• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Pidana Pendaftaran Sertifikat Hak Milik No 70 Sidomulyo Menggunakan Alas Hak Dasar Palsu No 138 Mt 1979 Oleh Badan Pertanahan Nasional (Studi Putusan Nomor : )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Pidana Pendaftaran Sertifikat Hak Milik No 70 Sidomulyo Menggunakan Alas Hak Dasar Palsu No 138 Mt 1979 Oleh Badan Pertanahan Nasional (Studi Putusan Nomor : )"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 adalah

negara hukum (konstitusional) yang memberikan jaminan dan memberikan

perlindungan atas hak-hak warga negara, antara lain hak warga negara untuk

mendapatkan, mempunyai, dan menikmati hak milik.1

Menurut S. Chandra bahwa, Tanah merupakan karunia tuhan yang maha esa, atas dasar hak menguasai dari negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang – Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat dengan UUPA) yang individualistik komunalistik religius, selain bertujuan melindungi tanah juga mengatur hubungan hukum atas tanah melalui penyerahan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya.2

Tanah dan bangunan merupakan benda-benda vital dan barang berharga

dalam kehidupan manusia.3 Tanah dan bangunan merupakan salah satu kebutuhan

pokok (kebutuhan papan) manusia yang sangat berpengaruh.4

Secara historis perkembangan hukum adat di Indonesia sedikit banyaknya

dipengaruhi oleh hukum tanah barat yang dibuat pemerintah kolonial Belanda yang

1 Adrian Sutedi, Peralihan hak Atas Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014) hal. 1

2 S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)

hal.3.

3Tanah bagi masyarakat Indonesia memiliki makna yang multi-dimensional. Pertama, dari

sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai budaya dapat menentukan tinggi rendah status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral karena berurusab dengan waris dan masalah-masalah transendental. Lihat Nugroho (2001) negara, Pasar dan Keadilan Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta, hal. 245

4Aloysius Mudjiyono, Penyidikan Tindak Pidana Kasus Tanah Dan Bangunan, (Jakarta :

(2)

cenderung individualistik, misalnya ada pengakuan hukum tanah nasional terhadap

hak guna usaha atau hak guna bangunan sebagai akibat politik konversi hak erpacht

atau hak opstal yang tidak pernah dikenal hukum tanah adat, akhirnya telah

mempengaruhi sendi-sendi atau azas-azas hukum tanah di Indonesia.5 Pada dasarnya

setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah. Karena tidak ada aktivitas

orang atau pun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak

membutuhkan tanah.6

5 Ibid, hal, 118

6 Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, (Medan, Multi Grafik, 2005)

hal 2.

Salah satu fenomena yang terjadi dalam permasalahan dibidang tanah adalah

masalah sertifikat palsu, dari beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas tanah

terungkap bahwasanya terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan/Kota

madya yang ternyata surat-surat bukti sebagai alas/dasar penerbitan sertifikat tidak

benar atau dipalsukan. Penerbitan suatu sertifikat merupakan suatu proses

memerlukan peran serta dari beberapa instansi lain yang terkait dalam menerbitkan

surat-surat keterangan yang diperlukan sebagai alas hak, misalnya surat keterangan

Kepala Desa, Keterangan Warisan, segel jual beli dan sebagainya. Surat-surat

keterangan tersebut tidak luput pula dari pemalsuan, kadaluwarsa, bahkan ada

kalanya tidak benar atau fiktif. Kasus yang digambarkan didalam penelitian ini

merupakan suatu peristiwa penerbitan sertifikat hak milik dengan alas hak/dasar

(3)

Dari uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa yang dapat menjadi objek

dari suatu intellectuele valsheid (kepalsuan intelektual) hanyalah tulisan-tulisan atau

surat-surat, dan orang hanya dapat berbicara tentang telah dilakukannya suatu

intellectuele valsheid, jika suatu tulisan atau surat itu tetap dalam keadaan asli dan

tidak diubah, tetapi keterangan atau pernyataan yang terdapat didalam tulisan atau

surat tersebut adalah tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.7

Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 17 huruf a dinyatakan bahwa dengan

mengingat ketentuan adanya penetapan larangan kepemilikan tanah secara

latifundia,8 maka untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat diaturlah luas

maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh

satu keluarga atau badan hukum.9 Penegasan harus dilakukan secara teliti bila kita

benar-benar bermaksud membangun kadaster.10

7 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Membahayakan Kepercayaan umum

terhadap surat, alat pembayaran, alat bukti, dan peradilan, (Jakarta, Sinar Grafika 2009), hal. 6.

Karena dengan demikian akan dapat

ditegaskan macam apakah yang terdapat setiap bidang tanah dan siapa pemilik bidang

8Larangan kepemilikan tanah secara latifundia adalah larangan penguasaan tanah pertanian

luas yang melampaui batas maksimum, sedangkan larangan tanah absentee (guntai) adalah larangan kepemilikan tanah pertanian yang letaknya di luar wilayah kecamatan tempat tinggal pemilik tanah. Larangan kepemilikan tanah secara latifundia dan absentee (guntai) merupakan program dari landreform yang bertujuan untuk memperbaharui struktur keagrariaan terutama terhadap tanah pertanian yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dan memperkuat serta memperluas pemilikan tanah, terutama kaum petani. Arta Rhumondang,Eksistensi

Larangan Kepemilikan Tanah Secara Latifundia Dan Absentee (Guntai): Studi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdan

2015.

9 Komar Danaatmadja, Kumpulan Peraturan-Peraturan Agraria, (Jakarta, Yasaguna 1973),

hal. 16

10 Kadaster atau yang lebih dikenal dengan pertanahan adalah sebuah sistem administrasi

(4)

tanah dan siapa pemilik tanah tersebut, bila tidak akan dapat menimbulkan

sengketa-sengketa batas dan sengketa-sengketa pemilikan/penguasaan tanah.11

Pengambilan tanah secara nekat dan paksa tanpa alas hak seperti pendudukan

(okupasi), intimidasi, teror dan arogansi kekuasaan akan semakin meningkat jika

hukum tidak ditegakkan apalagi sudah tidak berdaya sama sekali. Keadaan semacam

ini akan menimbulkan konflik secara horizontal yang akan meluas ditengah

masyarakat terutama yang menjadi korban adalah orang-orang golongan ekonomi

lemah yang buta hukum dan penyelesaiannya pun kemudian tidak jelas ujung

pangkalnya dan semakin rumit12. Adami Chazawi mengatakan :13

Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana didalamnya mengandung

sistem ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak

dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang

sebenarnya.

Berbagai macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pemalsuan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana pemalsuan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya intelektualitas dari kejahatan pemalsuan yang semakin kompleks.

14

Pemalsuan tulisan atau forgery mungkin bukanlah bentuk kejahatan tertua,

tetapi kejahatan ini telah terjadi sejak manusia menggunakan tulisan dan kertas untuk

menuangkan isi pikirannya. Manusia memulai memalsukan dokumen yang memiliki

11

Harun al rashid, Sekilas tentang jual beli tanah, (Jakarta, Ghalia Indonesia 1987) hal, 87.

12 Ibid.

13 Muh.Riezyad, Skripsi tentang tinjauan yuridis terhadap delik pemalsuan sertifikat tanah,

Universitas Hasanudin 2013, hal. 3

14

(5)

nilai atau value, dengan cara memanipulasi tanda tangan, atau bahkan dengan

membuat duplikat dari keseluruhan dokumen. Pemalsuan tanda tangan dan dokumen

telah dipraktekkan sejak pertama tulisan telah menjadi media komunikasi. Metode

untuk mengidentifikasi keabsahan tulisan tangan dan dokumen, sudah dimulai sejak

hukum Romawi, di bawah Code of Justinian pada tahun 539 Masehi pada masa itu,

kerajaan romawi melarang pemalsuan dokumen kepemilikan tanah. Kejahatan

pemalsuan menjadi semakin berkembang ketika kertas digunakan untuk transaksi

perdagangan.15

Keabsahan dokumen sangat tergantung pada keasliannya. Berbagai cara dan

metode telah dilakukan untuk menjaga keaslian dokumen dan mencegah pemalsuan

terjadi. Mulai dari penggunaan stempel (wax seal) stempel kerajaan, penggunaan

jenis kertas khusus, hingga pemberian tanda khusus (watermark). Pada era modern

ini, berbagai institusi perbankan maupun institusi hukum, menggunakan tanda tangan

sebagai bukti keabsahan suatu dokumen. Tanda tangan digunakan sebagai

representasi dari identitas seseorang dalam suatu dokumen.16

Dokumen dan surat surat tanah yang berbentuk sertifikat merupakan produk

dari lembaga resmi yang mengeluarkannya. Sertifikat tanah di Indonesia, dikeluarkan

oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional atau BPN, dan di dalm UUPA, menjelaskan

15 Putro Perdana, Ilmu Forensik Penghadir Silent Witness,

16

(6)

tentang batasan kepemilikan hak atas tanah yang menetapkan suatu sertifikat hanya

untuk satu objek.17

Setiap dokumen resmi yang dikeluarkan BPN, terdapat tanda-tanda atau ciri

khas yang memiliki identitas tersendiri supaya sulit dipalsukan. Kerahasiaan dan

keaslian dalam dokumen resmi BPN, dijaga kualitasnya melalui pengamanan khusus

yang terdapat di dalam dokumen tersebut. Hal ini bisa dalam bentuk penggunaan

kertas khusus, pita pengaman, penggunaan tinta khusus, dan lain sebagainya. Fungsi

dari berbagai jenis pengaman ini adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan

pemalsuan terhadap dokumen terkait. Ketika terjadi suatu kecurigaan atas sertifikat

tanah yang diduga palsu, dapat dianalisa dengan cara dibandingkan dengan dokumen

asli yang memiliki standar pengamanan tersebut.18

Semakin meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan akan tanah semakin

meningkat pula, sedang persediaan tanah sangat terbatas. Keadaan yang demikian

berakibat harga tanah semakin melonjak dan semakin susah untuk didapatkan,

termasuk dikota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan kota-kota

lainnya di Indonesia. Disamping membawa dampak positif yaitu memberikan

peningkatan kesejahteraan dan keuntungan bagi pemiliknya, juga membawa dampak

negatif yaitu semakin meningkatnya kejahatan di bidang pertanahan.19

17

Radar Cirebon, Kasus Sengketa Tanah,

18

Modus-Operandi-Pemalsuan-Dokumen-/2012/10/10/-modus-operandi-pemalsuan-dokumen-dan-tanda-tangan/diakses tanggal 5 desember.

19

(7)

Tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sebagai salah satu ekses

negatifnya, timbul pula cara-cara melawan hukum yang sifatnya kejahatan dari

sebagian masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah dan bangunan ini, sehingga

diperlukan aturan hukum sebagai salah satu solusinya. Aturan hukum yang populer

untuk menyelesaikan permasalahan ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak atau kuasanya. Kedua instrumen hukum

inilah yang sering di gunakan untuk menjerat berbagai kejahatan yang berkaitan

dengan objek tanah dan bangunan di Indonesia.

Kejahatan pertanahan dalam KUHP adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang

oleh peraturan perundang-undangan yang disertai sanksi pidana bagi yang

melakukannya.20 Pendapat para sarjana hukum membedakan kejahatan pertanahan

dari segi waktunya menjadi tiga bagian yaitu: 1) praprolehan; 2) menguasai tanpa

hak; 3) mengakui tanpa hak. Apabila dirinci, kejahatan pertanahan dalam KUHP

terdapat pada Buku II dan Buku III diantaranya dibedakan dari segi waktunya:21

1. Praperolehan, terdapat dalam Pasal 385, 389, 263, 264, 266

2. Menguasai tanpa hak, terdapat dalam Pasal 425

3. Mengakui tanpa hak, terdapat dalam pasal 167, 168.

Pada periode 1970-2001, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat

konflik/sengketa pertanahan 1.753 kasus, tersebar di 2.834 desa dan kelurahan. Tanah

20 Laden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta, Sinar Grafika, 2005), hal.8 21

(8)

yang disengketakan mencapai 10,9 juta hektar dan hampir 1,2 juta keluarga menjadi

korban.22

Berdasarkan catatan Badan Pertanahan Nasional, selama periode 2008-2009,

terdapat 11.629 kasus yang berasal dari masalah pertanahan dengan rincian: 224

terkait kasus tanah, 515 kasus pemalsuan surat, penggelapan (3470), perbuatan

curang (6833), sumpah palsu (150), dan ketertiban umum (423).23

Selama Periode 2010 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) menerima

laporan 3.406 kasus konflik pertanahan yang melibatkan negara dan pihak swasta,

dan Sepanjang 2011, BPN mencatat 21.237 kasus pertanahan. Dari jumlah tersebut,

baru 2.080 kasus yang terselesaikan sehingga ada 19.157 kasus yang belum selesai.

Senada dengan itu satuan tugas (satgas) Pemberantasan Mafia Hukum (PMH)

mencatat telah menerima surat aduan sebanyak 4.790 kasus yang 22% diantaranya

adalah mengenai sengketa tanah. Bandingkan juga rata-rata perkara perdata bidang

pertanahan yang ditangani Mahkamah Agung (selanjutnya disingkat dengan MA)

(2001-2005) tercatat 63% dari perkara perdata yang masuk ke MA.24

Dibentuknya tindak pidana pemalsuan surat ini ditujukan bagi perlindungan

hukum terhadap kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran mengenai isi surat-surat

22 Lihat Harian Kompas, Edisi Selasa, 3 Januari 2011

23 Bernard Limbong, Konflik Pertanahan, (Jakarta. Rafi maju mandiri, 2012) hal, 7 24

(9)

tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat ini dibentuk untuk memberi perlindungan

hukum terhadap kepercayaan yang diberikan oleh umum (publica fides) pada surat.25

Hukum pidana Belanda yang mengikuti Code Penal mengenai pemalsuan,

yang memakai istilah faux en ecritures, maka pemalsuan hanya dapat dilakukan

dalam surat-surat, yang diartikan sebagai tiap-tiap penciptaan pikiran yang dituliskan

dalam perkataan yang dibuat dengan cara apapun, dan surat-surat yang dapat menjadi

objek tidak semua jenis surat, ialah terhadap 4 macam surat saja.26

Pemalsuan surat (valscheid in geschriften) diatur dalam Bab XII buku II

KUHP, dari pasal 263 s/d 276, yang bentuk-bentuknya adalah:27

1. Pemalsuan surat dalam bentuk standar atau bentuk pokok (eenvoudige

valscheid in geschriften), yang juga disebut sebagai pemalsuan surat pada

umumnya (Pasal 263)

2. Pemalsuan surat yang diperberat (gequalificeerde valsheids in geschriften) (Pasal 264)

3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta autentik (Pasal 266)

4. Pemalsuan surat keterangan dokter (Pasal 267 dan 268) 5. Pemalsuan surat-surat tertentu (Pasal 269, 270 dan 271)

6. Pemalsuan surat keterangan pejabat tentang hak milik (Pasal 274) 7. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (Pasal 275)

Pasal 272 dan 273 telah dicabut melalui Stb. 1926 No. 359 jo 429. Sementara

Pasal 276 tidak memuat rumusan tindak pidana, melainkan tentang ketentuan

dapatnya dijatuhkan pidana tambahan terhadap sipembuat yang melakukan hal itu,

25 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, tanpa tahun dan nama

penerbit), hlm. 274.

26 Adami Chazawi dan Ardi Ferdian, Tindalk Pidana Pemalsuan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, 2014), hal 136

27 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya

(10)

sebagai salah satu ekses sosial didalamnya, akan selalu timbul tindak pidana yang

berkaitan dengan keadaannya.28

Tiurlan sebagai saksi membeli tanah yang terletak di jl. jamin ginting

kelurahan sidomulyo Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Seluas 6237 M2

kepada saksi Sriwati sebayang sesuai dengan akte Nomor 25 Tanggal 18 Agustus

1984 Tentang Pelepasan ganti Rugi dan telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik No. 70

/SIDOMULYO tanggal 29 Agustus 2003 atas nama Tiurlan Siahaan Manurung.

kemudian secara tanpa hak Sajimin (terdakwa) menguasai tanah dan menempatkan

keterangan palsu kedalam sesuatu Akte Autentik No. 24 tanggal 16 September 2008

tentang pemindahan hak atas tanah kepada Korliston Sijabat berdasarkan surat

keterangan Nomor 001/SK/3/0100/1987 tanggal 1 Desember 1987 kemudian karena

adanya somasi dari kuasa hukum Tiurlan Siahaan Manurung Kepada saksi Korliston

Sijabat kemudian dikeluarkan Akte autentik No. 46 tanggal 31 Agustus 2010 tentang

pembatalan dan tanggal 28 September Ivan Borotan selaku anak saksi korban

melaporkan peristiwa pidana ke polresta medan. Berdasarkan pertimbangan

Pengadilan Negeri Medan akibat dari perbuatan terdakwa, saksi Tiurlan Siahaan Adapun kejahatan dalam penerbitan sertifikat hak milik dengan menggunakan

alas hak/dasar palsu merupakan masalah yang menjadi pembahasan dalam

penyusunan tesis ini dengan kajian Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor :

646/.Pid/2013/PT.Mdn.

28 Sutarman, kata Pengantar buku tentang penyidikan tindak pidana kasus tanah dan

(11)

Manurung tidak dapat menguasai tanah miliknya hingga sekarang dan mengalami

kerugian berkisar Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Sebagaimana atas tuntutan

tersebut diancam dalam Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana dengan pidana penjara 5

(lima) tahun dan 6 (enam) bulan penjara, dipotong masa tahanan sementara.

Berdasarkan atas tuntutan tersebut, Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 12

November 2013, Nomor : 1657/Pid.B/2013/PN.Mdn. menjatuhkan putusan yang

amarnya, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

“menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte autentik”

menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena salahnya itu dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) tahun dan 4(empat) bulan.

Bahwa atas permintaan banding tersebut baik jaksa penuntut umum maupun

penasehat hukum terdakwa masing-masing telah mengajukan memori banding dan

menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas

Pengadilan Tinggi tidak memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan

tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum baik dalam

dakwaan kesatu Primair dan subsidair maupun dakwaan kedua, oleh karenanya

terdakwa haruslah dibebaskan dari segala dakwaan, dan membatalkan putusan

Pengadilan Negeri Medan tanggal 12 November 2013 Nomor

:1657/Pid.B/2013/PN.Mdn.

Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas maka perlu dilakukan analisis

suatu putusan pengadilan tentang tindak pidana penerbitan sertifikat hak milik dengan

(12)

pidana pemalsuan sertifikat hak milik serta melihat pertimbangan hakim dalam

memutuskan dan memberi sanksi terhadap pelaku (terdakwa).

Dari uraian diatas maka penulis merasa tertarik mengadakan penelitian

dengan judul :“TINDAK PIDANA PENDAFTARAN SERTIFIKAT HAK

MILIK NO 70/ SIDOMULYO MENGGUNAKAN ALAS HAK/DASAR PALSU

NO. 168/3/MT/1979 OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL STUDI

PUTUSAN NOMOR : 646/PID/2013/PT.Mdn”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, untuk

membatasinya perlu dirumuskan permasalahan yang hendak diteliti yaitu antara lain:

1. Apa Faktor-faktor Penyebab Sehingga Menimbulkan Tindak Pidana

Pemalsuan Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik No.

70/Sidomulyo Studi Kasus Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn ?

2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Badan Pertanahan

Nasional dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik Berdasarkan Alas Hak/Dasar

Palsu ?

3. Bagaimanakah Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Alas

Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 70/Sidomulyo Studi

Kasus Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn ?

(13)

1. Untuk Mengetahui Faktor-faktor Penyebab Sehingga Menimbulkan Tindak

Pidana Pemalsuan Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik

No. 70 Studi Putusan Nomor : 646/Pid/2013/PT.Mdn.

2. Untuk Mengetahui Pertanggungjawaban Pidana Yang Dihadapkan Kepada

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik

Berdasarkan Alas Hak/Dasar Palsu.

3. Untuk Mengetahui Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan

Alas Hak/Dasar Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 70 Studi Putusan

Nomor : 646/.Pid/2013/PT.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan

tujuan yang hendak di capai maka di harapkan penelitian ini dapat memberikan

manfaat sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan

pemahaman dan pandangan mengenai kasus-kasus pemalsuan terhadap sertifikat hak

sebuah tanah dan hal apa yang menyebabkan suatu tindak pidana pemalsuan itu

dilakukan, karena kita ketahui secara seksama masalah pemalsuan sertifikat tanah

banyak menimpa masyarakat maupun instansi terkait, sehingga memerlukan

penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan

memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat maupun instansi.

(14)

Secara praktis, penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi

pembaca dan masyarakat banyak dimana mengingat tingginya tingkat pemalsuan

sebuah sertifikat tanah di Indonesia dan juga sebagai bahan kajian para akademis

dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang hukum pidana

terutama dalam masalah tindak pidana pemalsuan sertifikat hak atas tanah.

E. Keaslian Penelitian

Untuk menghindari terjadinya plagiarisme penelitian terhadap judul dan

masalah yang sama, maka sebelum dilakukannya penelitian ini, telah dilakukan

penelusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di perpustakaan

program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan tempat lain.

Hasil penelusuran tersebut mendapatkan beberapa hasil judul penelitian yang

menyangkut pemalsuan sertifikat namun dari beberapa judul tersebut tidak

mempunyai kesamaan baik judul dan masalah yang akan di teliti dalam penulisan ini.

Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yang

membahas seputar tindak pidana pertanahan khususnya pemalsuan sertifikat hak atas

tanah, yaitu :

1. Yuni hanna Elya (NIM: 127005054) dengan judul : Pendaftaran konversi

Tanah Hak Milik Adat oleh Ahli waris (Studi di Kantor Badan Pertanahan

Nasional Kabupaten Asahan).

2. Cyntia Cecilia (NIM: 107011004) dengan judul : Peningkatan Kesadaran

Hukum Masyarakat Melakukan Pendaftaran Tanah Warisan (Studi di Kantor

(15)

3. Aripin Siregar (NIM : 117005039) dengan judul : Tindak Pidana Pemalsuan

Surat Jual Beli yang Dilakukan Oleh Camat Pada Kecamatan Barumun yang

Bertindak Sebagai PPAT (Studi Putusan nomor 1021K/Pid/2009).

4. Auza Anggara (NIM : 107005038) dengan judul : Kewenangan Bidang

Pertanahan Dalam Konteks Otonomi Daerah (Studi kasus Di Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara).

Berdasarkan permasalahan yang ada diatas bahwa tidak memiliki kesamaan

terhadap judul dan permasalahan dengan penelitian ini. Oleh sebab itu, penelitian ini

baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus

dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif, terbuka, serta sesuai dengan

implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Teori berasal dari bahasa yunani yang secara etimologi yang berarti

memandang, memperhatikan pertunjukan, sedangkan secara terminologi teori adalah

pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai peristiwa, kejadian yang

sebenarnya, serta dapat didefinisikan sebagai pendapat, cara atau aturan untuk

melakukan sesuatu.29

Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan dengan suatu

fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini. Berbagai aliran dalam ilmu

29 Muslihin Al-Hafizah, Pengertian Teori Ilmiah, www. Referensi

(16)

hukum, sesuai sudut pandangan yang dipakai oleh orang-orang yang tergabung dalam

aliran-aliran tersebut.30

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori

mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

pertimbangan, pegangan teoritis.31 Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang

digunakan untuk mencari pemecahan suatu masalah. Setiap penelitian membutuhkan

titik tolak atau landasan untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu

perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang

menggambarkan dari mana masalah tersebut diamati.32

Ada beberapa kegunaan kerangka teori, yaitu:33

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi. 3. Teori biasanya merupakan suatu ihtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti, teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang, dan teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti, dan teori hukum sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.34

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori tujuan hukum

sebagai teori utama (grand theory) sehingga dapat memberikan pedoman pembahasan

30 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 253 31 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal. 80 32

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta, Universitas Gajah Mada Pers, 2003), hal. 39-40

33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 2008, hal. 121 34 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yuliatno Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

(17)

pada uraian berikutnya. Menurut Soedjono Dirjosisworo dalam pergaulan hidup

manusia, kepentingan-kepentingan manusia bisa senantiasa bertentangan satu dengan

yang lain, maka tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan

itu.35

Ada beberapa pendapat sarjana ilmu hukum tentang tujuan hukum, yaitu :36

1. Subekti mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang

dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada

rakyatnya.

2. L.J. van Apeldroon, mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur

pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.

3. Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai

keadilan. dan unsur dari keadilan itu disebutkannya ialah kepentingan daya

guna dan kemanfaatan.

4. J. Van Kan, mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan

tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum

dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan

mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is

verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran

35 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1983),

hal. 11

36 C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka,

(18)

hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara harus diselesaikan melalui proses

pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,

adapun 3 Tujuan Hukum yaitu :

A. Keadilan Hukum

Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis

perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh

Aristoteles ini adalah sebagai berikut : 37

a) Keadilan Komutatif : Keadilan komutatif ini adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

b) Keadilan Distributif : Keadilan distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

c) Keadilan Kodrat Alam: Keadilan kodrat alam ialah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri.

d) Keadilan Konvensional: Keadilan konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.

e) Keadilan Perbaikan : Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.

Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang dituju oleh

pemerintah merupakan simbol dari harmonisasi yang tidak memihak antara

kepentingan-kepentingan individu yang satu terhadap yang lain.38 Keadilan terpenuhi

bila institusi-institusi suatu masyarakat diatur untuk mencapai keseimbangan dan

kebahagiaan dengan pertimbangan-pertimbangan moral dan keadilan.39

38 R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan

Masyarakat, (Jakarta, Restu Agung, 2006), hal. 16

39

(19)

yang dimaksud dalam kepemilikan hak atas tanah menciptakan terselenggaranya

tertib administrasi yang memberi kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat.

B. Kemanfaatan Hukum

Maksud Asas Manfaat atau Kegunaan, menurut Bentham, ialah asas yang

menyuruh setiap orang untuk melakukan apa yang menghasilkan kebahagiaan atau

kenikmatan terbesar yang diinginkan oleh semua orang untuk sebanyak mungkin

orang atau untuk masyarakat seluruhnya. Oleh karena itu, menurut pandangan

utilitarian, tujuan akhir manusia, mestilah juga merupakan ukuran moralitas. Dari

sini, muncul ungkapan ‘tujuan menghalalkan cara’.40

Sebagai prinsip pedoman bagi kebijakan publik, Bentham mengambil sebuah

pepatah yang telah dikemukakan sejak awal abad 18 oleh seorang filsuf

yang memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang".

Bentham mengembangkan pepatah ini menjadi sebuah filsafat moral, yang

menyatakan bahwa benar salahnya suatu tindakan harus dinilai berdasarkan

konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkannya.

Konsekunsi yang baik adalah konsekuensi yang memberikan kenikmatan

kepada seseorang. Di lain pihak, konsekuensi yang buruk adalah konsekuensi yang

memberikan penderitaan kepada seseorang. Dengan demikian, dalam situasi apapun

pedoman tindakan yang benar adalah arah memaksimumkan kenikmatan

40

(20)

dibandingkan penderitaan. Atau dengan kata lain, meminimumkan penderitaan

dibandingkan kenikmatan. Filsafat ini kemudian dikenal sebaga

Dinamakan demikian karena menilai setiap tindakan berdasarkan utilitasnya, yakni

keberagamannya dalam membawakan konsekuensi-konsekuensi. Para pendukung

filsafat ini menerapakan prinsip-prinsip tersebut dalam bidang moralitas individu,

kebijakan politik, hukum, dan sosial. Filsafat ini sangat terlihat dalam memengaruhi

pemerintahan

kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Prinsip ini sudah menjadi ungkapan

keseharian yang sudah sangat akrab di telinga setiap orang Inggris.41

C. Kepastian Hukum

Adanya tujuan

hukum yaitu kemanfaatan dalam pendaftaran tanah adalah untuk menyediakan

informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan

mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum

mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan

dengan makna kepastian hukum, yaitu : Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya

bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu

didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus

dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam

41 Jeremy Bentham,

(21)

pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh

mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa

kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum

merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.

Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif

yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu

ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.42 Hukum bertugas menciptakan

kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.43 Dengan adanya

kepastian hukum, masyarakat akan lebih tentram, damai dan tertib. Berarti kepastian

hukum menurut tepat hukumnya, subjek dan objeknya serta tepat ancaman yang

diberikan. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang

terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang

bersangkutan. 44

2. Landasan Konsepsional

42

Join Community, Memahami Kepastian Dalam Hukum,

43 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty, 1988),

hal. 58

44

(22)

Landasan konsepsional dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh

dasar konseptual, bertujuan untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang

berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain :

a. Penerbitan Sertifikat adalah Proses dikeluarkannya hak kepemilikan yaitu

sertifikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

b. Sertifikat Hak Milik adalah merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi

pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan

tanahnya secara turun temurun , terkuat dan terpenuh.

c. Hak Atas Tanah adalah wewenang kepada pemegang haknya untuk

mempergunakan tanah yang bersangkutan, sepanjang tidak bertentangan

dengan kepentingan negara dan bangsa atau kepentingan umum.

d. Pemalsuan Serifikat adalah tindak pidana yang mengandung palsu atau

dipalsunya isi tulisan maupun palsunya berita yang disampaikan secara

verbal. Dalam pemalsuan sertifikat hak milik terdapatnya alas hak/dasar yang

digunakan dalam penerbitan sertifikat adalah palsu.

e. Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat (yang sebelumnya tidak

ada surat) yang isi seluruhnya atau pada bagian-bagian tertentu tidak sesuai

dengan yang sebenarnya atau bertentangan dengan kebenaran atau palsu atau

tidak sesuai dengan aslinya.

f. Pemalsuan surat adalah membuat sebuah surat ( yang sebelumnya sudah ada

(23)

dengan yang sebenarnya atau bertentangan dengan kebenaran atau palsu atau

tidak sesuai dengan aslinya.

g. Tindak Pidana atau Tindak Kriminal adalah suatu tindakan atau perbuatan

yang diancam dengan pidana adalah oleh undang-undang hukum pidana,

bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh

seseorang yang mampu bertanggung jawab.

h. Tindak Pidana Pemalsuan adalah tindak pidana yang menyerang kepentingan

hukum terhadap kepercayaan masyarakat mengenai kebenaran isi tulisan dan

berita yang disampaikan.

i. Alas Hak/Dasar adalah merupakan alat bukti dasar seseorang dalam

membuktikan hubungan hukum antara dirinya dengan hak yang melekat atas

tanah.

j. Pendafataran Tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan

data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama,

surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang

terjadi kemudian.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang

mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),

(24)

putusan-putusan pengadilan. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu

menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta dengan analitis dan sistematis.45

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, hukum dipandang sebagai kaidah atau norma yang

bersifat otonom dan bukan sebuah fenomena sosial. Oleh karena itu, penelitian ini

menjadikan kaidah hukum sebagai hasil penelitian.

Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga

sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang

menganalisis baik hukum seperti yang diatur didalam buku/undang-undang (law as it

written in the book), maupun hukum sebagai hukum yang diputuskan oleh hakim

melalui proses peradilan (law as is decided by the judge through judicial process).46

Metode pendekatan47 yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan Peraturan Perundang-undangan (statute approach)48

45 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

2005), hal. 96.

46 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

disampaikan pada dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan hukum Pada Makalah Akreditas, fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, Hal. 2.

47

Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah : 1. Pendekatan Undang-Undang (statute approach), 2. Pendekatan kasus (case approach), 3. Pendekatan Historis (Historical approach), 4. Pendekatan komparatif (comparative approach), 5. Pendekatan Konseptual (conseptual approach). Lihat Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal 133.

dalam melakukan

48 Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua

(25)

analisa terhadap kasus (case study) pada Putusan Pengadilan Tinggi No.

646/Pid/2013/PT. Mdn.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas.49

1. Undang-undang Dasar 1945

Bahan hukum primer terdiri dari bahan-bahan

hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan yang terdiri dari :

2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria

4. Peraturan Pemerintah No 24 Tanun 1997

5. Putusan Pengadilan Negeri No 1657/Pid.B/2013/PN.Mdn

6. Putusan Pengadilan Tinggi No 646/.Pid/2013/PT.Mdn

undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-undang Dasar atau regulasi dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-undang Dasar atau regulasi dengan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis, penelitian mencari ratio

legis dan dasar ontologis lahirnya undang-undang tersebut agar peneliti dapat menangkap kandungan

filosofis yang ada di belakang undang-undang tersebut. Dengan memahami kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang tersebut peneliti akan dapat menyimpulkan mengenai ada atau tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. Lihat: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.133. penelitian tentu harus menggunakan pendekatan undang-undang karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian atau menggunakan undang-undang sebagai awal dasar menganalisa. Penelitian dalam dogmatik hukum atau untuk kepentingan praktik hukumtidak dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang-undangan. Lihat Johnny Ibrahim, Op. Cit, hal. 302. Bandingkan dengan Mukti Fajar ND & Yuliatno Achmad, Op. Cit, hal. 185.

49

(26)

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen yang resmi, seperti buku, kamus, jurnal, dan komentar

atas putusan hakim.50

c. Bahan nonhukum (bahan hukum tersier),

Oleh karena itu bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, majalah, dan internet yang

berkaitan dengan tindak pidana pemalsuan sertifikat hak milik.

51

berupa bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan lebih mendalam terhadap bahan-bahan hukum

primer dan sekunder tersebut. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus hukum, dan Ensiklopedia.52

4. Teknik pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan Bahan Hukum dilakukan melalui penelitian kepustakan

(library research)53

50

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : sinar grafika, 2009 ), hal.47.

51 Disamping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum, penelitian hukum

juga dapat menggunakan bahan-bahan nonhukum jika dipandang perlu atau dibutuhkan. Akan tetapi perlu diingat adalah agar bahan-bahan nonhukum tersebut tidak mendominasi supaya sebagai pelengkap dan bukan yang utama). Ibid hal.183-184

52 Abdul Khadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004), hal. 82.

53 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),

hal.113.

dan penelitian yang bersumber dari pendapat-pendapat ahli

berupa doktrin-doktrin hukum, serta wawancara yang dilakukan dengan informan

atau orang yang dianggap memiliki kompetensi dibidangnya yang bertujuan untuk

mendapatkan konsepsi, teori serta pendapat atau pemikiran konseptual. Bahan hukum

yang diperoleh melalui studi kepustakaan selanjutnya akan di interpretasikan untuk

(27)

yang sedang diteliti dan disitematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang

selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.54

5. Analisis Bahan Hukum

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat

deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara

pendekatan kualitatif terhadap bahan hukum sekunder yang didapat. Deskriptif

tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum. Bahan hukum yang

dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis

dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua

bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga

menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya sehingga memberikan solusi

terhadap permasalahan yang dimaksud.55

54 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT. Raja

Grafindo, 2001), hal. 195-196.

55 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994),

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen keuangan yang diterbitkan atau komponen dari instrumen keuangan tersebut, yang tidak diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar

Dalam proses pembuatan sand molding yang menentukan adalah pada proses sand plant, di mana air adalah bahan yang sangat menentuakan dalam proses pengecoran (kadar air yang

[r]

Menurut Collett (2004), regresi Cox Proportional Hazards atau lebih dikenal sebagai model regresi Cox digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen

Suatu fasilitas dimana para generasi muda dapat mengenal, mempelajari, serta mengembangkan ilmu astronomi yakni Sekolah Tinggi Astronomi (Ilmu Perbintangan) di Kota

desa Wedoro, Sidoarjo), penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya kepada penulis dalam membantu menyelesaikan tugas akhir skripsi ini, semoga berkat

Kisaran ukuran ikan kerapu karang bintik biru di perairan Karimunjawa, Jawa Tengah relative lebih besar dibandingkan perairan lain, rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap

Setelah diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap profitabilitas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada emiten dalam mempertimbangkan