• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Uang Jemputan Dalam Perkawinan Bajapuik Pada Masyrakat Miangkabau Pariaman Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Uang Jemputan Dalam Perkawinan Bajapuik Pada Masyrakat Miangkabau Pariaman Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERKEMBANGAN PEMBERIAN UANG JEMPUTAN DALAM

PERKAWINANBAJAPUIKPADA MASYARAKAT

HUKUM ADAT PARIAMAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. Tentang Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat

Sebelum membahas mengenai pelaksanaan perkawinan bajapuik pada masyarakat Minangkabau Pariaman khususnya di Kabupaten Padang Pariaman, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu kondisi wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Secara umum Minangkabau terletak pada pantai barat Pulau Sumatera yang dapat dibagi atas dua daerah, yaitu Luhak dan Rantau, Wilayah Luhak meliputi tiga bagian, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. Ketiga Luhak ini yang dinamakanDarek(Darat) yang dikepalai oleh penghulu berada pada daerah pedalaman disekitar lembah-lembah dan kaki gunung. Sedangkan daerah di luar Luhak nan Tigo yang dinamakanRantauyang berada pada daerah pantai yang dipimpin oleh raja(Luhak Berpenghulu dan Rantau barajo).42

Secara umum daerah rantau dapat dibedakan atas dua, yaitu rantau pesisir dan rantau pedalaman. Rantau pesisir meliputi sepanjang pantai barat Pulau Sumatera, mulai dari sebelah utara, yaitu Labuan Haji, Muara Labuh, Tapak Tuan, Singkel, Barus, Sibolga, Natal, Ujung Gading, Air Bangis, Tiku, Pariaman, Padang, Painan, Balai Salasa, Terusan, Air Haji dan Bengkulu. Adapun yang termasuk daerah rantau

42Amir Syarifudin,Op.cit,hal.122-123

(2)

pedalaman meliputi sebelah timur Pulau Sumatera seperti Solok, Sijunjung, Sawahlunto, Kerinci, Bangkinang, Teluk Kuantan, Jambi, Singapura dan Malaysia. Sistem pemerintahan baik daerah rantau maupun daerah darat berbentuk daerah Nagari yang berlandaskan pada “mufakat” atau permusyawaratan adat, yang tercermin dalam pepatah :43

Kemenakan barajo kamamak Mamak barajo ka penghulu, Penghulu barajo ka mufakat, Nan barimbo rajo-rajo, Nan bahutan kareh, penghulu, Nan bahutan lambuik, kemenakan,

Adopun padusi nan rajo pada tampeknyo,

Kemenakan beraja kemamak Mamak beraja kepenghulu Penghulu beraja ke mufakat Yang berimba raja-raja

Yang berhutan keras, penghulu Yang berhutan lembut, kemanakan

Adapun perempuan yang raja pada tempatnya

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dimana Kabupaten Padang Pariaman termasuk daerah rantau. Secara geografis kabupaten Padang Pariaman terletak antara

00o11’-00o49’ lintang selatan dan 98o36’- 100o28’ bujur timur. Luas daerah

mencapai 1.402,15 km2, yang berarti hanya 3.32 % dari luas wilayah provinsi Sumatera Barat yang mencapai 42.229,04 km2. Topografi daerah kabupaten Padang

43Suardi Mahyudin dan Rustam Rahmad, Hukum Adat Minangkabau Dalam Sejarah

(3)

Pariaman bervariasi antara daratan, bergelombang, dan berbukit dengan panjang garis pantai 60,50 km berbatas langsung dengan:44

a. Sebelah utara dengan kabupaten Agam. b. Sebelah selatan dengan Kotamadya Padang.

c. Sebelah timur dengan kabupaten Solok/ Tanah Datar. d. Sebelah barat dengan kota Pariaman dan Samudera

Indonesia.

Jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman tahun 2014 tercatat sebanyak 387.452 jiwa, yang terdiri dari 186.058 laki – laki dan 201.394 perempuan, sedangkan tahun sebelumnya tercatat sebanyak 384.718 jiwa (183.926 laki – laki dan 200.792 perempuan). Tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2007 ini terhitung sebanyak 292 jiwa / Km2. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Batang Anai, yakni 43.890 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan Padang Sago yakni 8.247 jiwa. Sedangkan jumlah orang yang bekerja sebanyak 142.222 orang dengan rincian 83.836 laki-laki dan 58.386 perempuan. Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di Kabupaten Padang Pariaman terbanyak pada tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 45.173 orang, selanjutnya 36.760 orang pada tingkat pendidikan SD dan sebanyak 6.749 orang berpendidikan diatas sekolah menengah atas (Diploma/Universitas). Dilihat dari tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan data dari Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana sebanyak 10.118 keluarga berada pada tingkat pra sejahtera, 21.663 keluarga pada tingkat Sejahtera I, 28.297 keluarga pada tingkat Sejahtera II, 25.382 pada tingkat Sejahtera III, dan sebanyak 1.443 keluarga pada tingkat Sejahtera III Plus.45

Menurut data dari Biro Statistik Kabupaten Padang Pariaman data tahun 2003 terdiri dari 1 (satu) kabupaten dan 17 (tujuh belas) kecamatan serta 46 (empat puluh enam) Nagari, yakni kecamatan46:

44Profil Kabupaten Padang Pariaman, Badan Pusat Stastik (BPS). Padang Pariaman Tahun

2014

45BPS (Badan Pusat Statistik) Pemkab. Padang Pariaman. Pariaman dalam angka tahun 2014

(4)

1. Batang Anai. 2. Lubuk Alung.

3. Sintuak Toboh Gadang. 4. Ulakan Tapakis.

5. Nan Sabaris.

6. 2 x 11 Enam Lingkungan. 7. Enam Lingkungan. 8. 2 x 11 Kayu Tanam. 9. VII Koto Sei Sarik. 10. Patamuan.

11. Padang Sago. 12. V Koto Timur.

13. V Koto Kampung Dalam. 14. Sungai Limau.

15. Batang Gasan. 16. Sungai Garingging. 17. IV Koto Aur Malintang

Dalam penelitian berdasarkan penarikan random sampling terhadap wilayah penelitian ini maka yang menjadi dearah sampel peneltian yakni di tiga kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman yakni :

a. Kecamatan Batang Anai yaitu Nagari Buayan

(5)

dari terdiri 4korongdengan luas 647 Ha dengan jumlah penduduk 3951 orang, 2001 orang laki-laki dan 1950 orang perempuan yang seluruhnya Beragama Islam, penduduk buayan berpenghasilan dari beberapa perkerjaan yaitu Petani, PNS, Perternak, TNI, POLRI, Karyawan swasta dan pedagang.47

Nagari Buayan adalah suatu nagari yang termasuk dalam kawasan rantau pesisir barat pulau sumatera. Kondisi ideal nagari yang ingin direvitalisasi adalah visi, orientasi, institusi, tradisi dan kepemipinan nagari sebagaimana dulu telah mengahadirkan genarasi yang kuat. Sebagai wilayah yang masuk dalam lingkupan Pariaman Nagari Buayan masih menjalankan adat perkawinan bajapuik pada masyarakatnya.48

b. Kecamatan V Koto Kampung yaitu Nagari Campago

Kecamatan V Koto Kampung Dalam sebagai fokus wilayah penelitian yaitu Nagari Campago, yang terdiri dari 12 Korong. Nagari Campago mempunyai luas daerah yaitu 1400 Ha dengan jumlah penduduk 11.460 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 5596 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 5.864 jiwa dengan 2.366 kepala keluarga. penduduk Campago berpenghasilan dari beberapa perkerjaan yaitu petani, PNS, perternak, TNI, POLRI, karyawan swasta dan pedagang.49

Nagari Campago merupakan bagian daerah rantau yang masih memakai perkawinan bajapuik pada masyarakatnya sampai saat sekarang. Nagari ini masih

47Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari(RPJM), Nagari Buayan Tahun 2015

48Wawanacara dengan Wali Nagari Buayan Deny Setiawan, Pada tanggal 15 Maret 2015

(6)

tetap menjaga adat perkawinan bajapuik yang setiap tahun pasti terjadi perkawinan dengan adatbajapuik.50

c. Kecamatan V Koto Timur Nagari Limau Puruik

Kecamatan V Koto Timur Dalam sebagai fokus wilayah penelitian yaitu Nagari Limau Puruik, yang terdiri dari 9 (Sembilan) Korong. Nagari Limau Puruik mempunyai luas daerah yaitu 1002 Ha dengan jumlah penduduk 3.257 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 1.551 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 1.706 jiwa dengan 775 kepala keluarga. penduduk Campago berpenghasilan dari beberapa perkerjaan yaitu petani, perternak, pedagang, tukang kayu, tukang batu, penjahit, PNS, TNI, POLRI, karyawan swasta dan pengarajin.51

Nagari Limau Puruik merupakan bagian daerah yang masih memakai perkawinan bajapuik pada masyarakatnya sampai saat sekarang. Nagari ini masih tetap menjaga adat perkawinan bajapuik yang mana dibuktikan setiap tahun pasti terjadi perkawinan dengan adatbajapuikdi dearah ini.52

2. Identitas Responden Yang Melaksanakan Perkawinan Bajapuik Di Kapabuten Padang Pariaman Sumatera Barat

Identitas yang akan diperhatikan meliputi perbedaan kelamin dan asal daerah responden di lokasi penelitian, identitas responden akan dijadikan standar dalam

50Wawanacara dengan Abdul Halim ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau

(LKAAM) V Koto Kampung Dalam , pada tangga 10 Maret 2015

51Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari(RPJM), Nagari Limau Puruik Tahun 2015

52 Wawanacara dengan Rustam Jalaludin ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) V Koto

(7)

menguji tingkat kebenaran jawaban dan konsistensi responden terhadap angket yang diberikan kepada responden.

Dalam pelaksanaan peneltian ini dilakukan pembagian wilayah penelitian meliputi tiga kecamatan yang masing-masing kecamatan diwakili satu kenagarian yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman yaitu Kenagarian Campago di Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kenagarian Buayan Kecamatan Batang Anai, Kenagaraian Limau Puruik Kecamatan V Koto Timur

Mengingat luasnya dan banyak masyarakat yang melaksanakan perkawinan

bajapuik maka berdasarkan penarikan purposive sampling terhadap responden dalam penelitian ini maka yang akan dijadikan responden sebanyak 8 (delapan) pasangan suami isteri permasing-masing nagari dengan total responden sebanyak 24 (dua puluh empat) pasangan yang melaksanakan perkawinan bajapuik sebagaimana ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel I

Jumlah Responden Menurut Masing-Masing Nagari

n=24

Nama Nagari Proposi Responden Proposi (%)

Nagari Buayan 8 Pasutri 30,3

Nagari Campago 8 Pasutri 30,3

Nagari Limau Puruik 8 Pasutri 30,3

Jumlah 24 Pasutri

(8)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di Nagari Buayan yang dijadikan

responden sebanyak 8 (delapan) pasangan, Nagari Campago sebanyak 8 (delapan)

pasangan dan Nagari Limau Puruik juga sebanyak 8 (delapan) pasangan. Jumlah total

keseluruhan responden yaitu 24 (dua pulah empat) pasangan responden

Berkenaan dengan umur dari para responden yang terdiri dari Nagari Buayan,

Nagari Campago, Nagari Limau Puruik secara terperinci dapat dikemukan dalam tabel

sebagai berikut :

(9)

Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah responden yang terbanyak adalah dari kelompok umur 25-29 tahun yaitu 9 pasangan kemudian kelompok umur 20-24 dan 30-34 tahun yaitu masing-masing 5 pasangan, dan disusul oleh kelompok umur 15-19 dan 40-44 tahun yaitu masing-masing 2 pasangan serta kelompok umur 45-49 tahun yaitu 1 pasangan. Jadi yang menjadi mayoritas umur pasangan yang menjadi responden yaitu umur 25-25 tahun sebanyak 9 pasangan atau sebesar 37,5%

Berdasarkan usia tersebut dapat dikatakan bahwa umur 25-29 tahun adalah usia produktif pasangan dalam menjalankan mahligai rumah tangga, sehingga nanti bisa menjadi pedoman terhadap pemahaman responden dalam melaksanakan adat perkawinanbajapuik berkenaan dengan harta yang didapat berupa uang jemputan.

B. Tinjauan Masyarakat Adat Minangkabau

1. Hukum Adat Masyarakat Minangkabau Pada Umumnya

Minangkabau adalah suatu lingkungan adat yang kira-kira terletak di Propinsi Sumatera Barat. Dikatakan kira-kira karena pengertian Minangkabau tidaklah persis sama dengan pengertian Sumatera Barat, karena kata Minangkabau lebih banyak mengandung makna sosial kultural, sedangkan kata Sumatera Barat lebih banyak mengandung makna geografis administratif.53

Sebagaimana dalam tambo alam Minangkabau disebutkan asa mula niniak

(nenek moyang) orang Minangkabau54:

53Amir Syarifuddin, Loc. cit, hlm122

(10)

Dimano mulonyo titik palito Dibalik telong nan batali

Dimano mulunyo asa niniak kito Di ateh puncak guung merapi

Berdasarkan tambo tersebut diketahui bahwa masyarakat Minangkabau bersal dari gunung merapi, menurut tambo dari benua asia yang dinamakan“tanah basa.55

Terlalu langka sumber pra sejarah yang bersifat otentik yang akan dapat menuntun kita untuk dapat mengetahui asal-usul suku bangsa Minangkabau, Sungguhpun demikian, sekedarnya dapat juga diketahui melalui literatur tradisional yang disebut tambodan dari petatah petitih yang senantiasa terpelihara secara turun temurun dari generasi ke generasi secara lisan. Kebenaran isi tambo itu tidaklah seluruhnya terjamin, mengingat bahwa penyampaiannya yang berlangsung secara lisan. Cerita dalam tambo ini setidaknya akan dapat menuntun kita untuk mengenal perkembangan selanjutnya dari nenek moyang suku bangsa Minangkabau. Nenek moyang suku bangsa Minangkabau berasal dari pencampuran antara bangsa Melayu tua yang telah datang pada zaman Neoliticum dengan bangsa Melayu Muda yang menyusul kemudian pada zaman perunggu, kedua bangsa ini adalah serumpun dengan bangsa Astronesia.56

Minangkabau dengan kebudayaannya telah ada sebelum datangnya Islam, bahkan sebelum Hindu dan Budha memasuki wilayah Nusantara.57

Sebelum datang pengaruh dari luar, kebudayaan Minangkabau telah mencapai puncaknya yang terintegrasi dan kepribadian yang kokoh. Oleh karena itu, kebudayaan luar yang datang tidak mudah memasukkan pengaruhnya. Penerimaan kebudayaan dari luar berjalan secara selektif, sehingga budaya yang bertentangan dengan falsafah adatnya tidak dapat bertahan di Minangkabau. Letak Minangkabau yang diapit dua lautan, yaiu Samudera Hindia dengan Laut Cina Selatan menyebabkannya menjadi sasaran kunjungan dari luar. Disamping itu sifatnya yang terbuka dan mudah menyesuaikan

55Ibid, 56

Rasyid Manggis, Minangkabau, Sejarah Ringkas dan Adatnya,(Padang : Sri Darma, 1971), hlm 11

(11)

diri dengan lingkungan menempatkannya pada posisi yang dapat menerima pengaruh kebudayaan dari luar sejauh tidak bertentangan secara prinsip dengan kebudayaannya yang telah ada.58

Lembaga pemerintahan yang ada di Minangkabau menyesuaikan diri dengan ajaran Islam. Hal ini terjadi karena agama Islam di Minangkabau sangat kuat. Islam masuk di Minangkabau menggantikan pengaruh Budha yang lebih dahulu datang, dengan arti bahwa pengaruh Budha dapat hilang di Minangkabau dan digantikan oleh pengaruh Islam.59

Masyarakat Minangkabau mengenal filsafat adat yang berdasarkan kenyataan yang hidup dan berlaku dalam alam60

. Bila diteliti bunyi pepatah adat, baik dari segi sampiran maupun isinya, terlihat jelas bahwa kata yang lazim dipergunakan adalah kata benda atau sifat yang terdapat dalam alam sekitar. Yang demikian diibaratkan untuk kehidupan manusia dan untuk menjadi pedoman bagi tingkah laku manusia itu. Masyarakat Minangkabau memiliki empat tingkatan adat, yaitu:61

a. Adat Istiadat

Adat istiadat dalam pengertian khusus berarti kebiasaan yang sudah berlaku dalam suatu tempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan kesenangan. Kebiasaan ini merupakan ketentuan yang dibiasakan oleh ninik mamak pemangku adat sebagai wadah penampung kesukaan orang banyak yang tidak bertentangan

58Ibid 59Ibid

60Nasrun,Op cit,hlm 13

(12)

dengan adat yang diadatkan serta tidak bertentangan pula dengan akhlak yang mulia. Adat istiadat ini tidak berlaku secara umum dan lebih terbatas lingkungannya. Dalam pelaksanaannya kadang-kadang menjurus kepada kebiasaaan buruk menurut ukuran umum.62

b. Adat nan teradat

Adat yang teradat yaitu kebiasaan setempat yang dapat bertambah pada suatu tempat dan dapat pula hilang menurut kepentingan.63

Kebiasaan yang menjadi peraturan ini mulanya dirumuskan oleh ninik mamak pemangku adat dalam suatu nagari untuk mewujudkan aturan pokok yang disebut adat yang diadatkan, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu adat yang teradat ini dapat berbeda antara satu nagari dengan nagari lain menurut keadaan, waktu dan kebutuhan anggotanya. Bila diperbandingkan antara adat yang teradat dengan adat yang diadatkan, terlihat bedanya dari segi keumuman berlakunya. Adat yang diadatkan bersifat umum pemakaiannya pada seluruh nagari yang terlingkup dalam suatu lingkaran adat yang dalam hal ini adalah seluruh lingkungan Minangkabau. Walaupun kemudian mungkin mengalami perubahan, namun perubahan itu berlaku merata diseluruh nagari.64

c. Adat nan diadatkan

Adat yang diadatkan yaitu sesuatu yang dirancang dijalankan, serta diteruskan oleh nenek moyang yang pertama menempati Minangkabau untuk menjadi peraturan

62Amir, Ms.Masyarakat Adat Minangkabau Terancam Punah, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2007) hlm 14

63Maruhun Batuah,Hukum Adat dan Adat Minangkabau, (Jakarta : Pusaka Asli, 1990, hlm 12 64Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat

(13)

bagi kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Orang Minangkabau mengetahui secra turun temurun bahwa perumus dari adat yang diadatkan itu adalah dua orang tokoh adat yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang, sebagaimana terdapat dalam tambo dan buku-buku adat. Kedua tokoh tersebut merumuskan adat atas dasar pengalaman kehidupan dan kemampuannya dalam belajar dari kenyataan. Yang dijadikan pedoman dasar dari perumusan adat itu adalah kenyataan

Kedua tokoh tersebut merumuskan adat atas dasar pengalaman kehidupan dan kemampuannya dalam belajar dari kenyataan. Yang dijadikan pedoman dasar dari perumusan adat itu adalah kenyataan yang hidup dalam alam yang disebut adat yang sebenarnya adat. Adat yang diadatkan melingkupi seluruh segi kehidupan, terutama segi kehidupan sosial, budaya dan hukum.65

d. Adat sabana adat

Adat yang sebenarnya adat itu adalah kenyataan yang berlaku dalam alam yang merupakan kodrat ilahi atau sesuatu yang telah dan terus berjalan sepanjang masa, seperti adat api membakar, adat ayam berkokok, adat laut berombak. Kalau diperhatikan hubungan antara sifat dengan yang diberi sifat dalam setiap contoh yang disebutkan diatas, terlihat adanya bentuk kelaziman hubungan. Walaupun demikian masih dipergunakan kata adat yang umumnya berarti kebiasaan dalam setiap hubungan tersebut. Dengan demikian ajaran Islam dimasukkan ke dalam kelompok

(14)

adat yang sebenarnya adat.66

Kebiasaan yang berlaku atas dasar kodrat lahi yang dinamakan adat yang sebenarnya adat itu dijadikan pedoman dalam penyusunan tata cara dan peraturan yang dipakai sebagai pengatur kehidupan manusia di dunia.

Hal ini menunjukkan bahwa apa yang terjadi di alam ini tidak ada yang pasti secara mutlak. Walaupun dalam pertimbangan akal terdapat kepastian, namun tidaklah mustahil bahwa kebiasaan yang pasti itu suatu waktu tidak berlaku menurut kehendak Allah. Dengan masuknya agama Islam di Minangkabau dan berlakunya Islam sebagai peraturan bagi kehidupan umat, maka ajaran Islam yang berdasarkan kepada wahyu Allah itu diakui sebagai suatu yang pasti sebagaimana pastinya kenyataan yang berlaku dalam alam. Dengan demikian ajaran Islam dimasukkan ke dalam kelompok adat yang sebenarnya adat.67

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber adat nan sebanar adat adalah alam takambang jadi guru, Al-Qur’an, dan Hadits Nabi Muhammad Saw.68

Keempat macam adat yang disebutkan diatas berbeda dalam kekuatannya, karena berbeda kekuatan sumber dan luas pemakaiannya. Yang paling rendah adalah adat istiadat. Adat istiadat ini dapat naik ketingkat adat nan teradat bila telah dibiasakan secara meluas serta tidak menyalahi kaidah pokok yang disepakati. Begitupula adat yang teradat dapat menjadi adat yang diadatkan, bila kebiasaan itu

(15)

sudah merata diseluruh negeri dan telah disepakati kebaikannya oleh orang banyak.69

Bila telah diyakini kebenarannya dan telah diterima oleh masyarakat sebagai suatu norma yang mengikat, dapat pula naik menjadi adat yang sebenarnya adat.

Keempat tingkatan adat itu dalam penggunaan sehari-hari dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: adat, yang tersimpul di dalamnya adat yang sebenarnya adat dan adat yang diadatkan. Kedua istiadat, yang tersimpul didalamnya adat yang teradat dan adat istiadat dalam arti sempit. Keseluruhannya menyimpulkan kata “adat istiadat Minangkabau”70. Dalam hubungannya dengan pengertian adat dan hukum adat, walaupun keduanya sangat tipis perbedaannya, dua kelompok pertama yang disebut adat, mempunyai daya mengikat dan dijalankan oleh badan yang mempunyai kekuasaan dalam masyarakat, dapat disebut hukum adat. Sedangkan kelompok kedua yang banyak bersifat tuntunan tingkah laku yang baik, tidak dapat disebut hukum.

Adat Minangkabau dapat menyesuaikan diri dengan suatu perubahan yang terjadi. Namun ada bagian-bagian adat yang mengalami perubahan dan ada pula yang sama sekali tidak mengalami perubahan. Adat yang sebenarnya adat, yaitu ketentuan yang berlaku dalam alam kodrat ilahi dan adat yang diadatkan yang dirumuskan berdasarkan kepada adat sebenarnya adat itu, termasuk kepada adat yang tidak mungkin mengalami perubahan, sebagaimana tidak berubahnya Kodrat Ilahi dan Wahyu Allah.71

69Nasrun,Op cit,hlm 45 70Idrus Hakimi,Op cit, hlm 106

(16)

Adapun adat yang dapat mengalami perubahan ialah adat yang teradat dan adat istiadat karena keduanya dirumuskan oleh ninik pemuka adat sesuai dengan tempat dan keadaan tertentu. Dalam pelaksanaannya, adat seperti ini dapat berbeda dalam nagari yang satu dengan nagari lainnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis, adat ini dapat menyesuaikan dirinya dengan perkembangan masyarakat. Pemeliharaan terhadap adat itu adalah dengan selalu dipakai dan diamalkan. Dengan adanya bagian adat itu yang tidak mengalami perubahan dan ada pula yang terus mengalami perkembangan masyarakat, maka sifat adat Minangkabau disebut tetap dan berubah. Keseluruhan hukum adat Minangkabau tergambar dalam Undang-Undang yang empat, yaitu :

1. Undang-undangluhakdan rantau, Undang-undang luhak dan rantau mengatur tugas dan wewenang penghulu dan raja di tempat masing-masing. Keseluruhan daerah Minangkabau secara garis besar terbagi kepada dua bahagian yaitu luhak dan daerah rantau. Pengertian luhak (secara sempurna disebut luhak yang tiga) ialah daerah asal Minangkabau yang berada diselingkungan gunung merapi, yaitu Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, dan

Luhak Lima Puluh Kota. Dalam pengertian geografis adaministratif sekarang

(17)

telah merupakan suatu masyarakat hukum yang keluar merupakan suatu kesatuan dengan tata adat istiadat sendiri. Pengertian rantau menurut asalnya berlaku bagi pertemuan sungai dengan laut. Kemudian berlaku untuk daerah diluar tempat asal. Dalam pengertian Minangkabau, rantau berarti daerah Minangkabau yang berada diluar luhak yang tiga. Pada hakikatnya rantau adalah daerah perluasan dari luhak yang tiga dalam usaha menampung perkembangan anggota yang berada dalam luhak itu.72

2. Undang-undang negeri, Undang-undang nagari, yaitu ketentuan yang mengatur susunan masyarakat dalam nagari, syarat terjadinya negeri dan kelengkapan suatu negeri. Setiap nagari mempunyai penduduk yang antara sesamanya terikat dalam suatu kesatuan genealogis yang disebut suku. Lingkungan itu baru sah disebut nagari bila terdapat didalamnya empat kesatuan genealogis yang berbeda.73

3. Undang-undang dalam nagari, Undang-undang dalam nagari atau disebut juga undang-undang isi nagari yaitu ketetuan yang mengatur anak nagari dan sesamanya. Undang-undang ini mencakup bidang perdata, bidang pidana dan bidang ekonomi.74

4. Undang-undang dua puluh, Undang-undang yang dua puluh menyangkut berbagai bentuk kejahatan yang harus dihindarkan oleh seseorang dengan

72Edison dan Nasrun, Tambo Minangkabau Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, (Bukitinggi : Kristal Mutimedia,2010) , hlm 154

(18)

sanksi tertentu, bukti terjadinya kejahatankejahatan serta cara pembuktian. Undang-undang ini terbagi dua yaitu delapan diantaranya mengenai hukum materil dan dua belas lainnya menyangkut cara pembuktian.75

Hukum adat Minangkabau memiliki perpaduan yang sangat selaras dengan hukum Islam, yang dapat digambarkan sebagai berikut :76

a. Adat keseluruhan yang diterima oleh hukum Islam dan untuk selanjutnya menjadi Hukum Islam.

b. Hukum Islam merubah hukum adat seluruhnya dengan arti Hukum Islam menggantikan hukum adat dan hukum adat tidak berlaku lagi untuk selanjutnya.

c. Hukum Islam membiarkan hukum adat hidup tanpa usaha menyerapnya kedalam hukum Islam. Hal ini umumnya berlaku pada bidang muamalat dalam arti yang umum tidak dalam bidang akidah, karena akidah harus didasarkan dengan dalil yang kuat, tidak pula pada bidang ibadat karena ibadat harus didasarkan kepada petunjuk yang nyata.

Adat di Minangkabau adalah adat yang tidak lekang dipanas, tidak lapuk dihujan, yaitu adat ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta.77

Sebagaimana dikatakan dalam pepatah adat Minangkabau : ikan adatnya beradai, air adanya membasahi, pisau adatnya melukai, artinya adat yang dimaksud di sini adalah perilaku alamiah

75Ibid, hlm 172

76Amir Syarifuddin,Op cit,halaman 169

(19)

yang hidup ditengah-tengah masyarakat sehingga menjadi ketetapan yang tidak berubah.

Jadi hukum adat Minangkabau adalah kebiasaan-kebiasaan yang telah lama berlangsung dalam masyarakat yang menjadi ketentuan-ketentuan dasar sebagai aturan (kaidah) ditentukan oleh nenek moyang (leluhur) yang berada di Minangkabau dikatakan berasal dari Datuk Katemanggungan dan Datuk Perpatihan Nan Sebatang di Balairung Padang Panjang.78

2. Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Pariaman

Pariaman merupakan daerah rantau dari lingkupan adat Minangkabau, sehingga semua aturan adat Minangakabau meruapakan acuan dalam aturan bagi masyarakatnya adatnya. Termasuk garis keturunan yaitu garis keturunan matrilineal.

Masyarakat hukum adat yang sistem kekeluarganya didasarkan pada prinsip garis keturunan matrilenal adalah sekumpulan manusia yang merupakan kesatuan karena anggotanya menarik garis keturunan melalui garis perempuan, sehingga setiap orang akan masuk ke dalam batas hubungan kekerabatan dengan ibunya, sedangkan semua kaum kerabat ayahnya berada di luar batas itu.79

Berdasarkan tata susunan masyarakat Minangkabau yang menganut prinsip garis keturunan Matrilienal itu, maka dapat diuraikan bahwa dalam sebuah keluarga ayah bukanlah termasuk anggota dari keluarga tersebut melainkan anggotaparuiknya. Masyarakat Minangkabau hidup bergolonggolong dan berkelompok -kelompok dan pengelompokan tersebut berdasarkan faktor geneologis yaitu menurut keturunan garis ibu atau yang dikenal dengan prinsip sistem kekerabatan matrilineal.

78Ibrahim Dt Sangguno Dirajo, Curaian Adat Minangkabau,( Bukittinggi : CV Pustaka Media,2003), hlm 5

(20)

Pengolongan dan pengelompokan masyarakat di Minangkabau berdasarkan genelogis sebagai berikut :80

1. Semande, berarti anak-anak yang lahir dari satu ibu

2. Sajuarai, berarti keturunan yang berasal dari satu perut seoarang nenek

3. Saparuikberarti keturunan yang berasal dari perut seoaranggaek(ibu dari nenek) dan masih merupakan bagian dari suku yang sama

4. Sekampungberarti kelompok-kelompok keturunan yang kecil (sub klan) yang berasal kumpulan paruik-paruik

5. Sasuku, berati sama yang berasal dari seorang niniak yang menempati jenjang yang tertinggi dari susunan sasuku karena dari niniak

itulah suku itu dianggap berasal.

C. Perkawinan Dalam Menurut Adat

1. Pengertian Perkawinan Adat

Pada umunya di Indonesia terdiri beragam adat dan istiadat yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainya, hal ini mempengaruhi perkawinan di Indonesia. Melangsungkan perkawinan itu hanyalah subyek hukum yang dinamakan pribadi kodarti, tetapi tidak setiap kodarati yang dapat melangsungkan perkawinan.81

Pengertian perkawinan menurut hukum adat adalah suatu ikatan anatara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk suatu rumah tangga

(21)

atau keluarga baru yang nantinya akan menghasilkan keturunan, yang mana perkawinan ini bersangkut paut dengan masalah kedudukan, harta kekayaan, dan masalah pewarisan.82 Perkawinan yang dilkasanakan secara adat dengan melibatkan keluarga besar kedua belah pihak.83

Ter Haar menyatakan bahwa perkawinan adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi dan begitu pula ia menyangkut urusan keagamaan. Sebagaimana dikatakan Van Vollenhoven bahwa dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan manusia.84

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera dan juga bahagia, di mana kedua belah pihak suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.85

Menurut Hilman Hadikusuma menyatakan bahwa perkawinan dalam perikatan adat ialah perkawinan yang mempunyai akibat hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.86

Sejauhmana ikatan perkawinan adat itu membawa akibat hukum dalam perikatan adat seperti : kedudukan suami dan kedudukan istri, begitu pula tentang kedudukan anak dan pengangkatan anak kedudukan anak tertua, anak penerus keturunan, anak adat, anak asuh, dan sebagainya.

82Tolib Setiady,2009, Intisari Hukum Adat Indonesia(Dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung: Afabeta, 2009), hlm 222

83

Soerojo Wignjodipoero,Op.cit, hlm 55

84

Soerjono soekanto,Hukum Adat IndonesiaCet V, (Jakarta : Raja Garfindo,.2002), hlm 15

85

Djoko Prokoso,Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara, 1987) hlm 33

86

(22)

Perkawinan dalam arti perikatan adat walaupun dilangsungkan antar adat yang berbeda tidak akan seberat penyelesaiannya daripada berlangsungnya. perkawinan yang bersifat agama oleh karena perbedaan adat hanya menyangkut perbedaan masyarakat bukan perbedaan keyakinan.

2. Tujuan Perkawinan Adat

Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis keturunan bapak atau ibu maupun kedua-keduanya, untuk kebahagian rumah tangga keluarga atau kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian dan untuk mempertahankan kewarisan.87

Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan suku di Indonesia berbeda. Maka tujuan perkawinan adat bagi masyarakat adat berbeda pula mengakibatkan hukum perkawinan dan upacara perkawinannya berbeda juga.

Pada masyarakat kekerabatan adat yang patrilineal perkawinan bertujuan mempertahankan garis keturunan bapak sehingga anak lelaki (tertua) harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil istri (dengan perkawinan uang jujur), di mana setelah terjadinya perkawinan istri ikut masuk kekerabatan bapaknya.88

3. Asas – Asas Perkawinan Adat

Pada umunya dalam undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 terdapat 2 asas perkawinan yaitu asas monogami dan poligami, asas poligami terjadi bila sepanjang hukum agama yang dianaut mengizikannya untuk melakukan poligami dan

(23)

melalui syarat-syarat yang keta dengan izin pengadilan dan izin itu diperoleh jika isteri tidak dapat menjalankan kewajiabanya sebagai isteri.89

Asas perkawinan adat yaitu asasmonogamiterbuka yaitu prinsip calon suami istri yang masak jiwa raganya, batas umur perkawinan, perceraian yang dipersulit, kedudukan suami dan istri seimbang.90

Sehubungan dengan asas-asas perkawinan yang dianut oleh UU No. 1 tahun 1974 di atas maka asas-asas perkawinan menurut hukum adat sebagai berikut :

1. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun, damai, bahagia dan kekal.

2. Perkawinan tidak saja harus sah dilakukan menurut hukum agama atau kepercayaan tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat. 3. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang laki-laki dengan beberapa

perempuan sebagai istri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut adat setempat.

4. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat, masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau istri yang tidak diakui masyarakat adat.

5. Perkawinan dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum cukup umur atau masih anak-anak begitu pula sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan izin orang tua atau keluarga dan kerabat.

6. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan antara suami istri mengakibatkan hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak jadi cerai juga.

7. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada istri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan ada yang istri yang bukan ibu rumah tangga.91

4. Sistem Perkawinan Adat

Menurut paham ilmu bangsa-bangsa (etnologi) dilihat dari keharusan dan larangan mencari calon isteri bagi setiap laki-laki maka perkawinan itu dapat berlaku

89Aswin,Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan Nomor

1 Tahun 1974,(Jakarata : PT. Dian Rakyat,1986) hlm 19 90Djoko Prokoso, Op.cit,hlm 33

(24)

dengan sistem endogami dan sistem eksogami yang hanya dianut oleh masyarakat adat bertali darah dan atau dengan sistemeleutherogami. Hal ini berlaku disebagian besar masyarakat adat yang terutama yang banyak dipengaruhi hukum islam.92

Sistem perkawinanendogamidalam arti mereka mengadakan perkawinan satu sama lain di dalam lingkungan kekerabatan (suku, clan, famili, dan sebagainya) mereka sendiri (antar keluarga) seperti : endogami sekampung di Bukittinggi (Sumatera Barat), endogami serumpun di suku dayak (Kalimantan) dan kawin tegak tegi di Lampung.93

Sedangkan sistem perkawinan eksogami dibagi atas 2 (dua) perumusan, yaitu:94

1. Dalam arti positif ; eksogami adalah suatu sistem perkawinan, di mana seseorang harus kawin dengan anggota clan yang lain.

2. Dalam arti negatif ; eksogami adalah suatu sistem perkawinan, di mana seseorang dilarang atau tidak boleh kawin dengan anggota clan. Prinsip eksogami ini berhubungan erat dengan sistem garis keturunan ibu atau matrilineal seperti : Minangkabau.

Minangkabau merupakan suatu daerah yang masyarakat adatnya menganut sistem perkawinan eksogami dengan cara mendatangkan laki-laki di luar lingkungan kesatuan matrilineal untuk tinggal dan menetap di lingkungan keluarga isteri karena

92Soerjono Soekanto,Intisari Hukum keluarga, (Bandung : Sitra Adity Bakti, 1992 hlm 131 93Ibid,

(25)

itu sistem perkawinan di Minangkabau dikenal dengan sebutan perkawinan eksogami menurut matrilineal.

5. Bentuk Perkawinan Adat

Menurut hukum adat di Indonesia perkawinan dapat berbentuk perkawinan jujur, dimana pelamaran dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita setelah perkawinan isteri mengikuti tempat kedudukan dan kediaman suami seperti : Batak, Lampung dan Bali.95

Perkawinan semenda, di mana pelamaran dilakukan oleh pihak wanita kepada pihak pria dan setelah perkawinan suami mengikuti tempat kedudukan dan kediaman isteri seperti : Minangkabau, semendo Sumatera Selatan.

Pada perkawinan bebas dalam pelamaran dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita dan setelah perkawinan kedua belah pihak (suami isteri) bebas menentukan tempat kedudukan dan kediaman mereka menurut kehendak mereka seperti : Jawa ; mencar atau mentas. Yang terakhir ini banyak berlaku dikalangan masyarakat keluarga yang telah maju dan modern. Sedangkan perkawinan adat Minangkabau menurut Hazairin, terdapat (tiga) bentuk perkawinan yang bertahap satu sama lain, yaitu:96

a. Kawin bertandang

Bentuk perkawinan bertandang ini adalah suatu pelaksanaan yang integral

cocok dengan prinsip keibuan. Suami adalah semata-mata orang datang bertamu

95Ibid,hlm 23

(26)

datang malam hilang pagi harinya status tamu pada keadaan dan lingkungan isterinya, ia tidak berhak terhadap harta benda milik isteri yang bersangkut dan paut dengan rumah tangga, ia tamu. Walaupun suami bekerja dan menghasilkan maka hasil itu diperuntukkan bagi dirinya, bagi ibunya, bagi saudara-saudara perempuan serta anak-anaknya.97

b. Kawin Menetap

Kawin menetap merupakan suatu perkembangan dari bentuk perkawinan pertama. Yang dimaksud perkembangan di sini adalah kalau rumah gadang telah menjadi sempit untuk famili yang senantiasa menjadi besar dan tumbuh maka suatu keluarga atas inisiatif isteri membuat rumah yang terpisah, tidak jauh dari situ. Walaupun demikian tidak hilang sifat eksogami semendo tadi, namun secara fisik di dalam susunan baru lebih bebas dan lebih intim, apalagi kalau mempunyai pekerjaan dan sumber penghasilan sendiri dan suami pun lebih banyak berada ditengah-tengah anak dan isterinya maka lambat laun menetaplah ia menolong istrinya bila sempat dan mampu.98

c. Kawin Bebas

Tahap perkawinan ini sebagai suatu kelanjutan pertumbuhan tahap kedua itu disebut kawin bebas, kelanjutan pertumbuhan itu berarti bahwa perpindahan secara fisik, meninggalkan rumah gadang, meninggalkan dusun dan pergi ke kota, merantau biasanya ke pesisir.

(27)

Di samping perkawinan di atas orang Minangkabau juga mengenal adanya perkawinan yang paling ideal, yaitu perkawinan anak dengan kemenakan yang lazim disebut sebagai perkawinanpulang ka mamakatau perkawinanka bako.99

Ada 2 (dua) hal pegangan dalam perkawinan adat Minangkabau terdapat dalam pepatah yang berbunyi :nikah berwali bapak kawin berwali mamak, enau tetap sigai berjalan artinya suatu perkawinan baru sah kalau telah kawin secara Islam dan dilaksanakan secara adat. Menurut adat Minangkabau ini pihak laki-laki yang datang kerumah pihak perempuan dan pihak perempuan tetap berada di rumahnya dan sukunya sedangkan laki-laki tadi dikatakan sebagai urang sumando di rumah pihak perempuan tersebut.100

6. Perkawinan AdatBajapuikMinangkabau Pariaman

Adat pernikahan di Pariaman pihak wanitalah yang melamar dan menjemput serta membayar pihak pria ketika akan melangsungkan pernikahan karena itu, adat perkawinan pariaman lebih dikenal dengan “perkawinan bajapuik atau perkawinan berjemput“. Adat perkawinan Pariaman yang demikian adalah adat lokal Pariaman yang tidak berlaku untuk seluruh wilayah adat Minangkabau, Sumatera Barat.

Perkawinan bajapuik didasari dengan praktek yang dilakukan nabi Muhammad sehingga pelaksanaan tetap dipertahankan sampai saat ini. Menurut Welhendi Azwar dalam hasil wawancaranya dengan ulama Pariaman yakni Bagindo M. Letter, bahwa tradisi bajapuik di pariaman sebenarnya sesuai dengan apa yang

99Ibid, hlm 62

(28)

dipraktekan Nabi Muhammad SAW, dimana Nabi sewaktu menikah dengan Khadijah dibayar (dijemput) oleh khadijah dengan seratus onta. Legitimasi teologis inilah yang menjadi pembenaran dalam tradisi bajapuik, disamping itu ada kepentingan lain, seperti kaum bangsawan (borjuis) untuk mempertahankan eksistensi kebangsawannya.101

Selain dari legitimasi teologis agama pemberian uang jemputan itu juga dipengaruhi sifat kekerabatan yang dianut masyarakat Pariaman. Sebagaimana diketahui dearah Pariaman merupakan bagian dari daerah Minangkabau yang pada masyarakatnya menurut garis keturunan matrilineal, dimana anak masuk (garis keturunan ibu untuk itu ia menetap dengan suatu kekayaan alam dalam suku (klen) ibunya atau dengan kata lain tidak mengikuti suami atau ayah pada klan laki-laki seperti apa yang terjadi pada masyarakat sistem patrilineal (klan bapak).102

Perkawinan Minangkabau mengenal perkawinan sumando yang juga diikuti masyarakat Pariaman yang mana pihak laki-lakilah yang datang menetap di rumah pihak perempuan. Kawinsumandoberasal dari kata “mendatang” sedangkan menurut logat Minang sendiri disebut“Urang Sumando”, pihak laki-laki yang datang sebagai anggota keluarga atau di dalam klennya sendiri.103

Perkawinan semenda (sumando) Minangkabau Pariaman terjadi karena peminangan secara formil dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki, maka untuk

101Welhendri Azwar, Matriolokal dan Status Perempuan dalam Tradisi Bajapuik,

(Yogyakarta: Galang Press, 2001) hlm 57 102

Ibid, 103

(29)

mempertegas pernyataan kehendak dari pihak perempuan ini waktu melakukan perkawinan telah menjadi keharusan bagi pihak perempuan menjemput laki-laki kerumah orang tuanya yang disebut dengan menjemput marapulai. Persoalaanya dalam proses manjampuikmarapulai di Pariaman ada suatu ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak perempuan.104

Pada umunya bajapuik merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dalam prosesi adat perkawinan karena dalam sistem matrilineal posisi suami (urang sumando) merupakan orang datang, karena itu orang sumando dalam ungkapan Minangkabau dikenal dengan pepatah“ datang karano dipanggia-tibo karano dianta(datang karena dipanggil, tiba karena diantar), di Pariaman diwujudkan kedalam bentuk prosesibajapuik dalam perkawinan yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti emas dan uang.105

Persyaratan uang dalam perkawinan bajapuik tersebut tersendiri terdiri atas: uang jemputan, uang hilang, uang tungkatan,uang selo, mas kawin atau mahar dan

uang parigiah jalang. Kebiasaan ini awalnya dirumuskan niniak mamak pemangku adat Nagari, yang bertujuan untuk mewujudkan adat nan diadatkan.106

D. Perkembangan Pemberian Uang Jemputan Menurut Hukum Adat

Pariaman

1. Pengertian Uang Jemputan

Secara konseptual uang jemputan adalah uang yang diberikan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki sebagai persyaratan dalam perkawinan dan

104Ibid,

105Amir Sjarifoedin. Minangkabau dari dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam

(30)

dikembalikan lagi pada pihak perempuan pada saat mengunjungi mertua untuk pertama kalinya. Uang jemputan ini bewujud benda yang bernilai ekonomis, seperti emas dan benda lainnya.107

Uang jemputan yang berwujud emas, pada awalnya berupa rupiah dan ringgit emas, kemudian berkembang menjadi cincin, kalung dan gelang emas. Perubahan ini terjadi karena bentuknya sudah ketinggalan zaman, sehingga tidak diminati oleh si pembeli sebagai persyaratan dalam perkawinan bajapuik. Atas dasar itu, pedagang emas tidak lagi menjual atau memproduksi bentuk emas yang demikian.108

2. Proses Pelaksanaan dan Pemeberian Uang Jemputan

Proses pelaksanaan perkawinan bajapuik di Pariaman sama dengan proses perkawinan Minangkabau pada umumya yang mana dimulai dari beberapa tahap yaitu dimulai dari tahap :

a. Pinang Meminang

Untuk melaksanakan peminangan sebelumnya dilakukan pemufakatan perkawinan. Dalam pemufakatan ini diundanglah semua karib kerabat dalam kaum serta orang sumando yang ada dalam kaum, dalam pertemuan ini dipimpim oleh

niniak mamak pemufakatan untuk mencarikan jodoh anak kemanakanya yang dikenal istilah dengan “mencari ayam”.109 Dalam proses mancari ayam seluruh anggota yang ada hadir di pemufakatan berhak mengusulkan calon-calon”ayam”

yang ia ketahui seimbang dan pantas untuk diterima.110

107Amir Syrifudin,Op. cithlm 474 108Ibid,

109Mencari Ayam Maksundya disini yaitu mengusulkan calon-laki-laki kepada mamak rumah

yang mencarikan jodoh kemanakanya

(31)

Meminang mengandung arti permintaan yang menurut hukum adat berlaku dalam bentuk pernyataan kehendak untuk maksuda mengadakan perkawinan.111 Pinang maminang,berasal dari cara dan tata kelakuan masyarakat dalam mengajukan sesuatu permintaan kepada bakal calon pasangan hidup. Berawal dari kata “pinang” yang dibawa beserta sirih dalam cerana pada saat berkunjung ketempat kediaman bakal calon pasangan. Kebiasaan ini kemudian berkembang secara formal dalam mencari jodoh sebagaimana yang kita kenal denganpinang meminang.

Pada daerah Ranah Minang kebiasaan mengajukan pinang meminang, lazimnya diprakarsai oleh kerabat wanita. Begitu juga di dearah Padang Pariaman dimana berlakunya perkawinan adatbajapuikpeminangan dilakukan juga oleh pihak wanita. Proses pinang meminang merupakan hasil –manyalangkan matomaresek,

setelah diperoleh informasi seputar bakal calon pasangan. Proses pinang meminang antar kedua pihak keluarga, dilakukan pula beberapa kali pertemuan, untuk merekam keinginan-keinginan pihak keluarga lelaki atas hal-hal yang menjadi persyaratan yang harus di-isi oleh pihak wanita, agar ketika kesesuaian dalam perjodohan ini tidak mendapat gangguan atau kekecewaan kelak dikemudian hari. Isi, artinya mengisi sesuatu yang diminta dan diinginkan oleh pihak keluarga laki-laki. Misalnya didaerah rantau atau pesisir Padang Pariaman berlaku ketentuan yang akan diisi adalah uang jemputan, uang hilang/uang dapur.

b. Melamar

Apabila telah terdapat persetujuan kedua belah pihak maka ditentukanlah waktu dan hari “mandagogkan” yaitu datangya secara resmi orang tua, niniak

(32)

mamakserta karib kerabat dan penghulu pihak perempuan kerumah orang tua pihak laki-laki, yang dinanti olehniniak mamakdan penghulu pihak laki-laki.112

Dalam pertemuan ini nantinya akan dibicarakan masalah-maslah adat yang akan dipenuhi oleh pihak perempuan selaku peminang kepada pihak laki-laki seperti uang jemputan, uang hilang dapua dan uang tungkatan.

Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga anak gadis yang akan dijodohkan itu dengan dipimpin oleh niniak mamaknya, datang bersama-sama kerumah keluarga calon pemuda yang dituju. Lazimnya untuk acara pertemuan resmi pertama ini, diikuti oleh ibu dan ayah si gadis dan diiringkan oleh beberapa orang wanita yang patut-patut dari keluarganya. Pada waktu itu biasanya rombongan yang datang juga telah membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih berkata-kata, jika sekiranya Ninik Mamak yang akan melamar itu, bukan orang ahli untuk itu.113

c. BatimbangTando(Pertunangan)

Terjadinya pertunagan dengan hukum adat di pariaman merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh orang tua danniniak mamak pihak perempuan dengan niniak mamak dan keluraga pihak laki-laki, untuk maksud mengikat tali perkawinan anak kamanakan mereka dengan ketentuan-ketentuan adat istiadat yang harus dipenuhi oleh pihak perempuan.114

112

Hasil wawancara dengan sekretaris LKAAM Padang-Pariaman Dt AGA rang Kayo, Abdul Arif Gani Pada tanggal 3 Maret 2015

113Depertemen Pendidikan Dan Kebuadayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional

Proyek Iventerisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Upacara Perkawinan Minangkabau Di Derah Sumatera Barat, (Padang : DEKDIBUD, 1985/986) hlm 43

(33)

Pada saat pertunagan ini disebut juga dengan mandagogkan karena sebelumnya telah ada pemufakatan yang bersifat tidak resmi bagi kedua pihak, maka dalam pertemuan inilah dikuatkan dengan perseujuan kedua belah pihak yang merupakan kekuatan hukum bagi mereka masing-masing pihak.

Pada pertemuan ini juga ditentukan adat istiadat yang harus dipenuhi pihak perempuan waktu akan terjadi pernikahan yaitu mengenai uang jemputan, uang huliang, dan uang tungkatan“mempelai”sebagai suatu terjadinya pertunangan antara anak kamenakan mereka sedangkan pertukaran tando ini juga membawa akibat hukum kepada kedua belah pihak kaum itu antara lain115:

1. Kedua belah pihak orang tua dan niniak mamak membatasi pergaulan anak kamenakanya selama terjadinya pertunangan.

2. Kedua belah pihak bertanggung jawab atas kelangsunganya Perkawinan 3. Apabila terjadi pelanggaran atau pengagalan perkawinan disebabkan salah

atau kesalahan salah satu pihak maka dia harus menembus uang kerugian yang disebut uang kesalahan.

Saat dilakukan pertukaran tando bahwa kedua belah pihak telah berjanji menjodohkan anak kemenakan mereka. Benda yang dijadikan pertukaran pada umumnya adalah cincin emas. bila seorang pertunangan itu putus, pihak yang memutuskan akan mengembalikan tanda yang diterima dahulu. Pihak lain tidak berkewajiban mengembalikannya.

115 Hasil Wawancara dengan Lembaga Kerapatan Adat Alam Miangkabau (LKAAM) V

(34)

d. MalamBainai

Acara ini dilaksanakan dirumah anak daro. Diadakan sehari atau beberapa hari sebelum hari pernikahan. Bainai adalah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah dilumatkan.Bainaisemata-mata diihadiri perempuan dari kedua belah pihak.Marapulaidibawa kerabatnya kerumah anak daro.

Ketika acara akan dimulai, anak daro dibawa dari kamarnya keruangan yang telah dipasang pelaminan. Ia didudukan disebelah marapulai. Keduanya memakai pakaian pengantin yang lebih sederhana dari hari pernikahan. Acara dipimpin seorang wanita yang terampil untuk melakukan tugas itu. Anak daro diinai oleh kerabat marapulai sedangkanmarapulai diinaioleh kerabatanak daro.116

e. Pernikahan

Pernikahan dilakukan pada hari yang dianggap paling baik. Acara ini lazim diadakan dirumahanak daro. Dalam acara pernikahanmarapulaidan anak daro tidak dihadirkan berhadap-hadapan., sebab yang mengucapkan akad hanyalah marapulai kepada ayah (wali) anak daro. Anak daro hanyalah menyatakan persetujuan kepada saksi yang datang menanyainya.117 Sebelum peroses pernikahan pihak perempuan datang memjemput marapulai kerumahnnya untuk melaksanakan pernikahan. Pada proses pejemputan marapulai untuk melaksanakan pernikahan ini pada umumnya dilakasankan pemberian uang jemputan dalam perkawinan bajapuik yang tepatnya

116Hasil Wawancara dengan Lembaga Kerapatan Adat Alam Miangkabau (LKAAM) V

Kampung Dalam. Abdul Halim Dt. Anjah Pahlawan tgl 6 Maret 2015

117Depertemen Pendidikan Dan Kebuadayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional

(35)

saat proses mau akad nikah. Sebagaimana sesuai dengan hasil tabel penelitian di bawah ini :

Tabel III

Waktu Pemberian Uang Jemputan n=24

Proses Pemberian Jawaban Respoden Persentase

1-6 bulan sebelum

Sumber : Data primer hasil koisioner yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan 4 Juni 2015

(36)

pihak perempuan akibat tidak mampu untuk memberikan uang jemputan karena saat proses perundingan telah dibuat kesepakatan dibawah meja.,.

f. Basandiang

Basandiangadalah acara pokok dalam perkawinan menurut adat. Basandiang

yaitu mendudukan kedua pengantin di pelaminan untuk disaksikan tamu-tamu yang hadir pada pesta jamuan. Sebelum basandiang marapulai dijemput kerumah kerabatnya. Waktu itu segala ketentuan adat perkawinan harus dipenuhi sebagaimana yang disepakati sebelumnya. Kerabat anak daro mengirim utusan untuk menjemput

marapulai. Dirumah marapulai sudah siap menanti. Setelah itu acara makan-makanpun dimulai kemudian barulah pihak anak daro menyampaikan maksud kedatangan mereka dengan pidato sambah-manyambah. Selesai pidato itu barulah marapulai dibawa kerumah anak daro. Dirumah anak daro kedua pengantin didudukan basandiang di pelaminan.118

g. Perjamuan

Upacara perjamuan merupakan puncak dari perhelatan. Acara ini dipusatkan dirumah anak daro. Oleh karena itu segala keperluan dan persiapan dilakukan oleh pihak anak daro. Untuk melaksanakan acara ini seluruh kerabat datang membantu. Bantuan ini dapat berupa benda dan tenaga. Para tetangga biasanya membantu dengan tenaga.119

118Hasil Wawancara dengan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) V

(37)

h. Manjalang

Meski tidak lagi sekental suasana puluhan tahun lalu, pemandangan tadi yang ini dikenal sebagai tradisi‘manjalang’atau mengantarkan makanan ke rumah sanak keluarga terutama ke tempat mertua, masih merupakan tradisi ‘wajib’. Tradisi ‘manjalang’ di berbagai daerah di Sumbar sangat beragam sebutannya, ada yang menyebutnya dengan “menganta konji” (mengantar penganan kolak), “babuko basamo jo mintuo” (berbuka bersama mertua) dan lain sebagainya.120

Baik manjalang maupun manganta konji tujuannya tetap sama yaitu mendekatkan silaturahmi antara keluarga, anak dengan orang tua, cucu dengan nenek dan isteri dengan mertua. Hal tersebut tentunya, tidak terlepas dari sistem matrilinial di mana garis keturunan justru berasal dari tali darah perempuan, katanya. Karena sang suami menetap bersama keluarga istri, sehingga sulit bisa meluangkan waktu bisa bertemu dengan orang tuanya walaupun terkadang masih berada di kota yang sama. Kerinduan orang tua terhadap putra dan cucunya semakin menjadi apabila mereka tinggal berjauhan dan anaknya juga jarang pulang ke rumah.

Di samping itu, katanya, kesempatan manjalang merupakan saat yang tepat bagi sang menantu mengambil hati mertua, karena keberadaan lelaki di Minang merupakan tonggak penerus tradisi keluarga. Seorang mertua akan merasakan kebahagian dan kebanggaan tersendiri bila menantu, anak dan cucunya tiba di rumah. Ditambah lagi bila rantang dan bungkusan sang menantu penuh makanan dan beragam kue. Kebahagian orang tua itu akan lebih penuh lagi, bila sang menantu

120 Bustamal Arifin, Uang Hilang Dalam Masalahnya Dalam Perkawinan Pariaman (Study

(38)

santun pada mertua, pandai melayani suami dan penyayang terhadap anaknya. Tak cukup sampai di situ, sang menantu pun harus rajin membantu mertua dan tidak boleh hanya duduk saja bersama suami dan anaknya. Ia menambahkan, sang ibu mertua biasanya akan berbasa-basi, kalau menantu jangan ikut menyiapkan, menghidangkan makanan dan minuman yang dibawa tadi untuk disantap bersama, padahal itu hanya untuk mencoba sampai di mana rasa hormat dan penghargaan terhadap mertua. Ujian lain yang harus diperhatikan seorang menantu adalah ia harus bersiap mencuci piring dan membersihkan semua bekas makanan bila telah selesai bersantap.121

3. Motivasi Pemberian Uang Jemputan Menurut Hukum Adat Pariaman

Uang jemputan sebagai persyaratan adat dalam perkawinan, bertujuan untuk menjemput laki-laki yang hendak dijadikan menantu. Sebagai persyaratan adat, uang jemputan merupakan simbolisasi dari seseorang yang berasal dari keturunan atas asal-usul yang jelas dan sebagai penghormatan kepadanya diberi uang jemputan.122

Pemberian uang jemputan dari orang tua perempuan kepada anak menantunya bertujuan untuk kebahagian dari anak dan menantu. Emas ataupun benda lainnya yang diberikan sebagai uang jemputan adalah hak milik dari kedua pengantin dan dapat digunakan sebagai modal dalam menjalan hidup berumah tangga nantinya. Barang-barang itu dapat digunakan secara bersama- sama dan untuk kepentingan bersama dalam keluarga baru itu.123

121Ibid,hlm 32

122Amir Sjarifoedin. Minangkabau dari dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam

(39)

Pada awalnya Pemberian uang jemputan ini, hanya berlaku bagi calon menantu yang bergelar Sutan, Bagindo dan Sidi, dimana ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis keturunan ayah, sekaligus dianggap keturunan bangsawan.124

Pada saat ini calon menantu yang akan diberi uang jemputan bukan berdasarkan gelar adat dan kebangsawan melainkan dari perkerjaan, kekayaan atau jabatan yang ia miliki. Sebagaimana juga dikemukakan Sri Meiyenti dan Syahrizal dalam hasil penelitiannya, yaitu besar kecilnya pembayaran uang atau barang untuk jemputan tergantung dari status sosial seorang laki-laki yang akan diambil menjadi menantu. Secara tradisional gelar kebangsawanan menjadi tolok ukur besar kecilnya jemputan. Kalau orangnya bergelarsidi, sutan,ataubagindojemputannya lebih besar dibandingkan dengan orang biasa karena orang ingin anak cucunya dialiri darah bangsawan. Sekarang cenderung bukan lagi gelar bangsawan yang menjadi ukuran tetapi status sosial lain yaitu gelar kesarjanaan seperti dokter, insinyur, sarjana lainnya dan lulusan perguruan tinggi terkemuka akan dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau baik karena kemapanan yang dimiliki.125

Perubahan pemikiran dalam pemberian uang jemputan ini dikarenakan adanya pemikiran orang secara rasional, untuk apa meminang menantu dengan harga tinggi, meskipun ia bergelar bangsawan, bila ia pengangguran, atau hanya pedagang kaki lima. Lebih baik “menjemput” menantu dari kalangan rakyat biasa tetapi sarjana dan

124Ibid

125Sri Meiyenti, dkk, Pandangan Perempuan TerhadapPerkawinan Bajapuik Di Pariaman

(40)

bekerja di kantor, sekalipun harus membayarnya dengan mobil. Pemilik modal merupakan orang yang mendapat peringkat tinggi dalam hal mahalnya uang

bajapuik.126

Perubahan pemikiran ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan hal yang menjadi maksud diadakan uang jemputan di masyarakat adat Pariaman sebagai berikut :

a. Alasan Perkawinan Bajapuik Pada Masyarakat Miangkabau Pariaman Di Kabupaten Padang Pariaman

Alasan masyarakat adat Minangkabau melaksanakan perkawinan bajapuik

berdasarkan angket penelitian yang diberikan kepada responden di wliayah penelitian mengatakan bahwa alasan melaksanakan adat merupakan alasan pokok bahwa masih dipertahankan atau dijalankanya adatbajapuik, sebagaimana dijelaskan di dalam tabel sebagai berikut :

Tabel IV

Alasan Responden Melakukan PerkawinanBajapuik n=24

Jawaban Responden Jumlah Presentase

Melaksanakan tradisi adat 15 63%

Doronganniniak mamak

serta keluarga anda

3 13 %

Keinginan anda sendiri 1 4%

Ingin mendapat kebanggan sosial di Masyarakat

3 12 %

Atau alasan lainya 2 8 %

Sumber : Data primer hasil koisioner yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan 4 Juni 2015

126

(41)

Dari tabel III diatas dapat terlihat bahwa alasan masyarakat adat Pariaman melaksanakan perkawinanbajapuikadalah untuk keinginan untuk melaksanakan adat yang telah turun-menurun. Sebagaiman terlihat pada tabel tersebut bahwa diantara 24 pasangan responden, 15 pasangan (63%) responden mengatakan bahwa bahwa alasan mereka melaksanakan perkawinanbajapuik adalah untuk melaksanakan adat istiadat yang telah menurun karena adat istiadat itu merupakan kebiasaan leluhurnya yang telah turun-menurun dari orang tuanya, dan masing 3 pasangan ( 12%) responden mengatakan karena doronganniniak mamakkarena mamak mempunyai peran penting dalam mengayomi kemanakanya seperti pepatah kaluang paku kacang balimbing, anak dipangku kemenakan dibimbing dan mendapat kebanggan sosial di masyarakat karena kebangaan sosial saat ini mempunyai pengaruh terhadap keluaraga serta dirinya di masyarakat terhadap stasus sosialnya, serta sisanya mengatakan karena keinginan sendiri sebanyak 1 pasangan karena ia merasa bahwa dengan adanya uang jemputan untuk membantu dirinya membuka usaha (4%) responden dan alasan lainya sebanyak 2 pasangan (8%) responden karena hanya menjalankan perintah orang tuanya saja .

b. Pemanfaatan Dan Tujuan Pemberian Uang Jemputan Masyarakat

Minangkabau Pariaman Di Kabupaten Padang Pariaman

(42)

menjalankan mahligai perkawinan mereka nantinya. Sehingga dapat memberikan kelancaran dari materi buat kenlanjutan pernikahan mereka.

Tabel V

Kemanfaatan Uang Jemputan Yang Diberikan Dalam PerkawinanBajapuikOleh Responden

n=24

Untuk hal lainya 7 29%

Sumber : Data primer hasil koisioner yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan 4 Juni 2015

Dari tabel IV diatas dapat terlihat bahwa kemanfaatan uang jemputan yang diberikan dalam perkawinan bajapuik merupakan sebagai modal kedua pasangan suami-isteri dalam menjalankan mahligai rumah tangga. Sebagaiman terlihat pada tabel tersebut bahwa diantara 24 pasangan responden, 12 pasangan (50%) responden mengatakan bahwa kemanfaatn uang jemputan itu digunakan sebagai modal mereka dalam menjalankan mahligai rumah tangga karena setelah menikah uang yang di dapat tersebut digunakan untuk modal usaha ataupun keperluan ruamah tangga, dan masing 5 pasangan (21%) responden mengatakan untuk modal pesta pernikahan karena uang yang didapat habis digunakan untuk keperluan pesta perkawinan, serta sisanya mengatakan untuk hal lainya sebanyak 7 pasangan (29%) responden untuk kebutuhan pribadi serta keluarga pihak laki-laki.

4. Perkembangan Pemberian Uang Jemputan

Perkembangan uang jemputan saat ini dalam pelaksanan perkawinan

(43)

yang baru yaitu pemberian uang hilang, segi motivasi pemberian uang jemputan, dari segi proses pemberiannya, dari segi status calon mempelai laki di Minangkabau saat ini, sebagaimana akan dijelaskan di sub bab ini.

a. Perkembangan Dari Subjek Yang Akan Diberi Uang Jemputan.

Pada umumnya bajapuik merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang minang dalam prosesi adat perkawinan, karena dalam sistem matrilineal posisi suami

urang sumandomerupakan orang datang. Oleh karena itu,datang karano dipanggia – tibo karano dianta(datang karena dipanggil-tiba karena diantar) diwujudkan kedalam bentuk prosesi bajapuik dalam perkawinan. Namun, di Pariaman prosesi ini diinterpretasikan kedalam bentuk tradisi bajapuik, yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti uang. Sehingga kemudian dikenal dengan uang japuik (jemputan).127

Saat ini yang menjadi dasar perkawinan bajapuik yakni perkerjaan, kekayaan status sebagaimana diuraikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel VI

Dasar Perkerjaan, Jabatan, Serta Status Social Menjadi Pertimbangan Besarnya Jumlah Pemberian Uang Jemputan Dalam Perkawinan Responden

`

n=24

Jawaban Responden Jumlah Presentase

YA menjadi dasar pemberian 20 83,3%

TIDAK menjadi dasar pemberian 2 8,3%

Sumber :Sumber : Data primer hasil koisioner yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan 4 Juni 2015

127

(44)

Dari tabel diatas terlihat bahwa yang menjadi dasar pemberian uang jemputan saat ini merupakan perkerjaan, kekayaan dan status sosial, yaitu ada 22 pasangan (83,3%) responden mengatakan bahwa iya bahwa perkerjaan, jabatan, serta status social menjadi pertimbangan besarnya jumlah pemberian uang jemputan oleh keluarganya untuk menikahi suaminya, agar ia bahagia dan berkecukupan dan 2 pasangan (16,6%) mengatakan tidak ada bahwa yang menjadi dasar pertimbangan besarnya jumlah pemberian uang jemputan bukanlah perkerjaan, kekayaan,dan status tapi dilihat dari status kebangaswanan dahulunya dalam adat dari gelar sutan, sidi, dan bagindoataupun dan dirinya hanya untuk menjalankan adat semata.

Berdasarkan jawaban responden sebagaimana sejalan dengan pertanyaan kuisioener pada Tabel V yaitu apakah dasar perkerjaan, jabatan, serta status social menjadi pertimbangan beasrnya jumlah pemberian uang jemputan dalam perkawinan responden, maka yang menjadi alasan respoden menjadikan perkerjaan, jabatan, kekayaan untuk menentukan besarnya jumlah uang jemputan, maka yang menjadi alasan tersebut dapat diuaraikan kedalam tabel sebagai berikut :

Tabel VII

Alasan Respoden Menjadikan Perkerjaan, Jabatan, Kekeyaan Dan Status Sosial Sebagai Dasar Pertimbangan Besarnya Jumlah Uang Jemputan Yang

Diberikan Dalam Perkawinan Respoden

n=24

Alasan Responden Jumlah Presentase

Karena ingin mendapat nilai pretise sosial atau kebangaan di lingkungannya

10 41,6 %

Karena ingin mendapat nilai plus ekonomi untuk membantu keluarga perempuan nantinya

8 33,3

Karena ingin hidup bahagia untuk dirinya dan anaknya dengan kemamapanan suami

8 33,3%

(45)

Dari tabel VI diatas dapat terlihat bahwa alasan respoden menjadikan . perkerjaan, jabatan, kekayaan dan status sosial untuk menentukan jumlah besarnya uang jemputan pada dasarnya adalah ingin mendapatkan nilai prestise sosial dan kebanggan di lingkungan masyakatnya. Sebagaiman terlihat pada tabel tersebut bahwa diantara 24 pasangan responden, 10 pasangan (41,6%) responden mengatakan ingin mendapat nilai prestise sosail dan kebanggan di masyrakatnya karena itu semua mempengaruhi penghargaan darinya serta keluarganya dilingkungan masyarakatnya, dan selanjutnya masing 8 pasangan (33,3%) responden mengatakan untuk nilai plus ekonomi dan ingin hidup bahagia karena ekonomi dapat membantu keluarganya serta meningkatkan usaha dari keluarga besarnya dan adanya suami yang mapan mampu memberikan kebahagian materil bagi dirinya serta keluarganya nantinya.

Secara teori tradisi bajapuik ini mengandung makna saling harga menghargai antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki. Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik, maka sebaliknya pihak perempuan dihargai dengan uang japuik

yang dilebihkan atau dinamakan dengan agiah jalang. Kabarnya, dahulu kala, pihak laki-laki akan merasa malu kepada pihak perempuan jika nilai agiah jalangnyalebih rendah dairpada nilai uang japuik yang telah mereka terima, tapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Makna saling menghargai inilah yang menjadi prinsip dasar dari tradisibajapuik.128

128Hasil wawancara dengan LKAAM Padang Pariaman Dt. AGA Rangkayo Mudo, Abdul

(46)

Prinsip menghargai ini dasari dari penghargaan status yang ia miliki dilihat dari gelar adat dan kebangsawanan seorang calon menantu di dalam keluarganya. Gelar adat berupa sutan, sidi dan bagindo merupakan acuan awal dari besar dan jumlah uang jemputan yang akan diberikan kepadanya.

Sekarang ini yang menjadi dasar pemberian uang jemputan merupakan bukan menghargai akan status adat laki-laki tapi lebih kepada timbal balik yang akan didapat dari seoarang calon menantu dari segi ekonomis untuk anaknya. Sehingga dalam perkembanganya yang menjadi acuan pemberian itu adalah , perkerjan, kekayaan serta jabatan yang dimiliki dalam lingkungan sosialnya. Kesemua itu bertujuan meningkat prestise sosial bagi mereka yang melaksanakan sebagaiman yang dinyatakan dalam penelitian Sri Maiyenti dan Syahrizal yaitu besar kecilnya pembayaran uang atau barang untuk jemputan tergantung dari status sosial seseorang laki-laki yang akan diambil menjadi menantu.129

b. Muncul Tradisi Baru Yang Berkembang Selain Uang Jemputan

Saat ini dalam proses pelaksanaan perkawinan bajapuik di Pariaman juga berkembang suatu tardisi yag juga berlangsung terus menerus yaitu berupa uang hilang/uang dapua. Uang hilang juga merupakan suatu persyaratan dalam pelaksanaan ini pemberian digantungkan kepda kesepakatan kedua belah pihak keluarga.

(47)

Timbulnya tradisi uang hilang ini, menurut Khairudin karena tradisi meminang bersal dari pihak perempuan, sehingga pria merasa dari pihak yang diminta/diharapkan kesedianya untuk menjadi orang sumando karena laki-laki/perjaka yang mempunyai status sosial dan mata pencarian tidak begitu banyak jumlahnya sedangkan gadis yang membutuhkan cukup banyak jumlahnya, maka berlakulah “prinsip ekonomi“ hukum penawaran dan permintaan. Maka pihak laki-laki pun “ membanting harga” karena banyaknya peminat. Disamping itu di dorong pula oleh faktor belas dendam dengan artian jika ia mempunyai anak gadis perlu menyaiapkan sejumlah uang untuk membeli calon menantunya, maka anak bujangnya dijual kepada pihak wanita yang berminat supaya pertandinganpodo.130

Uang hilang yang sudah diberikan kepada pihak laki-laki tidak dapat dikembalikan, apapun yang terjadi baik pada masa pra nikah maupun pasca nikah. Pihak perempuan tidak dapat menuntut pengembalian, jika pihak laki-laki membatalkan dan mengambil uang hilang.131Sedangkanuang japuik, dimana secara hukum adat, apabila ikatan pertunangan dibatalkan oleh salah satu pihak, maka pihak yang membatalkan ikatan pertunangan diharuskan membayar dana sebesar uang japuik atau disebut juga denganlipek tando(uang denda).132

130Kharirudinn, Dt Marajarelo, Mantan Ketua LKAAM Padang Pariaman sert Ketua MUI

Padang Pariaman sampai sekarang dan anggota DPRD Padang Pariaman 1971-1999 dan 2004-2009 di dalam pandangan tentang perkawinanbajapuikdalam makalahTradisi Uang Hilang Di Piaman Dari Aspek Adat Dan Syara

131 Hasil wawancara dengan LKAAM Padang Pariaman Dt. AGA Rangkayo Mudo, Abdul

Arif Gani 3 Maret 2015

132 Hasil wawancara dengan LKAAM Padang Pariaman Dt. AGA Rangkayo Mudo, Abdul

(48)

Saat ini perbedaan antara uang japuik dan uang hilang semakin samar, sehingga masyarakat hanya mengenal uang hilang (uang dapur) dalam tradisi

bajapuik. Biasanya uang hilang ini digunakan oleh pihak laki-laki-untuk membiaya resepsi pernikahan, seperti untuk biaya makanan, biaya pelaminan, tenda dan perangkat hiburan. Disamping itu, sebagian kecil disisihkan untuk membeli perhiasan untukagiah jalangsebagai barang yang akan diberikan kepada pihak perempuan dalam prosesi manjalang. Semakin tinggi status sosial seseorang, maka semakin banyak biaya resepsi pernikahanya. Dengan kondisi tersebut pada akhirnya status sosial dan status pendidikan mempengaruhi jumlah uang hilang yang akan diterima oleh pihak laki-laki. Sayangnya fenomena ini semakin berkembang dalam tradisi

bajapuik, sehingga tak mengherankan jika seorang yang status sosialnya tinggi akan dinilai dengan nilai uang hilang yang tinggi.

Disisi lain, tradisi bajapuik ini dinggap tidak bertentang dengan ajaran dalam islam yang mengaharuskan laki-laki membayar mahar kepada perempuan. Disamping melaksanakan tradisi bajapuik yang dianggap hanya sebagai hadiah perkawinan, masyarakat Pariaman tetap membayar mahar sesuai dengan ajaran islam.133

c. Dari Segi Motivasi Dan Tujuan Pemberian Uang Jemputan

Pada perkembangannya pemberian uang jemputan bergeser maknanya menjadi persoalan untung rugi dan hitung-hitungan secara ekonomis dalam perkawinan, ini menandakan bahwa uang jemputan yang diberikan dalam perkawinan

133Armaidi Tanjung, Kehidupan Bernagari di Kota Pariaman Bapeda Kota Pariaman

(49)

bajapuik telah berubah, apalagi pemberian uang jemputan ini juga disertai dengan uang hilang (uang dapur). Uang ini dimaksudkan sebagai pemberian bantuan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki untuk penyelenggaraan pesta, oleh karenanya tidak dikembalikan lagi dan menjadi milik laki-laki. Namun dalam perkembangannya kemudian uang dapur ini berubah bentuk menjadi mobil, sepeda motor, rumah, atau uang jutaan rupiah, yang jumlahnya lebih besar daripada uang japuik itu sendiri, dan tidak ada aturan yang mengatakan bahwa uang itu akan dikembalikan bila perkawinan tidak jadi dilangsungkan.134

Fenomena demikian mencerminkan telah terjadi pergeseran nilai. Dulu, budi dan nilai moral yang dikedepankan. Karena munculnya fenomena uang jemputan, nilai bergeser kepada yang bersifat kebendaan, materialistis; uang seakan-akan menentukan segala-galanya, termasuk bagi orangtua dalam mencarikan jodoh. Jika tidak punya uang untuk membayar uang hilang, besar kemungkinan dia tidak bakal dapat menantu yang diinginkan. Akibat kompetisi dalam mencari menantu, yaitu dengan cara berlomba-lomba memperbesar uang jemputan untuk suatu pernikahan, demi harga diri dan untuk sebuah rasa malu, para orangtua tidak segan-segan menggadaikan sawah-ladang untuk menyediakan uang hilang. Untuk orangtua yang mempunyai lebih dari satu anak perempuan, persoalan uang hilang semakin menjadi persoalan berat untuk dipikirkan.

134

Gambar

Tabel IJumlah Responden Menurut Masing-Masing Nagari
Tabel IIKelompok Umur Para Responden
Tabel IIIWaktu Pemberian Uang Jemputan
Tabel VKemanfaatan Uang Jemputan Yang Diberikan
+4

Referensi

Dokumen terkait

asumisen palveluissa annettava sosiaalipalvelu, jossa palvelunantaja järjestää sosiaalihuollon asiakkaalle hoitoa ja apua sovitulla tavalla 72 tukiasuminen asumisen

Oleh karena itu penulis tertarik untuk merancang sistem informasi dengan judul “ Pengembangan Sistem Informasi Rekam Medis Pada Puskesmas Gisting Berbasis Web ”

Pengaruh NPF terhadap Likuiditas yaitu semakin banyak pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat, maka semakin banyak juga kemungkinan pembiayaan yang macet ataupun

Kaitanya dengan penjelasan diatas, ketika masalah biaya menjadi satu kendala untuk melangsungkan perkawinan, ada sebuah alternatif bagi masyarakat untuk melakukan

[r]

Indeks Saham Syariah Indonesia adalah salah satu acuan bagi investor di pasar modal syariah dalam mengukur kinerja keseluruhan saham syariah di

Tujuan dan perumusan penelitian ilmiah ini untuk mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dengan menggunakan alat ukur yang disebut Balance Scorecard. Balance Scorecard sendiri

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) Pada Pohon Mangrove (Avicennia marina) di Perairan Karangsong,