• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengan Pasien Fraktur Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengan Pasien Fraktur Terhadap Penyembuhan Luka Di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat 2014"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Tinjauan Pustaka a) Definisi Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum, fraktur

adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan

sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang

akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi,

2012).

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi

mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks;

biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser (Apley & Solomon,

2012).

Fraktur cruris adalah terputusnya hubungan tibia dan fibula. Secara klinis

bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit,

pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen

tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2013).

(2)

Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan

kerusakan pada kulit di atasnya. b) Cedera tidak langsung berarti pukulan

langsung berada jauh dari lokasi benturan. c) Fraktur yang disebabkan kontraksi

keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2) Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan

trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai

keadaan berikut:

a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali dan progresif. b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai

akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,

lambat dan sakit nyeri. c)Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh

defesiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya

disebabkan oleh defesiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan

absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus-menerus (Suriadi,

2012).

(3)

a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b) Setelah

terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara

tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.

Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas

(terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

dengan ekstermitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c)

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). d)Saat

ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

e)Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera (Priyanta, 2010).

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi

(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung

pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-X pasien. Biasanya pasien

mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut (Priyanta, 2010).

(4)

a) Delayed union, Non-union atau mal-union tulang dapat terjadi, yang

menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi. Delayed union merupakan

kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang

untuk sembuh atau tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan

suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah

selang waktu 3-5 bulan. Non-union, disebut non-union apabila fraktur tidak

sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehinngga

terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi

tetapi dapat juga terjadi bersama infeksi yang disebut sebagai infected

pseudoartrosis. Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya,

tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan

atau menyilang, misalnya pada fraktur radius-ulna. b) Sindrom kompartemen

ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang

dissebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan

pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang

menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps.

Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf

yang mempersarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu

mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom

kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restiksi volume

yang ketat seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar

apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi

(5)

terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen

ekstremitas,dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas

dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan kadang-kadang kulit ekstremitas harus

dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut ini dievaluasi

sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia, dan paralisis.

Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak. c) Embolus lemak dapat timbul

setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat

pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis

yang menimulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus

lemak yang timbul setelsh patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru

dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas (Helmi, 2013).

2.5. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pada pasien dengan fraktur tibia secara umum, yaitu:

a)Profilaksis antibiotik. b) Debridemen dan fasiotomi. Pada kondisi akut dengan

pembengkakan hebat dilakukan fasiotomi untuk menghindari sindrom

kompartemen. c)Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi

eksterna.d) Penundaan penutupan. e) Penundaan rehabilitasi.

Antibiotik dimulai dengan segera. Dilakukan debridemen pada luka dan

luka dibersihkan seluruhnya. Cedera tingkat I Gustilo dapat ditutup dengan sangat

baikdan kemudian diterapi seperti pada cedera tertutup. Luka yang lebih berat

dibiarkan terbuka dan diperiksa setelah 3 hari. Jika perlu, selanjutnya dilakukan

(6)

Intervensi pada pasien fraktur tertutup secara ringkas, meliputi hal-hal

sebagai berikut:

a).Prioritas yang pertama adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak.

Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kontusio jaringan lunak yang

luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai. Bila ada

ancaman sindrom kompartemen,fasiotomi perlu segera dilakukan. b) Pemasangan

gips sirkuler, c) Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi interna, d) Terapi bedah

dengan pemasangan fiksasi eksterna (Helmi, 2013).

2.6. Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 2011).

luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ

tubuh lain (Kozie, 2010). Ketika luka timbul, beberapa akan muncul :

a)Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, b) Respon stres simpatis,

c) Perdarahan dan pembekuan darah, d) Kontaminasi bakteri, e)Kematian sel.

2.7. Perawatan Luka

Perawatan luka adalah pengkajian luka yang konfrehensif agar dapat

menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan

pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk penunjang perawatan luka

(7)

Perawatan luka akan tergantung pada jenis luka, berat ringannya luka,ada

tidaknya perdarahan dan risiko yang dapat menimbulkan infeksi. Prinsip

perawatan umum pada luka tipe umum, yaitu:

a) Mencuci tangan dengan menggunakan sabun atau larutan antiseptik, b) Segera

pantau luka kemungkinan ada benda asing dalam luka, c) Bersihkan luka dengan

antiseptik atau sabun antiseptik, bila lukanya dalam, bersihkan dengan normal

salin dari pusat luka ke arah keluar, setelah luka dibersihkan kemudian lakukan

irigasi luka dengan normal salin, d) Keringkan luka dengan kasa steril yang

lembut, e) Berikan antibiotik atau obat antiseptik yang sesuai, f)Tutup luka

dengan kasa steril dan paten, g) Tinggikan posisi area luka bila ada perdarahan

dan immobilisasi (Suriadi, 2012).

1. Fase penyembuhan luka

a) Fase inflamatory

Fase inflamatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir pada hari ke

3-4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah hemostasis dan pagositosis.

Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai

hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk

menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke

daerah luka yang dibatasinoleh sel darah putih untuk menyerang luka dan

menghancurkan bakteri dan debris.lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian

besar sel fagosit (makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkn faktor

angiogenesis yang merangsang pembentukkan anak epitel pada akhir pembuluh

(8)

b)Proliferative

Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke 21. Fibroblast

secara cepat mensintesis kolagen subtansi dasar. Dua subtansi ini membentuk

lapis-lapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi

luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka

(kapilarisasi tumbuh).jaringan baru ini disebut granurasi jaringan,adanya

pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah

c) Fase maturasi

Fase akhir penyembuhan, dimulai dari hari ke-21 dan dapat berlanjut

selama 1-2 tahun setelah luka. Kolagen yang ditimbun dalam luka diubah,

membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih jaringan. Kolagen baru

menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas

luka menjadi rata, tipis dan garis putih (Taylor, 2011).

Fase penyembuahan luka menurut Suriadi (2012) dibagi menjadi 4 (empat)

fase, yaitu :

a) Fase koagulasi

Pada fase koagulasi merupakan awal proses penyembuhan luka dengan

melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi

dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai hemostasis dan mencegah

perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi, agregasi, dan

degranulasi, pada sirkulasi platelet di dalam pembentukan gumpalan fibrin.

Kemudian suatu plethora mediator dan cytokin dilepaskan seperti transforming

(9)

endothelial growth factor (VEGF), platelet-activating factor (PAF), dan insulinike

growth factor-1 (IGF-1), yang akan mempengaruhi edema jaringan dan awal

inflamasi. VEGF, suatu faktor permeabilitas vaskuler, akan mempengaruhi

extravasasi protein plasma untuk menciptakan suatu struktur sebagai penyokong

yang tidak hanya mengaktifkan sel enditelial tetapi juga leukosit dan sel epitelial.

b) Fase inflamasi

Fase inflamasi mulainya dalam bebrapa menit setelah luka dan kemudian

dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini, sel-sel inflammatory

terkait dalam luka dan aktif melakukan pergerakan dengan lekosites

(polymorphonuclear leukocytes atau neutrophil). Yang pertama kali muncul

dalam luka adalah neutrophil, karena densitasnya lebih tinggi dalam bloodstrem.

Kemudian neutrophil akan mempagosit bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam

persiapan untuk jaringan baru. Kemudian dalam waktu yang singkat mensekresi

mediator vasodilatasi dan cytokin yang mengaktifkan fibroblast dan keratinocytes

dan mengikat macrophag ke dalam luka. Kemudian macrophag menpagosit

pathogen, dan sekresi cytokin, dan growth factor seperti fibroblast growth factors

(FGF), epidermal growth factors (EGF), vascular endothelial growth factors

(VEGF), tumor necrosis factors (TNF-alpa), interferon gamma (IFN-gamma), dan

interleukin-1 (IL-1), kimia ini juga akan merangsang infiltrasi, proliferasi dan

migrasi fibroblast dan sel endotelial (dalam hal ini, angiogenesis). Angiogenesis

adalah suatu proses dimana pembuluh-pembuluh kapiler darah yang baru mulai

tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya dalam fase

(10)

dengan superoxide yang merupakan senyawa penting dalam retensi terhadap

infeksi maupun pemberian isyarat oxidative dalam menstimulasi produksi growth

factor lebih lanjut. Dalam proses inflammatory adalah suatu perlawanan terhadap

infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan untuk

pertumbuhan sel-sel baru.

c. Fase proliferasi

Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka akan

cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi proses granulasi dan

kontraksi. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam

luka, pada fase ini macrophag dan lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel

predominan mengalami proliferasi dan migrasi termasuk sel epitelial, fibroblast,

dan sel endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen dan

faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi epitelialisasi

dimana epidermal yang mencakup sebagian besar keratinocytes mulai bermigrasi

dan mengalami stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi

barrier epidermis. Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga

meningkatkan produksi extraseluler matrik (promotes-extracelluler matrix atau

disingkat ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor

pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada fase proliferasi

fibroblast adalah merupakan elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan

berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama rekonstruksi

jaringan. Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak.

(11)

angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru

tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulation tissue). Secara klinis akan

tampak kemerahan pada luka.

Kemudian pada fase kontraksi luka, kontrkasi disini adalah berfungsi

dalam memfasilitasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy (1969) kontraksi

adalah merupakan peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya penutupan

luka pada luka terbuka. Kontaksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil

dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil

atau menyatu.

d. Fase remodeling atau maturasi

Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen

hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan

untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan.

Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal

kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka.

Kolagen menjadi unsur yang utama pada matrik. Sebarut kolagen menyebar

dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong pemulihan

jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar tergantung pada sintesis

(12)

2.8. Nutrisi dalam Perawatan Luka

Nutrisi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Kita ketahui

bahwa status nutrisi pada seseorang adalah faktor utama yang mempengaruhi

proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang mengalami injury atau luka berarti terjadi gangguan

kontinuitas dan struktur pada jaringan tubuh. Dengan demikian diperlukan

perbaikan untuk menjaga agar struktur dan fungsi jaringan tubuh yang mengalami

gangguan dapat kembali seimbang atau tidak mengalami komplikasi lain.

Pada proses perbaikan jaringan akibat luka akan mengalami beberapa proses

yaitu inflamasi, fibroblast dan maturasi atau remodeling. Pada proses ini sangat

dibutuhkan nutrisi yang adekuat. Kebutuhan nutrisi yang bibutuhkan, yaitu:

a).Protein, Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan proliferasi fibroblast,

neoangiogenesis, sintesis kolagen dan remodeling pada luka dikarenakan adanya

kekurangan protein. Selain itu, juga mempengaruhi mekanisme kekebalan, fungsi

leukosit seperti pagositosis. b) Karbohidrat, Karbohidrat dibutuhkan untuk suplai

energi seluler. c)Vitamin A, Vitamin A diperlukan untuk sintesis kolagen dan

epitelialisasi. d) Vitamin C, Vitamin C berguna untuk sintesis kolagen dan

meningkatkan retensi terhadap infeksi. e) Vitamin K, Vitamin K untuk sintesis

protrombin dan beberapa faktor pembekuan darah yang diperlukan untuk

mencegah perdarahan yang berlebihan pada luka. f) Zat besi, Zat besi berguna

dalam sintesis kolagen, sintesis hemoglobin dan mencegah iskemik pada jaringan.

(13)

sel-sel darah merah. h) Zinc, Pada jaringan membantu sintesis protein dan pada

luka berperan dalam sintesis kolagen (Hartono, 2011).

2.9. Fisiologis Penyembuhan Luka

2.10.1.Proses penyembuhan luka menurut Alimul ada 4 tahap, yaitu:

1. Inflamasi Akut Terhadap Cedera (0-3)

a) Hemostasis

Vasokonstriksi sementara dari pembuluh darah yang rusak terjadi pada

saat sumbatan trombosit dibentuk dan diperkuat juga oleh serabut fibrin untuk

membentuk sebuah bekukan.

b) Respons jaringan yang rusak

Jaringan yang rusak dan melepaskan histamin dan mediator lain, sehingga

menyebabkan vasodilitasi dari pembuluh darah sekeliling yang masih utuh

sehingga meningkatnya penyediaan darah dari daerah tersebut, sehingga menjadi

merah dan hangat. Permeabilitas kapiler-kapiler darah meningkat dan cairan yang

kaya akan protein akan mengalir ke dalam spasium interstisial, menyebabkan

edema lokal dan mungkin hilangnya fungsi diatas sendi tersebut. Leukosit

polimorfonuklear (polimorf) dan makrofag mengadakan migrasi ke luar dari

kapiler dan masuk kedalam daerah yang rusak sebagai reaksi terhadap agens

kemotaktik yang akan dipacu oleh adanya cedera.

Fase ini merupakan bagian yang esensial dari proses penyembuhan dan

tidak ada upaya yang dapat menghentikan proses ini, kecuali jika proses ini terjadi

(14)

(misalnya luka bakar pada leher). Meski demikian, jika hal tersebut diperpanjang

oleh adanya jaringan yang mengalami devitalisasi secara teru menerus,adanya

benda asin, pengelupasan jaringan yang luas, trauma kambuhan, atau oleh

penggunaan yang tidak bijaksana preparat tropikal untuk luka, seperti antiseptik,

antibiotik, atau krim asam, sehingga penyembuhan di perlambat dan kekuatan

regangan luka menjadi tetap rendah. Sejumlah besar sel tertarik ketempat tersebut

untuk bersaing mendapatkan gizi yang tersedia. Inflamasi yang terlalu banyak

dapat menyebabkan granulasi berlebihan pada fase III dan dapat menyebabkan

jaringan parut hipertofik. Ketidaknyamanan karena edema dan denyutan pada

tempat luka juga jadi berkepanjangan.

c) Fase Destruktif (1-6 hari)

Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan

bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan

bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan

penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaab sel tersebut. Meski demikian,

penyembuhan berhenti bila mikrofag megalami deaktivasi. Sel-sel tersebut tidak

hanya mampu menghancurkan bakteri dan mengeluarkan jaringan yang

mengalami devitalisasi serta fibrin yang berlebihan, tetapi juga mampu

merangsang pembentukan fibroplas, yang melakukan sintesa struktur protein

kolagen dan menghasilkan sebuah faktor yang dapat merangsang angiogenesis.

Polimorf dan makrofag mudah dipengaruhi oleh turunnya suhu pada

tempat luka, sebagaimana yang dapat terjadi bilamana sebuah luka yang basah

(15)

Aktivitas mereka dapat juga dihambat oleh agens kimia, hipoksia, dan juga

perluasan limbah metabolik yang disebabkan karena buruknya perfusi jaringan.

d) Fase Proliferatif (3-24 hari)

Fibrolas meletakkan sustansi dasar dan serabut-serabutkolagen serta

pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Begitu kolagen diletakkan, maka

terjadi peningkatan yang cepat pada kekuatan regangan luka. Kapiler-kapiler

dibentuk oleh tunas endotelial suatu proses yang disebut angiogenesis. Bekuan

fibrin yang dihasilkan pada fase I dikeluarkan begitu kapiler baru menyediakan

enzim yang diperlukan. Tanda-tanda inflamasi mulai berkurang. Jaringan yang

dibentuk dari gedung kapiler baru, yang menopang kolagen dan substansi dasar,

disebut jaringan granulasi karena penampakannya granuler. Warnanya merah

terang.

Gelung kapiler baru jumlahnya sangat banyak dan rapuh serta mudah

sekali rusak karena penanganan yang kasar,misalnya menarik balutan yang

melekat. Vitamin C penting untuk sintesis kolagen. Tanpa vitamin C, sintesis

kolagen berhenti, kapiler darah baru rusak dan mengalami perdarahan, serta

penyembuhan luka terhenti. Faktor sistemik lain yang dapat memperlambat

penyembuhan pada stadium ini termasuk defisiensi besi, hipoproteinemia, serta

hipoksia. Fase proliferatif terus berlangsung secara lebih lambat seiring dengan

bertambahnya usia.

e) Fase Maturasi (24-365 hari)

Epitelialisasi, kontraksi, dan reorganisasi jaringan ikat: Dalam setiap

(16)

sisa-sisa folikel rambut, serta glandula sebasea dan glandula sudorifera, membelah

dan memulai bermigrasi diatas jaringan granula baru. Karena jaringan tersebut

hanya dapat bergerak diatas jaringan yang hidup, maka mereka lewat dibawah

eskar atau dermis yang mengering. Apabila jaringan tersebut bertemu dengan

sel-sel epitel lain yang juga mengalami migrasi, maka mitosis berhenti, akibat

inhibibisi kontak. Kontraksi luka disebabkan karena miofibrolas kontraktil yang

membantu menyatukan tepi-tepi luka. Terdapat suatu penurunan progresif dalam

vaskularitas jaringan parut, yang berubah dalam penampilanya dari merah

kehitaman menjadi putih. Serabut-serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan

kekuatan regangan luka meningkat.

Luka masih sangat rentan terhadap luka trauma mekanis (hanya 50%kekuatan

regangan normal dari kulit diperoleh kembali dalam tiga bulan pertama).

Epitelialisasi terjadi sampai tiga kali lebih cepat di lingkungan yang lembab

(dibawah balutan oklusif atau balutan semipermeabel) daripada dilingkungan

yang kering. Kontraksi luka biasanya merupakan suatu fenomena yang sangat

membantu, yakni menurunkan daerah permukaan luka dan meninggalkan jaringan

parut yang relatif kecil, tetapi kontraksi berlanjut dengan buruk pada daerah

tertentu, seperti diatas tibia, dan dapat menyebabkan distorsi penampilan pada

cedera wajah. Kadang, jaringan fibrosa pada dermis menjadi sangat hipertofi,

kemerahan,dan menonjol, yang pada kasus ekstrim menyebabkan jaringan parut

(17)

2.10.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka 1. Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

a). Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah

yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel. b) Anemia, memperlambat

proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein

yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin

dalam darah akan mengalami proses penyembuhan yang lebih lama. c) Usia,

kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau

kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuan dapat menurunkan

sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.

d) Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit

seperti diabetes militus dan ginjal dapat memperlambat proses penyembuhan luka

(Alimul,2009).

2.11.Komplikasi penyembuhan luka

1. Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehischense dan

eviscerasi (Taylor,2010).

a) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat terauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam

2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulen,

peningkatan drainase, nyeri, kemerahan, dan bengkak disekeliling luka,

(18)

b) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku

dalam garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing

(seperti drain). Hipovolemi mungkin tidak cepat ada tanda.

c) Dehiscense dan eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.

Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah

keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan,

kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,

muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.

Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di

daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup

dengan balutan steril yang benar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan

untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2.12.Faktor-Faktor yang Memperlambat Penyembuhan

2.13.1. Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka (Morison, 2012).

a) Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia

Luka dengan suplai darah yang buruk sembuh dengan lambat. Jika

faktor-faktor yang esensial untuk penyembuhan, seperti oksigen, asam amino, vitamin

dan mineral, sangat lambat mencapai luka karena lemahnya vaskularisasi, maka

penyembuhan luka tersebut akan terhambat, meskipun pada pasien-pasien yang

nutrisinya baik. Beberapa area tubuh, seperti wajah, mempunyai suplai darah yang

(19)

seperti kulit diatas tibia, merupakan daerah yang buruk suplai darahnya, sehingga

trauma yang minimal sekalipun, dapat menyebabkan ulkus tungkai yang sulit

ditangani pada beberapa pasien. Tepian luka yang sedang tumbuh merupakan

suatu daerah yang aktivitas metaboliknya sangat tinggi. Dalam hal ini, hipoksia

menghalangi mitosis dalam sel-sel epitel dan fibrolast yang bermigrasi, sintesa

kolagen, dan kemampuan makrofag untuk menghancurkan bakteri yang tercerna.

Meskipun demikian, bilamana tekanan parsial oksigen pada tempat luka rendah,

maka makrofag memproduksi suatu faktor yang dapat merangsang angiogenesis.

Dengan merasangsang pertumbuhan kapilr-kapiler darah yang baru, maka

masalah lokal hipoksia dapat diatasi.

b) Dehidrasi

Jika luka terbuka dibiarkan terkena udara, maka lapisan permukaannya

akan mengering. Sel-sel epitel pada tepi luka bergerak ke bawah, di bawah lapisan

tersebut, sampai sel-sel tersebut mencapai kondisi lembab yang memungkinkan

mitosis dan migrasi sel-sel untuk menembus permukaan yang rusak. Waktu yang

panjang akibat membiarkan luka itu mengering mengakibatkan lebih banyak

jaringan yang hilang dan menimbulkan jaringan parut, yang akhirnya dapat

menghambat penyembuhan. Jika sebuah luka dipertahankan tetap lembab di

bawah pembalut semipermeabel atau pembalut oklusif, maka penyembuhan dapat

terjadi jauh lebih cepat. Tetapi pada beberapa kasus, pemajanan lika pada udara

(20)

c) Eksudat berlebihan.

Terdapat suatu keseimbangan yang sangat halus antara kebutuhan akan

lingkungan luka yang lembab, dan kebutuhan untuk mengeluarkan eksudat

berlebihan yang dapat mengakibatkan terlepasnya jaringan. Eksotoksin dan sel-sel

debris yang berada di dalam eksudat dapat memperlambat penyembuhan dengan

cara mengabadikan respons inflamasi.

d) Turunnya temperatur

Aktivitas fagositik dan aktivitas mitosis secara khusus mudah terpengaruh

terhadap penurunan temperatur pada tempat luka. Kira-kira dibawah 280C,

aktivitas leukosit dapat turun sampai nol. Apabila luka basah dibiarkan terbuka

lama pada saat mengganti balutan, atau saat menunggu pemeriksaan dokter, maka

temperatur permukaan dapat menurun sampai paling rendah 120C. Pemulihan

jaringan ke suhu tubuh dan aktivitas mitos sempurna, dapat memakan waktu

sampai 3 jam.

e) Jaringan nekrotik, krusta yaang berlebihan, dan benda asing

Adanya jaringan nekrotik dan krusta yang berlebihan di tempat luka dapat

memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi klinis.

Demikian juga, adanya segala bentuk benda asing, termasuk bahan-bahan jahitan

dan drain luka. Oleh karena itulah maka sangat penting untuk mengeluarkan

kontaminan organik maupun anorganik secepat mungkin tetapi dengan trauma

(21)

f) Hematoma

Dimana sebuah luka telah ditutup secara bedah, baik dengan jahitan

primer, graft kulit, ataupun dengan pemindahan flap jaringan, maka penyebab

penting dari terlambatnya penyembuhan adalah terjadinya hematoma.

g) Trauma dapat berulang

Pada sebuah luka terbuka, trauma mekanis dengan mudah merusak

jaringan granulasi yang penuh dengan pembuluh darah dan mudah pecah,

epitelium yang baru saja terbentuk dan dapat menyebabkan luka sehingga

kembali ke keadaan fese penyembuhan tertentu yaitu fase respons inflamasi akut.

Trauma berulang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Jika seorang pasien

penderita dekubitus ditempatkan dengan bagian yang sakit diatas tempat tidur atau

di sebuah kursi, maka kemudian tenaga tekanan yang terjadi, robekan, dan

gesekan, dapat meyebabkan kerusakan lapisan kulit diatasnya, yang tak dapat

dihindarkan sehingga dapat merusak penyembuhan jaringan yang masih sangat

lunak, sehingga luka justru akan bertambah besar. Trauma juga dapat disebabkan

oleh pelepasan balutan yang kurang hati-hati. Bahkan pada saat dilakukan

perawatan yang baik sekalipun, beberapa trauma terhadap luka luka masih sangat

mungkin terjadi jika digunakan kasa yang ditempelkan langung pada permukaan

luka, sehingga lengkung kapiler darah tumbuh melalui rajutan serat kapas yang

ada pada kapas dan dapat terobek pada saat balutan itu dilepaskan. Banyak

balutan yang seharusnya hanya memiliki daya rendah, dapat merekat erat pada

(22)

eksudat dan luka itu mengering. Perdarahan luka saat pelepasan balutan adalah

tanda trauma yang jelas.

2.13.2.Faktor-faktor patofisiologi umum

a) Penurunan suplai oksigen

Oksigen memaainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen,

kapiler-kapiler baru, dan perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi. Jumlah

oksigen yang dikirimkan untuk sebuah luka tergantung pada tekanan parsial

oksigen di dalam darah, tingkat perfusi jaringan, dan volume darah total.

Penurunan pasokan oksigen terhadap luka dapat disebabkan oleh:

b) Gangguan respirasi.

Penurunan efisiensi pertukaran gas dalam paru-paru, karena penyebab

apapun, dapat menyebabkan penurunan tekanan parsial oksigen (pO2) di dalam

darah dan akhirnya terjadi penurunan ketersediaan oksigen untuk jaringan.

c) Gangguan kardiovaskuler.

Hal ini dapat mengurangi tingkat perfusi jaringan. Hal tersebut secara

khusus bermakna pada saat sirkulasi perifer terganggu, seperti pada diabetes

melitus dimana terdapat mikroangiopati serta pada artitis reumatoid dimana

terdapat artritis, atau dimana terdapat kerusakan katup pada vena-vena profunda

dan vena yang mengalami perforasi sehingga menyebabkan hipertensi vena kronik

(23)

d) Anemia.

Apapun penyebabnya, di dalam anemia terdapat penurunan kapasitas

darah yang mengangkut oksigen. Secara khusus, hal tersebut sangat penting

apabila dihubungkan dengan hipovolemia akibat perdarahan.

e) Hemoragi.

Untuk mempertahan tekanan darah dan suplai darah yang adekuat ke

jantung, otak, dan organ-organ vital lainnya, maka vasokonstriksi perifer dapat

mengiringi perdarahan besar. Tingkat penutupan perifer akan bergantung pada

beratnya kehilangan darah. Turunnya suplai darah perifer dapat menyebabkan

terlambatnya penyembuhan sampai volume darah dipulihkan kembali. Secara

normal, hal tersebut merupakan suatu fenomena sesaat saja, tetapi nekrosis

jaringan sudah dapat terjadi selama waktu itu.

f) Malnutrisi

Baik luka tersebut merupakan luka traumatis, luka akibat tindakan salah

satu dari penyebab terbanyak terlambatnya penyembuhan adalah malnutrisi.

Beberapa studi mengenai insidens malnutrisi pada pasien-pasien lansia yang

dirawat di rumah sakit, orang-orang dengan kecacatan mental, dan mereka dengan

penyakit mental menunjukkan bahwa defisiensi vitamin dan mineral bukanlah hal

yang tidak mungkin pada kelompok yang rentan ini, tetapi masalah status nutrisi

yang buruk tidak saja terjadi pada pasien-pasien dengan perawatan di rumah sakit

yang lama.Kebutuhan protein dan kalori pasien hampir pasti menjadi lebih tinggi

(24)

Asam amino diperlukan untuk sintesis protein yang berperan di dalam

respons imun. Pada stadium awal setelah luka yang besar, berbagai sistem

endokrin dan sistem saraf mengadakan reaksi terhadap cedera yang kemudian

memicu proses-proses katabolik yang merusak jaringa tubuhnya sendiri untuk

menyediakan bahan-bahan yang diperlukan bagi proses perbaikan yang sifatnya

segera. Pasien-pasien dengan luka bakar atau trauma berat, dapat menderita

pelisutan otot yang dramatis dan kehilangan berat badan yang cepat, hanya dalam

bebrapa hari saja. Penggantian protein, kalori, elektrolit, dan cairan merupakan

komponen pengobatan awal yang sangat vital. Bahkan pada luka terbuka yang

kronik, seperti dekubitus, protein dalam jumlah yang signifikan dapat juga hilang

dalam eksudat. Defisiensi protein tidak hanya memperlambat penyembuhan,

tetapi juga mengakibatkan luka tersebut sembuh dengan kekuatan regangan yang

menyusun.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya dehiscnce pada pasien gemuk

dengan luka laparotomi atau menyebabkan cepat hancurnya dekubitus yang baru

saja sembuh hanya akibat trauma kecil saja. Masukan dan absorpsi yang cukup

vitamin dan mineral tertentu yang cukup juga diperlukan untuk penyembuhan

yang optimal. Vitamin C diperlukan untuk sintesa kolagen. Radang urat saraf

(Scurvy) diaggap sebagai suatu fenomena yang tidak bisa saat ini, tetapi

kebanyakan lansia memperlihatkan tanda-tanda dini defisiensi vitamin C, baik

karena kemiskinan, kesulitan untuk pergi berbelanja atau kesulitan di dalam

makan buah-buahan dan sayuran segar karena pemasangan gigi palsu yang tidak

(25)

g) Penurunan daya tahan terhadap infeksi

Penurunan daya tahan terhadap infeksi, seperti pada pasien-pasien dengan

gangguan imun, diabetes, atau infeksi kronis, akan memperlambat penyembuhan

karena berkurangnya efisiensi sistem imun. Infeksi kronis juga mengakibatkan

katabolisme dan habisnya timbunan protein, yang merupakan sumber-sumber

endogen infeksi luka yang pernah ada.

h) Pengaruh fisiologis dari proses penuaan

Terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik

kulit sepanjang rentang kehidupan yang disertai dengan perubahan fisiologis

normal berkaitan dengan usia yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang dapat

mempengaruhi predisposisi terhadap cedera dan efisiensi mekanisme

penyembuhan luka. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan

suatu barrier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitu juga

dengan efisiensi imun, sistem kardiovaskular, dan sistem respirasi, yang

memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Sistem tubuh yang berbeda

“tumbuh” dengan kecepatan yang berbeda pula, tetapi lebih dari usia 30 tahun

mulai terjadi penurunan yang signifikan dalam beberapa fungsinya, seperti

penurunan efisiensi jantung, kapasitas vital, dan juga penurunan efisiensi sistem

imun, yang masing-masing masalah tersebut ikut mendukung terjadinya

kelambatan penyembuhan seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat juga

perubahan-perubahan signifikan dan normal, yang berhubungan dengan usia,

terjadi pada kulit dan cenderung menyebabkan cedera seperti dekubitus dan

(26)

dengan bertambahnya usia meliputi penurunan dalan frekuensi penggantian sel

epidermis, respons inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis,

dan fungsi barrier kulit.

2.13.3.Faktor-faktor psikososial

Pasien dalam keadaan cemas, efisiensi sistem imun pesien tersebut jauh

menurun dan secara fisiologis paien kurang mampu menghadapi setiap gangguan

patologis.

a) Pengaruh yang merugikan dari terapi lain

Obat-obat sitotoksik, radioterapi, dan terapi steroid dalam beberapa keadaan,

dapat memperlambat penyembuhan luka. Obat-obat sitotoksik seperti vinkristin

mempunyai pengaruh yang sangat kentara pada penyembuhan luka karena obat

tersebut menggangu proliferasi sel. Terapi steroid jangka panjang juga dapat

memperlambat penyembuhan, tetatpi hanya selama fase inflamasi dan fase

proliferatif, yaitu dengan cara menekan multiplikasi fibroblas dan sistem kolagen.

Obat-obaat anti inflamasi non-steroid tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak

begitu penting terhadap penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal.

b) Penatalaksanaan luka yang tidak tepat

Gagal mengidentifikasi penyebab yang mendasari sebuah luka atau gagl

untuk melakukan identifikasi masalah lokal di tempat luka, penggunaan antiseptik

yang tidak bijaksana, penggunaan antibiotik topikal yang kurang tepat, dan

ramuan obat perawatan luka lainnya, serta teknik pembalutan luka yang kurang

(27)

Menurut Moya J. Morison (2012) banyak faktor yang dapat

mempengaruhi penyembuhan luka. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi ke dalam

faktor yang ada hubungan dengan pasien (intrinsik) seperti kondisi-kondisi yang

kurang menguntungkan pada tempat luka, dan faktor dari luar (ekstrinsik), seperti

pengolahan luka yang kurang tepat dan efek-efek terapi lainnya yang tidak

menguntungkan. faktor-faktor yang memperlambat penyembuhan meliputi :

2.13.4.Faktor-faktor Intrinsik :

Faktor-faktor lokal yang merugikan pada tempat luka, faktor-faktor lokal

merugikan di tempat luka yang dapat memperlambat penyembuhan miliputi

hipoksia, dehidrasi, eksudat yang berlebihan, turunnya temperatur, jaringan

nekrotik, krusta yang berlebihan adanya benda asing dan trauma yang berulanf.

a) Faktor-faktor Patofisiologi Umum:

Sejumlah kondisi medis berhubungan dengan buruknya penyembuhan

luka. Mekanisme pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap penyembuhan luka,

sering kali kompleks, tetapi beberapa kelambatan penyembuhan luka terjadi

akibat kurang tersedianya subtansi-subtansi yang diperlukan untuk proses

penyembuhan luka, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan mineral

2.13.5.Faktor ekstrinsik

a) Obat-obat Sitotoksik, sepert vinkristin mempunyai pengaruh yang sangat

kentara pada penyembuhan luka karena obat tersebut mengganggu proliferasi sel.

b) Terapi Steroid Jangka Panjang, dapat memperlambat penyembuhan tetapi

hanya selama fase inflamasi dan fase proliferansi, yaitu dengan cara menekan

(28)

tampaknya mempunyai pengaruh yang tidak begitu penting terhadap

penyembuhan luka dalam dosis terapeutik normal. c) Radioterapi, apabila

digunakan dalam pengobatan penyakit keganasan dapat menghasilkn kerusakan

lokal, dapat memperlambat penyembuhan, dan juga dapat

menyebabkankelemahan yang berkepanjangan di dalam jaringan, khususnya pada

jaringan kulit. d) Penatalaksanaan luka yang tidak tepat. e) Gagal mengkaji secara

akurat dan gagal untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat

menyebabkan terlambatnya penyembuhan. f) Teknik pembalutan luka yang

kurang hati-hati. g) Pemilihan produk-produk perawatan luka yang kurang sesuai

atau justru berbahaya. h) Mengganti tatacara pembalutan sebelum mempunyai

cukup waktu untuk menjadi balutan tersebut efektif. i) Gagal membuat gambaran

penyembuhan dan gagal mengevaluasi efektifitas program pengobatan. j)

Perilaku negatif terhadap penyembuhan.

2.14. Riset Fenomenologi.

Menurut Davis (1979), Riset fenomenologi mengamanatkan peneliti untuk

akrab dengan peserta riset dan lingkungan nya. Maka akan ada beberapa harapan

tentang apa yang akan ditemukan dalam mempelajari serta dan pengalamannya.

Peserta menghasilkan realita pengalaman tanpa hipotesa atau firasat sebelumnya

yang ditetapkan untuk mengarahkan apa yang harus ditemukan.

Menurut Omery (1983), dalam riset fenomenologi ini peneliti bertindak

sebagai papan tulis yang bersih, bersedia untuk menulis suatu bab baru tentang

pengetahuan yang dicari

(29)

Fenomenologi adalah cabang filosofi yang menkankansubyektivitas

pengalaman manusia. Sewaktu digunakan sebagai dasar filosofis dalam riset,

fenomenologi mengamanatkan bahwa data ilmiah dihasilkan dengan mempelajari

informasi yang diharapkan dari perspektif peserta riset (Brockopp dan Tolsma,

1999).

Pendekatan.

Peneliti yang menggunakan pendekatan riset fenomenologi menaruh

perhatian terhadap totalitas pengalaman manusia. Hal ini meliputi semua nuansa

pengalaman yang diberikan.

Langkah-langkah dalam proses riset fenomenologi.

Riset fenomenologi didasakan pada filsafat fenomenologi yang mencoba

untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah situasi.

Jika situasi ini dijadikan lingkungan riset, beberapa lankah-langkah dalam proses

riset jenis ini harus dilakukan.

Peserta riset harus menyampaikan suatu atau serangkaian pengalamannya kepada

peneliti.

a) Peneliti tersebut berupaya menterjemahkan pengalaman yang disampaikan

tersebut kedalam pemahaman pengalaman peserta. b) Peneliti kemudian memecah

pengalaman ini menjadi konsep mendasar yang menjadi tema pengalaman

tersebut. c) Peneliti kemudian menyampaikan pemahannya kepada khalayak

dalam bentuk tulisan sehingga khalayak ini dapat menghubungkan pengalaman

(30)

Karena secara potensial sejumlah besar data yang akan dikumpulkan dan

dianalisa, risetfenomenologi biasanya berdasarkan pada sejumlah kecil individu.

Perhatikan bahwa riset jenis inididasarkan pada pengalaman orang lain dan

biasanya membutuhkan pelatihan khusus sebelum penelitian dapat membuat

Referensi

Dokumen terkait

Proses, Prosedur Pelatihan dan Pengembangan SDM dan Keterkaitannya dengan Fungsi-Fungsi MSDM. Analisis Kebutuhan

Hasil analisis data percakapan pembeli dengan penjual sayuran di pasar Karya Nugraha kota Baubau yaitu (1) berdasarkan deskripsi tindak tutur dalam bertransaksi; (2)

diperoleh nilai P value = 0,000 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara Perilaku siswa tentang oral hygiene dengan karies gigi di SDN Ketanggan 01 Kecamatan

Bersumber dari Masyarakat, yaitu masyarakat menyepakati sesuatu yang dianggap baik dan luhur, kemudian dijadikan pedoman dalam bertingkah laku.. Misalnya kesopanan dan

 Word of mouth – tdk dpt mengandalkan penyebaran informasi mengenai kesempatan kerja dari mulut ke mulut jk karyawan tsbt adalah semua kaum putih, atau semua wanita, atau

Minat terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan sosial atau membantu orang lain. Misalnya

Seperti yang kita ketahui bahwa perbedaan pendapat itu adalah hal yang wajar yang akan selalu kita hadapi dalam hidup ini, permasalahannya bagaimanakah sikap, tindakan

Cara menumbuhkan rasa engagement employe antara lain, memastikan karyawan: 1.) Memahami bagaimana departmen mereka berkontribusi pada kesuksesan? 2.) melihat bagaimana upaya