• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Penggandaan Buku Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Studi Pada Titi Gantung Medan)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

23

A. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

Keaslian suatu karya, baik berupa karangan atau ciptaan merupakan suatu

hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta. Hal ini berarti bahwa

karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang mengakui

karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya. Hak pengarang atau pencipta di

Indonesia disebut author right. Istilah ini digunakan sejak diberlakukannya

Auteurswet 1912 Stb. 1912 No. 600, yang kemudian dalam peraturan

perundang-undangan selanjutnya menggunakan istilah hak cipta.

Hak cipta merupakan subsistem dari Hak Kekayaan Intelektual yang

secara internasional disebut dengan intelectual property right. Hak Kekayaan

Intelektual dibagi menjadi atas dua kelompok besar, yakni hak milik

perindustrian (industrial property right) dan hak cipta, yang termasuk kelompok

hak milik perindustrian, antara lain paten (patents), merek dagang (trademarks).

desain industri (industrial design), rahasia dagang (undisclosed information),

indikasi geografis (geographical indication), model dan rancangan bangunan

(utility models), dan persaingan curang (unfair competition), sedangkan yang

termasuk kelompok hak cipta dibedakan antara hak cipta atas seni sastra dan ilmu

pengetahuan dan hak- hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring rights).19

Sejak tahun 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa

telah diberlakukan Konvensi Bern, yang ditujukan bagi perlindungan

19

(2)

ciptaan di bidang sastra dan seni. Kecenderungan negara-negara Eropa Barat

untuk menjadi peserta pada Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan

Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah

berlaku sejak 1881 dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1

November tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama

setelah pemberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri

pada Konvensi Bern 1886.20 Secara yuridis formal Indonesia diperkenalkan

dengan masalah hak cipta pada tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya

Auteurswet (Wet van 23 September 1912, Staatblad 1912 Nomor 600), yang

mulai berlaku 23 September 1912.21Setelah Indonesia merdeka, ketentuan

Auteurswet 1912 ini kemudian masih dinyatakan berlaku sesuai dengan

ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal II Aturan Peralihan

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik Indonesia

Serikat dan Pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pemberlakuan

Auteurswet 1912 ini sudah barang tentu bersifat sementara.22

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar

dari Konvensi Bern dan menyatakan semua ketentuan hukum tentang hak cipta

tidak berlaku lagi, agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil

karya, cipta, dan karya asing tanpa harus membayar royalti. Dengan

pertimbangan agar tidak menyulitkan Indonesia dalam pergaulan masyarakat

internasional, sikap itu ditinjau kembali setelah Orde Baru berkuasa. Ketentuan

20

Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization/WTO- TRIPs Agreement, Bogor, Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 53.

21

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung, Alumni, 2003, hlm. 56.

22

(3)

lama zaman Belanda tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912 berlaku lagi. 23

Setelah 37 tahun Indonesia merdeka, Indonesia sebagai negara berdaulat

mengundangkan suatu Undang-Undang nasional tentang Hak Cipta, tepatnya

tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut

Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus

mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15.

Undang-undang ini pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912

namun disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu. Dalam

pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 ini ternyata banyak

dijumpai terjadinya pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana

pembajakan terhadap hak cipta, yang telah berlangsung dari waktu ke waktu

dengan semakin meluas dan sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan

merugikan kreatifitas untuk mencipta, yang dalam pengertian yang lebih

luas juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya.24

Perkembangan kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Sebab-sebab timbulnya keadaan tersebut bersumber kepada:

1. Masih belum memasyarakatnya etika untuk menghargai karya cipta

seseorang;

2. Kurangnya pemahaman terhadap arti dan fungsi hak cipta, serta

ketentuan undang-undang hak cipta pada umumnya, yang disebabkan

karena masih kurangnya penyuluhan mengenai hal tersebut;

23

Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-beluknya), Jakarta, Penerbit Erlangga, 2008, hlm 22

24

(4)

3. Terlalu ringannya ancaman yang ditentukan dalam undang-undang hak

cipta terhadap pembajakan hak cipta.25

Namun di luar faktor di atas, pengamatan terhadap Undang- Undang

Nomor 6 Tahun 1982 itu sendiri ternyata juga menunjukkan masih perlunya

dilakukan beberapa penyempurnaan sehingga mampu menangkal pelanggaran

tersebut. Dalam memenuhi tuntutan penyempur naan atas Undang- Undang

Hak Cipta 1982 tersebut, maka pada tanggal 23 September 1987 Pemerintah

atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, diundangkanlah Undang- Undang

Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1982 tentang Hak Cipta. Di dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1987

skala perlindungan pun diperluas, diantara perubahan mendasar yang terjadi di

dalamnya adalah masa berlaku perlindungan karya cipta diperpanjang

menjadi 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Karya-karya seperti

rekaman dan video dikategorikan sebagai karya- karya yang dilindungi. Selain

itu salah satu kelemahan dari Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1982 dalam

menanggulangi pelanggaran hak cipta karena peraturan pidananya sebagai

delik aduan. Penyidik baru dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya

setelah adanya pengaduan dari pihak korban. Oleh karena itu, dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 peraturan pidananya diubah menjadi delik biasa.

Warga masyarakat dapat melaporkan adanya peristiwa pelanggaran hak cipta

tanpa perlu ada pengaduan dari korban, penyidik dapat melakukan penangkapan

terhadap pelakunya. 26

25

Suyud Margono, Op.Cit., hlm. 58 26

(5)

Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui Undang-Undang Hak

Cipta 1997 telah memuat beberapa penyesuaian Pasal yang sesuai dengan

Perjanjian Trade Related Aaspects of Itelectual Property Rrights (TRIPs), masih

terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan

bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya umtuk

memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman

seni dan budaya bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan hal tersebut

dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Hak Cipta dengan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena

kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual

masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar

terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan

pembangunan nasional, maka dibentuklah Undang-Undang Hak Cipta yang baru,

yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar sesuai

dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Cipta

Istilah hak cipta yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan

terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan

Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang

dipersoalkan karena dipandang menyempitkan pengertian hak cipta27 Jika dikaitkan

dengan hak cipta dapat dikatakan bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan,

hal ini sesuai dengan pengertian hak cipta yang menunjukkan bahwa hak cipta itu

27

(6)

hanya dapat dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Di samping mempunyai

sifat mutlak juga ada sifat droit de preference.

Pertama kali peraturan hak cipta yang berlaku ketika Indonesia merdeka

adalah Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912, peraturan tersebut

merupakan peraturan peninggalan zaman penjajahan Belanda dan diberlakukan

sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa sebelum

dibentuk peraturan baru maka peraturan-peraturan yang lama masih tetap

diberlakukan. Auteurswet 1912 pada pokoknya mengatur perlindungan hak cipta

terhadap ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Negara Indonesia

baru mempunyai peraturan hak cipta nasional setelah 37 tahun merdeka yaitu

dengan dibentuknya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak cipta.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 maka Auterswet 1912

dinyatakan tidak berlaku lagi.28

Berdasarkan substansinya, Hak Kekayaan Intelektual berhubungan erat

dengan benda tidak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari

cipta, rasa dan karsa manusia.29 Definisi yang bersifat lebih umum dikemukan oleh

Jill Me Keogh dan Steward dalam Tommy Suryo Utomo, yang mendefinisikan Hak

Kekayaan Intelektual adalah sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk

melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha yang kreatif.30

Dua lembaga internasional yaitu UNCTAD dan ISCD mendefinisikan Hak

Kekayaan Intelektual adalah hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh

hukum. Di samping itu Direktorat Jenderal (Dirjen) HKI Departemen Hukum dan

28

Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2013, hlm 6

29

Tommy Surya Utomo. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Globalisasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009, hlm 1

30

(7)

HAM RI bekerja sama dengan ECAP mendefinisikan Hak Kekayaan Intelektual

sebagai hak yang timbul bagi hasil oleh pikir otak yang menghasilkan suatu produk

yang berguna bagi manusia.31

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan, memperbanyak, ciptaan atau memberikan izin dengan tidak

mengurangi batasan-batasan menurut perundang-udangan yang berlaku.32 Hak cipta

diberikan pada setiap hasil ciptaan yang menunjukan keaslian atau kebaharuan

dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Menurut OK. Saidin, Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan,

hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio.

Hanya orang yang mampu memperkerjakan otaknya sajalah yang dapat

menghasilkan hak kebendaan yang disebut dengan intellectual property rights. Itu

yang menyebabkan hasil kerja otak dapat membuahkan hak atas kekayaan yang

bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu saja yang dapat melahirkan hak semacam

itu.33 Hak cipta pada prinsipnya ada atau lahir bersamaan dengan terwujudnya suatu

karya cipta atau ciptaan. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang hak cipta

menentukan bahwa untuk keperluan saat memulai perlindungan hukum hak cipta,

ciptaan tersebut dianggap mulai ada sejak pertama kali diumumkan atau di

publikasikan.34

Adapun sifat-sifat hak cipta, antara lain :

1. Hak cipta adalah hak eksklusif dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 disebutkan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif;

31

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, 2006 32

Sudaryat, et al.Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Oase Media, 2010, hlm 41 33

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaaan Intelektual (Intelecctual Property Rights),

Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015, hlm 9 34

(8)

diartikan sebagai hak eksklusif karena hak cipta hanya diberikan kepada

pencipta atau pemilik/pemegang hak, dan orang lain tidak dapat

memanfaatkannya atau dilarang menggunakannya kecuali atas izin pencipta

selaku pemilik hak, atau orang yang menerima hak dari pencipta tersebut

(pemegang hak).Pemegang hak cipta yang bukan pencipta ini hanya memiliki

sebagian dari hak eksklusif tersebut yaitu hanya berupa hak ekonominya saja

2. Hak cipta berkaitan dengan kepentingan umum seperti yang telah dijelaskan

bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang istimewa, tetapi ada

pembatasan-pembatasan tertentu yang bahwa hak cipta juga harus

memperhatikan kepentingan masyarakat atau umum yang juga turut

memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu ciptaan

tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi penggunaannya

sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan

kepentingan masyarakat (kepentingan umum). Kepentingan-kepentingan umum

tersebut antara lain: kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan

penelitian dan pengembangan. Apabila negara memandang perlu, maka negara

dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau

memperbanyaknya atau pemegang hak cipta dapat memberi izin kepada pihak

lain untuk melakukannya.

3. Hak cipta dapat beralih maupun dialihkan seperti halnya bentuk-bentuk benda

bergerak lainnya, hak cipta juga dapat beralih maupun dialihkan, baik sebagian

maupun dalam keseluruhannya. Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan

(9)

a. „transfer‟: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan hak

kepada pihak/orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat,

perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan

perundang-undangan

b. „assignment‟: merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada

pihak lain berupa pemberian izin/ persetujuan untuk pemanfaatan hak cipta

dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensI.35

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta terdapat

subjek hak cipta, yaitu pencipta dan pemegang hak cipta. Pencipta dan kepemilikan

adalah pokok utama yang terpenting dalam hukum hak cipta. Yang dimaksud

pencipta harus mempunyai kualifikasi tertentu agar hasil karyanya dapat dilindungi.

Seorang pencipta harus mempunyai identitas dan status untuk menentukan

kepemilikan hak. Pada dasarnya seseorang yang membuahkan karya tertentu adalah

seorang pemilik hak cipta. Pengertian pencipta berdasarkan Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, pencipta adalah seseorang atau beberapa

orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama- sama menghasilkan suatu ciptaan

yang bersifat khas dan pribadi

Pencipta memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan dan memperbanyak

ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa

mengurangi pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari

itu, tidak boleh seorang pun mengumumkan atau memperbanyak ciptaan seorang,

kecuali dengan izin pemilik atau pemegang suatu hak cipta. Pengertian pemegang

hak cipta berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

35

(10)

Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang

menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima

lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Di Indonesia sendiri,pengaturan mengenai hak cipta hadir pada masa

pemerintahan kolonial Belanda setelah diberlakukannya Auteurswet 1912. Setelah

merdeka, Indonesia memiliki Undang-Undang Hak Cipta sendiri yang hingga kini

telah mengalami beberapa kali perubahan. Adapun perangkat pengaturan hak cipta

terakhir saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta.Pengertian mengenai hak cipta sendiri dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Hak Cipta yaitu: “hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang

timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan-pembatasan sesuai

dengan ketentuan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual di

Indonesia mulai ada pada dekade 1840-an, yakni ketika pemerintah kolonial

Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual pada Tahun 1844. Selanjutnya, pemerintah Belanda

mengundangkan Undang-Undang Merek pada Tahun 1885, Undang-Undang Paten

pada Tahun 1910, dan Undang-Undang Hak Cipta pada Tahun 1912.36 Setelah

proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana ditetapkan dalam

Ketentuan Peralihan UUD 1945, peraturan perundang-undangan peninggalan

kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pada

tanggal 10 Mei 1979, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris Convention for

36

(11)

the Protection of Industrial Property/Stockholm Revision 1967) berdasarkan

Keputusan Presiden No 21 Tahun 1979. Pada tanggal 12 April 1982 pemerintah

mengesahkan Undang-Undang No 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta untuk

menggantikan Undang-Undang Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan

Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan

melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu,

seni dan sastra; serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.37

Pada Tahun 1987 Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang No

7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas Undang-Undang No 6 Tahun 1982 Tentang

Hak Cipta. Dalam penjelasan Undang-Undang No 7 Tahun 1987 secara jelas

dinyatakan bahwa perubahan atas Undang-Undang No 6 Tahun 1982 dilakukan

karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan

kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat. Kemudian

Undang-Undang No 7 Tahun 1987 diubah lagi menjadi Undang-Undang-Undang-Undang No 12 Tahun 1997.

Perkembangan di bidang perdagangan dan industri telah berubah sedemikian

pesatnya, sehingga diperlukan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait,

maka untuk menjawab perkembangan tersebut diperlukan perubahan atas

Undang-Undang No 12 Tahun 1997 menjadi Undang-Undang-Undang-Undang No 19 Tahun 2002.38

Pengaturan hak cipta di Indonesia telah beberapa kali mengalami

perubahan hingga yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2014.

Pengaturannya telah berkembang disesuaikan guna mengakomodir permasalahan

yang baru. Hak cipta dapat dikatakan sebagai hak absolut. Hak absolut adalah

37

Ibid

38

(12)

hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek hukum yang menimbulkan

kewajiban pada setiap orang lain untuk menghormati hubungan hukum itu.39 Sifat

absolut ini kemudian melekat pada hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta

dan pemegang hak cipta. Hak ekslusif itu berupa hak moral dan hak ekonomi. Hak

moral dalam terminologi Bern Convention menggunakan istilah moral rights, yakni

hak yang dilekatkan pada diri pencipta.40

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta,

hak moral merupakan bentuk perwujudan apresiasi secara moral yang tetap melekat

pada pencipta. Hak ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hak

moral terdiri dari:

1) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan

sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

2) Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;

3) Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;

4) Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

5) Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan,

modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

bahwa hak ekonomi yaitu hak untuk dapat menikmati manfaat ekonomi dari

ciptaan. Hak ini dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta secara eksklusif.

Hak cipta sendiri lahir secara deklaratif, yaitu lahir tanpa perlu adanya pendaftaran.

Namun demikian, agar suatu hak cipta memiliki bukti otentik yang sangat berperan

dalam pembuktian awal di pengadilan, maka sebaiknya hak cipta tersebut

didaftarkan.41 Ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.

39

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty 2007, hlm 54

40

OK Saidin, Op.Cit, hlm 250 41

(13)

Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014, dimasukkan beberapa ketentuan

baru, antara lain mengenai hal-hal sebagai berikut :

(a) Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan

dengan penerapan aturan di berbagai Negara sehingga jangka waktu perlindungan Hak Cipta diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.,

(b) Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta dan/atau

Pemilik Hak Terkait.

(c) Penyelesaian sengketa melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan,

serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.

(d) Tanggung jawab pengelolaan tempat perdagangan atas pelanggaran Hak

Cipta dan/atau Hak Terkait.

(e) Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek

jaminan fidusia.

(f) Kewenangan Menteri untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan

apabila Ciptaan tersebut melanggar norma dan peraturan perundang-undangan.

(g) Imbalan royalty yang didapatkan oleh Pencipta dan/atau Pemilik Hak

Terkait untuk Ciptaan dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersil.

(h) Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola

hak ekonomi Pencipta dan Pemilik Harta Terkait Wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri.

(i) Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana multimedia untuk

merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi

Pengaturan yang berlaku bagi perlindungan hak cipta di Indonesia saat ini

adalah Undang-Undang Hak Cipta. Undang-undang ini disebutkan lebih memberi

perlindungan bagi para pencipta di Indonesia.Hal ini dapat dilihat dari Pasal-Pasal

di dalamnya yang lebih memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak dalam hak

cipta, terutama pencipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

ini mengatur lebih banyak mengenai defenisi, seperti adanya defenisi atas “fiksasi”,

“fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”,

“pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya.

Undang-Undang Hak Cipta membahas lebih detail isu yang sebelumnya telah

(14)

ekonomi, hak cipta, dan hak terkait diberi porsi 17 Pasal. Termasuk di dalamnya

adalah ketentuan mengenai kepemilikan hak ekonomi pencipta yang telah dijual

putus sold flat kepada pihak lain akan beralih kembali kepada pencipta setelah 25

tahun Pasal 18 Undang-Undang Hak Cipta dan ketentuan yang sama untuk

performer lagu dan/atau musik yang telah dijual hak ekonominya Pasal 30

Undang-Undang Hak Cipta 201442

C. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang berkenaan dengan kekayaan

yang timbul karena kemampuan intelektual manusia.43 Kemampuan tersebut dapat

berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, dan sastra. Istilah HKI

merupakan terjemahan dari Intelektual Property Right (IPR) yang dideskripsikan

sebagai hak atas kekayaan yang timbul kerena kemampuan intelektual manusia.

IPR sendiri pada prinsipnya merupakan perlindungan hukum atas HKI yang

kemudian dikembangkan menjadi suatu lembaga hukum yang disebut “Intelektual

Property Right”44

Rachmadi Usman memberikan pengertian KI sebagai “hak atas kepemilikan

terhadap karya–karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan

intelektualitas manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi”. 45

Hak kekayaan intelektual adalah hak atas kepemilikan terhadap

karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia

42 Selvie Sinaga, “Catatan Terhadap UU Hak Cipta Baru”, Kompas, http://print.kompas.com/2015/01/12/Catatan-terhadap-UU-Hak-Cipta-Baru, diakses tanggal 1 April 2017.

43

Muhammad Ahkam Subroto, Eksplorasi Konsep Kekayaan Intelektual Untuk Penumbuhan Inovasi, Jakarta, LIPI Press, 2005, hlm 11

44

Afrillyanna Purba, TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, Jakarta, Asdi Mahasatya, 2005, hlm. 9

45

(15)

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya, yang termasuk

dalam lingkup KI segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang

dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia. Hal inilah yang

membedakan KI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.46

Menurut Budi Santoso, KI pada dasarnya merupakan suatu hak yang timbul

sebagai hasil kemampuan intelektual manusia dalam berbagai bidang yang

menghasilkan suatu proses atau produk bermanfaat bagi umat manusia.47

Jangka waktu perlindungan hak cipta sangat erat kaitannya dengan bentuk

perlindungan. Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa

saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut

kecuali dengan seijin pemegang hak cipta.

Sebagai pengecualian, maka dengan menyebut atau mencantumkan

sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta atas:

1. penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;

2. pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna

keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;

3. pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna

keperluan:

a. ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

atau

46

Ibid. 47

(16)

b. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan

tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.

4. perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam

huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu

bersifat komersial;

5. perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan

cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum,

lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non

komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

6. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas

karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;

7. pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program

komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Jangka waktu perlindungan hak cipta pada umumnya berlaku selama hidup

pencipta dan terus berlangsung hingga 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta

meninggal dunia terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Dalam hal

ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan hak cipta berlaku

selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung

selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari

tahun berikutnya. pelindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau

dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak

pertama kali dilakukan pengumuman Pasal 58 Undang – Undang nomor 28

(17)

D. Pelanggaran Hak Cipta dan Ciptaan Yang Dilindungi dalam Hukum

Positif

Hak cipta dilindungi di dalam dan di luar negeri, di dunia internasional

menurut undang-undang dan perjanjian setiap negara. Namun demikian,

pelanggaran hak cipta akhir-akhir ini semakin merajalela. Sudah sering membaca

tentang kasus-kasus pelanggaran dalam surat kabar dan di televisi, radio, dan

sebagainya. Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti

penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan

pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika

seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras

atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar.

Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam

hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa

bersalah bila mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta,

adalah hak milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang

dihasilkan secara kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa.

Memasuki abad ke-21, penting sekali bagi masyarakat untuk sama-sama

menyadari bahwa melanggar hak-hak ini adalah perbuatan yang salah.48

Hak cipta dilanggar apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari penciptanya yang mempunyai hak eksklusif atas ciptaannya. Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak.

48

(18)

Pelanggaran semacam ini dapat dikenakan denda atau sanksi pidana secara khusus yang diatur oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014.Pelanggaran hak cipta dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum. Penegakan hukum di negara Indonesia

merujuk pada adanya suatu bentuk kelembagaan.49

Pelanggaran hak cipta adalah suatu perbuatan yang melanggar hak khusus dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hak khusus tersebut digunakan untuk mengumumkan ciptaannya, memperbanyak, memberi izin untuk mengumumkan ciptaannya oleh pihak lain. Terjadinya tindakan pelanggaran terhadap hak khusus ini diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang semakin sulit, yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat luas. Salah satu dampak yang timbul yaitu tingginya angka pengangguran karena kesempatan untuk memperoleh pekerjaan terbatas. Hal inilah yang mendorong sebagian warga masyarakat melakukan pekerjaan apa saja walaupun hal tersebut melanggar norma-norma hukum.

Pada prinsipnya yang dilindungi oleh hak cipta adalah ekspresi ide yang

tertuang dalam bentuk materiil (fixed material form) yang dapat dilihat, dibaca, atau

didengar. Sedangkan ide, gagasan, metode, informasi, teori, daftar logaritma, atau

data tidak dilindungi.50 Oleh karena itu, setiap pelanggaran hak cipta senantiasa

dikaitkan secara langsung dengan peniruan bentuk materiil atau ekspresi ide dari

sebuah ciptaan yang telah ada. Dengan demikian, mengambil ide milik orang lain

dan menuangkannya dalam bentuk materiil yang baru bukan suatu pelanggaran hak

cipta. Akan tetapi, mengcopy ekspresi ide orang lain atau mengambil bagian yang

substansial dari suatu ekspresi ide merupakan suatu pelanggaran hak cipta yang

tanpa hak telah memperbanyak atau mereproduksi suatu ciptaan.51

49

(19)

Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan,

pengutipan, perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh

ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta,

bertentangan dengan undang atau melanggar perjanjian. Dilarang

undang-undang artinya undang-undang-undang-undang hak cipta tidak memperkenankan perbuatan itu

dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal yakni :

1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau

seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas ;

2. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang

bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan

atau ;

3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak

dan menjual video compact disc (VCD) porno.52

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah merinci

delapan belas kelompok ciptaan sesuai dengan jenis dan sifat ciptaan.

Ciptaan-ciptaan yang dikelompokkan merupakan Ciptaan-ciptaan-Ciptaan-ciptaan yang tergolong tradisional

dan yang tergolong baru. Pada dasarnya yang dilidungi Undang-Undang No. 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah pencipta yang atas inspirasinya

menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya

di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian pencipta untuk

dapat melakukan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus

mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang

atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi pencipta.

52

(20)

Keseluruhan uraian tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 1 angka (3)

Undang-Undang Hak Cipta 2014 yang menetapkan: “Ciptaan adalah hasil setiap

karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.”

Menurut L.J Taylor dalam bukunya Copyright For Librarians menyatakan

bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide. Jadi, bukan

melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah

dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.53

Mengacu pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra

dan ilmu pengetahuan. Dari tiga lingkup ini undang-undang merinci lagi

diantaranya seperti yang ada pada ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No.

28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang terdiri dari :

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya

tulis lainnya.

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan sejenis lainnya

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,

seni pahat, patung atau kolase

g. Karya seni terapan

h. Karya arsitektur

i. Peta

j. Karya seni batik atau seni motif kain

k. Karya fotografi

l. Potret

m. Karya sinematografi

n. Terjemahan tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya

tradisional

53

(21)

p. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli

q. Permainan, video dan

r. Program computer

Selain ciptaan tersebut di atas beberapa ciptaan lain yang juga dilindungi

oleh UUHC 2014 yaitu dalam ketentuan Pasal 38 UUHC 2014 yang menyatakan :

1) hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara.

2) negara wajib menginventarisasi, menjaga dan memelihara ekspresi budaya

tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Disamping itu ada pula hasil karya yang tidak dilindungi oleh hak cipta

seperti yang tercantum pada Pasal 41 dan 42 UUHC 2014 yang meliputi:

(a) hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata

(b) setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data

walaupun telah diungkapkan dinyatakan, digambarkan, dijelaskan atau digabungkan dalam sebuah ciptaan

(c) alat benda atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah

teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungisional

Pasal 42 UUHC 2014 menyatakan tidak ada hak cipta atas hasil karya

berupa:

(a) hasil rapat terbuka lembaga negara

(b) peraturan perundang-undangan

(c) pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah

(d) putusan pengadilan atau penetapan hakim dan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menampilkan data SP2D dapat dilakukan dengan cara memilih SKPD, memilih Program dan memilih Kegiatan kemudian klik tombol Tampilkan Data..

Koordinasi dengan seluruh Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diseluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi tentang upaya keberatan sebagaimana ketentuan Pasal 19

JUDUL : PENERIMA DOKTOR HONORIS CAUSA MEDIA : KOMPAS. TANGGAL : 25

Cisco IT Essentials Virtual Desktop terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran perakitan komputer SMK Bina Nusantara Ungaran. Penelitian ini menggunakan

Butir-Butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.. Jakarta: Departemen Pendidikan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang penerapan LMS, fitur LMS yang digunakan, fasilitas

Demokratisasi pemerintahan di Yogyakarta merupakan perubahan yang mendasar jika dilihat dari konsep kekuasaan dalam kebudayaan Jawa, cikal bakalnya diperkenalkan

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan proposal skripsi