PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan Negara Muslim terbesar didunia, dengan jumlah
penduduk Muslim mencapai 88% atau ± 205 juta jiwa (Indonesia halal food expo, 2016). Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi trend dikalangan wanita muslim Indonesia adalah jilbab. Beragam faktor yang
membuat fashion muslim terus berkembang, dari munculnya banyak komunitas seperti Hijabers Community, Hijabers Mom, sampai diselenggarakannya beragam bazar, dan peragaan busana muslim. Dampaknya kian terlihat, jika dulu wanita
berjilbab lebih banyak wanita dewasa, saat ini jilbab semakin dikenal dan digemari oleh wanita-wanita muda, bahkan remaja-remaja putri (Kementrian
Perindustrian Republik Indonesia, 2014).
Salah satu bukti pesatnya perkembangan jilbab di Indonesia adalah munculnya brand-brand seperti Dian Pelangi, Rabbani, Aliya, Zoya, El Nifa, El
Zeta, Dauky, Pasmina dan masih banyak lagi brand-brand jilbab lainnya, sehingga masyarakat disuguhkan berbagai macam model dan varian harga terkait
dengan model jilbab yang ditawarkan. Trend jilbab juga membuat para produsen jilbab semakin bertambah, sehingga menciptakan persaingan yang kompetitif antar perusahaan jilbab di Indonesia, dan banyak menghasilkan berbagai model
Beberapa model jilbab yang berada diindonesia seperti pasmina (satin, kaftan, sifon), hijab instan hanna, hijab instan kalung putri, hijab segi empat rawis
polos, hijab kaftan motif bunga, Syria, segi empat satin, instan syar’i dravia, kerudung rawis segi empat, dan masih banyak lagi model jilbab lainnya. Berbagai
model jilbab ini dipakai oleh remaja sampai lansia. Tidak ada model khusus untuk usia tertentu, siapa saja bisa menggunakan berbagai macam model tergantung
kebutuhan dan kesukaannya.
Target produsen jilbab salah satunya adalah mahasiswi, dimana mahasiswi sekarang terlihat banyak yang memakai jilbab keluaran terbaru. Jilbab saat ini
tidak lagi dianggap kuno bagi mereka, bahkan sekarang jilbab dianggap suatu hal yang dapat menunjang penampilannya. Esensi awal jilbab yaitu sebagai simbol
keagamaan yang menunjukkan identitas dan religiusitas kelompok muslim, namun pada kenyataannya kini menurut Releigh (dalam Nursyahbani, 2012) bahwa jilbab telah menjadi suatu kebudayaan populer dan mendorong
kecenderungan jilbab tidak hanya sebagai simbol yang mencerminkan identitas agama namun jilbab juga dapat menjadi identitas kolektif bagi kelompok.
Jilbab telah menjadi suatu kebudayaan populer, dalam arti jilbab sebagai komoditas dan pengalaman yang diterima dan dinikmati perempuan Indonesia dan pemakainya memperoleh kesenangan dari tindakan berjilbab, (Releigh, dalam
Nursyahbani 2012). Kemudian Hela, dkk (2013) mengatakan bahwa sebagian mahasiswi memakai jilbab yang ia pakai selain mengikuti aturan berbusana dalam
koleksi dan mengakibatkan perburuan belanja perilaku konsumtif (Hela dkk, 2013). Berikut penuturan dari salah satu mahasiswi “E”
“Saya udah lama pakai jilbab tapi sekarang lebih menetap pakai jilbabnya, rasanya pakai jilbab itu lebih cantik dan nyaman, jilbab sekarangkan banyak modelnya ya dan bisa dikreasikan sesuka kita jadi bisa modis, apalagi motifnya cantik-cantik jadi suka beli jilbab, padahal jilbab dirumah udah banyak, karena jilbabnya cantik-cantik jadi pingin beli lagi.
Wawancara personal, 18 Januari 2016
Mahasiswi tampaknya berbelanja jilbab bukan karena kebutuhan namun karena terpengaruh mengikuti fashion jilbab yang sedang trend. Menurut Moningka (2006) dahulu orang belanja karena ada kebutuhan yang harus
dipenuhi, saat ini orang berbelanja karena bermacam sebab, untuk memanjakan diri sendiri, menyenangkan orang lain, membeli sesuatu dengan alasan hari raya,
atau karena potongan harga. Sebuah tindakan manusia sebagai konsumen dalam membeli barang-barang yang bukan lagi didasarkan oleh kebutuhan dan pertimbangan yang rasional, tetapi hanya berdasarkan hasrat keinginan yang
didominasi oleh faktor emosi dan sifatnya berlebihan, disebut dengan perilaku konsumtif (Hasibuan, 2010).
Pusat perbelanjaan juga dapat menggerakan mahasiswi untuk berperilaku konsumtif. Seperti yang dikemukakan oleh Celia (1998) munculnya beragam pusat perbelanjaan merupakan wujud terjalinnya hubungan antara produsen
dengan konsumen yang bertujuan untuk menggerakan kesadaran individu yang cenderung konsumtif. Seperti banyaknya produsen jilbab di Indonesia
banyak yang menjual jilbab. Sumartono (2002) juga menyatakan bahwa menjamurnya bisnis oleh para pengusaha seperti waralaba (Franchise), pusat
perbelanjaan (Shopping center), supermarket, toserba (toko serba ada) yang ada pada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja. Kehadirannya
yang dianggap eksklusif seakan menjadi simbol peradaban manusia dan mampu menyulap wajah dunia menuju suatu kondisi yang konsumeristik dan sekaligus melahirkan trend atau gaya hidup baru. Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan
apa yang disebut dengan budaya yang konsumer ataupun yang lebih dikenal sebagai konsumtif (Sumartono, 2002). Budaya konsumtif ini merubah seseorang
untuk melakukan perilaku konsumtif. Kemudian Budiati (2011) mengatakan bahwa terjadinya transformasi dalam penggunaan fashion jilbab didalam
masyarakat muslimah di Indonesia merupakan perubahan sosial paling mendasar diabad globalisasi yang menciptakan budaya konsumer dan gaya hidup konsumtif.
Pengaruh konsumtivisme yang sangat dominan terjadi pada remaja,
sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan, (Jatman, dalam Sitorus 2013). Kemudian Segut (2008) juga mengatakan bahwa kelompok usia
yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. menurut Monk, dkk (2001) bahwa fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun. Dimana pada usia 18-21 tahun individu telah memasuki perkuliahan, menjadi mahasiswi. Perilaku
konsumtif pada remaja, juga didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti remaja. Reynold (dalam Hotpascaman, 2010)
Konsumtif (consumtive) adalah boros atau perilaku yang boros, yang mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan (Albarry, 1994). Kemudian
Sumartono (1998) juga mengemukakan bahwa membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan disebut dengan perilaku
konsumtif. Dalam artian luas konsumtif adalah perilaku konsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak
ada skala prioritas atau juga dapat diartikan gaya hidup yang bermewah-mewah.
Faktor yang mempengaruhi individu dalam prilaku konsumtif adalah faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang berpengaruh pada perilaku
konsumtif individu adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan konsep diri, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada
perilaku konsumtif individu adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta keluarga (Sumartono, 2002). Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kelompok sosial. Dimana dalam
hal ini adalah kelompok referensi. Schiffman & Kanuk (2004) memperjelas bahwa kelompok referensi memiliki pengaruh kuat, dikarenakan kelompok
referensi ini merupakan tempat bagi individu untuk melakukan perbandingan, memberikan nilai, informasi dan menyediakan suatu bimbingan ataupun petunjuk untuk melakukan konsumsi.
Dacey & Kenny (1997) mengatakan bahwa kelompok referensi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam hal ini yang termasuk kedalam
membuat sebagian remaja merasa tidak berdaya untuk menghadapi tekanan yang datang dari teman-temannya, yang ternyata cukup kuat untuk mendorong
mahasiswi melakukan hal yang negatif. Tekanan dari kelompok sebaya disebut peer pressure. Mahasiswi yang berada dibawah peer pressure cenderung untuk
conform, untuk menilai, meyakini atau bertindak sesuai dengan penilaian,
keyakinan atau tindakan kelompok teman sebayanya (Santrock, 1998). Adanya
tekanan dari teman sebaya atau yang biasa disebut dengan peer pressure secara sadar ataupun tidak dapat mempengaruhi perilaku mahasiswi, misalnya saja dalam hal penampilan dan berperilaku, yang sama seperti teman-temannya agar ia dapat
diterima dan tidak disisihkan dari pergaulan, Utamadi (2002) (dalam Meliala, 2009 ). Adanya sikap patuh tetapi lebih kepada mengalah ini biasanya dikenal
dengan istilah konformitas, yaitu perubahan perilaku seseorang dengan mengikuti tekanan-tekanan dari kelompok (Sarlito, 1993).
Mahasiswi dalam membeli jilbab juga dipengaruhi oleh faktor sosialnya.
Dimana Susiana (2005) menyatakan bahwa ajaran agama ternyata bukan merupakan faktor yang dominan mendorong seorang individu untuk mengenakan
jilbab, melainkan lebih dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti orang yang paling dekat dan berpengaruh (significant other) seperti pacar dan teman. kebutuhan untuk melakukan konformitas dan berafiliasi dengan kelompoknya
serta lingkungan sosial yang mayoritas menggunakan jilbab juga mendorong individu untuk mengenakan jilbab. Kemudian Hidayati (2015) juga mengatakan
bahwa remaja atau mahasiswi melakukan konformitas, terutama dalam hal pakaian dan penampilan dalam kelompok, sehingga remaja cenderung untuk
(2003) juga mengatakan bahwa konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang
dibayangkan. Menurut Baron & Byrne (2005) konformitas adalah penyesuaian terhadap kelompok sosial, karena adanya tuntutan dari kelompok tersebut untuk
menyesuaikan diri, meskipun tuntutan tersebut tidak secara terbuka. Kemudian Saluz (2007) mengatakan bahwa fenomena jilbab ini harus dilihat dari perspektif
berbeda yang saling berhubungan dimana dimensi religius harus dikaitkan dengan dimensi sosial dan cultural. Dimana dimensi sosial dalam hal ini adalah konformitas.
Ada dua faktor konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh informasional. Menurut Myers (2005) Pengaruh normative memiliki arti
penyesuaian diri dengan keinginan atau harapan orang lain untuk mendapatkan penerimaan dari anggota kelompoknya. Kemudian Laura (2010) juga mengatakan bahwa pengaruh normatif adalah pengaruh orang lain pada individu karena ingin
disukai dan diterima kelompok. Dengan demikian jika kelompok tertentu penting bagi individu, maka individu akan mengadopsi gaya berpakaian mereka yang ada
didalam kelompok dan individu mungkin mengasumsikan sekumpulan sikap tertentu yang menjadi ciri anggota kelompok. Sedangkan pengaruh informasional menurut Myers (2005) adalah tekanan yang terbentuk oleh adanya keinginan dari
individu untuk memiliki pemikiran yang sama dan beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya dari pada informasi milik pribadi, sehingga individu
cenderung untuk konformitas dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Sedangkan menurut Laura (2010) pengaruh informasional merujuk pada pengaruh
memberikan informasi apa yang tidak individu ketahui, atau hal-hal yang tidak individu lihat. Akibatnya individu menyelaraskan karena sepakat dengan
kelompok.
Menurut Carmen (2008) pengaruh normatif dan pengaruh informasional
memiliki peranan dalam proses konsumsi. Carmen (2008) melanjutkan bahwa pengaruh normatif memiliki peranan pada proses konsumsi, terjadi disaat individu
mengikuti peraturan kelompok. Sedangkan pengaruh informasional memiliki peranan pada proses konsumsi terjadi, apabila individu mendengarkan pendapat dari kelompok dalam hal mengkonsumsi suatu produk, individu menjadikan
kelompok sebagai acuan dalam merekomendasikan produk yang akan dikonsumsi.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hotpascaman (2010)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada subjek remaja. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
konformitas dengan perilaku konsumtif pada remaja putri. Dan hasil penelitian Fitriyani, dkk (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Budiati (2011) mengungkapkan bahwa jilbab sebagai praktik konsumtif, dimana beragam model jilbab ditawarkan
dari mulai peragaan busana muslim sampai butik khusus jilbab dijual di Mall, dan jilbab dapat menunjukan kelas sosial tertentu. Penelitian sari (2012) pada hijaber
Semarang pada dasarnya memiliki berbagai aspek pembelian secara berlebihan dan pembelian secara tiba-tiba.
Berdasarkan teori dan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam hubungan antara konformitas dan
perilaku konsumtif terhadap pembelian jilbab pada mahasiswi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif
terhadap pembelian jilbab pada mahasiswi.?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap pembelian jilbab pada mahasiswi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam pengetahuan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi,
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
mahasiswi mengenai konformitas yang berhubungan dengan perilaku konsumtif, sehingga mahasiswi dapat mengontrol diri dalam berbelanja,
dan lebih mengutamakan kebutuhan daripada berbelanja karena terpengaruh oleh teman.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian-penelitian lain yang ingin meneliti mengenai perilaku konsumen khususnya mengenai hubungan konformitas dengan perilaku komsumtif
terhadap jilbab pada mahasiswi. dan penelitian ini diharapkan berguna bagi para pembaca sebagai refensi untuk penelitian selanjutnya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sitematika penulisan penelitian ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian,
permasalahn penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang diuraikan adalah teori mengenai
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji
daya beda item dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisa data, serta hasil uji coba alat ukur.
BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menguraikan gambaran subjek penelitian dilihat dari usia. Pada bab ini juga akan diuraikan mengenai analisis data dan pembahasan yang
berisikan hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V : Kesimpulan dan Saran