuk hidup mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri dan dapat perlindungan.24Kemudian, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.25 Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam mengenai hak pemeliharaan dan pengasuhan

23 Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1997), hal. 165.

24Ibid, hal.167.

(10)

anak akibat perceraian menurut hukum Islam dan hukum positip yang berlaku di Indonesia.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama juncto Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Sehingga dapat dikatakan bahwa di Indonesia perceraian bagi yang beragama Islam hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yaitu Pengadilan Agama.

Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama secara limitatif meliputi:26

1. Seluruh bidang perkawinan sebagaimana yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun1974 Tentang Perkawinan;

2. Kewarisan, yaitu tentang penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penetuan bagian-bagian yang ditetapkan oleh para ahli waris, penetuan tentang harta warisan, penentuan tentang harta peninggalan si pewaris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut;

3. Berwenang memutuskan dan menyelesaikan perkara hibah, wasiat wakaf, dan sedekah bagi orang-orang Islam.

Kewenangan ini tidak bersifat fersiar dan seluruhnya utuh tanpa terbagi kepada kewenangan lingkungan Peradilan Umum. Dengan demikian, undang-undang ini melenyapkan titik singgung kewenangan dengan Peradilan Umum yang selama ini

26Abdul Manan,Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan, Suatu Kajian dalam Sistem

(11)

terjadi.27 Sebagai lembaga peradilan, peradilan agama dalam bentuknya yang sederhana berupa tahkim, yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan oleh para ahli agama Islam.28

Selanjutnya, dengan adanya kewenangan Pengadilan Agama berdasarkan Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dalam memutuskan perkara perceraian untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam, dan sebagai bahan kajian dalam tesis ini, perlu dibahas suatu studi kasus perkara perceraian yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama Medan atas suatu perkara, yang bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn. Dalam perkara ini pihak penggugat (istri) telah mengajukan gugatan cerai terhadap tergugat (suami) yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Medan pada tanggal 28 Nopember 2011 dengan dalil bahwa tergugat sering bersikap kasar, kurang peduli terhadap kebutuhan hidup keluarga dan sering berselisih secara terus menerus atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga sehingga hubungan perkawinan penggugat dengan tergugat tidak harmonis dan tidak dapat dipertahankan lagi.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka penelitian tesis ini akan difokuskan mengenai kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perceraian yang akan dituangkan ke dalam proposal penelitian

27Ibid., hal.181.

(12)

tesis “Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penyebab Terjadinya

Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor

1572/Pdt.G/2011/PA Mdn)”

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam proposal tesis ini adalah:

1. Mengapa Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dapat Dijadikan Dasar Perceraian? 2. Bagaimana hak pemeliharaan dan pengasuhan anak akibat perceraian menurut

hukum Islam dan hukum positip yang berlaku di Indonesia?

3. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini:

1. Untuk mengetahui kekerasan dalam rumah tangga yang dapat dijadikan dasar perceraian.

2. Untuk mengetahui hak pemeliharaan dan pengasuhan anak akibat perceraian menurut hukum Islam dan hukum positip yang berlaku di Indonesia.

(13)

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur mengenai Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penyebab Terjadinya Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn).

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Hukum di bidang Kenotariatan sehingga dapat dijadikan bahan bagi kalangan yang berminat mempelajarinya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan informasi yang ada dalam kepustakaan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penyebab Terjadinya Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn)”.

(14)

1. Peran POLRI Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kota Medan oleh Anda Nurani, NIM: 067005047.

Permasalahan yang dibahas :

a. Bagaimanakah Peran POLRI dalam menanggulangi tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan?

b. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi POLRI dalam upaya menanggulangi tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan?

c. Bagaimanakah solusi bagi POLRI dalam upaya menanggulangi tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Medan pada masa depan?

2. Analisis Yuridis Tentang Putusnya Perkawinan Akibat Perceraian (Studi Pada Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura – Riau) oleh Anastasius Rico Haratua Sitanggang, NIM: 037011006.

Permasalahan yang dibahas :

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan putusnya perkawinan karena perceraian?

b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap anak dan harta perkawinan yang disebabkan perceraian melalui putusan pengadilan?

(15)

3. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam oleh Ismy Syafriani Nasution, NIM: 077011030.

Permasalahan yang dibahas :

a. Bagaimanakah akibat hukum penyelesaian sengketa terhadap harta bersama menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam?

b. Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menentukan pembagian harta bersama akibat hukum perceraian?

c. Bagaimanakah akibat hukum penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan pemeliharaan anak dari pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian dikaitkan dengan perjanjian perkawinan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran sistematis mengenai masalah yang akan diteliti. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara meneliti secara realitas. Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan kesimpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi penjelasan yang sifatnya umum.29

(16)

Dengan mendasarkan kepada pendapat Malcolm Waters maka teori hendaknya meliputi semua perangkat pernyataan yang disusun dengan sengaja yang dapat memenuhi kriteria:30

a. Pernyataan itu harus abstrak yaitu, harus dipisahkan dari praktik-praktik sosial yang dilakukan. Teori biasanya mencapai abstraksi melalui pengembangan konsep teknis yang hanya digunakan dalam komunitas tertentu;

b. Pernyataan itu harus tematis. Argumentasi tematis tertentu harus diungkapkan melalui seperangkat pernyataan yang menjadikan pernyataan itu koheran dan kuat;

c. Pernyataan itu harus konsisten secara logika. Pernyataan-pernyataan itu tidak boleh saling berlawanan satu sama lain dan jika mungkin dapat ditarik kesimpulan dari satu dan lainnya;

d. Pernyataan itu harus dijelaskan. Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya;

e. Pernyataan itu harus umum pada prinsipnya, pernyataan itu harus dapat digunakan dan menerangkan semua atau contoh fenomena apapun yang mereka coba terangkan;

f. Pernyataan-pernyataan itu harus independen. Pernyataan itu tidak boleh dikurangi hingga penjelasan yang ditawarkan para partisipan untuk tingkah laku mereka sendiri;

30 H.R.Otje Salman S, Anthon F.Susanto, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan

(17)

g. Pernyataan-pernyataan itu secara substantif harus valid. Pernyataan itu harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli-ahli lainnya. Minimal harus ada aturan-aturan penerjemahan yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain.

Teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.31 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.32

Terdapat empat ciri kerangka teori dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum dan ulasan pakar hukum berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya.33 Berkaitan dengan pendapat tersebut maka teori adalah serangkaian konsep, defenisi dan proposal yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.34

Dalam menjawab rumusan masalah yang ada, secara teoritis tesis ini menggunakan teori tahkim. Adapun pengertian tahkim menurut ahli hukum Islam kelompokSyafi’iyyah adalah memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai atau

31M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV.Mandar Maju, 1994), hal.27. 32Ibid.

33Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.79.(2)

(18)

lebih dengan hukum Allah atau menyatakan dan menetapkan hukumsyara’terhadap suatu peristiwa yang wajib dilaksanakannya.35

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa’: 35, yang artinya: “Dan jika kamu dikhawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang

hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Dalam ayat ini Allah memberikan petunjuk cara dan langkah penyelesaian perselisihan antara suami dan istri.36

Teoritahkimini diperlukan untuk dapat menjelaskan bahwa perselisihan yang terjadi dalam suatu rumah tangga (perkawinan) dan berkelanjutan sampai terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, terlebih dahulu harus diselesaikan secara kekeluargaan oleh pihak keluarga dari masing-masing suami-istri yang bertikai. Bila kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga ini sampai ke persidangan di Pengadilan Agama maka hakim akan mengarahkan kedua belah pihak suami-istri untuk melakukan mediasi terlebih dahulu sebelum menjatuhkan putusannya (vonis) terhadap gugatan perceraian. Hal ini terkait Hadist Rasulullah bahwa perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak (perceraian). Karena perceraian merupakan solusi terakhir apabila penyelesaian secara keluarga tidak berhasil.

35Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal.69.

(19)

Dalam menjawab rumusan masalah tesis ini, digunakan juga teori keadilan dalam ajaran Islam. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah: 8, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilhat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan suci dari Tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.37

Menurut Raghib Al Asfahani‘Adlberarti memberi pembagian yang sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Al Maraghi yang memberikan makna ‘Adl dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif. Sedangkan menurut Abd.Muin

(20)

Salim pendapat ‘Adl ini dinilai bukan pada segi persamaan hak, tetapi tekanannya pada terpenuhinya hak-hak milik seseorang.38

Teori keadilan ini diperlukan untuk dapat menjelaskan bahwa hakim pengadilan agama dalam memutuskan suatu perkara kekerasan dalam rumah tangga atas Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn), harus bersikap adil atau tidak memihak dalam pengambilan keputusannya. Hal ini dilakukannya sesuai dengan kewenangan dan amanat yang dimilikinya baik dari Allah maupun undang-undang yang berlaku.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.39 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Kekerasan dalam rumah tangga

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/ atau penelantaran rumah tangga

38Parman Ali,Kewarisan Dalam Al-Qur’an Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir

Tematik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal.74.

(21)

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.40

b. Perceraian

Pengertian perceraian juga dapat ditemui dari beberapa pendapat Imam Madzhab, Imam Syafi’I berpendapat bahwa talak ialah melepaskan akad nikah dengan lafadz talak atau yang semakna dengan itu, sedangkan Hanafi dan Hambali memberikan pengertian talak sebagai suatu pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau untuk masa yang akan datang dengan lafadz khusus, pendapat lain yang memberikan pengertian talak secara lebih umum dikemukakan oleh Imam Maliki yang mengartikan talak sebagai suatu sifat hukum khusus yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.41 c. Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum Islam kepada orang Islam yang mencari keadilan di Pengadilan Agama dan Peradilan Tinggi Agama, dalam sistem peradilan nasional di Indonesia. Selain itu, peradilan umum merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dalam negara Republik Indonesia. Lembaga peradilan dimaksud mempunyai kedudukan yang sama, sederajat dengan kewenangan yang berbeda.42

G. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis,

40

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

41

A.Aziz Dahlan,Ensikopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT.Ihtiar Baru Van Hoeve, 1996), hal.1777.

(22)

sistematis, dan konsisten.43 Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.44

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.45

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literatur maupun peraturan perundang-undangan.46

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

43Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal.2. 44 Muslam Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), hal.91.

45 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.101.

(23)

a. Bahan Hukum Primer,47 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Al-Qur’an dan Hadist, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian serta kewenangan Pengadilan Agama.

b. Bahan Hukum Sekunder,48yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, Putusan Pengadilan Agama Medan Nomor 1572/Pdt.G/2011/PA Mdn dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier,49 yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

47 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal.53.

48Ibid.

(24)

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum, surat kabar, ensiklopedia, makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu menghimpun data dari hasil pencarian bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Untuk memperoleh data-data ini akan menggunakan alat penelitian studi dokumen/pustaka atau penelitian pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan semua peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.50.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:

1) Studi dokumen, studi dokumen dilakukan dengan membaca, mempelajari, dan menganalisis literarur buku-buku, peraturan peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.

2) Wawancara dipandu dengan pedoman wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau

(25)

narasumber yaitu Pengadilan Agama Medan Kelas IA dan MUI Wilayah Sumatera Utara sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).51 Kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.52

51Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ada anak yang cepat menyelesaikan tugas yang diberikan guru, hal inii menunjukkan bahwa anak tersebut telah siap untuk diberikan permainan berhitung

Untuk selanjutnya hasil estimasi tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan/udang yang direfleksikan dari data produksi hasil tangkapan nelayan di Danau Paniai adalah sebagai berikut :

$etika timbul ge#ala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak menun#ukkan ge#ala)" infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada

The fiscal decentralisation side of Village Law 2014 has cre- ated new intergovernmental village fiscal relations in the form of fiscal transfers adding village funds (Dana Desa)

experiential marketing terhadap customer satisfaction, fokus kepada pengalaman pelanggan juga akan memberikan dampak yang positif. pada

Indeed, Martin Ravallion (2016) has expressed his concerns about the ‘fetish’ of poverty targeting, exemplified by the obsession with addressing inclusion errors while much less

Karena f-hitung>f-tabel (4.732>3.195) dan signifikansi 0.013<0,05, maka dapat dinyatakan bahwa terpaan informasi tentang performance film dan kredibilitas selebriti

This paper reveals that Teaching Practice which is provided for student teachers to gain first-hand experience of working with students in real classroom settings and