1
REKONSTRUKSI I Partisipan I
REFLEKSI TANYA/JAWAB ANALISA/KODING
R : Bapak ngertinya bahasa simalungun?
E : mengerti
R : lalu bahasa sehari-hari yang digunakan apakah
bahasasimalungun?
E : tiga jenis lah, toba, bahasa Indonesia, simalungun. Di kantor bahasa Indonesia, di rumah bahasa toba, di gereja bahasa simalungun.
R : jika bertemu dengan kawan-kawan pakai bahasa apa? E : diluar bahasa toba R : lebih sering?
E : toba. Kadang toba kadang simalungun, campur-campurlah.
R : jika bertemu dengan orang simalungun?
E : menggunakan bahasa simalungun
Partisipan memahami bahasa Simalungun W1.W.ep.051116.A1 Partisipan lebih sering
menggunakan percampuran bahasa
Toba-Simalungun W1.W.ep.051116.A2 Menggunakan bahasa Simalungun bergantung
pada situasinya W1.W.ep.051116.A3
R : kenapa di Sidamanik lebih banyak orang menggunakan bahasa toba daripada bahasa simalungun itu sendiri? E : simalungun telah mengalami
erosi. Simalungun sekarang sudah erosi. Simalungun sekarang sudah heterogen, tidak seperti orang nias simalungun itu ada rasa malu, kalau orang simalungun jumpa sama marga simalungun enam orang atau tujuh orang, datang orang batak, batak toba, yang enam orang itu berbahasa bahasa toba. Padahal enam lawan satu, bangsa
simalungun seperti itu dia. jumpa beberapa komunitas suku karo, datang orang karo mereka trus berbahasa karo.
Simalungun telah mengalami erosi W1.W.ep.051116.A4 Simalungun memiliki rasa
malu untuk mempertahankan bahasa
mereka
W1.W.ep.051116.A5 Orang simalungun mengalami erosi, dengan
Tidak dipertahankannya bahasanya.
R : itu karna malu?
E : bukan karna malu, ntah karna apalah itu. Itu erosinya. Tidak dipertahankan
simalungunnya.
R : seperti bapak, kenapa bapak kalau bicara dengan orang lain tidak menggunakan bahasa simalungun?
E : itu tadi, sebenarnya ingin seperti itu. Kalau di Raya kami bahasa simalungun. Tapi kalau sidamanik ntah kenapa.
Partisipan tidak mengetahui mengapa dia
tidak menggunakan bahasa Simalungun di
Sidamanik W1.W.ep.051116.A7
R : jadi dari ompung-ompung dulu menggunakan bahasa simalungunnya atau bahasa lain?
E : belum, campur-campur juga. Cuma toba bukan seperti tobanya Tapanuli Utara ada sepertinya kemiripan bahasa dengan samosir. Bahasa toba yang kita adopsi sekarang kayak bahasa toba samosir, toba simmalungun yang datang kemari.
R : itu apakah membentuk budaya baru?
E : nggak. Cuma secara tak langsung, sadar tak sadar toba samosir yang merantau ke simalungun
R : berarti udah jadi kebiasaan ya?
E : iya.
orangtua partisipan juga tidak menggunakan bahasa Simalungun W1.W.ep.051116.A8 Secara tidak sadar orang Simalungun menggunakan
bahasa Toba W1.W.ep.051116.A9
Orang Simalungun menjadi terbiasa menggunakan bahasa
Toba
W1.W.ep.051116.A10
R : bagaimana lah perasaan orang bapak selaku orang simalungun melihat lebih banyak penggunaan bahasa toba daripada simalungun itu sendiri?
E : prihatin. Seperti saya mengikuti sebuah organisasi di simalungun ini. Sebenarnya
Partisipan merasa prihatin dengan Simalungun W1.W.ep.051116.A11 Sebuah organisasi yang
diikuti partisipan menuntut untuk menggunakan bahasa
di tuntut untuk menggunakan bahasa simalungun, namun dalam konteks komunikasi lebih banyak menggunakan bahasa toba. Itu yang saya tidak suka. Jika di evaluasi, sedih kita sebenarnya. Tidak ada yang bagaimana agar bahasa simalungun itu, gimana agar “ Ahap Simalungun” itu bisa
terdongkrak di sidamanik ini. Tidak ada teman untuk
berjuang. Sebenarnya ada tapi setengah-setengah, setegah hatinya dikasih, nggak peduli tentang simalungun. Termasuk juga jika kita naik keatas, ada pepatah simalungun
“Holiskon Laklak,
Sopalipahu. Age mahua halak,
asal ma ulang ahu”. Artinya kan mementingkan dirinya sendiri, itulah simalungun. R : identitas simalungun sudah
mulai hilang?
E : itu tadi erosi. Salah satu contoh nyata hanya di gereja. Pengkhotbah menggunakan bahasa simalungun, si pendengar bisik-bisikan dengan bahasa toba. Itu masih di forum gereja. Keluar gereja semua itu pakai bahasa toba. Ngeri.
Partisipan merasa sedih dan berusaha untuk mendongkrak ahap
Simalungun W1.W.ep.051116.A13 Partisipan tidak memiliki
teman untuk berjuang mepertahankan
Simalungun W1.W.ep.051116.A14 Orang Simalungun tidak
sepenuh hati untuk bersama membangun
Simalungun W1.W.ep.051116.A15 Orang Simalungun lebih mementingkan diri sendiri
W1.W.ep.051116.A16
R : karakter orang simalungun? E : orang simalungun itu
plin-plan. Karena orang simalungun mudah
terprovokasi oleh suku asing, kita katakan mereka lebih fasih menggunakan bahasa toba. Ompung aja pakai bahasa toba di rumah. R : ada lagi?
E : apatis. Sudah tidak memiliki
Orang Simalungun plin-plan dan mudah terprovokasi budaya lain
W1.W.ep.051116.A17 Orang Simalungun lebih
kepedulian lagi dengan “Ahap Simalungun”. Seperti marga SISADAPUR seharusnya mengembangkan “Ahap Simalungun”. Karena orang simalungun itu tidak mau mempertahankan simalungun itu, makanya miris, ngeri orang simalungun itu.
W1.W.ep.051116.A19 Partisipan merasa miris dan ngeri dengan orang Simalungun yang tidak mau mempertahankan
Simalungun W1.W.ep.051116.A20
R : jadi apakah sebenarnya orang simalungun tidak masalah dengan keberadaan budaya lain disini?
E : tidak,sejauh ini sih nggak. Nggak di usik juga
keberadaan mereka. seharusnya dihargailah budayanya.
R : siapa? Orang toba yang harus menghargai atau orang
simalungun?
E : orang simalungun lah. Kayak tadi lah kan aku pakai gotong itu tadi waktu pertandingan tadi, di bilang istriku “ngapain kau pakai-pakai itu, macam orang apa kau”. hah itulah kan, itukah suatu tantangan itu, padahal saya tadi
terbayang nya apa di pikiran orang, pandangan orang lain. Tapi itulah tantangannya. R : lalu apakah orangtua
sekarang mengajarkan bahasa simalungun?
E : tidak lagi. Lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia
R : okelah Pak. Terimakasih untuk waktunya
R : oke sama-sama
Orang Simalungun terbuka dengan budaya
asing yang datang ke Simalungun W1.W.ep.051116.A21 Menurut partisipan orang
Simalungun harus mau menunjukkan identitasnya, misalnya
dengan menggunakan gotong
W1.W.ep.051116.A22 Orangtua tidak lagi mengajarkan bahasa Simalungun kepada
anak-anaknya
REFLEKS I
TANYA/JAWAB ANALISA/KODING
R : selamat siang, BapaTua E : siang
R : bagaimana kabarnya, Tua? Sehat?
E : Ya beginilah..(tertawa). Sudah lumayan lah. Sehat.
Partisipan dalam keadaan sehat
W2.W.ep.140417.A1
R : baiklah Tua, jadi tujuanku melakukan wawancara adalah untuk penelitian skripsiku, Tua. Tentang kebudayaan Simalungun. aku ingin melihat identitas etnis suku
Simalungun, Tua. E :hmm..yaa kalau tentang
identitas etnis, hmmm..itu tentang ahapnya. Ahap (rasa atau keyakinan akan budaya suku sendiri) disini ya apa yang ada di dalam (memegang dada) diri kita ini. Nggak bisa kita bilang identitas itu
tortornya misalnya, makanannya, tariannya itu semua tergantung yang ada di dalamnya ahapnya itu tadi begitu. Eee..itulah yang ada disini itu yang perlu
sebenarnya. Ahap itu tadi.
Menjelaskan tujuan di lakukannya wawancara
W2.W.ep.140417.A2 Ornamen, tarian dan
sebagainya bukan merupakan identitas etnis
melainkan Ahap Simalungun W2.W.ep.140417.A3
Lalu yang tidak ke
gereja bagaimana?
R : Menurut Tua situasi budaya Simalungun sekarang seperti apa, sudah semakin merosost atau bagaimana?
E : gimana yaa… budaya Simalungun itu sudah apa namanya itu, istilah kebudayaan itu, sudah bercampurlah gitu..apa istilahnya itu? Sudah mulai bercampur gitu. Kayak itulah kan, gotong sekarang kan udah lepes (bentuknya lebih kecil seperti topi, gotong asli
Simalungun berbentuk kerucut yang ditopang dengan
Kebudayaan Simalungun sudah bercampur W2.W.ep.140417.A4 Bentuk gotong dan ulos
Simalungun sudah di modifikasi W2.W.ep.140417.A5
selembar karton, namun gotong sekarang tidak lagi menggunakan karton untuk membentuk kerucut), mana ada seperti itu budaya Simalungun selama ini kalau gotong, kaya udah gotongnya sumatera barat, baru pakaian-pakaiannya pun sudah di permodern kan, kalau dulu ulos itu, di uloskan kalau sekarang sudah di jahit kan kayak rok kan..yah semakin modern lah gitu budayanya. Asimilasinya istilahnya kalau agak bercampur itu, bercampur dengan budaya tetangga R : akulturasi?
E : hmm..berakulturasi, berasimilasi gitu kan, jadi bercampurlah
R : tujuan aku mengambil ini karena banyak artikel dan informasi yang menyatakan bahwa budaya Simalungun semakin merosot, kita seperti tidak mau menunjukkan lagi budaya kita begitu, Tua. E : bukan merosot..artinya
gimana yahh..merosot karena bercampurnyah budaya lain, itu tadi yang Tua bilang sudah terpengaruh dia. Adanya bagusnya kadang-kadang kan, kalau dia semakin modern gitu, bercampur dengan budaya lain pun adanya bagusnya. Sama kayak budayanya Indonesia ini, kalau nggak mau menerima unsur budaya luar kan, kurang bagus juga, ya harus mau berakulturasi gitu kan. Biar jangan apa dia itu..apa namanya itu, terisolir, harus berbaur dengan budaya lainnya kan gitu. Bukannya merosot
Partisipan tidak setuju jika Simalungun dikatakan merosot kebudayaannya
dikarenakan sudah bercampur dengan budaya
lain
W2.W.ep.140417.A7 Simalungun juga harus
berbaur supaya tidak terisolir W2.W.ep.140417.A8 Budaya Simalungun tidak
karena di tinggalkan. R : lalu bagaimana dengan
karakter orang Simalungun Tua? Apakah menjadi faktor yang mempengaruhi juga? E : karakternya kan
lemah-lembut kan gitu. Susah
sebenarnya mengambil hatinya orang Simalungun,
hmmm..tetapi sebaik dapat hatinya itu, mudah menguasai, itu kalau Simalungun. kalau dulu yah waktu berorganisasi di HIMAPSI itu dilambangkan dengan rumah adat
Simalungun itu. Kalau rumah adat Simalungun itu kan, kalau mau masuk kita kan susah, naik tangga dulu, pintunya kecil harus tunduk (jalan merunduk), tapi kalau sudah sampai di dalam luas dia, mau kemanapun kita bisa. Yahh begitulah artinya jiwa orang Simalungun itu, mau
memasuki jiwa orang
Simalungun susah, mengambil hatinya orang Simalungun tapi kalau sudah dapat, sudah masuk gampang
menguasainya.
Karakter orang Simalungun yang lemah lembut juga turut menjadi
faktor yang mempengaruhi keberadaan budaya Simalungun itu sendiri W2.W.ep.140417.A10
Karakter norang Simalungun sama seperti
rumah adat Simalungun, tampak luar sangat sulit
untuk di masuki, tetapi ketika berada di dalam sangat lapang/luas seperti
orang Simalungun yang tamak tertutup dari luar namun baik/lapang dada
hatinya
W2.W.ep.140417.A11
R : berarti Tua nggak setuju kalau di bilang kebudayaan Simalungun itu merosot begitu?
E : Kalau di bilang
merosot…ee..kurang setuju. Tetapi gitu, memang betul bahwa sudah bercampur
dengan budaya lain, bercampur itu bukan berarti merosot gitu maksudnya.
Partisipan tidak setuju jika Simalungun di katakan
merosot
W2.W.ep.140417.A12
R : menurut Tua sendiri masih ada nggak hal-hal yang kita pertahankan sampai sekarang E : makanan, bahasa itu harus,
Makanan dan bahasa merupakan hal-hal yang
dan itu memang hanya di daerah-daerah tertentu yang bisa mempertahankan bahasa itu, itu ada kemerosotannya kan gitu. Dan satu-satunya lembaga yang bisa
mempertahankan itu hanya gereja, GKPS. Kalau yang lainnya itu, ntahlah enta partuha maujana, ntah HIMAPSI, KEMPSI, itu organisasi-organisasi Simalungun yah. HIMAPSI (Himpunan Mahasiswa Pemuda Simalungun), KEMPSI (Komite Nasional Pemuda Simalungun), PMS (Partuha Maujana
Simalungun), da nada satu lagi. Itu semua nggak bisa kita harapkan, untuk
mempertahankan budaya Simalungun itu, seperti bahasa Simalungun, walaupun
memang mereka itu berusaha kan gitu, tapi kalau dikalangan mereka sendiri belum tentu, contohnya kalau di HIMAPSI lah, katakanlah di Medan sana, belum tentu orang itu sama orang itu bahasa Simalungun. kalau sama Simalungun dia, mau bahasa Toba. Beda dengan orang Karo, 2 orang disitu orang Karo, 6 orang Simalungun, 10 orang Toba, kalau orang itu 2 nomong bahasa Karo..kan gitu, dipertahankannya bahasanya itu. Hah begitu nggak bisa dapat, nggak kita peroleh di tengah-tengah warga
Simalungun. jadi satu-satunya yang konstan bahasa
Simalungun itu hanya GKPS lah, melalui
kebaktian-W2.W.ep.140417.A13 Gereja menjadi satu lembaga yang mampu
mempertahankan W2.W.ep.140417.A14 Organisasi-organisasi dan
tokoh Simalungun sudah tidak bisa diharapkan
untuk mengajak masyarakat mempertahankan kebudayaan Simalungun
W2.W.ep.140417.A15 Hanya gereja yang mampu mempertahankan
kebudayaan Simalungun melalui
kebaktian-kebaktian W2.W.ep.140417.A16 Kebudayaan Simalungun
menngalami penurunan W2.W.ep.140417.A17 Jika orang Simalungun
mengadakan pesta pernikahan bahasa dan
ritual (pemberian jambar/daging kepada
tondong) nya menggunakan ritual Toba
W2.W.ep.140417.A18 Hanya di daerah-daerah
tertentu yang mampu mempertahankan kebudayaan Simalungun
kebaktian kan gitu. Jadi itu ada penurunan memang, itulah dari segi bahasanya, dari bahasa budayanya juga, ada
penurunan nggak bisa di pertahankan, sehingga dia harus menerima pengaruh dari budaya lain. Contoh disini ajalah kita lihat yakan, kalau Simalungun berpesta,
Simalungunnya laki-laki, Simalungunnya perempuan tapi kalau martonggo raja (acara yang dilakukan sebelum hari pesta yang ditentukan berlangsung, tujuannya untuk mempersiapkan keperluan pesta, seperti penggunaan fasilitas pesta), bahasa Toba di gunakan, jambarnya ( berupa makanan seperti ikan atau daging yang di bagikan kepada kerabat pihak perempuan dan laki-laki pada saat pesta/acara berlangsung) pun sudah
jambar Toba, ada yang dibelah kepalanya kadang-kadang, ada yang ekornya dikasih sama tulangnya (tulang = adik/abang dari Ibu kita).
R :ohh.. kalau Simalungun itu nggak bisa ya, Tua?
cukup kuat, seperti di Raya, yahh hanya daerah-daerah tertentu lah yang memang masih bisa mempertahankan budaya itu.
R :Jadi kalau di Sidamanik ini bisa, Tua?
E : nggak bisa, sudah bercampur disini, disini sudah simto katanya “Simalungun-Toba”, tidak ada lagi sudah campur dia. Jadi adat simto katanya. Kayak di Tambun Raya sana pun udah bahasanya pun udah nggak tau lagi kita cemana, kayak “do..lak songoni ma hanima” sonima bahasa Toba hanima bahasa Simalungun kan gitu.
Di Sidamanik sendiri sudah tidak bisa mempertahankan kebudayaan Simalungun karena sudah bercampur dengan kebudayaan lain W2.W.ep.140417.A20
R : selain bahasa gitu Tua, yang gitu kita tidak mulai
tunjukkan?
E : pakaian-pakaiannya. Itu tadilah gotong itu. Gotong itulah yang lepes itulah, gotong apa namanya baru-baru ini. Gotong sillapei namanya, selama ini nggak ada itu. Yang ada itu bulang sillapei (jika pada umumnya bulang berbentuk seperti rumah adat, bulang sillapei hanya dikaitkan di kepala tanpa menggunakan jepitan, ditapeikan (di
letakkan) di atas kepala dan juga memiliki fungsi berbeda bergantung pada siTuasinya). Bulang silappei biasanya di pake oppung-oppung ke
ladang, hah yang gini..aaa..gitu (memperagakan cara memakai bulang sillapei) gitu bulang sillapei. Nah, muncullah gotong sillapei.
Pakaian, gotong sudah tidak di tunjukkan W2.W.ep.140417.A21
R : kalau yang lain Tua?
E : kalau musiknya, adanya alat
acara-musiknya, tapi udah kayak menghilang gitu. Paling kalau acara-acara saur maTua (upacara kematian suku Simalungun, untuk orangTua yang seluruh anak-anaknya sudah menikah) baru muncul dia, itupun nggak..yahh kalau sekarang ini lebih mengarah ke musik modern dia. Pemain musik pun sudah jarang, musik tradisional ya, kalau musik pop itu masih da satu-satu, yang nanyi lagu-lagu Simalungun itu kan. Kalau kayak musik apa itu..eee…gonrang sudah jaranglah, kecuali upacara-upacara tertentu dia,
umpamanya, acara-acara saur matua, acara-acara…apa namanya itu…ulang tahun kabupaten.
acara tertentu seperti saur matua
W2.W.ep.140417.A22 Pemain musik tradisional
Simalungun sudah tidak ada lagi
W2.W.ep.140417.23
R : lalu dampaknya apa Tua? E : hilang lah itu..apa namanya
itu..kepribadiannya itu R : kepribadian Simalungun E : makin hilanglah,makin
terkikislah cici-ciri Simalungun itu, yang mengakibatkan hilangnya identitas. Makin lama nanti nggak ada lagi perasaan kita kita ini orang Simalungun. hilanglah ahap itu. Karena budayanya sudah tergerus. Kayak apa loh rumah-rumah adat sudah semakin jarang kan gitu tinggal yang di Purba sanalah..hmmm. yang disiantar pun ntah cemana itu. Yang di Raya pun ntah udah cemana. Memang peranan-peranan dari organisasi ini pun sudah semakin melempem dia. Contohnya kalau kita lihat HIMAPSI, apalah gerakan
Dampaknya semakin hilang dan terkikis yang mengakibatkan hilangnya
identitas Simalungun/ ahap Simalungun W2.W.ep.140417.A24 Rumah adat juga semakin
jarang hanya di daerah tertentu seperti di Purba dan museum Simalungun
di siantar W2.W.ep.140417.A25 Peranan dari organisasi sudah semakin melempem
W2.W.ep.140417.A26 Organisasi Simalungun
dahulu sering mengadakan bimbingan, seminar,dan lomba cipta
HIMAMPSI ini sekarang untuk melestarikan adat budaya Simalungun, palingan sekarang itu mereka bergerak pada saat penerimaan
mahasiswa baru, atau pada saat natal, mau bikin natalan. Kalau dulu, kalau HIMAPSI
mengadakan bimbingan, mengadakan seminar, seminar-seminar apa itu adat budaya Simalungun, mengadakan cipta lagu. Masa-masa kamilah dulu itu, tahun-tahun 80an lomba cipta lagu Simalungun, ada seminar adat budaya
Simalungun, ada bimbingan kepada muda-mudi
Simalungun. dan kalau dulu di kampus itu, diwajibkan
berbahasa Simalungun, kalau sama-sama anggota HIMAPSI wajib, nggak bisa kalau nggak bahasa Simalungun. makanya saya dulu, nama saya di IKIP Medan, bukan Eden Si Ambia (kawan), karena sering “naha do ambia” jadi kawan-kawan Tua dulu banyak si ambia juga..”ambiaa” katanya
(tertawa). Ambia itukan artinya kawan kalau bahasa
Simalungun. nama saya pun juga berubah, karena saya dulu pun keTua HIMAPSI di IKIP dua periode itu.
R : kalau sekarang HIMAPSI masih berdiri ya Tua? E : masih ada. Cuma
itulah…gerakannya samapai sekarang nggak ada. Gitu juga KEMPSI nggak ada. Tua juga nggak ada
kegiatan-kegiatannya yang seenggaknya mau melestarikan adat budaya Simalungun ini, kurang
gerakan yang di tunjukkan organisasi untuk melestarikan budaya
Simalungun W2.W.ep.140417.A28
Padahal organisasi tersebut yang seharusnya
menjadi harapan untuk melestarikan kebudayaan
sekalilah. Sebetulnya memang yang mempertahankan itu kan sebenaranya inilah kan
organisasi-organisasi ini. Inipun Cuma inilah GKPS lah. Itupun sekarang, sudah
semakin banyak kan di GKPS kebaktian-kebaktian berbahasa Indonesia. Yahh lama-lama nanti jadi bahasa Indonesia kebaktiannya. (tersenyum). R : sejauh ini tindakan Tua untuk
menangani hal ini seperti apa? E : yahh gitulah…sudah nggak
ada lagi tenaga, sudah sakit-sakitan. Saya kan ketua partuha maujana Simalugun Pematang Sidamanik. Tapi itulah, siTuasinya, repot kerja, kesehatan kurang, nggak bergerak juga kan gitu. Yahh itulah, paling-paling yang bisa kita buat, paling kalau ada acara-acara yang sifatnya berbau Simalungun, ya paling-paling Tua ajarin kan
gitu…..yah
begininya..begitunya. kayak kemarin itu orangTuanya si Rencus meninggal kan, bingung orang itu, yah masuk Tua, beri penjelasan..begini-begini
R : jadi kasih masukan-masukan gitu ya Tua?
E : apa yang harus dilakukan, misalnya memasukkan jenazahnya ke petinya. Apa yang harus dilaksanakan kalau mau memasang torsa
(memasangkan ulos pada tubuh) Tua ajarinlah itu bagaimana mangalo-alo tondong (menyambut orang yang dianggak sebagai Raja, dalam hal ini besan kita). Hah
Kondisi kesehatan partisipan menjadi penghalang untuk mengembangkan kebudayaan Simalungun
W2.W.ep.140417.A31 Tindakan yang mungkin
dapat di lakukan adalah dengan mengajari/ berbagi pengetahuan tentang tata cara ritual Simalungun pada saat ada
orang itu nggak ngerti, tapi mau budaya Simalungun. jadi, masuklah Tua kan. Tapi kadang-kadang karena repotnya itulahh..ada lagi? (tersenyum)
R : sudah Tua, sekian aja
pembicaraan kita. Terimakasih Tua untuk waktunya
E : iya..iya..terimakasih (tertawa)
REKONSTRUKSI I Partisipan II
REFLEKSI TANYA/JAWAB ANALISA/KODING
R : selamat sore kela E : sore…
R : bagaimana kabarnya? E : baik, sehat
Partisipan dalam keadaan baik
W2.W.JC.170517.A1 R : mau tanya-tanya lagi soal
Simalungun aku kela E : iya..iya
R : mengenai anggapan dululah mengenai budaya Simalungun secara umum?
E : yaa..kalau budaya
Simalungun..hmm..mengenai budaya Simalungun
ya..eee..kalau..ini apa dulu yang dikasih ini langsung ke plus-minusnya atau gimana? R : ya terserah saja,
anggapan-pendapat secara umum saja E : (tertawa) yaa..kalau aku ya
bangga ya, terus kita harus bangga kan dengan suku sendiri bukan berarti kita itu bangga bukan merendahkan suku oranglain juga sih..gitu. seperti yang sudah saya singgung sebelumnya kan, ada keprihatinan juga sebenarnya tapi kita tetap harus…yahh.. dan punya keunikan tersendiri yang tidak bisa kita samakan dengan oranglain, ya meskipun orang sering bilang ada
persamaannya..gitu..ada persamaannya, ada ininya, bahwa mereka akarnya dari sini ada salah satu suku bilang seperti itu, tapi jelas kita punya perbedaan dan beberapa tokoh, sejarah juga mengatakan bahwa kita memang adalah asli suku Simalungun itu sendiri.
Partisipan merasa bangga dengan suku sendiri W2.W.JC.170517.A2
Ada keprihatinan terhadap kebudayaan
Simalungun W2.W.JC.170517.A3
Banyak orang yang mengatakan Simalungun
memiliki kesamaan dengan budaya lain, namum partisipan mengganggap berbeda
W2.W.JC.170517.A4 Simalungun memiliki
kekhasan yang membedakannya dengan
Artnya bahwa kita bangga punya suku kita itu sendiri dengan ragam budayanya dan berbagai kekhasan budayanya ada perbedaan dengan budaya lain, ada khasnya begitu. R : terus bagaimana situasi
budaya Simalungun itu sendiri saat ini?
E : yahhh..kita sudah mulai kehilangan identitas kita sebagai orang Simalungun. saya melihat memang budaya kita Simalungun itu, ahap kita itu ada kelemahannya, ahap kita itu Simalungun itu
kelemahannya paling besar itu. yaa..kalau sekarang sudah mulai mengalami, kalau
dibilang mengalami krisis, bisa di bilang seperti itu terutama di generasi muda ya mengalami krisis,yahh bukan Cuma generasinya mudanya orangtuanya pun nggak mau menunjukkan identitasnya, jadi mau bagaimana. Lihat tokoh-tokoh Simalungun ini kan..tahu sendiri lah.susah memang. Kalau di Raya masih terpelihara budaya itu, tapi itupun sudah mulai... Yang saya maksudkan itu adalah satu yang spesifik itu adalah
bahasanya, karena apapun kita mau belajar budaya segala macam, adat-istiadatnya harus mengerti dulu bahasanya. Nah, karena bahasa ini kan yang paling maksimal itu ternyata di kampung. Pergumulan orang-orang yang di perantauan ini yang sudah mengalami krisis itu terhadap bahasa, karena anak-anaknya di sekolah nggak dapat itu pelajaran bahasa kan,
Kelemahan Simalungun terletak pada ahapnya W2.W.JC.170517.A6 Budaya Simalungun saat
ini sudah mengalami krisis
W2.W.JC.170517.A7 Budaya Simalungun mulai bergeser sedikit demi sedikit di berbagai
daerah Simalungun W2.W.JC.170517.A8 Salah satu yang tampak
adalah penggunaan bahasa Simalungun W2.W.JC.170517.A9 Yang masih kental terasa
penggunaan bahasa hanya di perkampungan
W2.W.JC.170517.A10 Pergumulan orang di perantauan adalah tidak
adanya pelajaran mengenai bahasa daerah
W2.W.JC.170517.A11 Orang-orang sekarang
lebih banyak menggunakan bahasa
Indonesia, sehingga anak-anak tidak bisa belajar bahasa daerah W2.W.JC.170517.A12 Percuma jika mengetahui
tutur, adat bila tidak mengerti akan bahasanya
nah dirumah memang kita tanda tanya juga pakai bahasa Indonesia kan, jadi dimana mereka mengecap itu.
Sehingga kalaupun kita masuk ke gereja misalnya dari yang Kristen, mereka malah menggunakan karena nggak ngerti jadi ujung-ujungnya masuk ke kebaktian yang bahasa Indonesia kalau ada, tapi kalau nggak ada mereka akan pergi ke gereja-gereja yang memang mencari atau terikat dengan kebaktian bahasa Indonesia gitu. Hah jadi nggak mungkin kita ngerti adat partuturan atau apa, adat pernikahan, adat kematian segala macam kalau kita nggak ngerti bahasanya.
R : lalu kenapalah bisa seperti itu?
E : yak karena regenerasi dari orangtua ke anak-anak. Siapa coba yang kita harapkan mengajarkan itu ke anak-anak, apa orang lain, kan nggak mungkin, hah itu..eee..kalau kita biarkan…eee…sering kita bilang budayakan-budayakan, dirumah sendiri pakai bahasa Simalungun misalnya seperti itu, jadi kapan itu mau terealisasi, kita
mempertahankan. Bahkan pernah ada orang yang bilang, kalau kayak gini, jangan-jangan kita bisa hilang nanti bahasanya. Kalau nggak di..artinya itukan bahasa ibu, nggak di ajarkan ya susah.
Jika orang Simalungun tidak mampu mempertahankan budaya
maka semakin lama budaya Simalungun akan
hilang
W2.W.JC.170517.14
R : kalau Sidamanik ini daerah asli Simalungun kan? E : iya..
R : hmmm…tapi dari yang kita
Partisipan menganggap bahwa Simalungun di
lihat dan rasakan, mengapa kebudayaan Simalungun kurang menonjol di Sidamanik ini?
E : kalau menurut aku sih, banyak orang yang…eee..ini permasalahan mayoritas dan minoritas ya. Kita memang jadi minoritas disini, Simalungun itu sendiri jadi minoritas. Yahh karena orang Simalungunnya nggak mau menunjukkan. Saya bilang tadi..ahap kita itu lemah..gituloh. nggak ada kemauan ataupun keinginan menonjolkan atau
melestarikan.jadi mau gimana. Tapi kalau dilihat ada juga saya pikir ada juga
pengaruhnya ini perkebunan ini.
Memaksa..eee…transmigran -transmigran masuk,
sehingga…eee…memang terjadi percampuran berbagai budaya, jadi bercampur jadinya. Malah memang yang lebih menonjol itu terkadang ialah dari Toba, itu disini, padahal ini adalah daerah asli Simalungun, Harajaon
Simalungun juga disini yahh kalaupun bercampur yah harus bisa kita sebenarnya tetap berjuang gitukan. Setidaknya maulah gitu. Ini..yahh seperti yang kita lihat sendirilah. Prihatin kita dek.
W2.W.JC.170517.A15 Simalungun menjadi minoritas karena ahap
yang lemah W2.W.JC.170517.A16 Dikarenakan perkebunan
teh yang membuat para transmigran datang ke
Sidamanik W2.W.JC.170517.A17
Budaya yang paling menonjol adalah Toba W2.W.JC.170517.A18
Partisipan merasa prihatin dengan keadaan
Simalungun W2.W.JC.170517.A19
R :hmmm..yaa selain itu tadi, selain perkebunan ada hal-hal lain mungkin yang
mempengaruhi? E : apa ya…yaa.. satu
perkawinan juga, perkawinan kan, perkawinan antar etnis. Banyak orang Simalungun
Faktor lainnya yang turut mempengaruhi adalah adanya pernikahan antar
etnis
W2.W.JC.170517.A20 orang Simalungun tidak
menikah dengan orang Toba. Adek saya pun kan menikah dengan orang Toba marga Siregar kan. Baru apa yaa..eee.. gak tau karena apa kita lebih banyak disitu orang Jawa misalnya orang jawa makanya kita takut mereka nggak ngerti karena kita bahasa
Simalungun, mungkin ada sebagian seperti itu, dan para tetua-tetua juga pernah mengatakan seperti itu..eee..memang pada faktanya, kita lebih suka bahasa orang kita seperti itukan, sehingga bahasa kita sendiri kita lupa gitu, nggak jadi menonjol jadinya, padahal kita punya keunikan. Dan itu kalau saya melihat, kalau kita mau belajar lagi tentang bahasa Simalungun yang asli itu, itu semua ada di bible (kitab suci agama Kristen) sebenarnya, bible Simalungun, disitu semua. Maka yang bisa kita katakan konsisten menjaga keaslian, kemurnian bahasa itu adalah di bible itu jadinya, khusus orang Simalungun, cuma kan orang Simalungun ini nggak semua Kristen ada juga yang muslim. Dan kalau bisa di apa….eee..hampir setengah-setengah sebenarnya, karena orang Simalungun bawah sana rata-rata muslim. Kita liat juga pelestarian bahasanya dari partuha maujana (pemuka/tokoh) misalnya belum ada program yang gencar dan kalau adapun partuha maujana buat,toh juga kembali lagi ke kita orang-orang Simalungun. Karena
takut orang lain tidak mengerti makna/artinya
W2.W.JC.170517.A21 Salah satu hal yang masih konsisten menjaga
keaslian bahasa Simalungun adalah
melalui bible W2.W.JC.170517.A22
Namun bible hanya digunakan orang Kristen,
sedangkan Simalungun tidak hanya orang Kristen melainkan ada
muslim juga W2.W.JC.170517.A23 Tokoh Simalungun tidak membuat program untuk mengajak masyarakat
melestarikan budaya Simalungun W2.W.JC.170517.A24
Pengajaran bahasa Simalungun sangat
penting
setiap pendidikan di keluarga itu memang perlu, termasuk bahasa itu tadi. Okelah nggak semua orang ngerti tentang adat, partuturan apa segala macam, bagaimana pernikahan atau apa karena memang bahasanya.
R : ada nggak sih dari dalam diri orang Simalungun itu, sifatnya atau apanya gitu yang
membuat mereka nggak mau menunjukkan identitas mereka?
E : yahh berdasarkan buku-buku dan saya juga sih merasa seperti itu, memang ada perasaan seperti itu, kalau kita pakai bahasa Simalungun nanti orang itu nggak ngerti. Dan kita memang lebih mudah memahami bahasa orang lain, artinya kita lebih mudah untuk..eee…apa namanya itu..eee.. mengadaptasi. Itu seakan-akan kita lebih mudah mengerti. Saya juga nggak tau kenapa itu, lebih mudah mengerti bahasa orang daripada orang mengerti bahasa kita..gitu..nggak tau kenapa itu (tertawa..dan menoleh kesamping). Saya sendiri pun seperti itu, kalau berbicara memang jaranglah menggunakan bahasa Simalungun. jadi yahhh..susahlah.
Orang Simalungun lebih mudah
memahami/mengadaptasi bahasa budaya lain W2.W.JC.170517.A26
R : bagaimana sifat orang Simalungun?
E : sifatnya…secara umum. Secara umum ya…eee…lebih dekat ke Jawa sih. (tersenyum) kita ini terbuka, baik sama orang. Lihat opung
kita..oppungmulah.
Orang Simalungun memiliki sifat yang sopan, segan dan hormat
dengan orang lain W2.W.JC.170517.A27 Tidak suka menyinggung
eee..intinya masih ada rasa sopan, segan, hormat Cuma nggak terlalu, dan apa yang dialami kebanyakan kita pendam sendiri, takut nanti menyinggung perasaan orang lain, takut itu-takut ini langsung blak-blakan kan. Hmm kayak itulah “domma mangan ham” (sudah makan kamu), “domma”(sudah) padahal belum,takut dipandang maruk/rakus gitukan, takut dipandang orang apa..ee..melarat..gitu kan. “udah makan” “udah” padahal belum, takut dipandang orang nggak ada
lebih suka memendam perasaan sendiri W2.W.JC.170517.A28 Tidak suka di pandang
maruk/rakus W2.W.JC.170517.A29
R : tertarik dengan yang tadi mengenai gereja, kalau orang Simalungun yang Kristen bisa mempertahankan budaya melalui gereja, lalu bagaimana dengan yang simalungun non-Kristen?
E : betul juga..seperti yang saya katakana sebelumnya, nggak semua kSimalungun itu Kristen. yahh..memang kalau yang muslim nggak begitu mereka menggunakan budaya Simalungun itu..itu yang saya lihat. kita lihatlah upacara kematian mereka lebih kekeagamaan. Hanya
beberapa orang Simalungu di Sidamanik ini yang tetap menggunakan adat
Simalungun untuk upacara kematiannya. Sisanya nggak ada. Mungkin dari
situlah..banyak juga kita lihat kan pemain musik..seperti Nadra (sebuah kelompok yang memainkan alat musik
Simalungun tidak hanya orang Kristen saja W2.W.JC.170517.A30
Orang muslin tidak menggunakan adat Simalungun dalam ritual
adat mereka, hanya beberapa W2.W.JC.170517.A31
Pemain alat musik tradisional Simalungun banyak yang beragama
muslim
tradisional Simalungun). mereka masih adalah..Flasido itupun banyak orang kita muslim sebenarnya. Mungkin dengan bernyanyi atau
memainkan alat musik itu. kalau dulu Pak
Rasiun..taukan..almarhum..ke pala sekolah SMP dulu. Kalau dia di sekolah dulu dengan tari-tarian Simalungun itu selalu dibuat sama
beliau..kalau kamu lihat 17 agustus kita selalu
menampilkan itu. pakaiannya pun massih ada..Cuma kalau sekarang sudah nggak ada lagi..yahh..kepala sekolah sekarang kan..kalau bapak itu dulu gencar itu tetap
mempertahankan Simalungun..karna dia Damanik kan. Rondang Bittang kita selalu tampil. Juara-juara juga..yahh mungkin itulah dek. Kalau seperti yang kamu
bilang..sudah jaranglah. Kita Kristen mungkin gerejalah. R : mengetahui nggak sih tentang
adat-istiadat Simalungun? E : pastilah tahu..saya kan dulu
dibesarkan di Raya..jadi masih ketal dengan budaya
Simalungun..walaupun sekarang sudah…eeee….adat -adat banyak tau kalau
adat..tahu.. contohnya kalau ada pernikahan misalnya kan..tentang kematian. Saya selalu buat tombuan juga kan buat orang-orang yang nggak tau orang-orang kan pesan sama saya kalau nggak sama bang Marlon. Karena sedikit orang Simalungun yang tau
Partisipan mengetahui mengenai kebudayaan
membuat. Upacara adat saur matua yahh
taulah..makanya…padahal orangtua kita, orangtua saya sendiri sebagai seorang tokoh, termasuk partuha maujana Simalungun dan orang-orang yang memelihara adatnya seperti itu. Jadi saya mulai belajar juga karena agak aneh juga kan, bapak kita partuha maujana kita nggak ngerti makanya, lumayan mengerti tentang partuturan, tentang siapa-siapa aja keluarga kita, ketika begitu ada nanti misalnya pesta, baik dukacita maupun sukacita siapa yang patut/berhak datang disitu itu sudah kita tanya,n nah jadi sedikit banyak sudah tahu. Adat itu kan termasuk bahasanya, kulinernya, cara-cara membuat kuliner, kayak-kayak buat hinasumba kita sudah pelajar, ayam nabinatur kita sudah pelajari bagaimana caranya gitu kan. Jadi, untuk sempurna dia susah. Kayak ayam itu misalnya kayak buat ayam nabinatur katanya nggak boleh sisa, harus semua masuk. Orang-orang yang hafal tentang itu, adalah orang-orang yang sering jadi seksi parhobas (orang yang dipilih untuk menyiapkan makanan seperti memasak, menata hidangan dan membagikan makanan pada saat acara berlangsung) di pesta misalnya. Kalau sering ikut kesitu dia pasti ngerti. R : Selain bahasa, apakah ada
yang lain yang turut menghilang?
E : yang lain?
Budaya marharoan bolon, gotong royong dan mangandung sudah
R : yah hal lain yang mulai tidak kita budayakan, mulai nggak Nampak?
E : ohh…yang nggak kita budayakan lagi….ee…apa yaa…eee.sudah banyak sih kalau budaya, budaya marharoan bolon itukan termasuk juga kebiasaan orang Simalungun, itu apa..ee.saling membantu/gotong
royong/kerja, misalnya satu hari diladang ini, tapi nggak dibayar, bayarnya adalah pergantian tenaga iya seperti itu.kan memang nggak ada lagi kan memang. System pertanian kan juga sudah mulai maju kan. Ngapain marharoan bolon, kalau satu hari
selesainya satu hektar dengan traktor (mesin untuk
membajak sawah). Baru apalagi ya…baru kalau misalnya lagi budaya mangandung (ritual
kematian,jika ada keluarga yang meninggal akan ada keluarga seperti orangtua yang menangis sambil menyanyikan sebuah lagu).
R : bukannya itu masih ada? E : di sebagian masih ada, tapi
sebagian lagi mana ada lagi. Hmmm..jadi banyak yang bergeser karena perkembangan zaman, peralatan-peralatan dapur kalau dulu kan pakai sumbah (tempat menyimpan air yang terbuat dari bambu). Itu bukan kelalaian kita, tapi karena perkembangan zaman juga itu jadi terhapus. Untuk rumah-rumah juga, kalau dulu masih ada kepala kerbau R : oohh ornament-ornamen
W2.W.JC.170517.A34
Tidak lagi menggunakan ornamen-ornamen Simalungun sebagai
Simalungun?
E : hhmm.ornamen-ornamen Simalungun itu sudah jarang, anak muda jarang
penguasaannya, aksaranya juga. Oke kalau di sekitaran Pemkab Simalungun ini masih dipeliharalah, tapi ada juga orang Simalungun di
perantauan tidak mempelajari itu, sesuai dengan kebijakan Pemkabnyalah yak an. R :kalau di sekolah masih ada
pelajaran muatan lokal la gitu yakan, nah dampak yang dirasakan dan untuk generasi selanjutnya bagaimana? E : kalau saya ya sekarang memang belum terlalu berdampak ya, belum
berdampaklah, karena sebagian besar kita tahu bahasa dan adatnya juga, jadi
yaa..harusnya kita memikirkan dampaknya bagi orang-orang yang nggak mengerti,
bagaimana mereka nanti, apakah mereka nanti akan lebih pintar dengan bahasa yang lain daripada bahasa sendiri
padahal mereka asli
Simalungun. Ketika kita tanya, ternyata dia orang Simalungun gitu. Makanya lagu-lagu itu juga Simalungunnya, tapi bahasanya nggak tau.
Partisipan khawatir dengan generasi selajutnya yang sama sekali tidak mengetahui
tentang budaya dan bahasa Simalungun W2.W.JC.170517.A36
R : (tertawa) tindakan yang dilakukan untuk melestarikan kebudayaan Simalungun? Tindakan-tindakan yang sebelumnya pernah lakukan? E :yahh makanan itul;ah paling.
tindakan..ee..kita belum ada buat tindakan yang secara formal sih, karena kita melihat survey di lapangan juga kan
Tindakan yang pernah dilakukan adalah tetap menggunakan bahasa
paling itu ketika
kita..eee..dalam pekerjaan, ketika kita menyampaikan suatu bahasa, apakah mereka mengerti, apalagi bahasa yang asli, apalagi banyak disini yang percampuran, kalau bahasanya yang totok, maka kita akan jelaskan apa artinya. Masih kisaran seperti itu yang masih kita lakukan, karena saya pikir, kalau saja setiap keluarga mau, nggak usah ada formal-formal, kuncinya ada di keluarga semua, ini dirumah tangga ini, disininya pendidikan dasarnya mengenai apapun itu, termasuk mengenai budaya, masa kita harapkan oranglain untuk mengajak generasi kita, menjelaskan itu, kalau kita sendiri tahu, memang kita nggak menutup kemungkinan dari orang itu, tapi kalau kita bisa kenapa nggak karena bisa jadi boomerang. Kita ajarin anak orang, emang untuk apa dia itu,emang dipakai itu nanti untuk tingkat nasional.
Sekarang itu bahasa-bahasa yang perlu dipakai itu adalah bahasa…apaa..bahasa
internasional lah, inggris, jepang, china, makanya nggak ada orang yang les bahasa Simalungun kan. Dan orang untuk apa kan begitu, karena nggak dipakai untuk nasional bahkan internasional Cuma untuk kalangan pribadi gituloh, nah disitu kita
lemahnya..hhmm.jadi kunci utamanya itu dikeluarga sih sebenarnya.
Partisipan mengganggap keluarga sebagai kunci
utama dalam mengajarkan dan
mengajak untuk mengenal kebudayaan kepada generasi muda W2.W.JC.170517.A38
R : sarana dan prasarana yang masih ada di Simalungun?
E : itu masih ada peninggalan Rumah Bolon (rumah besar = istana raja) di Pematang Purba dan museum Simalungun yang ada di Siantar itulah kalau secara umum
R : kalau di Sidamanik ini? E : eee..di Sidamanik ini, saya
kurang tahu dimana bekas peninggalan Kerajaan Nagur disini. Paling kuburan opung naihorsiklah. Itupun kan bukan peninggalan kebudayaan kan.itulah dek,
sebagai bukti peninggalan kerajaan
Simalungun W2.W.JC.170517.A39
R : baiklah kela terimakasih atas waktunya
E :Okee..Diateitupa (terimakasih)
REFLEKSI TANYA/JAWAB ANALISA/KODING R : Sebelumnya selamat pagi,
Kela? (Makkela / kela : panggilan untuk suami dari saudara perempuan ayah kita). Apa kabarnya?
E : sehat..sehat
Partisipan dalam keadaan sehat W1.W.jc.160417.A1
R : jadi kela aku sedang melakukan penelitian untuk skripsi ku tentang identitas suku Simalungun, kela. Identitas etnis itu yang tentang perasaan kita dan komitmen kita tentang etnis kita. Nah, dari banyak informasi yang di kumpulkan bahwa Simalungun sekarang sudah mengalami pergulatan identitas. E : nggak jelas.
Menjelaskan tujuan wawancara di lakukan
W1.W.jc.160417.A2
Faktor yang membuat anggapan kela tentang budaya Simalungun?
E : yahh..jadi kalau menurut saya, saya pribadi memang sangat prihatin. Karena begini, kalau saya dulu di besarkan di Raya,eee..masih kental dengan budaya Simalungun dan setelah saya besar saya selalu kost dulu kalau saya sekolah, saya mencoba kost di rumahnya Tapanuli, karena saya melihat memang budaya kita Simalungun itu, ahap kita itu ada kelemahannya, ahap kita itu Simalungun itu kelemahannya paling besar itu, tidak suka menonjolkan diri. Padahal menonjolkan diri itu sangat penting kadang-kadang. Kedua, ahap kita itu yang paling jelek yang paling tidak bagus saya liat..eee..tidak mau menunjukkan kemampuannya ataupun keahliannya, dan itu
kadang-Partisipan prihatin dengan keadaan Simalungun saat ini W1.W.jc.160417.A3 Partisipan dibesarkan
masih kental dengan budaya Simalungun W1.W.jc.160417.A4
Setelah besar partisipan kost di rumah orang Tapanuli
W1.W.jc.160417.A5 Ahap Simalungun memiliki kelemahan W1.W.jc.160417.A6
Kelemahan Simalungun yang paling besar adalah
tidak mau menonjolkan diri W1.W.jc.160417.A7
Orang Simalungun juga tidak mau
kadang yang buat kita ketinggalan. Padahal mungkin kan lebih..lebih hebat daripada oranglain. Tapi karena kita
enggan menunjukkan
kemampuan kita, karena ahap tadi, ahap Simalungun itu. Jadi, mempelajari itulah dulu saya mulai SMA saya coba kost dirumahnya orang Tapanuli, karena saya mau mencoba mengubah karakter saya, karena memang dari rumah pun saya agak sungkan gitu mengeluarkan pendapat, itulah dulu cara saya. Makanya waktu sekolah di SMA negeri 2 saya coba kost dirumahnya Tapanuli, waktu kuliah dulu di UNIMED..di IKIP dulu saya coba juga dirumahnya orang Tapanuli. Kebetulan penempatan saya dulu kan di Muara kan, di Tapanuli. Itu juga dulu yang bisa memperubahi karakter saya jadi lebih..lebih apalah..bisa meninggalkan ahap yang pemalu tadi..agak sungkan mengeluarkan pendapat, terus kadang-kadang kita tidak berani bertanya ataupun apakan, karena ahap tadi itulah menurut saya kelemahannya dan memang setelah saya tinggal di Sidamanik ini, yang paling saya prihatinkan itu tadi orang Simalungun disini jarang mau atau tidak ada kemauan untuk menunjukkan identitasnya. Kita cobalah kita nggak usah kita sebut oknum-oknumnya, adanya beberapa
yang kita katakan
tokohlah..tokohnya dia. Tapi bayangkanlah di adatnya sendiri, di upacara adatnya sendiri nggak berani dia menunjukkan identitasnya yang sebenarnya,
kemampuan/keahliann ya yang membuat Simalungun menjadi
ketinggalan W1.W.jc.160417.A8
Ahap Simalungun kelemahan orang
Simalungun W1.W.jc.160417.A9
Partisipan kost dirumah Tapanuli
untuk merubah karakternya W1.W.jc.160417.A10
Orang Simalungun sungkan untuk
mengeluarkan pendapat W1.W.jc.160417.A11
Pekerjaan partisipan cukup mampu merubah karakternya
yang pemalu W1.W.jc.160417.A12
Simalungun sungkan mengeluarkan pendapat, tidak berani
bertanya W1.W.jc.160417.A13
Ahap menjadi kelemahan orang
Simalungun W1.W.jc.160417.A9 Orang Simalungun di Sidamanik tidak mau
padahal dia sudah tokoh. Tapi artinya kita nggak usah sebutkan oknum-oknumnyalah, tapi itulah salah satu kelemahan orang Simalungun, tidak mampu menunjukkan identitasnya yang sebenarnya. Jadi kami pernah gini, adek saya, ito saya, botou (panggilan untuk orang yang memiliki marga/boru yang sama dengan kita) saya yang nomor dua paling kecil kawin dulu di Banjarmasin, pestanya dulu di Banjarmasin, karena Bapak (red: orangtua partisipan) dulu ingin menunjukkan sebagai orang Simalungun, maka dulu Bapak saya dulu mengharuskan kami pakai gotong dan bulang (penutup kepala untuk laki-laki dan perempuan bagi orang Simalungun). Padahalkan memang kalau orang Simalungun kalau menikahkan boru (anak perempuan) itukan nggak perlu pakai gotong atau bulang. Tapi karena Bapak dulu ingin menunjukkan identitasnya orang Simalungun di Banjarmasin, karena kebetulan botou saya itu menikah dengan orang Toba kan marga Siregar. Karena Bapak ingin menunjukkan identitasnya itu di Banjarmasin yahh kami langgar sedikit kebiasaan itu, tapi untuk menunjukkan itu tadi identitas. Artinya, seharusnya orang Simalungun itu jangan malu menunjukkan identitasnya, walaupun kita langgar sedikit kebiasaan itu, kalau memang untuk hal yang bagus kenapa mesti sungkan kan gitu, itulah kelemahan yang paling utama. Kedua, kelemahan yang paling besar juga tidak mau
Tokoh Simalungun di Sidamanik tidak mau
menunjukkan identitasnya di
adatnya W1.W.jc.160417.A11
Kelemahan orang Simalungun tidak mampu menunjukkan
identitasnya W1.W.jc.160417.A12
Saudari perempuan partisipan menikah dengan orang Toba W1.W.jc.160417.A13
Ayah partisipan tetap membawa budaya
Simalungun W1.W.jc.160417.A14
Di Simalungun hukumnya, jika menikahkan anak
perempuan tidak diharuskan menggunakan pakaian
adat Simalungun (bulang atau gotong) W1.W.jc.160417.A15
Ayah partisipan melanggar kebiasaan
yang ada yang ada hanya untuk menunjukkan identitasnya sebagai
orang Simalungun W1.W.jc.160417.A16
membiasakan diri untuk berbahasa Simalungun. cobalah sekarang, saya tertarik dulu dengan ucapannya Ibu Arlizah (salah seorang guru di SMP Negeri I Sidamanik), karena Ibu itukan dulu orangtuanya punya warung di Simpang ini. Hmmm…kalau Ibu Arlizah bilang, “Pak dulu kalau waktu anak-anak, dirumah kami itu bahasa Simalungunnya ngomongnya orang, kenapa sekarang nggak bisa lagi yah?” katanya. Justru dia yang bertanya sama saya, kenapa..karena diapun pernah ngomong Simalungun sama saya “yahh..kok tau bahasa Simalungun?” “orang dirumah kami dulu, orang-orang Simalungun semua kok” , karena termasuklah dulu itu opung kalian kan, termasuklah dulu tulang MK, gamot. Nah, sementara itu sekarang keturunannya itu termasuk lah bapak Purba (slah seorang tokoh Simalungun di Sidamanik) kan..kan nggak jauh-jauh bapaklah satu, yah..kepala sekolah kami kan. Kan masih ada generasinya disini. Cobalah dulu, nggak bisa di teruskannya kebiasaan orangtuanya dulu. Coba orang itu dulu berkumpul di warungnya pak Daman, terus orang itu berbahasa Simalungun seperti orangtuanya dulu, kan nggak ada masalah sebetulnya, tapi kalau orang itu jumpa sudah pakai bahasa Tapanuli. Jadi mau bagaimana kita. Jadi, kayak sayalah, saya masih asli dari Raya, kalau saya ngomong Simalungun orang itu jawabnya dengan bahasa Toba, kan susah.
melanggar sedikit kebiasaan yang ada W1.W.jc.160417.A17
Kelemahan orang Simalungun sungkan
untuk menunjukkan identitasnya W1.W.jc.160417.A18
Kelemahan yang paling besar adalah tidak membiasakan
diri berbahasa Simalungun W1.W.jc.160417.A19 Seorang dari suku lain
pernah bertanya mengapa tidak menggunakan bahasa
Simalungun W1.W.jc.160417.A20
Orang dari suku lain mengerti bahasa Simalungun karena
sering mendengar orang Simalungun berbahasa Simalungun
ketika dia masih kecil W1.W.jc.160417.A21 Opung-opung dulu
masih sering menggunakan menggunakan bahasa
Simalungun ketika berkomunikasi W1.W.jc.160417.A22
Namun keturunan-keturunannya tidak
Jadi, itulah kelemahan-kelemahan besar. Kita nggak mau menunjukkan jadi diri kita yang sebenarnya, nggak mau kita mempertahankan jati diri kita yang sebenarnya. Kayak Bapak Purba lah, kan sudah termasuk Tokoh di Sidamanik ini, tapi orang itupun nggak mau menunjukkan identitasnya yang sebenarnya, jadi kita ini hanya berbahasa Simalungun hanya di gereja. Bayangkanlah kalau hanya di gereja, keluar dari gereja, nggak lagi. Jadi itulah kelemahan yang paling besar. Jadi, kalau sekarang ini, suku Simalungun mengalami erosi identitas..atau disini mengalami pergulatan identitas memang itulah penyebabnya, orang Simalungun itu sendiri yang tidak mau menunjukkan identitasnya. Kenapa orang Karo, dua orangpun orang itu jumpa nggak mau orang itu ngomong yang lain. Justru kalau orang itu ada tiga, ada satu orang Simalungun, mereka pasti bahasa Karo. Kenapa orang itu bisa, kenapa kita nggak..kan gitu..itulah. banyak kita lihat sekarang, banyak partuha Maujana (tokoh Simalungun) yang sebagai pemangku adat Simalungun nggak bisa di harapkan membangun kembali identitas Simalungun itu. Jadi itu kelemahan kita, yang pertama tadi , tidak mau mempertahankan jati diri kita, termasuk itu di adat. Cobalah disini, pakai bulang pakai gotong pakai porsa ( seperti bentuk gotong Simalungun pada umumnya, hanya gotong porsa
Keturunannya tidak mampu meneruskan kebiasaan orangtua
dulu
W1.W.jc.160417.A24 Jika orangtua sekarang bertemu
lebih sering menggunakan bahasa
Tapanuli W1.W.jc.160417.A25
Kelemahan orang Simalungun tidak menunjukkan dan mempertahankan jati
dirinya
W1.W.jc.160417.A26 Seorang tokoh tidak
mau menunjukkan identitasnya W1.W.jc.160417.A27
Menggunakan bahasa Simalungun hanya di
gereja
W1.W.jc.160417.A28 Kelemahan orang Simalungun tidak mau
mempertahankan identitas W1.W.jc.160417.A29
Orang Simalungun mengalami erosi/pergulatan
identitas W1.W.jc.160417.A30
Penyebabnya orang Simalungun sendiri
tidak mau menunjukkan
menggunakan kain putih dan digunakan pada ritual adat kemalangan atau kematian), tapi bahasa, bahasa Toba, adat-adat Toba, mana..kan..jadi…kalau orang Simalungun nggak ada itu itu pakai itu buung-bulung itu di atasnya orang meninggal nggak ada itu kalau kita orang Simalungun, apalagi kalau udah kristen dia mana ada, mana ada lagi di akui bulung-bulung, bulung sanggar..mana ada itu. Kalau kita misalnya kalau tondong kita datang ya pakai..yaa bawa tombuan (ayam masak berapa orang Simalungun yang meninggal disini..mana ada..kalau yang kemaren yang meninggal diatas kemaren yang boru Damanik, opung itukan masih bisa di maklumilah karena Silalahi suaminya..ini Simalungunnya dia pakai bulang pakai gotong. Tondongnya datang bawa daun-daun. Jadi, hah..disitu sebenarnya kelemahan kita. Jadi kadang-kadang karena orang sudah ikut-ikutan tidak mau lagi menunjukkan dirinya, padahal di Sidamanik ini nggak pernah loh di paksakan adat di Sidamanik ini yang di pakai. Kalau kita dengar selalu di tonggo raja (kegiatan yang dilakukan untuk membahas keperluan pesta) “apa adat yang berlaku di keluarga kalian, itu yang kalian laksanakan” itunya yang selalu di bilang. Tapi kenapa kita nggak mau
W1.W.jc.160417.A31 Tokoh Simalungun tidak bisa di harapkan
untuk membangun identitas Simalungun W1.W.jc.160417.A32
Kelemahan orang Simalungun tidak mau
mempertahankan adat W1.W.jc.160417.A33 Orang Simalungun menggunakan pakaian
adat Simalungun, namun menggunakan bahasa dan adat Toba W1.W.jc.160417.A34 Di Simalungun tidak menggunakan
bulung-bulung namun menggunakan
tombuan W1.W.jc.160417.A35
Di Sidamanik orang Simalungun sudah tidak lagi membawa
tombuan ketika acara/adat W1.W.jc.160417.A36
Karena ikut-ikutan menjadikan orang Simalungun tidak mau
menunjukkan dirinya W1.W.jc.160417.A37 Di Sidamanik berlaku system “adat apa yang berlaku di keluarga,
menunjukkan adat kita yang sebenarnya? Ya itu kelemahannya tadi. Yang kedua kan..eee..yang berikut sudah banyak juga sekarang orang Simalungun yang udah lupa membuat apa yang perlu di adat, contoh seperti itulah tombuan, sudah jarang itu. Yahh mungkin yang masih bisa membuat itu di Sidamanik ini cuma aku sama abang Marlon lah. Kalaulah misalnya orang harus bayar uang rokok kami lah apa salahnya kan? Apa salahnyalah di keluarkan sepuluh ribu, duapuluh ribu untuk membuat itu, tapikan agar tetap bisa lestarikan gitu. Tapi kadang-kadang orang, nggak ada lagi di pakai itu, padahal itu-itunya adat kita. Kalau tondong datang nggak pernah itu bawa daun-daun. Yang di bawa itu tombuan. Yang meninggal pun tombuannya di bawanya. Di bawanya di sana boras tenger (beras yang melambangkan ucapan syukur). Jadi, itu tadi kelemahan kita, pemakaian bahasa kita yang tidak bisa kita pertahankan, kedua adat-istiadat kita nggak bisa kita pertahankan. Hah..itu tadi itulah kelemahan yang paling besar menurut saya yang membuat
semakin melemahnya
penggunaan budaya Simalungun. yahh..kalau menurut saya mengidentifikasikan diri, menurut saya kita harus mampu menunjukkan jati diri kita yang sebenarnya, baru kita bisa teridentifikasi bahwa..ohh..ini Simalungun. karenakan itu tadi bahasa kita yang nggak jelas, budaya kita pun nggak jelas. Jadi
Kelemahan orang Simalungun tidak mau
menunjukkan adatnya yang sebenarnya W1.W.jc.160417.A39
Orang Simalungun sudah lupa untuk melaksanakan apa
yang menjadi keperluan pesta seperti membuat
tombuan W1.W.jc.160417.A40
Kelemahan orang Simalungun dalam
mempertahankan pemakaian bahasa W1.W.jc.160417.A41
Kelemahan orang Simalungun dalam
mempertahankan pemakaian adat
Simalungun W1.W.jc.160417.A42
Bahasa dan budaya Simalungun tidak
jelas
W1.W.jc.160417.A43 Suku lain mengganggap seseorang Simalungun
dikarenakan gereja di GKPS
W1.W.jc.160417.A44 Di GKPS hanya 40% orang Simalungun dan
60% dari suku lain W1.W.jc.160417.A45
orang pun bingung bagaimana mengidentifikasikan kita…oh ini orang Simalungun apa nggak? apa orang Toba. Justru karena sekarang kita di bilang orang Simalungun karena kita di GKPS, padahal di GKPS itu bukan semuanya Simalungun. kalau sekarang itu kalau saya lihat di GKPS itu Cuma ya..40% nya disitu Simalungun 60% udah Toba. Yah.. karena memang kan jemaat kita kan Sidabutar, Sidabalok, Silalahi. Jadi, sebetulnya orang jadi salah menilai kan, karena GKPS dianggapnya Simalungun, seharusnya bukan. Kalau memang Simalungun dia, di tunjukkanlah identitasnya melalui budayanya dan melalui bahasanya, itulah seharusnya. Itulah kadang-kadang kelemahan yang mungkin sehingga identifikasi kita sebagai orang Simalungun tidak jelas.
Simalungun W1.W.jc.160417.A46
Jika mereka suku Simalungun ditunjukkan dengan bahasa dan budayanya W1.W.jc.160417.A47
Bagaimana orang simalungun yang muslim mempertahank orang Simalungun sendiri berpengaruh nggak sih sama mereka tidak mau menunjukkan identitas itu?
E : itu tadi ahap. Ahap yang membuat kita banyak tertindas termasuk ahap terlalu terbuka. Orang Simalungun inikan terlalu terbuka. Itu sudah dimulai dari sejak opung-opung kita. Kalau dulukan perantau yang datang ke Sidamanik inikan selalu tangan-tangan opung-opung terbuka.
Ahap yang membuat orang Simalungun
menjadi tertindas W1.W.jc.160417.A48
Orang Simalungun terlalu terbuka W1.W.jc.160417.A49
Jika bertemu dengan yang semarga dengannya langsung dianggap anak/kerabat W1.W.jc.160417.A50
Orang Simalungun mudah memberikan miliknya pada orang lain, termasuk tanah
itulah sama kau”, dulu kan masih gitu nya. Karena dulu tanah itu masih kosong banyak kan. “tanah yang disana itulah sama kau”. Datanglah yang dari Toba sana kan, karena mereka kuat-kuat kerja kan jadi di rambas (dikelola) banyak- banyak jadi itulah punya dia kan. Makanya kita lihat sekarang, justru banyak orang-orang Toba sekarang pendatang ke mari Simalungun itu yang punya lahan-lahan yang luas, kenapa? Itu tadi, di Toba sana kan sedikitnya lahan, merantau mereka ke Simalungun ini, mangisolat (merantau). Kan orang itu baik, terus kuat kerja keras jadi orang itu pemiliknya. Nggak jauh beda sama di Sidamanik ini, sippukah huta (yang pertama kali menjajakan kaki di suatu kampung/daerah) disinikan Damaniknya termasuklah orang si Sarijen ini kan, tanyalah sekarang berapa meter lagi tanah orang itu disini. Kenapa? karena mereka itu masih menganggarkan partuanonnya (mengandalkan kekuasaanya), malas kerja kan, hingga tanahnya pun di jual-jual. Jadi orang pendatang semua kemari yang punya tanah. Jadi, ahap itu tadi. Kedua, memang kita karena Simalungun ini subur apa-apa pun di tanam bisa tumbuh, sehingga tanpa kerja keraspun bisa makan menjadi karakter kitapun menjadi kurang apa kerja keras. Kelemahan orang Simalungun itu tadi kurang pekerja keras. Kalau kita
bandingkan masalah
habayakon/kekayaan jauhnya kita tertinggal dari orang Toba
W1.W.jc.160417.A51 Banyak perantau yang datang ke Simalungun karena tanah/lahan
yang subur W1.W.jc.160417.A52
Sippukah huta di Sidamanik bermarga
Damanik W1.W.jc.160417.A53
Lahan orang Simalungun sudah
tidak ada lagi dikarenakan mereka
mengandalkan kekuasaannya W1.W.jc.160417.A54
Orang Simalungun malas bekerja,
sehingga para pendatang yang banyak memiliki
lahan
W1.W.jc.160417.A55 Simalungun tanah yang subuh sehingga cocok untuk bercocok
tanam
W1.W.jc.160417.A56 Karakter orang Simalungun kurang
bekerja keras W1.W.jc.160417.A57
Kelemahan orang Simalungun kurang
dengan suku lain. Karena itu tadi, karakter kita itu terbiasa hidup cukup membuat kita malas. Kedua tadi, kita terlalu terbuka kepada perantau sehingga perantau itu bisa menguasai kita. Tapi ada juga pengaruhnya, karena dulu perkembangan agama Kristen yang pertama Simalungun gampang terobsesi ke pengaruhnya bahasa Toba inikan. Jadi itu tadi, ada juga pengaruh agama itu tadi. Lebih diluan dulu penyebaran agama Kristen ke Tapanuli baru 1903 kemari kan, 1903 pun kemarikan
belum pesat kali
perkembangannya, masih tahap pengenalan kan. Justru baru tahun 60an keatas GKPS baru mulai berkembang, itupun HKBPSnya dulu sehingga yang di pakai pun buku Ende. Jadi orang-orang Simalungun dulukan taunya bahasa Toba, karena itu tadi. Jadi ada pengaruh yang pertama tadi ahap terlalu terbuka, terus kedua gereja juga ada pengaruhnya, yang ketiga itu, kita sepertinya bangga kalau kita bisa memakai bahasa orang. Itulah kelemahan kita. tengoklah di Raya sana, kadang lucu saya rasa “marbahasa Toba I Raya
on” (berbahasa Toba di Raya ini) saya pikirkan. Jadi itulah menurut saya kelemahan yang membuat kita gampang apa namanya…
kurang dari segi kekayaan dikarenakan
merasa cukup dan malas untuk bekerja W1.W.jc.160417.A59
Karakter Simalungun yang terbuka membuat perantau
mudah untuk menguasai dirinya W1.W.jc.160417.A60
Agama juga mempengaruhi penggunaan bahasa di
Simalungun W1.W.jc.160417.A61
Penyebaran agama Kristen pertama kali
datang ke Tapanuli W1.W.jc.160417.A62
Orang Simalungun datang ke gereja
HKBP yang menggunakan bahasa
Toba
W1.W.jc.160417.A63 Orang Simalungun mudah terpengaruh
bahasa Toba W1.W.jc.160417.A64 Agama mempengaruhi
pemakian bahasa di Simalungun W1.W.jc.160417.A65
Lebih dahulu penyebaran agama Kristen ke Tapanuli W1.W.jc.160417.A66
R : Di Raya juga sudah pakai bahasa Toba, kela?
E : ada sebagian. Maksud saya kan gini, kalau ada orang Toba datang satu orang justru kita orang Raya itu yang ikutin dia..ikutan bahasanya. Padahal harusnya dia yang kita manusiakan jadi manusia Simalungun, kan itunya seharusnya kan. Tapi justru kita yang..(tertawa sinis)…bangga pula kita, lebih kuat pula suara kita, walaupun logat kita logat Simalungun, logatnya logat Simalungun tapi bahasanya bahasa Toba. Karena apa? Karena kayak udah merasa hebat kita kalau sudah pakai bahasa orang. Inilah kadang-kadang kelemahan, makanya kita kadang-kadang prihatin kok bisa gitulah Simalugun ini. Itulah kelemahan kita. kayak sermon (salah satu perkumpulan kerohanian Kristen) semalamlah bahasa Tobanya orang. Kan kasihannya kan. Memang sekarang kalau nggak ada GKPS sudah hilang Simalungun ini. GKPS inilah sekarang yang bisa mempertahankan identitas. Cuma memang walaupun kadang-kadang kita, ada juga ketersinggungan perasaan. Kayak sayalah kadang ada tersinggung perasaan saya, karena kan kawan-kawan ini “au kan Toba do au “ (aku kan Toba nya aku). Kayak saya empat kami memimpin sekarang Cuma saya yang asli Simalungun, lainnya kan Tambunan, Sidabalok, Sidabutar. Kadang-kadang orang kalau nggak ngerti posisi saya, mau menyudutkan saya, kan
dulu lebih mengetahui bahasa Toba W1.W.jc.160417.A67
karakter yang terlalu terbuka, pengaruh
agama, orang Simalungun bangga menggunakan bahasa
orang Lain W1.W.jc.160417.A68
Di Raya sebagian orang Simalungun menggunakan bahasa
Toba
W1.W.jc.160417.A69 Orang Simalungun bangga menggunakan
bahasa suku lain W1.W.jc.160417.A70
Mengunakan logat Simalungun, namun
bahasa yang digunakan bahasa
Toba
W1.W.jc.160417.A71 Orang Simalungun merasa hebat ketika menggunakan bahasa
suku lain W1.W.jc.160417.A72
Partisipan merasa prihatin dengan keadaan Simalungun W1.W.jc.160417.A73
Dalam sebuah perkumpulan orang
Simalungun tidak menggunakan bahasanya dalam
menjadi sulit saya mengambil kebijakan. Kalau mereka tiga-tiga nentang apa bisa saya neruskan kebijakan saya. Walaupun mungkin kebijakan saya itu bagus, kebijakan saya bisa memajukan gereja kita mungkin. Tapi itu tadi, orang inikan udah lain karakternya dengan karakter saya, sementara saya masih lahir di Raya kan. Walaupun saya sama-sama Sumbayak dengan abang Marlon bedaloh karakter saya dengan dia, beda..karena dia sudah kelahiran Sidamanik. Hah itu tadi harus bisa di bedakan. Makanya cara ngomongnyapun udah beda. Jadi kalau orang nggak ngerti ya bisa aja salah persepsinya, kayak posisi saya sekarang ini di gereja ini, termasuk kita di Sidamanik ini. Kalau kita sama-sama orang
Simalungun nggak
mempertahankan jati diri kita mau apalagi kan. Tapi mudah-mudahanlah kalau kami sumbayak ya, kalau kami sumbayak udah komitmen kami itu, kalau memang ada acara adatnya di Sumbayak masih kami usahakan itu budaya Simalungun harus di pertahankan. Kalau orang mau berkomentar yang lain…yahh..silahkan, itu kalau di Sumbayak ya. Kalau di marga lain yaa..nggak ada wewenang saya kan. Karena gini itu tadi, termasuk Bapak Purba, termasuk bos kami, orang itunya tokoh-tokohnya disini. Karena di Sidamanik ini sebenarnya udah tokoh orang itu, udah di seganilah disini, tapi kalau horja adat (ritual adat)lah misalnya, ditempat kalian nggak mau lae
Jika tidak ada GKPS maka Simalungun
akan hilang W1.W.jc.160417.A75
GKPS menjadi harapan dalam mempertahankan identitas Simalungun W1.W.jc.160417.A76
Mereka yang bermarga Sumbayak
memiliki komitmen utnuk terus melestarikan
kebudayaan Simalungun W1.W.jc.160417.A77
Tokoh-tokoh Simalungun di Sidamanik sudah tidak
mau mempertahankan kebudayaan Simalungun W1.W.jc.160417.A78
Tokoh Simalungun diharapkan mau
membawa dan menunjukkan budaya
Simalungun, baik dalam ritual adat yang
dilaksanakannya W1.W.jc.160417.A79
Dalam ritual adat Simalungun, orang
Simalungun seharusnya membawa
tombuan untuk diberikan kepada
(panggilan untuk saudara laki-laki dari istri kita) itu mempertahankan/menunjukkan identitasnya mau bilang apa kita. kayak kemaren itulah, contoh kalau lae itu mau menunjukkan identitas waktu peresmian rumahnya, cobalah dulu di tampilkan tari-tarian Simalungun itu, bisanya di suruhnya, orang dia kepala UPTD kok. Misalnya SD ini, tampilkan dulu yah tarian 3 disana, itukan sudah menunjukkan identitas dek. Minimal ada usahalah usaha kita menunjukkan identitas. Kedua, waktu nikah anak perempuannya kemarin. Sayangnya saya nggak ikut namboru (panggilan untuk saudara perempuan/perempuan yang memiliki boru yang sama dengan ayah kita)mu yang ikut kan..hmm..bawa tombuan nggak? Nggak kan. Itu tadi. Coba kalau lae itu bawa tombuan orang itukan pasti heran “ohh..ini ya Simalungun” kan gitu. “ohh ini yang namanya Simalungun”, dan orang itukan jadi bertanya-tanya “apa itu?” “tombuan” “apa isinya itu?” “ayam”. Ayam itulah nanti mau kami sampaikan sama hela (menantu laki-laki) kami sama boru(anak perempuan) kami, sama mertua boru kami..kan gitu. Karena tombuan itukan berisi duamya berisi ayamnya itu. “ohh..itu ya..itu maknanya ya” “jadi ayam itu dimana” “ohh itu di lemang itu, masaknya itu system lemang” orang-orang pun terheran-heran kan. Ini kita orang Tobanya yang bawa bahul-bahul banggal (bakul-bakul besar berisi makanan) itu. Orang Simalungun mana ada bawa
Tombuan adalah ayam yang dimasak dengan
bambu (di lemang) W1.W.jc.160417.A81
Orang Simalungun tidak membawa bahul-bahul banggal
dalam ritual adatnya melainkan membawa
tombuan W1.W.jc.160417.A82
Bahul-bahul orang Simalungun berbeda
dengan bahul-bahul orang Toba W1.W.jc.160417.A83
Orang Simalungun tidak boleh malu
dengan bahul-bahulnya W1.W.jc.160417.A84
Orang Simalungun di Jakarta lebih mempertahankan
adatnya W1.W.jc.160417.A85
Keluarga partisipan tetap mempertahankan
kebudayaan Simalungun walaupun
harus melanggar kebiasaan yang ada W1.W.jc.160417.A86
Orang Simalungun diharapkan jangan
malu dalam menunjukkan
bahul banggal..mana ada itu.. bahul-bahul kita Cuma berisi satu tumbanya bahul-bahul kita. apa mesti malu kita bawa bahul kita memang itunya bahul-bahul kita. tapi karena kita lihat bahul-bahul orang itu besar, padahal isinya sedikit, Cuma jagar (mewah/besar)nya ajanya itu tinggi itu. Jadi itu tadi, jadi kalau misalnya nanti kau menikah pun “bawa tombuan ya pak” bilang gitu. (tertawa). Kalau kawin di Jakarta, ihhh di Jakarta lebih adat..lebih dipertahankan. Walau memang semua di catheringkan, karena memang nggak semua lagi ada ahlinya di kampung-kampung itu kan. Tapi kan tetap adat itu tetap di Simalungun. justru karena botou saya itu, karena dia guru, dilatihnya anak-anak itu cina-cina itu itu tortor Simalungun. makanya dulu nikah adik saya itu di sambut tortor Simalungun. walaupun bukan kami mangasuhutkon (tuan rumah yang mengadakan acara), mertuanya mangasuhutkan. Tapi karena dia ingin menunjukkan identitas bahwa saya Simalungun dan bapak saya pun komitmen, jadi semua pun pakai gotong pakai bulang..gitu. jadi itu tadi, mari kita kalau memang ada kemauan kita keinginan kita ingin menunjukkan identitas kita..tunjukkanlah. jangan malu-malu. Oranglain pun pasti angkat tangan “ohh..inilah Simalungun”.
Raja parhata Simalungun dalam membawakan ritual
adat Simalungun menggunakan bahasa
Toba
W1.W.jc.160417.A88 Partisipan prihatin
dengan keadaan Simalungun W1.W.jc.160417.A89
Orang Simalungun membuat perkumpulan dengan menggunakan marga
dari Toba W1.W.jc.160417.A90 Perkumpulan diketuai dan sebagian besar
anggotanya orang Simalungun W1.W.jc.160417.A91
Orang Simalungun sangat terbuka W1.W.jc.160417.A92
Penduduk terbanyak di Sidamanik adalah Toba, Jawa dan yang
ketiga Simalungun W1.W.jc.160417.A93
Di Sidamanik lebih banyak gereja yang mayoritas orang Toba
dibandingkan Simalungun W1.W.jc.160417.A94 Simalungun kalah dari