MAKALAH SOSIOLOGI DAKWAH
“HUBUNGAN ANTARA DAKWAH DAN POLITIK”
Dosen Pengampu: Dra. Siti Bahiroh, M. Si
Disusun oleh:
Naufal Muhazzib 20130710009
Nur Fajriyah H. 20130710034
Quartin Qonita Q. 20130710037
KOMUNIKASI DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hubungan antara Dakwah dan Politik”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Dakwah di program studi Komunikasi dan Konseling Islam di Fakultas Agama Islam pada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Siti Bahiroh, M. Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Sosiologi Dakwah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah.
Yogyakarta, 4 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...i
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang... 1
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Dakwah dan Politik ... 2
B. Hubungan Dakwah dan Politik... 2 C. Politik sebagai Alat Dakwah ... 5
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ... 7
Daftar Pustaka... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai peristiwa komunikasi, aktivitas dakwah dapat menimbulkan berbagai peristiwa ditengah masyarakat, peristiwa yang harmoni, yang menegangkan, yang kontroversial, bisa juga melahirkan berbagai pemikiran, baik pemikiran yang moderat yang rumit, yang persial maupun yang komprehensif.
Manusia sebagai objek dakwah (mad’u), baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sebagaimana juga da’i, ada yang berfikiran sempit dan ada yang berwawasan luas. Da’i tidak cukup hanya menguasai materi dakwah, tetapi juga memahami karakteristik manusia yang menjadi
mad’u.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah dan Politik 2.1 Pengertian Dakwah
Sedangkan secara terminologi (istilah) suatu ilmu pengetahuan yang berisikan cara-cara, tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menyetujui melaksanakan suatu ideologi, pendapat dan pekerjaan tertentu.1
2.2 Pengertian Politik
Politik diambil dari kata “polis” dalam bahasa Yunani Kuno yang artinya kota. Kota dalam bahasa itu adalah Negara yang berkuasa, menurut istilah sekarang. Kata politik berasal dari bahasa Inggris yaitu politia yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan, secara makna, kata tersebut berarti acting or judging wisely, well judged, prudent.
Politik secara lughah (bahasa), berasal dari kata 'sasa', yasuusu', siyasatan' atau yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al-Muhits mengatakan bahwa, Sustu ar-ra'iyata siyasatan atau "Berarti saya memerintahnya dan melarangnya.”2
B. Hubungan Dakwah dan Politik
Secara umum politik diidentikkan sebagai suatu aktifits yang penuh dengan tipu muslihat yang buruk dan bernilai negatif. Politik selalu berkaitan dengan kekuasaan (Power) dan sebagaimana dikatakan C.O Key Ir. seorang pakar ilmu sosial, politik terdiri dari hubungan antar superordinasi dan subordinasi, antara dominasi dan submisi, antar yang memerintah dan yang diperintah. Bagi seorang sekularis, pragmatis, suatu tindakan politik adalah baik bila dapat memberi “benefit” atau keuntungan praktis dan manfaat materiil, sedangkan bagi seorang muslim tindakan politik adalah baik apabila tindakan tersebut bermanfaat bagi seluruh rakyat sesuai dengan rahmatan lil alamin.3
Dengan demikian dari tinjauan Islam ada dua jenis politik, yaitu Politik Kualitas Tinggi (High Politics) dan Politik Kualitas Rendah (LowPolitics). Paling tidak ada tiga ciri yang harus dimiliki politik berkualitas tinggi, yakni:
1. Setiap jabatan politik hakekatnya berupa amanah dari masyarakat yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Amanah itu tidak boleh disalahgunakan, misalnya untuk
1 Pdf, dakwah dan amar ma’ruf nahyi mungkar.
2 Fuad. Muhd. Fachruddin, Pemikiran Politik Islam, hlm.1
memperkaya diri atau menguntungkan kepentingan golongan sendiri dan menelantarkan kepentingan umum.
2. Setiap jabatan politik mengandung dalam dirinya Mas ulliyah atau pertanggung jawaban (accountability)., sebagaimana diajarkan oleh nabi Muhammad SAW, setiap orang pada dasarnya pemimpin yang harus mempertanggung jawabkan kepemimpinanannya dan tugas-tugasnya. Kesadaran akan tanggung jawab ini bukan terbatas dihadapkan pada institusi-institusi atau lembaga yang bersangkutan, lebih penting lagi adalah tanggung jawab di hadapan Allah SWT. Bagi umat Islam mutlak pentingnya iman kepada Allah dan bertanggung jawab di hadapan-Nya. Seorang politikus, pejabat atau negarawan yang kesadaran tanggung jawabannya pada tuhan sangat dalam secara otomatis memiliki built in control yang tidak ada takarannya. Ia memiliki kendali diri yang sangat kuat untuk terperosok dalam rawa-rawa kemunafikan.
3. Kegiatan politik harus dikaitkan secara kuat dengan prinsip ukhuwah (brotherhood), yakni persaudaraan diantara sesama umat manusia. Dala arti luas meliputi batas-batas etnik, rasial, agama, latar belakang sosial, keturunan dan lain sebagainya. Misalnya, setiap orang terlepas dari latar belakang manapun ia datang, jika di pukul pasti merasa sakit, jika tidak makan pasti akan merasa lapar dan seterusnya. Oleh karena itu, kegiatan politik kualitas tinggi akan menyadari gaya politik konfrontatif yang penuh dengan konflik dan melihat pihak lain sebagai pihak yang harus dieliminasi. Sebaliknya, gaya politik yang diambil adalah penuh dengan uhkuwah mencari saling pengertian dan membangun kerjasama dunia seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas kekhalifahan.4
Berbeda halnya dengan politik kualitas rendah yang pada umumnya justru di masuki di Negara-negara terbelakang bahkan Negara muslim. Politik rendah disini lebih dikenal dengan nama low politic. Apabila ditinjau dari sudut pandang Islam, politik semacam ini tidak sesuai dengan tujuan dakwah, melainkan sebaliknya justru menjagal dakwah, merusak rekonstruksi masyrakat yang Islami. Berikut adalah ciri-ciri low politic
yang dikutip Amin Rais dari buku The Prince karangan Machiavellis yang dikenal dengan Politik Machia vellies.5
Pertama, kekerasan (violence), brutalitas dan kekejaman merupakan cara-cara yang sering kali perlu diambil oleh penguasa. Baginya, kekerasan, brutalitas dan kekejaman dapat digunakan kapan saja, asalkan tujuan yang dikejar bisa dicapai. Karena inilah terkenal
dengan semboyan tujuan menghalalkan segala cara.
Kedua, penaklukan total atas musuh-musuh politik nilai sebagai sumum bunun (kebajikan puncak). Musuh tidak boleh diberikan kesempatan untuk bangkit dan kalau perlu
diperlukan sebagai bangkai bukan sebagai manusia.
Ketiga, menjalankan kehidupan politik seorang penguasa harus dapat bermain seperti binatang buas, terutama seperti singa dan sekaligus anjing pemburu. Dari ketiga ciri politik kualitas rendah yang telah diungkapkan sebelumnya, menyatakan bahwa politik kualitas rendah ala Machiavellies juga bicara sama sekali tentang pertanggung jawaban manusia di hadapan Allah SWT, dan tidak akan berjalan parallel dengan tujuan dakwah yang mengajak umat manusia berada di jalan Allah SWT.6
C. Politik sebagai Alat Dakwah
Pelaksanaan dakwah di masyarakat sebagai wujud dari rekonstruksi masyarakat sesuai ajaran Islam. Semua bidang kehidupan bisa dijadikan sebagai arena dakwah dan seluruh kegiatan manusia dapat digunakan sebagai sarana alat dakwah. Seperti halnya kegiatan politik, ekonomi, sosial, usaha-usaha sosial, gerakan-gerakan budaya, kreasi seni, kodifikasi hukum dan lain sebagainya.
Politik dapat didefinisikan dengan berbagai cara, akan tetapi bagaimanapun politik didefinisikan dengan satu hal yang pasti yaitu politik menyangkut kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan. Di samping itu dalam pengertian sehari-hari, politik juga
5 Ibid, h. 32. Istilah “Politik machiavellies” dikenal sebagai konsep politik yang berkonotasi
tidak sehat, penuh hipokrisi, kelicikan dan sebaginya. Dalam pembahasan akademis,
Machiavellies itu sendiri merupakan tokoh yang Kontroversial. Namun ajaran politiknya yang terkandung dalam bukunya The Prince memang merupakan jenis politik yang tidak bisa digolongkan kepada High politics. Dan dari kaca mata dakwah jelas deskruktif, setidak tidaknya Counter-productive
berhubungan dengan cara dan proses pengelolaan pemerintahan suatu negara. Oleh karena itu kegiatan politik merupakan salah satu kegiatan hidup yang sangat penting, mengingat suatu masyarakat hanya bisa hidup teratur apabila masyarakat tersebut hidup dan tinggal dalam sebuah negara dengan segala perangkat kekuasaannya. Demikianlah pentingnya peranan politik dalam masyarakat modern, sehingga banyak orang berpendapat bahwa politik adalah panglima. Artinya, politik sangat menentukan corak sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Bagi setiap muslim, kegiatan politik juga harus menjadi bagian integral dari kehidupan yang utuh. Oleh karena itu politik adalah sebagai alat dakwah maka aturan permainan yang harus ditaati juga harus paralel dengan aturan permainan dakwah. Misalnya, tidak boleh menggunakan kekerasan atau paksaan, tidak boleh menyesatkan, tidak boleh menjungkirbalikkan kebenaran dan juga tidak boleh diperkenankan adanya penggunaan-penggunaan induksi-induksi psikotropik yang mengelabui masyarakat. Di samping itu, keterbukaan, kejujuran, rasa tanggung jawab, serta keberanian menyatakan “yang benar adalah benar dan yang batil adalah batil” harus emnjadi ciri-ciri politik yang berfungsi sebagai sarana dakwah.
Politik yang memiliki ciri-ciri diatas sudah tentu fungsional terhadap tujuan utama dakwah. Sebaliknya, bila aturan permainan yang digunakan dalam politik tidak paralel dengan peraturan dakwah pada umumnya, maka mudah diperkirakan bahwa politik semacam itu disfungsional terhadap dakwah. Akan tetapi perlu diingat bahwa aturan permainan itu sesungguhnya hanya refleksi ari moralitas dan etika yang lebih dalam. Moralitas dan etika kegiatan dakwah dalam bidang apapun harus bersumber pada tauhid, sehingga moral dan etika para politisi Islam juga harus bersandar pada tauhid. Bila etika dan moral yang tauhidi dilepaskan dari politik, hal itu akan berjalan kearah kesengsaraan orang banyak.
Pengelolaan tugas kenegaraan di bidang legislatif, ekselutif, yudikatif dan dalam masyarakat luas harus bersendikan pada tauhid dan diwarna dengan semangat dakwah karena Allah.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisikan cara-cara, tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menyetujui melaksanakan suatu ideologi, pendapat dan pekerjaan tertentu.
2. Politik didefinisikan dengan berbagai cara, akan tetapi bagaimanapun politik didefinisikan dengan satu hal yang pasti yaitu politik menyangkut kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan.
3. Politik terdiri dari hubungan antar superordinasi dan subordinasi, antara dominasi dan submisi, antar yang memerintah dan yang diperintah. Bagi seorang sekularis, pragmatis, suatu tindakan politik adalah baik bila dapat memberi “benefit” atau keuntungan praktis dan manfaat materiil, sedangkan bagi seorang muslim tindakan politik adalah baik apabila tindakan tersebut bermanfaat bagi seluruh rakyat sesuai dengan rahmatan lil alamin.
DAFTAR PUSTAKA
M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Mizan, Bandung, 1989
Jaya, 1988.
Syamsuri Siddiq. Dakwah dan Teknik Berkhutbah. (Bandung: PT al-Ma'rifat, 1981) PDF