• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AGAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM AGAMA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

AGAMA DAN MASYARAKAT

KELOMPOK 8

NAMA :

1. SALAFUL HANIF ANWAR (2014051560) 2. REZA PRATAMA (2014051473) 3. NANI SURYANI (2014050825) 4. RAHMAT RUSTANTIO (2014050155) 5. NIMAS MASRUROH (2014051207)

FAKULTAS MANAJEMEN

UNIVERSITAS PAMULANG

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa ada halangan apapun yang berarti. Makalah ini berjudul “AGAMA DAN MASYARAKAT” sebagai tugas,makalah yang kami buat ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pembaca tentang pemahaman agama dan masyarakat.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ust. Taifuqurrahman Bedowi yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pemahaman tentang pengertian Islam dan Ilmu Pengetahuan.Terima kasih pula kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami telah berupaya menyempurnakan maklah ini, namun seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak” maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Ust. Taifuqurrahman Bedowi serta teman-teman dan orang lain yang mau meluangkan waktunya untuk menyimak isi dari makalah ini agar kedepannya kami mampu lebih baik lagi, kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tangerang , 28 Juni 2014

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).

Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan judul makalah penulis yaitu “Agama dan Masyarkat“ maka penulis menarik beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :

1. Dasar pembentukan keluarga dan Islam 2. Tunangan, pernikahan dan perceraian 3. Pembentukan masyarakat Islam

 Pengertian masyarakat Islam

 Masyarakat Madani

 Ciri-ciri masyarakat Islam C. TUJUAN

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. DASAR PEMBENTUKAN KELUARGA DALAM ISLAM

Perkawinan dari sudut pandang Islam merupakan sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung karunia yang besar dan hikmah yang agung. Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita (yang secara fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan dari perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan.

Islam telah memerintahkan dan mendorong untuk melakukan pernikahan. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra yang berkata bahwasanya Rosulullah SAW bersabda :

"Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah mampu memikul beban, maka hendaklah ia kawin, karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga ke’hormatan’, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan puasa itu dapat menjadi perisai"

Dari pertemuan antara wanita dan pria inilah kemudian muncul hubungan yang berkait dengan kemaslahatan mereka dan kemaslahatan masyarakat tempat mereka hidup dan juga hubungannya dengan negara. Hal ini mengingat ciri khas pengaturan Islam ( syariat Islam ) atas manusia selalu mengaitkannya dengan masyarakat dan negara. Sebab definisi dari masyarakat sendiri adalah ‘ Kumpulan individu ( manusia ) yang terikat oleh pemikiran, perasaan dan aturan ( sistem ) yang satu ( sama )’5). Hal ini berarti dalam sebuah masyarakat mesti ada interaksi bersama antar mereka yang terjadi secara terus menerus dan diatur dalam sebuah aturan yang fixed. Rosulullah SAW telah menjelaskan status dan hubungan individu dengan masyarakat dengan sabdanya :

" Perumpamaan orang-orang Muslim , bagaimana kasih sayang yang tolong menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya dengan berjaga ( tidak tidur ) dan bereaksi meningkatkan panas badan ( demam ) "( HR Muslim )

Oleh karena itu , Islam memandang individu-individu, keluarga, masyarakat dan negara sebagai umat yang satu dan memiliki aturan yang satu. Di mana dengan peraturan dan sistem nilai tersebut, manusia akan dibawa pada kehidupan yang tenang, bahagia dan sejahtera.

(5)

menerima semua yang dikehendaki oleh pasangannya. Dari berbagai problem rumah tangga, bimbingan dan konseling terhadap berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi konseling keluarga Islam yaitu membantu agar klien dapat menjalani kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling keluarga khususnya yang islami pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam.

B. TUNANGAN, PERNIKAHAN DAN PERCERAIAN .1 Tunangan

Di zaman sekarang ini tidak asing lagi bagi kita bila mendengar istilah Tunangan. Istilah tersebut hampir dikenal seluruh kalangan dan lingkungan, dari kalangan orang biasa sampai kalangan orang luar biasa, dari lingkungan kota sampai lingkungan desa.

Sebenarnya dalam Islam pun istilah tersebut telah dikenal, namun dengan istilah lain, yaitu Khitbah. Hanya saja istilah Tunangan tersebut mempunyai qoyyid atau ketentuan yang menjadikan Khitbah yang dijelaskan oleh Syari’at dengan Tunangan seakan-akan berbeda. Pasalnya Tunangan itu sendiri mengharuskan kedua pasangan untuk saling memakaikan cincin tunangan sebagai tanda ikatanTunangan yang disebut juga dengan istilah tukar cincin. Sedangkan menurut Syari’at, Khitbah tersebut tidak menuntut hal demikian, bahkan saling memakaikan cincin–yang tentunya di antara kedua pasangan tersebut memegang tangan pasangannya–adalah sesuatu yang dilarang Syari’at; karena diantara keduanya belum sah dalam sebuah ikatan pernikahan. Dan laki-laki yang mengkhitbah seorang perempuan hanya diperbolehkan melihat dua anggota dari seorang perempuan yang dikhitbahnya, yaitu muka dan kedua telapak tangan saja.

Di dalam istilah jawa, istilah Tunangan disebut juga dengan istilah “Tetalen”. Istilah tersebut diambil dari kata “Tali”; karena seseorang yang telah terlibat dengan istilah tersebut seakan-akan mereka berada dalam sebuah tali yang mengikat mereka. Kedua pasangan Tetalen tidak bisa sesuka hati memilih atau menerima orang lain ke jenjang pernikahan, kecuali dengan seseorang yang mempunyai ikatan tersebut dan selagi ikatan tersebut belum terputus atau dilepas atas kesepakatan keduanya.

Sedangkan di kalangan anak muda zaman sekarang, hubungan khusus antar lawan jenis yang resmi menurut mereka—dengan artian kedua pasangan tersebut mengakuinya—dikelompokkan ke dalam tiga katagori, yaitu:

(6)

2) Tunangan, yaitu apabila kedua pasangan tersebut saling memakaikan cincin tunanagan, baik secara resmi dengan mengadakan acara khusus dan melibatkan kedua keluarga pasangan atau hanya sekedar perjanjian diantara keduanya saja. 3) Suami-Istri, yaitu apabila kedua pasangan tersebut sudah berada dalam ikatan

pernikahan yang sah.

Di samping tiga katagori tersebut, baru-baru ini muncul yang namanya “Teman tapi mesra” dan “Kakak adik ketemu gede”. seorang laki-laki menganggap seorang perempuan sebagai adik atau sebaliknya, atau menganggap teman tapi melebihi dari batas teman yang wajar. Diantara faktor keduanya adalah timbul dari perasaan tidak enak kepada seseorang yang ia tolak cintanya, dengan tujuan supaya tidak menyakiti hati orang tersebut, atau karena rasa kagum pada seseorang dan menginginkan orang tersebut menjadi kakak atau adik angkatnya. Bahkan tidak sedikit dalam kasus seperti ini mereka yang tersandung cinta kepada adik angkatnya ketika telah beranjak dewasa.

1.1. Pengertian Khitbah

Khitbah atau Pinangan menurut Syari’at adalah langkah penetapan atau penentuan sebelum pernikahan. Bagi laki-laki yang akan meminang seorang perempuan harus dalam ketenanagan dan kemantapan untuk menentukan pilihannya dari semua sisi sehingga setelah meminang tidak terlintas dalam benaknya untuk membatalkan pinangan dan mengundur pernikahannya tanpa ada sebab; karena hal tersebut menyakiti diri perempuan yang di pinang, merobek perasaan dan melukai kemuliannya dengan sesuatau yang tidak di ridloi Agama dan tidak sesuai dengan budi pekerti yang luhur.

Pinangan tersebut adalah sesuatau yang timbul dari seorang laki-laki yang meminang ketika berniat untuk menikah dengan menjelaskan maksudnya, baik dirinya sendiri atau melalui perantaraan seseorang yang dipercaya dari keluarga atau saudaranya.

1.2. Hukum Meminang Perempuan Yang Telah Di Pinang

Ketika seorang perempuan telah dipinang, maka ia telah menutup diri dari pinangan orang lain, dalam artian tidak satupun seseorang yang diperbolehkan Syari’at untuk meminangnya; karena hal tersebut mejadikan terputusnya ikatan, menumbuhkan kebencian dan permusuhan. Seorang muslim tidak diperkenankan menyaingi dan merebut pinangan yang telah didahului saudara seislamnya kecuali saudaranya telah membatalkan pinangan tersebut dengan tanpa ragu. Ketika ia ragu dalam memutus pinangan, maka wajib meminta izin padanya atas diperbolehkan atau tidaknya meminang pinangan yang ia masih ragu untuk memutusnya.

Sebagaimana Rosulullah melarang hal tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar R.A, Rosulullah SAW bersabda :

(7)

Larangan yang dijelaskan hadits di atas menunjukan terhadap larangan yang berunsur “Haram” menurut pendapat Jumhurul Fuqoha (mayoritas Ulama), di antaranya adalah Imam Syafi’I RA. Beliau berkata: “Arti hadits tersebut adalah ketika seorang laki-laki telah meminang seorang perempuan yang telah rela dan cenderung menerima pinangannya, maka tidak diperbolehkan kepada siapapun untuk meminangnya”.

Adapun ketika seorang perempuan tersebut belum diketahui kerelaan dan kecenderungan menerima pinangan tersebut, maka hukum meminangnya diperbolehkan, dan di antara tanda-tanda dari kerelaan perempuan yang Perawan (Bikr) adalah diamnya, dan Janda (Tsayyib) dengan ucapan iya atau sejenisnya.

1.3. Hukum Perempuan Yang Telah Di Pinang Adalah Hukum Perempuan Lain (Ajnabiyah)

Hal ini adalah tatak rama Islam dalam sesuatau yang berhubungan dengan diperbolehkannya melihat perempuan yang akan dipinang, namun kebanyakan orang zaman sekarng beranggapan bahwa perempuan yang dipinangnya atau disebut dengan tunangannya sebagai seseorang yang mutlak ia miliki, padahal anggapan tersebut salah; karena Tunangan atau seorang yang telah meminang atau yang telah dipinang itu masih dalam hukum orang lain, masih diharamkan apa saja yang diharamkan terhadap orang lain sebelum resepsi pernikannya dilaksanakan dengan sempurna.

1.4. Syabak

Ada istilah lain dalam bahasa Arab yang sama arti dengan tunangan yaitu “Syabak”, dan hadiyah yang diberikan ketika tunangan baik berbentuk cincin tunangan atau lainnya disebut dengan “Syabkah”. Hal tersebut adalah sesuatu yang baru-baru muncul dan marak di kalangan masyarakat umum di zaman sekarang ini. mereka menambah beban terhadap seseorang yang hendak menikah bahkan mereka bermahal-mahalan dalam masalah syabkah (Hadiah Tunanangan) dan hampir samapi mendahulukan mahar.

Demikian itu bukanlah dari urusan Islam sedikitpun , hanya saja Islam tidak melarang hal tersebut selagi masih dalam batas-batas kemampuan; karena Syari’at bisa menganggap ‘urf (konvensi) atau kebiasaan selagi tidak bertentangan dengan nas-nas Syari’at tersebut.

Tapi harus diperhatikan bahwa seorang laki-laki diharamkan memakai sesuatu yang terbuat dari emas baik berbentuk cincin atau yang lainnya. Cukuplah cincin tunangan yang terbuat dari emas dipakai Tunangan Perempuan saja atau Tunangan laki-laki memakai cincin tunangan selain emas, seperti perak, tembaga dan lain lain tanpa saling memakaikan cincin tunangan tersebut; karena keduanya belumlah halal dalam ikatan pernikahan yang sah.

1.5. Membatalkan Tunangan

(8)

langgeng seperti makanan, maka hukumnya tidak wajib diganti, sedangkan sesuatu yang bersifat langgeng seperti jam tangan, cincin emas dan gelang, maka wajib dikembalikan apabila pembatalan tunangan tersebut diminta dari pihak perempuan. Jika pembtalan tunangan tersebut dari pihak laki-laki atau disebabkan kematian maka tidak wajib mengembalikannya.

Tetapi sebagai orang yang bermoral tinggi dan bermartabat luhur, hendaknya kita tidak pernah meminta kembali sesuatu sesuatu yang telah kita berikan kepada seseorang; karena seorang yang meminta pemberiannya kembali sama halnya dengan anjing yang memakan utah-utahannya sendiri, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi SAW.

2. PERNIKAHAN

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

2.1. Hukum Nikah

Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan kondisi seseorang dan lingkungannya.

 Jaiz, artinya boleh kawin dan boleh juga tidak, jaiz ini merupakan hukum dasar dari pernikahan. Perbedaan situasi dan kondisi serta motif yang mendorong terjadinya pernikahan menyebabkan adanya hukum-hukum nikah berikut.

 Sunat, yaitu apabila seseorang telah berkeinginan untuk menikah serta memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah lahir maupun batin.

 Wajib, yaitu bagi yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan ada kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina bila tidak segera melangsungkan perkawinan. Atau juga bagi seseorang yang telah memiliki keinginan yang sangat serta dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perzinahan apabila tidak segera menikah.

 Makruh, yaitu bagi yang tidak mampu memberikan nafkah.

 Haram, yaitu apabila motivasi untuk menikah karena ada niatan jahat, seperti untuk menyakiti istrinya, keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.

2.2. Hikmah Pernikahan

 Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.

(9)

 Memelihara kesucian diri

 Melaksanakan tuntutan syariat

 Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

 Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak

 Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab

 Dapat mengeratkan silaturahim

2.3. Syarat Calon Suami

 Islam

 Laki-laki yang tertentu

 Bukan lelaki muhrim dengan calon istri

 Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut

 Bukan dalam ihram haji atau umroh

 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

 Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu

 Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

2.4. Syarat Calon Istri

 Islam

 Perempuan yang tertentu

 Bukan perempuan muhrim dengan calon suami

 Bukan seorang banci

 Akil Baligh

 Bukan dalam ihram haji atau umroh

 Tidak dalam iddah

 Bukan istri orang

3. PERCERAIAN ATAU TALAK

Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.

3.1. Hukum Talak

(10)

Wajib, apabila:

 Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi

 Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka

 Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik

 Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami

Haram, Apabila:

 Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas

 Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi

 Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya

 Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

Sunat, Apabila:

 Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya

 Isterinya tidak menjaga maruah dirinya

Makruh, Apabila:

 Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama

 Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

3.2. Jenis Talak Talak raj’i

Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

Talak bain

Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

Talak sunni

Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam tempoh suci

Talak bid’i

(11)

Talak taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.

C. PEMBENTUKAN MASYARAKAT ISLAM 1. Pengertian Masyarakat Islam

Penting kita pahami bahwa masyarakat Muslim (al-mujtama’ al-muslim) atau masyarakat Islam (al-mujtama’ al-islami) tidak semata diukur dengan anggotanya yang terdiri dari orang-orang Muslim atau beragama Islam, padahal nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosialnya bukanlah aturan Islam.

Masyarakat Islami adalah masyarakat rabbani (menjadikan Allah sebagai sumber nilai), yang mempunyai tujuan pengabdian kepada Allah, segala aturannya bersumber dari syari’at Islam, dan diikat dengan ikatan iman, bukan hanya berdasarkan darah, nasab atau kesukuan.

Maka, tidaklah otomatis kumpulan sejumlah orang beragama Islam disebut masyarakat Islam. Masih banyak nilai-nilai yang harus diperjuangkan untuk terwujudnya sebuah masyarakat Islami. Namun, ini tidak serta merta kita menjuluki masyarakat yang ada kini sebagai masyarakat jahiliyah. Kita bisa saja menyebutnya masyarakat Islam yang tengah berproses menuju idealita.

Tentang ini, Sayyid Quthb menegaskan, sistem masyarakat Islam sama sekali berbeda dengan sistem-sistem sosial yang pernah dikenal masyarakat Barat seperti sistem perbudakan, feodalisme, sosialisme, komunisme maupun kapilitalisme. “Alasan utama dari keunikan masyarakat Islam dibandingkan masyarakat lainnya karena masyarakat Islam itu bentukan syari’at yang khas yang datang dari sisi Tuhan. Syari’at itulah yang telah membentuk masyarakat atas dasar apa yang Allah inginkan bagi hamba-Nya bukan atas kehendak segelintir manusia. Dan dalam naungan syari’at itulah tumbuh masyarakat Islam, menghadirkan ikatan-ikatan kerja, produksi, hukum, tatanan individu dan masyarakat, prinsip-prinsip perilaku, aturan interaksi dan seluruh tonggak bagi masyarakat yang khas, dengan corak yang jelas,” urainya. Dia menambahkan, syari’at Islamlah yang membentuk masyarakat Islam, bukan sebaliknya.

Sejalan dengan itu, Ustadz Yusuf Qardhawi mengatakan, “Masyarakat Muslim adalah masyarakat yang istimewa dibandingkan seluruh masyarakat lainnya, karena keistimewaan komponen-komponen dan karakterisitiknya. Ia merupakan masyarakat rabbani, manusiawi, berakhlak, dan seimbang.

(12)

2. Masyarakat Madani

Masyarakat Madani (dalam bahasa Inggris: civil society) dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya. Kata madani sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil atau civilized (beradab). Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized society, yang berarti masyarakat yang berperadaban. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.

Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan. Masyarakat Madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.

Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan. Bahkan Masyarakat madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

3. Konsep Masyarakat Madani

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah.Memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang berbeda – beda. Bila merujuk pada pengertian dalam bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer.

Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan.

(13)

hak-hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak-hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.

Sementara itu konsep masyarakat madani atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan (Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke dan Emmanuel Kant. Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara). Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi kelompok lain.

4. Ciri-Ciri Masyarakat Islam

Ada beberapa tipe tipologi atau ciri-ciri dalam masyarakat Islam secara global dimana Ciri khas ini berbeda sekali dengan segala sistem sosial yang dikenal Eropa, yang tumbuh mengikuti perkembangan dan sebagai buah dari pertarungan dalam negeri antara pelbagai lapisan masyarakat. Dalam bentuk lain ia adalah buah dari perbenturan yang dapat dielakkan, yaitu antara hubungan kerja yang berbentuk itu ke itu saja, dan metode produksi yang selalu diperbaharui. Semua itu, ditambah dengan pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok yang beraneka ragam dalam masyarakat, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dunia perundang-undangan dan bentuk kemasyarakatan dan nilai-nilai akhlak. Lantaran itu, maka segala peraturan hukum dan perundang-undangan yang terbentuk mengikuti perkembangan sosial di negeri barat, tidak dapat dipasangkan ke dalam masyarakat Islam, yakni karena perbedaan landasan tempat berpijaknya, juga karena perbedaan landasan tempat berpijaknya, juga karena perbedaan perundang-undangan yang menetapkan pertumbuhan dan perkembangannya.

Dengan tegas dapat dikatakan, bahwa bukan masyarakat Islam yang menciptakan syari’at, tetapi syari’atlah yang menciptakan masyarakat Islam. Dialah yang menentukan ciri dan polanya dan dia pula yang mengarahkannya dan perkembangannya.

Syari’at tidak hanya “meladeni” kepentingan setempat dan temporer, seperti halnya perundang-undangan bikinan manusia tetapi ia adalah “rencana Ilahi” untuk mengangkat martabat manusia seluruhnya, dan membentuknya dengan pola tertentu, lalu mendorongnya ke suatu arah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang menjadi tujuan. Makin tinggi pengetahuan manusia dalam perjalanan waktu, makin dekatlah jarak yang akan ditempuh untuk perwujudunnya.

Ciri yang tadi adalah batas yang tegas dalam mendefinisikan hakekat masyarakat Islam, sehingga benar-benar jelas bedanya dari segala bentuk masyarakat Islam yang tumbuh menurut pembawaannya pula dan menerbitkan peraturan hukum mengikuti perubahan-perubahan dalam batasbatas waktu yang menyentuh kehidupan masyarakat itu.

(14)

1) Dia selaku ciptaan Allah yang mengetahui peri keadaan mahluk-Nya, direncanakan selaras dengan sendi-sendi umum kemanusiaan yang hidup bersekutu, yakni sesuai dengan pembawaan asli manusia (fitrah).

2) Dia tampil dalam bentuk prinsip-prinsip umum yang menyeluruh, dapat dibidang-bidangkan dan dipasangkan pada bagian-bagian yang selalu diperbaharui dan pada keadaan yang berubah-rubah, tanpa terlepas dari landasannya yang pertama, dan tanpa menciptakan cara-cara pemecahan yang baru bagi kesulitan-kesulitan yang menurut sifatnya silih berganti.

3) Prinsip-prinsip umum yang menyeluruh ini tampil dengan mencakup segala sendi kehidupan manusia dengan semua aspeknya. Dia mencakup hal kehidupan pribadi, jalinan jema’ah, dasar-dasar negara, dan hubungan International. Selanjutnya dia mencakup perikehidupan manusia dalam segala lapangan kegiatan lalu menetapkan bagiannya hukum yang mengatakan masing-masing lapangan tersebut: pidana, perdata, dagang, sosial dan politik.

Tidak ada satu segipun daripadanya yang kosong dari pengaturan melalui hukum. Teori-teori yang dicakup oleh prinsip-prinsip umum ini mengenai segi-segi itu, masih tetap unggul dibandingkan dengan teoriteori hukum yang pernah terpikir oleh manusia.

4) Prinsip-prinsip kemasyarakatan yang terbit dari prinsip-prinsip umum itu melahirkan gerak maju. Dia mendorong kemanusiaan agar maju ke depan, dan sampai sekarang pun dia senantiasa mampu untuk mengulang jejak kepeloporannya itu. Sebab dengan membandingkannya dengan rencana kemasyarakatan dan teori yang sedang “laku” sekarang ini, maka prinsip-prinsip yang dibawa oleh syari’at itu masih tetap unggul.

Prof. Moore menggagas tentang ciri atau tipologi masyarakat Islam dikaitkan dengan gagasan Toynbee “tradisi Islam tentang persaudaraan manusia” sebagai alternatif bagi pilar peradaban yang akan datang, maka orang akan mulai bersikap apresiatif terhadap gagasan itu. Ciri-ciri penting yang harus ada dalam kemasyarakatan Islam di sini mengenai ide tentang satu Tuhan dan satu kemanusiaan yang begitu sentral dalam Al-Qur'an telah memberikan keamanan ontologi bagi bangunan sebuah masyarakat dan peradaban yang hendak ditawarkan ini. Landasan ontology yang kuat, maka masyarakat yang hendak dibangun itu haruslah: terbuka, demokratik, toleran dan damai. Empat ciri utama ini haruslah dijadikan acuan bagi semua gerakan pembaharuan moral dan pembaharuan masyarakat Islam di muka bumi ini. Islam amat mendambakan terwujudnya sebuah bangunan masyarakat yang berwajah ramah dan anggun. Dalam masyarakat ini perbedaan agama, ideologi dan nilai-nilai budaya, tidak boleh dijadikan penghambat untuk tercapainya ciri-ciri di atas.

(15)

Paham persamaan Islam pasti punya dampak politik. Bagi masyarakat Islam haruslah sebuah masyarakat yang demokratik. Sistem-sistem politik yang otoriter apalagi yang totaliter harus dinyatakan sebagai sistem yang haram dalam perspektif Islam, apapun alasannya. Hanya dalam sistem politik demokrasilah anggota masyarakat dapat mengembangkan potensi dirinya secara kreatif dan bebas sampai batas-batas yang jauh untuk menjadi manusia penuh.

(16)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.

Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.

B. SARAN

Referensi

Dokumen terkait

mengkhawatirkan terutama dikalangan Ibu-Ibu rumah Tangga. Kurangnya pemahaman hukum mengenai persoalan poligami dan nikah siri mengakibatkan keresahan di

• Untuk mengetahui nilai tegangan output optocoupler dari sensor arus pada saat motor berputar, , seperti tampak pada gambar 4.4. • Untuk mengetahui nilai arus yang dihasilkan oleh

Dalam Kristus, sang Anak Allah yang berinkarnasi, terlihat bagaimana Allah memberikan diri-Nya kepada umat manusia dalam pengampunan tanpa syarat, dan pada saat yang sama

Jenis dari produk pakan ayam disesuaikan dengan segmentasi usia dan jenis ayam yang mengonsumsi pakan sehingga ayam mendapatkan nutrisi yang tepat dan dapat diolah menjadi pangan

Saluran pemasaran ini terdapat dua sistem lelang, dimana pagi hari ikan didaratkan oleh nelayan purse seine. Nelayan payang biasanya mendaratkan hasil tangkapannya pada

Maka dari itu disarankan untuk menerapkan konsep Livable Street yang merupakan konsep menyatakan bahwasanya jalan ideal itu harus aman, nyaman dan memberikan efek sehat,

1. Praktik akad nikah orang Islam berdasarkan adat Samin di Desa Karangrowo Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu tahap nyumuk,

Berdasarkan data tersebut, maka penulis merencanakan alternatif lain yaitu merencanakan kembali menggunakan struktur rangka baja yang memiliki kekuatan tarik dan tekan