• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konformitas Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Pembelian Jilbab Pada Mahasiswi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konformitas Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Pembelian Jilbab Pada Mahasiswi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

A.PERILAKU KONSUMTIF

A.1 Definisi Perilaku Konsumtif

Albarry (1994) mengemukakan arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Albarry (1994) juga melanjutkan pengertian konsumtif dalam artian luas yaitu perilaku konsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas atau juga dapat diartikan gaya hidup yang bermewah-mewah.

Sumartono (1998) mendefinisikan perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan. Kemudian Sumartono (2002) melanjutkan pengertian perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.

(2)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi, dimana seseorang lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan, yang dapat memberikannya kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya, dilakukan konsumen hanya untuk kesenangan semata.

A.2 Indikator Perilaku Konsumtif

Menurut Sumartono (2002), ada beberapa indikator perilaku konsumtif yaitu:

a. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.

b. Membeli produk karena kemasannya menarik.

Individu sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.

c. Membeli produk demi menjaga penampilan dan gengsi.

(3)

d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat dan kegunaannya).

Individu cenderung berprilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.

e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

Individu mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

f. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.

Individu cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dipakai oleh tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut.

g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

(4)

bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.

h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

Individu akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.

A.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif disebabkan oleh:

a. Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri.

b. faktor eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta keluarga.

B. KONFORMITAS

B.1 Definisi Konformitas

Myers (2005) mengartikan konformitas sebagai “A change in behavior or bilief to accord with others”. Konformitas adalah perubahan perilaku ataupun

(5)

Konformitas adalah penyesuaian terhadap kelompok sosial, karena adanya tuntutan dari kelompok tersebut untuk menyesuaikan diri, meskipun tuntutan tersebut tidak secara terbuka (Baron & Byrne, 2005). Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan (Santrock, 2003).

Menurut Taylor, Peplau, dan Sears, “Conformity is the tendency to change one’s belief or behaviors in ways that are consistent with group standards”,

artinya Konformitas adalah kecenderungan untuk merubah keyakinan atau perilaku seseorang dengan cara-cara yang sesuai dengan kelompok (Taylor dkk, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi konformitas diatas, maka ditarik kesimnpulan bahwa konformitas adalah kecenderungan individu untuk merubah perilaku ataupun keyakinannya karena adanya tuntutan dari kelompok tersebut untuk menyesuaikan diri, dimana individu mengikuti perilaku yang sesuai dengan kelompok disebabkan tekanan kelompok yang nyata maupun yang dibayangkan.

B.2 Indikator Konformitas

Menurut Myers (2005) terdapat dua dasar pembentuk konformitas, yaitu :

a. Pengaruh normatif

(6)

b. Pengaruh informasional

Penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh penerima pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok, dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya daripada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konformitas dalam menyamakan pendapat atau sugesti.

B.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Menurut Myers (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk konformitas adalah:

a. Ukuran kelompok (Group size)

Semakin besar jumlah anggota kelompok, semakin besar pula pengaruhnya terhadap individu.

b. Kohesivitas (Cohession)

Kohesivitas merupakan perasaan yang dimiliki oleh anggota dari kelompok dimana mereka merasa ada ketertarikan dengan kelompok, semakin seseorang memiliki kohesif dengan kelompoknya maka semakin besar pengaruh dari kelompok pada individu tersebut.

c. Status (status)

(7)

d. Respon didepan umum (Public Response)

Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung pertanyaan dihadapan publik, individu cenderung akan lebih conform, dari pada individu tersebut diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan.

e. Kurangnya komitmen (No Prior Comitment)

Seseorang yang sudah memutuskan untuk memiliki pendiriannya sendiri, akan cenderung mengubah pendiriannya disaat individu tersebut dipertunjukkan pada adanya aspek tekanan sosial. Konformitas akan lebih mudah terjadi pada orang yang tidak mempunyai komitmen.

C. JILBAB

C.1 Definisi Jilbab

Menurut Alfatri (2006) jilbab dalam Islam berasal dari kata jalaba yang artinya menghimpun atau membawa. Sedangkan menurut Quraish (2004) jilbab merupakan pakaian penutup aurat yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan. Kemudian menurut Milani (2006) istilah jilbab di Indonesia pada awalnya dikenal sebagai kerudung untuk menutupi kepala (rambut) wanita hingga dada. Namun saat ini menurut Hasbi (2007) cara berpakaian dan jilbab yang dikenakan wanita muslimah sudah banyak modelnya, model jilbab yang dikenakan saat inipun beraneka ragam, ada yang mengenakan jilbab hanya sebatas menutup kepala saja, dan adapula yang memakai sesuai syariat agama islam.

(8)

berpendapat bahwa jilbab adalah pakaian orang kampung yang kolot. Oleh karena itu jilbab tidak lagi cocok dipakai di masa modern seperti saat ini.

Stigma yang kurang baik terhadap jilbab tersebut, memunculkan sebuah kelompok sosial pecinta fashion yang terus menerus mengkampanyekan penggunaan jilbab melalui berbagai model style yang mereka ciptakan. Peragaan jilbab dengan balutan gaya yang sedang digandrungi masyarakat juga mulai banyak diselenggarakan. Para designer turut berlomba-lomba menunjukkan jilbab hasil karyanya dengan berbagai model yang siap dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Jilbab menjadi pakaian yang dapat disesuaikan dengan perkembangan fashion yang terkadang dalam penciptaannya luput dari aspek syari’at. Malcolm (2011) menyatakan bahwa fashion merupakan fenomena kultural yang digunakan kelompok untuk mengkontruksi dan mengkomunikasikan identitasnya. Jilbab dapat digunakan menjadi symbol untuk merepresentasikan gaya hidup kelompok sosial melalui fashion.

D. KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF TERHADAP PEMBELIAN JILBAB PADA MAHASISWI

(9)

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan dikalangan remaja. Hal tersebut terjadi karena secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dunia luar. Usia remaja sebagian individu ada yang masih duduk dibangku sekolah dan ada yang sudah kuliah. Menurut Monk, dkk (2001) bahwa fase remaja akhir dalam rentang usia 18 sampai 21 tahun. Dimana pada usia 18-21 tahun individu telah memasuki perkuliahan menjadi mahasiswi. Segut (2008) juga mengatakan bahwa kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. perilaku konsumtif pada remaja, juga didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti remaja. Seperti halnya jilbab yang sedang trend saat ini.

(10)

Menurut Sumartono (2002) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta keluarga. Remaja yang memiliki hubungan sosial dengan peergroup-nya atau teman sebaya, merupakan bentuk kelompok referensi (Dacey dan Kenny, 1997). Adanya tekanan dari teman sebaya atau yang biasa disebut dengan peer pressure secara sadar ataupun tidak dapat mempengaruhi perilaku mahasiswi, misalnya saja dalam hal penampilan dan berperilaku, yang sama seperti teman-temannya agar ia dapat diterima dan tidak disisihkan dari pergaulan (Utamadi, 2002 dalam Meliala 2009 ). Remaja yang berada dibawah peer pressure cenderung untuk conform, untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian, keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya (Santrock, 1998). Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini biasanya dikenal dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok (Sarwono, 1993).

(11)

dari pada informasi milik pribadi, sehingga individu cenderung untuk konformitas dalam menyamakan pendapat atau sugesti (Myers, 2005).

Pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi, terjadi disaat individu mengikuti peraturan kelompok. Sedangkan pengaruh informasional memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi, apabila individu mendengarkan pendapat dari kelompok dalam hal mengkonsumsi suatu produk, individu menjadikan kelompok sebagai acuan dalam merekomendasikan produk yang akan dikonsumsi (Carmen, 2008). Kemudian William (1985) juga mengatakan bahwa konformitas merupakan salah satu faktor kelompok sosial yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumsi.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hotpascaman (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku konsumtif yang didasarkan pada pengaruh normatif dan pengaruh informasional pada subjek remaja. Kemudian penelitian tentang jilbab oleh Budiati (2011) mengungkapkan bahwa jilbab sebagai praktik konsumtif, dimana beragam model jilbab ditawarkan dari mulai peragaan busana muslim sampai butik khusus jilbab dijual di Mall, dan jilbab dapat menunjukkan kelas sosial tertentu.

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan konformitas remaja pada kelompoknya juga dapat bersifat positif, seperti mengenakan pakaian yang sama untuk menunjukkan identitas kelompoknya, melakukan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pemikiran bagi subjek penelitian mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa ada hubungan yang positif antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada mahasiswi yang tinggal indekost,

Artinya, semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku konsumtif pada remaja, dan sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin rendah pula perilaku konsumtif

1) Penyesuaian diri, Kekompakan yang tinggi bisa menumbuhkan jenjang konformitas yang tinggi. Alasannya ialah apabila pribadi merasa dekat melalui teman

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan antara konformitas dan kontrol diri dengan perilaku konsumtif terhadap produk kos- metik pada mahasiswi jurusan akuntansi

penelitian ini diterima, yang artinya konformitas yang didasarkan pada pengaruh normatif berkorelasi sekaligus menjadi prediktor yang sangat signifikan dengan

Selain karena perilaku konsumtif pada mahasiswa dilakukan dalam rangka menunjang penampilan diri yang terkait dengan penyesuaian diri pada kelompok, mereka juga rela