• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Matematika 3 Prosiding SNMPM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Matematika 3 Prosiding SNMPM"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN DAN TEKNIK

MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA

Indra Martha Rusmana

Program Studi Pendidikan Matematika FTMIPA Unindra PGRI Jakarta Jl. Nangka No. 58 C Tanjung Barat, Jagakarsa – Jakarta Selatan

indramartharusmana@ymail.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui : 1) pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika; 2) pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika; 3) pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan mengambil responden sebanyak 120 responden. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 SMA di Kabupaten Serang. Teknik pengolahan dan analisa data menggunakan Anova 2 arah. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan SPSS 13.0 for windows pada taraf signifikansi 0,05. Penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan utama, yaitu ; pertama, tidak terdapat pengaruh antara penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika; keduaterdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika; ketiga tidak terdapat pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dengan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika siswa

Implikasi dalam penelitian ini mencakup (1) penggunaan metode pembelajaran resitasi menjadikan hasil belajar matematika menjadi lebih baik daripada metode pembelajaran konvensional; (2) penggunaan teknik motivasi non verbal lebih berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar matematika; selain itu, (3) penggunaan metode pembelajaran resitasi dan teknik motivasi non verbal secara bersamaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika.

Kata Kunci : metode pembelajaran, teknik motivasi, hasil belajar matematika

PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan mengembangkan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Hal ini diperkuat menurut Ruseffendi (1991: 260), yang menyatakan bahwa ”matematika timbul karena pikiran-pikiran yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”.

(2)

Kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari metode pembelajaran. Pemilihan model/metode pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar dalam hal ini keberhasilan belajar siswa. Metode yang digunakan tidak sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zaid, 2002: 177). Salah satu kenyataan yang sering hadir pada pembelajaran matematika adalah bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa ini lebih cenderung pada pencapaian target materi atau sesuai isi materi buku yang digunakan sebagai buku wajib dengan berorientasi pada soal-soal ujian nasional. Akibatnya kecerdasanyang dimiliki oleh siswa tidak tergali dengan baik.

Berkenaan dengan hal di atas, Ruseffendi (1991: 157) menyatakan ”terdapat banyak anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhana banyak yang tidak dipahaminya, bahkan banyak konsep yang dipahami secara keliru, matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”. Hal ini membuktikan bahwa banyak anak yang mengalami kesulitan belajar matematika disebabkan mereka bukan memahami konsepnya melainkan hanya menghafalnya, sehingga dalam menerapkan suatu konsep matematika, mereka tidak dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selain konsep belajar yang keliru, pandangan siswa terhadap matematika sebagai ilmu yang sukar dan ruwet juga karena di pengaruhi oleh motivasi belajar mereka yang rendah. Ketika siswa merasa tidak dapat mengerjakan soal matematika, maka mereka akan berhenti sampai di situ tanpa mau lagi berusaha mengerjakannya. Apalagi jika guru matematika diam tidak memperhatikan siswa tersebut, maka akan terjadi rasa malas dan tidak berminat untuk belajar matematika.

Walaupun matematika merupakan pelajaran yang berdaya guna tinggi, namun sebagian besar siswa masih kurang termotivasi dalam belajar matematika. Mereka masih beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, sukar, dan menegangkan. Hal ini didukung dengan sebagian besar guru matematika yang berpenampilan kurang familiar atau terlalu serius, selain itu kurang adanya teknik motivasi yang diberikan kepada siswa yang berkemampuan kurang terhadap matematika.

Sehingga motivasi belajar siswa dalam mempelajari matematika kurang optimal dan menjadikan hasil belajarnya menjadi rendah. Hasil belajar matematika siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti; motivasi, kecerdasan logika-matematis, kecerdasan emosional, rasa percaya diri, kemandirian, sikap dan lainnya. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti ; sarana dan pra sarana, lingkungan, kurikulum, metode mengajar, dan motivasi dari guru itu sendiri.

(3)

maka hasil belajar akan rendah. Begitu pula jika terdapat siswa yang kurang dalam pelajaran matamatika, kemudian guru tersebut diam tanpa memberikan motivasi kepada siswa tersebut, maka hasil belajar dan motivasi belajar siswa tersebut akan rendah. Selain itu, motivasi juga biasanya berasal dari dalam diri siswa itu sendiri dengan belajar di rumah dan belajar di sekolah yang dipandu oleh guru. Jika hasil belajar siswa rendah, maka guru dapat memberikan siswa tersebut berupa hadiah agar mereka lebih semangat untuk belajar dan mencapai hasil yang diinginkan.

Dengan demikian metode pembelajaran yang menarik dan teknik motivasi yang dilakukan guru akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu metode pembelajaran dan teknik memotivasi diharapkan dapat merangsang kemampuan berpikir siswa secara aktif dan kreatif, karena dapat memotivasi siswa dalam belajar sehingga menghasilkan proses belajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Keberhasilan proses belajar dan mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pemilihan metode/ model pembelajaran, minat siswa terhadap materi yang diajarkan dan peranan guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa serta motivasi dari siswa itu sendiri untuk belajar dan memahami materi.

Pemilihan metode pembelajaran yang baik agar hasil yang optimal dapat diperoleh merupakan suatu hal yang penting. Karena hal ini dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya tanpa merasa bahwa materi yang diberikan oleh guru sangat menyulitkan dan membosankan. Berdasarkan hal inilah, seorang pendidik dan pengajar harus mampu memberikan motivasi yang besar kepada siswanya agar dapat menerima materi yang disampaikan dengan baik. Pemilihan metode pembelajaran merupakan strategi guru dalam proses pembelajaran matematika hendaklah dapat merangsang dan melibatkan siswa secara aktif, baik secara fisik (psikomotor), intelektual (kognitif), dan emosionalnya (afektif).

Permasalahan-permasalahan di atas, yaitu kurangnya variasi dalam penggunaan metode pembelajaran yang dilakukan guru dan kurangnya kreativitas guru dalam memotivasi siswa untuk belajar serta rendahnya hasil belajar matematika juga dialami pada siswa SMA di wilayah Kota Serang. Hal ini masih terlihat dari hasil belajar matematika siswa masih rendah jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain, baik dari hasil ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, bahkan ujian akhir nasional.

(4)

KAJIAN TEORI Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 729) definisi belajar yaitu ”usaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.

Sedangkan menurut Hamalik, O (2009: 27) belajar didefinisikan yaitu modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).”

Berdasarkan teori dan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang menetap pada pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor) yang didapatkan melalui dari pengalaman yang dilalui atau latihan yang berulang-ulang.

Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan puncak atau akhir dari suatu kegiatan belajar. Menurut Slameto (2003: 3) menyatakan ”hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi secara berkesinambungan dan tidak statis”

Belajar merupakan proses yang unik di mana banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu : 1. Faktor intern, yakni faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individual. Menurut Slameto faktor individual dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu : “(1) faktor jasmaniah, (2) faktor psikologis, dan (3) faktor kelelahan”.

2. Faktor ekstern, yakni faktor yang ada di luar siswa atau faktor sosial. Slameto menjabarkan lagi faktor ini menjadi tiga faktor, yaitu “faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut:

1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa 2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.

3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.

4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya

(5)

laku yang dapat dilihat dan diukur, yaitu berupa kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan keterampilan (psikomotor) yang terjadi secara berkesinambungan dan bersifat dinamis.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang didapatkan dan dipelajari oleh siswa mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penerapannya benar-benar sangat bermanfaat di dalam kehidupan, mulai dari transaksi jual-beli di pasar, transaksi di bank sampai dengan program pengiriman pesawat ke luar angkasa semuanya menggunakan matematika.

Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.

Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep Matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari Matematika.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah pengetahuan atau keterampilan yang dikuasai dan dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar matematika di sekolah dan hasilnya dapat berupa pengetahuan, pemahaman konsep, perhitungan dan pemecahan masalah yang dapat dituliskan berupa nilai (angka atau huruf) atas suatu tes tertentu.

Metode Pembelajaran Resitasi

Dalam proses belajar mengajar, agar siswa dapat belajar dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka guru harus memiliki keterampilan, yaitu dengan menguasai metode mengajar. Metode mengajar merupakan salah satu cara yang digunakan guru mengadakan interaksi dengan siswa, pada saat berlangsungnya pengajaran. Salah satu metode mengajar yang digunakan ialah metode Resitasi (penugasan), di mana metode ini adalah penyajian bahan dimana guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas tersebut dapat dilaksanakan di kelas, luar sekolah, di laboratorium, di perpustakaan atau di mana saja (Djamarah, 1995:96).

Kegiatan interaksi belajar harus selalu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Selama dalam lingkungan sekolah, siswa memiliki beragam aktifitas yang dilaksanakan oleh sekolah, sehingga menyita banyak waktu siswa untuk mempelajari materi yang telah diberikan oleh guru.

(6)

mata pelajaran di sekolah dibatasi hanya 45 menit (untuk siswa SMA), hal ini tidak akan mencukupi tuntutan kurikulum akan tuntasnya materi yang disediakan di dalam kurikulum.

Dalam pemberian tugas ini, guru diharapkan dapat membahas dan mengecek tugas yang telah diberikan pada pertemuan selanjutnya, sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan pada kegiatan selanjutnya. Selain dibahas dan dicek, tugas yang diberikan oleh guru hendaknya dievaluasi dan diberi nilai sesuai dengan kemampuannya. Sistem pemberian tugas semacam inilah yang disebut dengan resitasi.

Selain itu, metode resitasi sering disebut juga metode pemberian tugas yaitu guru memberikan seperangkat tugas kepada siswa untuk dipelajari atau untuk dikerjakan baik secara individu maupun kelompok dan disusun berupa laporan atau resume kemudian hasilnya didiskusikan di kelas atau dibahas.

Metode resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari materi lebih terintegrasi (Rostiyah, 2001:133). Dengan melaksanakan tugas siswa menjadi aktif belajar dan terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab.

Metode resitasi ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri dan mendidik siswa untuk bertanggung jawab dalam melaksakan tugas, sehingga baik disadari maupun tidak siswa mampu bekerja atau belajar sendiri tanpa disuruh.

Menurut Djamarah (1995:97) Langkah-langkah yang harus digunakan dalam metode Resitasi, yaitu:

a. Fase pemberian tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan 1) kemampuan siswa;

2) tujuan yang akan dicapai;

3) jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan; 4) ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa; dan

5) sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. b. Fase pelaksanaan tugas

1) diberikan bimbingan / pengawasan oleh guru 2) diberikan dorongan sehingga siswa mau bekerja

3) diusahakan / dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain

4) dianjurkan siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik. c. Fase pertanggungjawaban tugas

1) laporan siswa baik tulis/ lisan dari apa yang telah dikerjakan 2) ada tanya jawab/ diskusi kelas

(7)

Pada fase pertanggung jawaban tugas inilah yang disebut Resitasi.

Motivasi Belajar

Seseorang akan berhasil dalam belajar, jika pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal : (1) mengetahui apa yang akan dipelajari ; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan berpijak pada kedua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil (M., Sardiman A. 2007 : 40).

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu ; (1) Kebutuhan, (2) Dorongan dan (3) Tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan ia harapkan. Sedangkan, dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan/ kebutuhan tersebut. Selain itu, dorongan pun merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti dari motivasi.

Para pakar humanistik menitikberatkan pentingnya motivasi dari dalam diri sendiri (self motivation), mereka menganjurkan agar para guru mendorong berkembangnya rasa ingin tahu dan minat siswa dalam belajar. Sedangkan para pakar behavioristik menekankan pula pentingnya persekitaran dalam menciptakan kondisi yang memotivasi siswa.

Mereka menganjurkan agar para guru mengaitkan belajar dengan rangsangan yang menimbulkan perasaan senang dan membentuk tingkah laku siswa melalui pemberian hadiah atau hal lainnya, ini berarti seorang guru harus mengetahui teknik motivasi agar siswa dapat termotivasi dalam belajar.

Dilihat dari jenisnya, terdapat dua jenis motivasi, yaitu motivasi instrinsik (motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang datangnya dari luar). Untuk meningkatkan motivasi instrinsik siswa, seorang guru hendaknya mampu memberikan motivasi yang sifatnya dari luar diri siswa tersebut, sehingga mampu membangkitkan minat dan perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung.

Selain itu, seorang guru harus mampu mengarahkan siswanya untuk mau mengulang dan mempelajari kembali di rumah terhadap materi-materi yang telah disampaikan di sekolah. Mengingat demikian pentingnya motivasi belajar yang harus dimiliki oleh siswa, maka seorang guru diharapkan mampu membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Sebagaimana yang dikatakan Hakim dalam Rusmana, Indra M., (2009);

”Cara membangkitkan motif-motif ekstrinsik itu dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan yang perlu dimiliki untuk membangkitkan motivasi belajar, diantaranya sebagai berikut:

(8)

b. Keinginan untuk menjadi juara kelas c. Keinginan menjaga harga diri atau gengsi d. Keinginan menjadi siswa teladan

e. Keinginan untuk menang bersaing

f. Keinginan untuk dikagumi, karena menjadi seseorang yang berprestasi g. Keinginan untuk menutupi kekurangan diri dengan berprestasi tinggi h. Keinginan untuk melaksanakan anjuran dari orang lain”

Selain itu, menurut Uno, Hamzah B. (2007:34), beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Pernyataan penghargaan secara verbal.

b. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. c. Menimbulkan rasa ingin tahu.

d. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. e. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.

f. Menggunakan materi yang dikenal sebagai contoh dalam belajar.

g. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami.

h. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. i. Menggunakan simulasi dan permainan.

j. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum.

k. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam belajar. l. Memahami iklim sosial dalam sekolah.

m.Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. n. Memperpadukan motif-motif yang kuat.

o. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. p. Merumuskan tujuan-tujuan sementara.

q. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai.

r. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa. s. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri.

t. Memberikan contoh yang positif.

Pernyataan seperti ”Bagus Sekali”, ”Hebat”, ”Menakjubkan” di samping akan menyenangkan siswa, pernyataan verbal seperti itu juga mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di depan orang banyak.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta empiris dan menganalisis tentang : 1. Pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika. 2. Pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika.

3. Pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika.

Jenis Penelitian

(9)

kelompok eksperimen, yaitu diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran resitasi, sedangkan kelompok yang satu lagi sebagai kelompok kontrol dengan perlakuan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvesional. Dari masing-masing kelompok kemudian diberikan teknik motivasi verbal dan teknik motivasi non-verbal.Perhatikan tabel desain penelitian di bawah ini :

Tabel 1

Desain Faktorial 2 x 2 untuk

Variabel Metode Pembelajaran dan Teknik Motivasi

Metode Pembelajaran

Teknik Motivasi R

es

it

asi

(A

1

)

K

onven

si

on

al

(A

2

)

Juml

ah

Verbal (B1) A1B1 A2B1 B1 Non Verbal (B2) A1B2 A2B2 B2

Jumlah A1 A2 A x B

Keterangan :

A1B1 : kelompok siswa dengan metode resitasi yang diberi teknik motivasi verbal (eksperimen A).

A2B1 : kelompok siswa dengan metode konvensional yang diberi teknik motivasi verbal (kontrol A).

A1B2 : kelompok siswa dengan metode resitasi yang diberi teknik motivasi non verbal (eksperimen B).

A2B2 : kelompok siswa dengan metode konvensional yang diberi teknik motivasi non verbal (kontrol B).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X di SMA Nusantara dan SMA Islam Terpadu Al-Fahmi Serang pada semester genap tahun ajaran 2010 – 2011.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi terukur adalah seluruh siswa kelas X SMA di Serang. Sedangkan populasi targetnya adalah seluruh siswa SMA Islam Terpadu Al-Fahmi dan SMA Nusantara kelas X, penulis bermaksud mengadakan uji coba di kelas X untuk bahasan materi Logika Matematika.

(10)

Karena berjumlah 2 kelas pada masing-masing sekolah, maka sampel dibagi menjadi 30orang siswa dengan metode resitasi dan teknik motivasi verbal, 30 orang siswa dengan metode resitasi dan teknik motivasi non verbal, 30 orang siswa dengan metode konvensional dan teknik motivasi verbal serta 30 orang siswa dengan metode konvensional dan teknik motivasi non verbal.

Prosedur

Prosedur penelitian ini memiliki tahapan sebagai berikut : a. Mendefinisikan dan merumuskan masalah

b. Melakukan studi kepustakaan c. Merumuskan hipotesis

d. Menentukan model atau desain penelitian e. Mengumpulkan data

f. Mengolah dan menyajikan informasi g. Menganalisis dan menginterpretasikan data h. Membuat kesimpulan

Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui instrumen penelitian yang dibuat peneliti menggunakan soal tes yang berbentuk pilihan ganda dan angket atau kuesioner yang disebarkan kepada sampel penelitian.

Teknik pengumpulan data variabel hasil belajar menggunakan data sekunder yang dihasilkan setelah melakukan tes evaluasi akhir pelajaran matematika berupa tes pilihan ganda dengan 5 item pilihan.

Pengumpulan data data dilakukan selama 2 bulan 3 minggu dan teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan aplikasi program pengolahan data SPSS 13.0 for windows.

Teknik Analisis Data

Uji statistik yang digunakan dalam analisis data adalah uji statistik inferensial dengan menggunakan anova dua jalur menggunakan bantuan aplikasi program pengolahan data statistik (Statistical Product and Service Solutions),SPSS 13.0 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(11)

Tabel 2. Rangkuman Data Hasil Penelitian

Resitasi (A1)

Konvensional

(A2) Jumlah

Teknik Motivasi Verbal

(B1)

nA1B1 = 30 XA1B1 = 7,433 S2 = 1,406

nA2B1 = 30 XA2B1 = 6,833 S2 = 1,555

nB1 = 60 XB1 = 7,133 S2B1= 1,501

Teknik Motivasi Non Verbal

(B2)

nA1B2 = 30 XA1B2 = 12,667 S2 = 2,604

nA2B2 = 30 XA2B2 = 12,633 S2 = 2,282

nB2 = 60 XB2 = 12,650 S2B2= 2,427

Jumlah

nA1 = 60 XA1 = 10,05 S2A1 = 3,357

nA2 = 60 XA2 = 9,733 S2A2 = 3,507

nT = 120 XT = 9,891 S2T= 3,432

Dari hasil di atas dapat dikatakan bahwa rata-rata hasil belajar matematika yang di ajar dengan menggunakan metode pembelajaran resitasi dan teknik motivasi non verbal lebih baik daripada kelas lain yang menjadi sampel.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Ringkasan ANOVA 2 Jalur

Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis pertama dinyatakan dalam hipotesis statistik sebagaiberikut :

Ho : μ1 = μ2 (tidak ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika)

H1 : μ1 ≠ μ2 (ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika)

Dengan kriteria uji :

 Jika Fhitung> Ftabel, maka signifikan (tolak Ho)

(12)

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Fhitung untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematikaadalah 0,734 sedangkan Ftabel untuk dk1 = 1 dan dk2 = 119 adalah 3,92 dan ternyata harga Fhitung< Ftabel jadi H0 diterima, yaitu tidak ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika. Jika pun ada pengaruh, karena Sig. 0,393 > = 0,05 tetapi tidak signifikan pengaruhnya.

Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis kedua yaitu dinyatakan dalam hipotesis statistik sebagaiberikut :

Ho : μ1 2 (tidak ada pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika)

H1 : μ1 ≠ μ2 (ada pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika) Dengan kriteria uji:

 Jika Fhitung> Ftabel, maka signifikan (tolak Ho)

 Jika Fhitung< Ftabel, maka tidak signifikan (terima Ho)

Untuk melihat hasil uji hipotesis kedua, perhatikan tabel Ringkasan ANOVA di atas, terlihat bahwa nilai Fhitung untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematikasiswa adalah 222,888. Sedangkan Ftabel untuk dk1 = 1dan dk2 = 119 adalah 3,92 dan ternyata harga Fhitung> Ftabel jadi H0 ditolak, maka terdapat/ ada pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika.

Hipotesis yang akan diuji dalam hipotesis ketiga yaitu dinyatakan dalam hipotesis statistik sebagaiberikut :

Ho : μ0102 (tidak ada pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika)

H1 : μ01≠μ02 (ada pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika)

Kriteria uji:

 Jika Sig. > = 0,05 (terima Ho)

 Jika Sig. < = 0,05 (tolak Ho)

Untuk melihat hasil uji hipotesis ketiga, perhatikan tabel Ringkasan ANOVA di atas. Dari tabel, didapatkan nilai Sig. 0,445 > = 0,05, dalam hal ini Sig. > = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika, karena Sig. > = 0,05 maka tidak dilakukan uji lanjut untuk menentukan interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika.

(13)

Selain hal tersebut di atas, ditemukan pula bahwa penggunaan metode resitasi lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar matematika, Kemudian teknik motivasi non verbal pun ternyata lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan teknik motivasi verbal. Apalagi jika penggunaan metode pembelajaran resitasi dan teknik motivasi non verbal dilakukan secara bersama-sama, maka hasil belajar matematika siswa lebih baik daripada penggunaan metode pembelajaran konvensional dan teknik motivasi verbal secara bersama-sama.

Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran yang variatif dan penggunaan teknik motivasi non verbal dapat menjadikan siswa lebih tertarik dalam mempelajari matematika sehingga hasil belajar matematika dapat meningkat, baik terhadap siswa yang berkemampuan biasa ataupun luar biasa.

Selain itu, secara umum ditemukan pula bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan teknik motivasi verbal lebih tinggi daripada teknik motivasi non-verbal. Hal ini dikarenakan dalam diri siswa dan semua orang terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, salah satunya menurut Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Selama proses belajar di dalam kelas, siswa akan lebih merasa dihargai keberadaannya jika dia dipuji dan mendapatkan ucapan-ucapan verbal di depan teman-temannya, sambil diberikan reward. Dalam hal ini dituntut kemampuan guru untuk dapat memberikan ungkapan atau kata-kata yang dapat memotivasi siswa dalam belajar dan pemberian reward secara variatif.

Selain itu, berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini maka dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik atau guru matematika harus mampu memahami tingkat motivasi belajar dari masing-masing siswa agar dapat dilakukan pemilahan dan perlakuan yang tepat dalam kegiatan pembelajaran. Sementara dalam kapasitasnya sebagai pengajar, maka guru matematika harus mampu mendesain rancangan kegiatan pembelajaran dengan memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan belajar siswa.

Dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran matematika, guru harus banyak membaca dan saling berbagi pengetahuan baru serta mempelajari berbagai teori tentang metode pembelajaran, sehingga guru dapat menerapkan ilmunya dengan baik. Selain itu, wadah MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) matematika dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan guru.

SIMPULAN DAN SARAN

(14)

SMA Nusantara pada semester genap tahun pelajaran 2010/ 2011), dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar matematika, hal ini dikarenakan nilaiFhitung(0,724)<Ftabel(3,92). Sekalipun ada pengaruhnya, tetapi tidak terlalu signifikan.

2. Terdapat pengaruh penggunaan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika, hal ini berdasarkan harga Fhitung(222,888) > Ftabel(3,92). Pengaruh teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika cukup signifikan.

3. Tidak terdapat pengaruh interaksi penggunaan metode pembelajaran dan teknik motivasi terhadap hasil belajar matematika, hal ini diperoleh dari nilai Sig. yang lebih besar dari  = 5% yaitu Sig. 0,445 > = 0,05.

Selain itu, didapatkan pula kelebihan dan kelemahan dalam menggunakan metode pembelajaran resitasi ini, yaitu :

 Kelebihan :

1) merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok 2) mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru

3) membina tanggung jawab dan disiplin siswa 4) mengembangkan kreativitas siswa

 Kekurangan :

1) siswa sulit dikontrol, apakah benar tugas tersebut dikerjakan sendiri atau orang lain. 2) untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya

adalah anggota tertentu saja, sedangkan yang lain tidak berpartipasi.

3)

tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.

Setelah melakukan penelitian dan melihat serta merasakan proses pembelajaran dengan metode resitasi dan teknik motivasi verbal dan non verbal, serta memperhatikan simpulan di atas, maka saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagi para pembaca khususnya tenaga pendidik (guru); pembelajaran dengan metode pembelajaran resitasi dan teknik motivasi verbal dan non verbal dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan variatif serta dapat diterapkan di kelas dalam usaha untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran resitasi menuntut siswa untuk lebih mandiri dalam belajar. Sehingga guru diharapkan dapat membimbing siswanya dalam belajar agar semua aspek kecerdasan yang dimiliki siswa dapat berkembang dengan optimal. 3. Karena dalam mengembangkan metode pembelajaran ini menggunakan musik sebagai latar

(15)

4. Diperlukan kerjasama antar guru matematika dalam mengoptimalkan kemampuan dalam belajar matematika. Kerjasama ini diperlukan sebagai sarana tukar pengalaman mengajar tentang metode pembelajaran resitasi dan metode yang digunakan oleh masing-masing guru 5. Bagi penelitian yang akan datang dan tertarik dengan penggunaan metode pembelajaran ini,

hendaknya mengembangkan instrumen lain untuk materi ajar yang berbeda atau untuk kelas dalam jenjang pendidikan yang lain atau populasi yang tidak serupa dengan penelitian yang telah dilakukan pada penelitian kali ini.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah & Zaid. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah. (1995). Strategi Belajar Mengajar. Banjarmasin: Rineka Cipta. Gawatri, dkk. (2004). Matematika untuk Tingkat I SMK. Jakarta: Yudhistira.

Hamalik, Oemar. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

M,. Sardiman A. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rostiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ruseffendi, E.T. (1991).Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Rusmana, Indra Martha. (2009). Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Slim-n-Bil Terhadap Prestasi dan Motivasi Belajar Matematika Siswa SMP.Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Serang.

Slameto, (2003).Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI. Surapranata, S. (2006). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi

Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(16)

KEMAMPUAN AWAL MATEMATIS SISWA SEBAGAI

BEKAL MENGIKUTI PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL MELALUI

PENDEKATAN METAKOGNITIF DENGAN MENGINTEGRASIKAN

SOFT

SKILL

Atma Murni

Dosen Pendidikan Matematika, Universitas Riau E-mail: murni_atma@yahoo.co.id

Abstrak

Aritmetika Sosial merupakan materi matematika yang wajib dipelajari siswa kelas VII dan kaya akan konsep-konsep bilangan bulat, pecahan, dan aljabar. Topik-topik yang dibahas meliputi: untung, rugi, persentase untung, persentase rugi, diskon (rabat), neto, bruto, tara, bunga tabungan dan pajak. Masalah yang dipecahkan terkait dengan masalah kontekstual yang sering dijumpai dan dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan siswa memecahkan masalah terkait Aritmetika Sosial. Meskipun masalah yang dimunculkan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa, namun siswa masih mengalami kesulitan menerapkan konsep-konsep prasyarat yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang diberikan. Untuk itu perlu menganalisis kemampuan awal matematis (KAM) siswa dalam mengikuti pembelajaran Aritmetika Sosial yang dilaksanakan melalui penerapan pendekatan metakognitif dengan mengintegrasikan soft skill pada siswa kelas VII sekolah level tinggi dan sekolah level sedang di Kota Pekanbaru. Data KAM dianalisis menggunakan uji t dan uji ANAVA satu jalur. KAM siswa dikelompokan menjadi KAM atas, tengah, dan bawah. Hasil analisis menyatakan bahwa: (1) rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi lebih besar dari rata-rata KAM sekolah level sedang untuk ketiga pendekatan pembelajaran; (2) KAM siswa pada setiap kelompok pembelajaran lebih dominan berada pada kategori tengah; (3) ada perbedaan secara signifikan KAM siswa sekolah level tinggi dan sekolah level sedang; (4) ada kesetaraan rata-rata KAM siswa ketiga pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah; dan (5) dari jawaban siswa terlihat siswa masih mengalami kekeliruan, kesulitan, dan bahkan belum dapat menyelesaikan soal-soal materi prasyarat yang sangat diperlukan dalam pembelajaran Aritmetika Sosial.

Kata kunci: Kemampuan awal matematis, aritmetika sosial, metakognitif, soft skill

PENDAHULUAN

Kemampuan awal siswa merupakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru. Dengan memiliki kemampuan awal tentang materi tertentu, siswa dapat dengan mudah mempelajari materi baru yang akan diajarkan guru. Sebagaimana dinyatakan Arends (2008), bahwa kemampuan awal siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan struktur kognitif yang sudah ada.

Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia mulai dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat diketahui: (1) apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat (prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran; (2) sejauh mana siswa telah mengetahui materi yang akan disajikan. Dengan mengetahui kedua hal tersebut, guru akan dapat merancang pembelajaran dengan lebih baik.

(17)

kemampuan awal matematis yang baik dan siswa belum mengetahui sama sekali materi yang akan disajikan sehingga pembelajaran seringkali tidak diawali dengan menggali pengetahuan awal matematis siswa yang relevan. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila pembelajaran menjadi tidak efektif karena siswa belum mempunyai kesiapan untuk menerima pelajaran.

Makalah ini khusus membahas tentang kemampuan awal matematis (KAM) siswa dalam mengikuti pembelajaran Aritmetika Sosial yang dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan penelitian yang menerapkan tiga pendekatan yaitu: (1) pembelajaran metakognitif dengan mengintegrasikan soft skill (PMSS); (2) pembelajaran metakognitif (PM); dan (3) pembelajaran konvensional (PK).

Biryukov (2003) mengemukakan bahwa metakognisi merupakan dugaan pemikiran seseorang tentang pemikirannya yang meliputi pengetahuan metakognitif (kesadaran seseorang tentang apa yang diketahuinya), keterampilan metakognitif (kesadaran seseorang tentang sesuatu yang dilakukannya) dan pengalaman metakognitif (kesadaran seseorang tentang kemampuan kognitif yang dimilikinya). Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran metakognitif dalam penelitian ini adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika terhadap siswa secara individual yang memiliki komponen: (1) menanamkan kesadaran kepada siswa suatu proses bagaimana merancang, memonitor, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan untuk menentukan solusi dari suatu permasalahan; (2) memfokuskan pertanyaan kepada pemahaman masalah; (3) mengembangkan hubungan antara pengetahuan yang lalu dan sekarang; (4) menggunakan strategi penyelesaian permasalahan yang tepat; dan (5) merefleksikan proses dan solusi.

(18)

pelayanan), dan (e) emphaty (empati); (2) social skill (keterampilan sosial), meliputi: (a) leadership (kepemimpinan), (b) influence (pengaruh), (c) communication (komunikasi), (d) conflict management (manajemen konflik), (d) cooperation (kooperatif), (e) team work (kerja kelompok), dan (f) synergy (sinergi). Seiring dengan itu, Ayu (2011) juga menyatakan bahwa soft skill dapat mempengaruhi seseorang untuk memperlihatkan dirinya lebih beretika, percaya diri, dapat menghargai diri sendiri dan orang lain, dapat mengatur kepribadian dalam menjaga emosi dan tingkah laku.

Berdasarkan pengertian tentang metakognitif dan soft skill maka dapat dikemukakan bahwa pembelajaran metakognitif dengan mengintegrasikan soft skill dalam penelitian ini adalah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika yang memiliki komponen pembelajaran metakognitif yang telah diuraikan di atas disertai dengan pembinaan soft skill siswa (percaya diri, proaktif, empati, kerjasama tim dan komunikasi).

Kemampuan awal yang dibahas dalam penelitian ini adalah kemampuan awal matematis siswa kelas VII yang diperlukan dalam mengikuti materi Arimetika Sosial. Topik-topik yang dibahas dalam pembelajaran Aritmetika Sosial meliputi: untung, rugi, persentase untung, persentase rugi, diskon (rabat), neto, bruto, tara, bunga tabungan dan pajak. Aritmetika Sosial kaya dengan konsep-konsep bilangan bulat, pecahan, dan aljabar. Agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran Aritmetika Sosial maka siswa perlu memiliki kemampuan awal matematis yang optimal pada topik-topik prasyarat tersebut.

Tujuan akhir dari penelitian adalah mengungkap dan menganalisis secara komprehensif hasil belajar matematika siswa pada materi Aritmetika Sosial. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah kemampuan pemecahan masalah matematis (KPMM) dan kemampuan representasi matematis (KRM) yang dijaring melalui tes. Sehubungan dengan itu, KAM menjadi salah satu aspek yang ditinjau dalam melakukan analisis peningkatan KPMM dan KRM siswa melalui ketiga pendekatan pembelajaran pada sekolah level tinggi dan sekolah level sedang.

METODE PENELITIAN

(19)

tiap sekolah diambil tiga kelas yaitu: kelas eksperimen-1, kelas eksperimen-2, dan kelas kontrol.

Instrumen penelitian adalah tes KAM yang memuat materi prasyarat untuk mengikuti pembelajaran materi Aritmetika Sosial pada kelas VII semester ganjil, yaitu: (1) operasi hitung bilangan bulat; (2) pecahan; (3) operasi hitung pecahan; (4) operasi bentuk aljabar; dan (5) persamaan linear satu variabel. Tes KAM menggunakan soal pilihan ganda sebanyak 28 butir. Sebelum tes KAM digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Hasil uji coba tes KAM menunjukkan bahwa 26 butir soal dinyatakan valid dengan reliabilitas sangat tinggi (0,919).

Tes KAM yang diberikan meminta siswa menuliskan langkah perhitungan yang dilakukan pada tempat yang telah disediakan. Hal ini bertujuan melihat kemampuan siswa dalam menguasai materi prayarat. Selain mendeskripsikan KAM setiap siswa, tes KAM juga bertujuan untuk menentukan kategori kemampuan siswa yang terdiri dari kelompok atas, tengah, dan bawah. Siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok KAM yaitu siswa kelompok KAM atas, KAM tengah, dan KAM bawah. Kriteria pengelompokan berdasarkan skor rata-rata (� ) dan simpangan baku (SB) menurut (Ratnaningsih, 2007) seperti tabel 1 berikut.

Data KAM siswa dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Langkah awal dilakukan perhitungan rata-rata dan simpangan baku data KAM ketiga kelompok pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah. Bersamaan dengan itu dilakukan pengelompokan siswa berdasarkan kategori KAM dan sekaligus menghitung rata-rata dan simpangan baku pada setiap kategori KAM ketiga pendekatan pembelajaran. Langkah berikutnya dilakukan analisis inferensial untuk menentukan perbedaan data KAM antar kedua level sekolah menggunakan uji t dan menentukan kesetaraan data KAM ketiga pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah menggunakan uji ANAVA satu jalur. Sebelum melakukan uji statistik dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varians.

Tabel 1

Kriteria Pengelompokan

Kelompok Kriteria

Atas KAM � + SB

Tengah � – SB KAM < + SB

Bawah KAM <� – SB

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(20)

Metakognitif dengan Mengintegrasikan Soft Skill (PMSS). Untuk memperoleh gambaran kualitas KAM siswa tersebut, data dianalisis secara deskriptif dan inferensial.

Analisis Deskriptif Data KAM

Pengolahan data secara deskriptif bertujuan untuk mengetahui rata-rata dan simpangan baku setiap kategori KAM siswa yaitu atas (A), tengah (T), dan bawah (B). Rangkuman hasil analisis deskriptif data KAM siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran dan level sekolah disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Pada Tabel 2 berikut dapat dilihat bahwa berdasarkan kelompok pendekatan pembelajaran, ketiga kelompok siswa yang mendapat pendekatan PMSS, yang mendapat pendekatan PM, dan yang mendapat pendekatan PK pada setiap level sekolah dan gabungannya memiliki kualitas KAM yang relatif sama. Gambaran kualitas KAM ini cukup memenuhi syarat untuk memberikan perlakuan yang berbeda pada setiap kelompok. Jika terjadi perbedaan peningkatan kemampuan siswa pada akhir proses pembelajaran maka perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai akibat adanya perlakuan yang berbeda pada ketiga kelompok, bukan karena adanya perbedaan ketiga kelompok sebelum pembelajaran. Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa rata-rata KAM siswa pada sekolah level sedang lebih rendah dibanding rata-rata KAM siswa pada sekolah level tinggi. Data ini memperkuat alasan penetapan sekolah tempat penelitian sebagai sekolah level sedang dan sekolah level tinggi.

Tabel 2.

Deskripsi Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah dan Gabungannya

Level

Sekolah Statistik

Pendekatan

Gabungan

PMSS PM PK

Tinggi

N 35 35 34 104

Rata-rata 12,57 11,29 11,35 11,74 Simpangan Baku 4,374 4,055 3,507 4,005

Sedang

N 33 32 33 98

Rata-rata 9,39 8,84 9,24 9,16 Simpangan Baku 4,023 3,521 4,479 3,997

Gabungan

N 68 67 67 202

Rata-rata 11,03 10,12 10,31 10,49 Simpangan Baku 4,472 3,975 4,124 4,195

(21)

memberikan pembelajaran dengan pendekatan yang berbeda pada masing-masing kelompok. Tetapi, jika dilihat dari setiap kategori KAM, kualitas KAM setiap kelompok siswa relatif berbeda. Hal ini dapat diterima karena siswa dikelompokkan berdasarkan kategori KAM yaitu atas (A), tengah (T), dan bawah (B). Pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa kemampuan siswa paling banyak berada pada kategori KAM tengah untuk ketiga pendekatan pembelajaran.

Tabel 3

Deskripsi Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM

Kategori

KAM Statistik

Pendekatan

Gabungan

PMSS PM PK

Atas

N 12 8 13 33

Persentase Jumlah Siswa (%) 18 12 20 16 Rata-rata 17,17 16,25 15,92 16,45 Simpangan Baku 2,691 3,615 1,533 2,563

Tengah

N 42 50 43 135

Persentase Jumlah Siswa (%) 61 75 64 67 Rata-rata 11,14 10,24 10,14 10,49 Simpangan Baku 2,851 2,421 2,532 2,614

Bawah

N 14 9 11 34

Persentase Jumlah Siswa (%) 21 13 16 17 Rata-rata 5,43 4,00 4,36 4,71 Simpangan Baku 1,651 1,803 1,567 1,733

Analisis Inferensial Data KAM

Sebelum melakukan uji statistik terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varians.

Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah: H0 : sampel berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) dari Z lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Uji normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data KAM siswa kedua level sekolah berdasarkan ketiga kelompok pendekatan pembelajaran disajikan pada Tabel 4.

(22)

significance (sig.) data KAM siswa untuk setiap pendekatan pembelajaran pada kedua level sekolah lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima. Dengan demikian, berdasarkan data KAM siswa untuk setiap pendekatan pembelajaran pada kedua level sekolah, sampel berdistribusi normal. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) data KAM gabungan siswa yang mendapat pendekatan PMSS, yang mendapat pendekatan PM, dan yang mendapat pendekatan PK, lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima. Dengan demikian, berdasarkan data gabungan ketiga pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah, sampel berdistribusi normal.

Tabel 4.

Uji Normalitas Data KAM Siswa Kedua Level Sekolah Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

Level

Sekolah Statistik

Pendekatan

Gabungan

PMSS PM PK

Tinggi

N 35 35 34 104

KS-Z 0,089 0,109 0,136 0,083

Sig. 0,200 0,200 0,110 0,076

H0 Diterima Diterima Diterima Diterima

Sedang

N 33 32 33 98

KS-Z 0,135 0,090 0,101 0,083

Sig. 0,131 0,200 0,200 0,090

H0 Diterima Diterima Diterima Diterima

Gabungan

N 68 67 67

KS-Z 0,101 0,079 0,103

Sig. 0,085 0,200 0,073

H0 Diterima Diterima Diterima

Pengujian Perbedaan KAM antar Kedua Level Sekolah

Pada Tabel 4 telah dilihat bahwa berdasarkan data KAM siswa untuk setiap level sekolah, sampel berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians data KAM untuk kedua level sekolah. Rumusan hipotesis untuk melakukan uji homogenitas adalah:

H0 : σ1 2= σ

2 2

H1 : σ1 2≠ σ

2 2

dengan σ1

2

adalah varians data KAM siswa sekolah level tinggi σ2

2

(23)

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Uji homogenitas varians yang digunakan adalah uji Levene. Hasil uji homogenitas kedua level sekolah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5

Uji Homogenitas Kedua Level Sekolah

Statistik Levene dk1 dk2 Sig. H0 Kesimpulan 0,553 1 200 0,458 Diterima Data KAM kedua level

sekolah homogen

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, berarti H0 diterima. Dengan demikian, data KAM siswa sekolah level tinggi dan sekolah level sedang memiliki varians homogen.

Untuk pengujian perbedaan rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi dan sekolah level sedang dilakukan menggunakan uji-t. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah:

H0 : μ1 = μ2 H1 : μ1≠ μ2 dengan

μ1 adalah rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi

μ2 adalah rata-rata KAM siswa sekolah level sedang.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya H0 ditolak. Hasil uji perbedaan rata-rata dengan menggunakan uji t terhadap data KAM siswa berdasarkan level sekolah disajikan pada Tabel 6.

Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai significance (sig.) lebih kecil dari 0,05, berarti H0 ditolak. Jadi, ada perbedaan KAM yang signifikan antara siswa sekolah level tinggi dengan siswa sekolah level sedang. Hasil ini memperkuat alasan pemilihan kedua level sekolah dan hasil analisis deskriptif pada Tabel 2 di atas.

Tabel 6

Uji Perbedaan Data KAM Siswa antar Kedua Level Sekolah

Level Sekolah

Pembelajaran N Simpangan Baku

t dk Sig.

(2 tailed)

H0

Tinggi

PMSS 35 4,374

4,575 200 0,000 Ditolak

PM 35 4,055

PK 34 3,507

Sedang

PMSS 32 4,023

PM 33 3,521

(24)

Pengujian Kesetaraan KAM Ketiga Kelompok Pembelajaran

Pada Tabel 4 telah dinyatakan bahwa data KAM berdasarkan ketiga pendekatan pembelajaran berdistribusi normal. Sebelum melakukan uji kesetaraan KAM ketiga kelompok pembelajaran terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas varians, dengan rumusan hipotesis statistik adalah:

H0 : σ1 2= σ

2 2= σ

3 2

H1 : σ1 2

≠ σ2 2

≠ σ3 2

dengan σ1

2

adalah varians data KAM siswa yang mendapat pendekatan PMSS. σ2

2

adalah varians data KAM siswa yang mendapat pendekatan PM. σ3

2

adalah varians data KAM siswa yang mendapat pendekatan PK.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Uji homogenitas varians yang digunakan adalah uji Levene. Hasil uji homogenitas varians ketiga kelompok pembelajaran adalah:

Tabel 7

Uji Homogenitas Ketiga Pendekatan Pembelajaran

Statistik Levene dk1 dk2 Sig. H0 Kesimpulan 1,530 2 199 0,219 Diterima Data KAM ketiga

pendekatan pembelajaran homogen

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai significance (sig.) lebih besar dari α = 0,05, berarti H0 diterima. Dengan demikian, data KAM berdasarkan pengelompokan ketiga pendekatan pembelajaran memiliki varians homogen.

Selanjutnya perlu dilakukan pengujian kesetaraan rata-rata KAM siswa berdasarkan ketiga pendekatan pembelajaran. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah:

H0 : μ1 = μ2 = μ3 H1 : μ1≠ μ2 ≠ μ3 dengan

μ1 adalah rata-rata KAM siswa yang mendapat pendekatan PMSS.

μ2 adalah rata-rata KAM siswa yang mendapat pendekatan PM.

μ3 adalah rata-rata KAM siswa yang mendapat pendekatan PK.

(25)

Tabel 8.

Uji Kesetaraan Data KAM Ketiga Pendekatan Pembelajaran

Sumber Jumlah Kuadrat dk

Rata-rata

Kuadrat F Sig. H0 Kesimpulan Antar

Kelompok

31,076 2 15,538 0,882 0,416 Diterima Data KAM ketiga kelompok pembelajaran homogen Dalam

Kelompok

3505,404 199 17,615

Total 3536,480 201

Pada Tabel 8 terlihat bahwa nilai significance (sig.) lebih besar dari 0,05, berarti H0 diterima. Dengan demikian, ada kesetaraan data KAM yang signifikan antara siswa yang mendapat pendekatan PMSS, yang mendapat pendekatan PM, dan yang mendapat pendekatan PK. Hasil ini memperkuat alasan pemilihan ketiga kelompok pembelajaran dan juga hasil analisis deskriptif Tabel 2 dan Tabel 3 di atas.

Pengujian Kesetaraan KAM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

Sebelum melakukan uji kesetaraan KAM ketiga pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah, terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas varians dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9

Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

Level

Sekolah Pendekatan N

Simpangan

Baku F Sig. H0

Tinggi

PMSS 35 4,374

0,949 0,391 Diterima

PM 35 4,055

PK 34 3,507

Sedang

PMSS 32 4,023

0,161 0,143 Diterima

PM 33 3,521

PK 33 4,479

(26)

Untuk menguji kesetaraan KAM ketiga pendekatan pembelajaran dari setiap level sekolah diajukan hipotesis statistik sebagai berikut.

H0 : μ1 = μ2 = μ3 H1 : μ1≠ μ2 ≠ μ3 dengan

μ1 adalah rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi (atau sedang) yang mendapat pendekatan PMSS.

μ2 adalah rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi (atau sedang) yang mendapat pendekatan PM.

μ3 adalah rata-rata KAM siswa sekolah level tinggi (atau sedang) yang mendapat pendekatan PK.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai significance (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak. Pengujian hipotesis tentang kesetaraan data KAM siswa antara yang mendapat pendekatan PMSS, yang mendapat pendekatan PM, dan yang mendapat pendekatan PK dari setiap level sekolah tersebut digunakan uji ANAVA satu jalur. Hasil uji tersebut disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10.

Uji Kesetaraan Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah

Level

Sekolah Pendekatan N

Rata-rata F Sig. H0 Kesimpulan

Tinggi

PMSS 35 12,57

1,141 0,323 Diterima

Ada kesetaraan data KAM siswa ketiga

pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah.

PM 35 11,29

PK 34 11,35

Sedang

PMSS 33 9,39

0,161 0,852 Diterima PM 32 8,84

PK 33 9,24

(27)

Analisis Jawaban Siswa

Dari jawaban siswa, secara global dapat dikemukakan bentuk hasil kerja siswa, yaitu: (1) keliru dalam menentukan selisih dua bilangan yang memerlukan teknik peminjaman pada angka sebelumnya; (2) tidak memperhatikan hierakhis penggunaan operasi hitung dalam melakukan perhitungan; (3) tidak cermat atau tidak dapat melakukan operasi bentuk aljabar; (4) keliru memahami soal; (5) tidak dapat merubah pecahan biasa menjadi persen atau sebaliknya; (6) keliru atau tidak dapat melakukan operasi antara persen dengan bilangan bulat; (7) tidak dapat menentukan prosedur penyelesaian soal; dan (8) keliru atau tidak dapat mencari solusi persamaan linear.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan bahwa KAM siswa sekolah level tinggi lebih besar dari sekolah level sedang untuk ketiga pendekatan pembelajaran. KAM siswa pada setiap kelompok pembelajaran lebih dominan berada pada kategori tengah. Hasil analisis data secara inferensial menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan KAM siswa sekolah level tinggi dan sekolah level sedang. Selain itu, ada kesetaraan KAM siswa ketiga pendekatan pembelajaran untuk setiap level sekolah. Dari jawaban siswa pada tes KAM terlihat siswa masih mengalami kekeliruan, kesulitan, dan bahkan belum dapat menyelesaikan soal-soal materi prasyarat yang sangat diperlukan dalam pembelajaran Aritmetika Sosial.

Saran

Pada kegiatan awal pembelajaran perlu melakukan apersepsi dan revisi tentang materi prayarat yang sangat diperlukan dalam pemberian setiap topik dari Aritmetika Sosial berdasarkan kelemahan siswa sesuai temuan yang telah diuraikan di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar. Edisi Ketujuh Buku Satu. Penerjemah: Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ayu, K. (2011). Pentingnya Soft Skill. [Online]. Tersedia: http://komangayu-as.blogspot.com/2011/01/pentingnya-soft-skill.html. [8 April 2011]

Biryukov, P. (2003). Metacognitive Aspect of Solving Combinatorics Problems. [Online]. Tersedia:http://www.cimt.pymouth.ac.uk/journal/biryukov.pdf [27 Oktober 2009] Mu‟addab, H. (2010). Pengertian Soft Skill dan Hard Skill. [Online]. Tersedia:

(28)
(29)

Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Pendidikan Karater di Sekolah Dasar

Riyadi, Mardiyana, Rukayah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menemukan bentuk prototype model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter yang sesuai dengan kebutuhan guru di Sekolah Dasar. (2) Mendapatkan masukan dari stakeholders terhadap prototype model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar; (3) Menemukan model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter yang tepat/cocok untuk diimplementasikan di Sekolah Dasar.

Penelitin ini dibatasi pada “pembelajaran matematika di sekolah dasar” yang

dilakukan dalam jangka waktu dua tahun. Tahun pertama mencakup tahap studi pendahuluan/eksplorasi dan tahap pengembangan model. Tahun kedua mencakup tahap pengujian model dan tahap diseminasi. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar di wilayah eks karesidenan Surakarta. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random sampling. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, catatan lapangan, dan analisis dokumen. Analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif, sedangkan hasil eksperimen dengan teknik t-test.

Hasil penelitian pada tahun pertama diuraikan sebagai berikut: 1) Model pembelajaran yang berhasil dikembangkan adalah model pembelajaran bebasis masalah dengan pendekatan kontekstual yang sintaksnya mempunyai tujuh fase, 2) Pedoman penilaian karakter yang berhasil dikembangkan dilengkapi dengan indikator-indikator untuk sembilan nilai karakter yang cocok untuk dikembangkan pada mata pelajaran matematika di sekolah dasar, dan 3) Berdasarkan uji coba terbatas dan uji coba luas diperoleh hasil: model pembelajaran bebasis masalah dengan pendekatan kontekstual dan pedoman penilaian karakter dapat diimplementasikan dengan baik di sekolah dasar.

Kata kunci : model pembelajaran berbasis masalah, pendekatan kontekstual, pendidikan karakter.

PENDAHULUAN

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Naional menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan belum sepenuhnya mengarahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

(30)

pelajaran baru karena sifat-sifat yang hendak dibentuk pada peserta didik tidak dapat dijadikan sebagai suatu mata pelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang di dalamnya memuat pelatihan untuk menyelesaikan masalah adalah Problem Based Learning (PBL) atau di Indonesia dikenal dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), karena salah satu karakteristik dari PBM adalah menggunakan masalah untuk mengawali proses pembelajaran. Selain PBM memuat pelatihan untuk menyelesaikan masalah, dan berdasarkan beberapa hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah. PBM lebih baik jika dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional

Namun, model pembelajaran ini masih memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah menimbulkan frustasi pada kalangan siswa jika mereka belum dapat menemukan solusi dari permasalahan (Martinis Yamin, 2008:85). Hal ini tidak akan terjadi jika permasalahan disusun berdasarkan pengalaman mereka pada kehidupan nyata yang telah mereka alami (kontekstual). Menyusun permasalahan sesuai dengan kehidupan nyata yang telah dialami siswa (kontekstual) tentu bukan hal mudah, sehingga perlu menganalisis materi pelajaran terlebih dahulu.

Berdasarkan uraian di muka, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1).Bagaimanakah bentuk prototype model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter yang sesuai dengan kebutuhan guru di Sekolah Dasar? 2) Bagaimanakah tanggapan stakeholders terhadap prototype model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar? 3) Bagaimanakah hasil pengembangan prototype menjadi suatu model pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar?

Berikut diuraikan kajian teoritis yang mendasari dalam mencari jawaban atas pemasalahan tersebut.

(31)

Keberhasilan guru dalam membelajarkan siswa dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran merupakan suatu hal yang perlu mendapat perhatian. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009:23), terdapat empat ciri dari model pembelajaran yang dapat membedakan model pembelajaran dengan metode, strategi maupun prinsip pembelajaran, empat ciri tersebut adalah sebagai berikut: 1) Memiliki rasional teoritik kuat yang disusun oleh penciptanya, 2) Terdapat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, 3) Mempunyai aturan tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat berjalan dengan baik, dan 4) Pensetingan lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran, Nieveen dalam Trianto (2009: 24-25) mengemukakan tiga kriteria untuk menentukan kualitas model pembelajaran, yaitu validitas, kepraktisan dan keefektifan, yang masing-masing diuraikan dengan aspek-aspek sebagai berikut. 1) Aspek validitas (validity) dikaitkan dengan dua hal, yaitu: a) model pembelajaran dikembangkan berdasarkan pada rasional teoritik yang kuat, dan b) model pembelajaran mempunyai konsistensi internal. 2) Aspek kepraktisan (practicality), maksudnya yaitu model pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan. 2) Aspek keefektifan (effectiveness), yaitu model pembelajaran dikatakan efektif jika ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut praktis dan secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

(32)

nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan melalui proses belajar, dan 4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran matematika yang mengintegrasikan pendidikan karakter di Sekolah Dasar. Oleh karena itu model yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan menempuh prosedur penelitian pengembangan seperti diuraikan oleh Sugiyono (2010: 409), yang meliputi sepuluh langkah. Dalam pelaksanaan penelitian pengembangan ini, dari sepuluh langkah dirampatkan menjadi empat tahap yang akan dilaksanakan dalam waktu dua tahun yaitu: A) Tahun Pertama, meliputi langkah-langkah (1) studi pendahuluan atau tahap eksplorasi, dan (2) tahap pengembangan model, dan B) Tahun kedua, meliputi langkah-langkah (1) tahap pengujian model, dan (2) tahap diseminasi.

Studi pendahuluan atau eksplorasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang (1) kondisi nyata mengenai pembelajaran matematika Sekolah Dasar di wilayah eks karesidenan Surakarta; (2) kondisi nyata tentang kebutuhan guru di SD mengenai pedoman pembelajaran matematika.

Subjek penelitian ini adalah (1) siswa kelas V sekolah dasar; (2) para guru kelas V sekolah dasar; dan (3) Stakeholders yang akan ditetapkan kemudian dalam menentukan tokoh-tokoh yang terlibat dalam mengambil kebijakan. SD yang digunakan penelitian ini adalah SD di wilayah eks karesidenan Surakarta. Penentuan SD dilakukan dengan cluster random sampling. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, diperoleh lokasi penelitian ini meliputi tiga SD, yaitu Sekolah Dasar Angkasa Colomadu Karanganyar, Sekolah Dasar Negeri Kleco II Laweyan Surakarta, dan Sekolah Dasar Negeri Sekip II Banjarsari Surakarta.

Teknik pengumpulan data tahap ini adalah (1) observasi, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, dan (4) analisis dokumen.

Teknik analisis data yang digunakan pada tahun pertama penelitian ini adalah model analisis interaktif dengan teknik deskriptif kualitatif. Teknik ini sesuai dengan model Miles & Huberman dalam Sugiyono (2010: 337), yang menyatakan bahwa di dalam proses analisis ada tiga komponen yang harus disadari oleh peneliti. Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1) Reduksi Data, 2) Penyajian Data, dan 3) Penarikan simpulan, verifikasi, dan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Eksplorasi/Sudi Pendahluan

(33)

Surakarta dan SD Angkasa Kecamatan Colomadu Karanganyar dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Guru kelas V di tiga sekolah dasar tersebut telah mengembangkan nilai-nilai karakter, 2) Nilai-nilai karakter yang telah dikembangkan, diantaranya religius, sopan santun, demokratis, disiplin, tanggung jawab, tekun, ketelitian, kreatifitas, kerjasama, toleransi, keberanian, percaya diri dan rasa ingin tahu, 3) Pengembangan nilai-nilai karakter di tiga sekolah dasar tersebut adalah nilai-nilai karakter yang sifatnya masih umum yang dapat dikembangkan untuk semua mata pelajaran, 4) Pengembangan nilai karakter di ketiga sekolah dasar tersebut juga sudah dilengkapi dengan rubrik penilaianya, namun belum semua nilai karakter sudah dilengkapi dengan rubrik penilaiannya.

Hasil tersebut di atas juga sejalan dengan hasil wawancara yang petikan wawancaranya dinyatakan sebagai berikut.

P-01: Pak, apakah nilai-nilai karakter seperti religius, jujur, disipl

Gambar

Tabel 1 Desain Faktorial 2 x 2 untuk
Tabel 2. Rangkuman Data Hasil Penelitian
Tabel 1
Tabel 2. Deskripsi Data KAM Siswa Ketiga Pendekatan Pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

5 Bila dibandingkan dengan rata-rata lama penyakit obesitas penderita diabetes melitus dengan obesitas pada penelitian selama 4,3 ± 3,1 tahun menunjukkan bahwa rata-.. rata

caesaria. Penelitian pada tahun 2001, persalinan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan sebanyak 290 kasus dengan 69 kasus tindakan sectio caesaria. Sedangkan di Rumah Sakit

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI

Dari berbagai macam pengujian didapat bahwa untuk tekanan sama di bagian yang silindris dan tutup setengah bola dari suatu bejana, ketebalan dari tutup yang

Menurut Gagne, Wager, Goal, &amp; Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

Sumber data penelitian ini adalah guru kunjung, siswa, pejabat yang kantor wilayah Kabupaten Murung Raya dan Kandepdikbudcam, Kepala Desa, tokoh adat, Kepala Sekolah SDN

Disamping manfaat dari perencanaan audit, terdapat beberapa kendala yang dihadapi auditor dalam perencanaan audit, antara lain yaitu perencanaan audit yang