• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Sebaran Kasus Gizi Buruk Balita Umur 0-59 Bulan di Kota Lhokseumawe Tahun 2012"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pemetaan

Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pemetaan adalah

suatu proses penyajian informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk

permukaan buminya maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala peta, sistem

proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan (Jatmiko,

2011)

Pemetaan digital atau sering disebut sebagai digital mapping merupakan suatu

cara dalam pembuatan peta, baik untuk keperluan pencetakan maupun dalam format

peta digital (Ronny, 2011).

Menurut Dickinson (1975) yang dikutip oleh Hanum (2013), beberapa alasan

suatu data dapat dipetakan antara lain:

1. Melalui peta dapat menimbulkan daya tarik yang lebih besar terhadap objek

yang ditampilkan.

2. Melalui peta dapat memperjelas, menyederhanakan, dan menerangkan suatu

aspek yang dipentingkan.

3. Melalui peta dapat menonjolkan pokok-pokok batasan dalam tulisan atau

pembicaraan. Melalui peta dapat dipakai sebagai sumber data bagi yang

berkepentingan.

4. Peta sebagai alat komunikasi antara membuat peta dengan pengguna dimana

(2)

Menurut Hagerstand (1953) yang dikutip oleh Fuad (2006), pemetaan dapat

memberikan tiga kontribusi utama yaitu :

1. Dengan menggunakan peta diharapkan muncul gambaran deskriptif mengenai

distribusi serta penyebaran kasus.

2. Keberadaan peta diharapkan dapat memberikan aspek prediktif

penyebarankasus.

3. Model interaktif, jika pada tahap dua, pola prediksi hanya sebatas ramalan

kasus, tetapi jika menggunakan pendekatan interaktif, kita dapat menentukan

intervensi serta dampaknya bagi masa depan.

2.1.1 Perolehan Data spasial

Data spasial memberikan amatan terhadap berbagai fenomena yang ada pada

suatu objek spasial. Secara sederhana data spasial dinyatakan sebagai informasi

alamat. Dalam bentuk yang lain, data spasial dinyatakan dalam bentuk grid koordinat

seperti dalam sajian peta atau pun dalam bentuk piksel seperti dalam bentuk citra

satelit.

Data spasial diperlukan pada saat harus merepresentasikan atau menganalisis

berbagai informasi yang berkaitan dengan dunia nyata. Dunia nyata yang begitu luas

pada kenyataannya tidak mungkin diambil secara utuh menjadi sebuah data spasial.

Dengan demikian data spasial adalah sebuah gambaran sederhana dari dunia nyata.

Dalam sistem informasi geografis, data spasial menggambarkan sebaran dan lokasi

fenomena.

Untuk memperoleh data spasial dapat dilakukan salah satunya dengan

(3)

System (GPS) yang digunakan dalam pengambilan data sebenarnya adalah perangkat

penangkap sinyal (receiver) dari beberapa satelit Global Position System (GPS) yang

mengorbit diatas lokasi survei. Panduan dari sinyal satelit Global Position System

(GPS) memberikan informasi lokasi receiver Global Position System (GPS) tersebut

(Budiyanto, 2010).

2.1.2 Objek Spasial

Objek spasial terdiri dari tiga jenis, yaitu bentuk titik, garis, dan area.

Masing-masing objek spasial ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Perbedaan

karakteristik ini menentukan pemilihan bentuk simbol yang digunakan dalam

penggambaran data spasial tersebut, untuk suatu fenomena seperti kota dalam sebuah

pulau sering digunakan simbol titik karena karakteristik jalan yang selalu membentuk

garis. Untuk data spasial yang memerlukan perhitungan luas, seperti data-data

administrasi, sering digambarkan dengan menggunakan bentuk poligon

(Budiyanto,2010).

2.1.3 Model Data Spasial

Secara garis besar model data spasial ada dua, yaitu data vektor dan data raster.

Data vektor adalah data yang minimal terdiri dari sebuah start node dan end node,

dan dapat memiliki beberapa verteks di antara start node dan end node tersebut. Data

vektor berupa titik, garis, atau poligon. Data raster adalah data yang terdiri dari

piksel-piksel penyusun data tersebut. Contoh data raster adalah sebuah gambar

(4)

2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi berbasis

komputer digunakan untuk menyajikan secara digital dan menganalisa penampakan

geografis yang ada dan kejadian di permukaan bumi (Supriadi,2007).

Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut ESRI (Environmental System

Research Institute, 1996) yang dikutip oleh Riyanto (2010), “Sistem Informasi

Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer,

perangkat lunak, data geografis, metode, dan personil yang dirancang secara efisien

untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisis, dan

menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis.”

Menurut Groot (1991) yang dikutip oleh Abidin (2007), Sistem Informasi

Geografis (SIG) adalah terjemahan dari terminologi berbahasa Inggris Geographical

Information System (Eropa) atau Geographic Information System (Amerika Utara)

yang biasa disingkat GIS. Sistem Informasi Geografis (SIG) biasanya dikaitkan

dengan suatu sistem berbasis komputer yang didesain untuk mengumpulkan,

mengelola, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan informasi spasial.

Informasi spasial sendiri dapat didefinisikan sebagai informasi yang mengandung,

sebagai karakteristik kunci, lokasinya pada, di bawah, ataupun di atas permukaan

bumi, dimana lokasi tersebut didefinisikan dalam suatu sistem koordinasi terkait

bumi.

2.2.2 Fungsi Utama Sistem Informasi Geografis (SIG)

(5)

spasial antara obyek.

2. Menyimpan dan memanipulasi berbagai jenis atribut dari obyek.

3. Melakukan analisis spasial.

4. Mengintegrasikan data spasial yang didapat dari berbagai sumber.

Dari perspektif pengguna, paling tidak terdapat 3 fungsi utama dari Sistem

Informasi Geografis (SIG), yaitu spatial database management system (DBMS),

visualisasi dan mapping, serta analisis spasial. Fungsi dari spatial database

management system adalah meliputi kemampuan untuk identifikasi sumber data,

teknik koleksi data, serta preprocessing data dan atribut-atributnya. Fungsi dari

visualisasi dan mapping dapat dimanfaatkan setelah basisdata spasial disiapkan dan

terisi oleh data. Visualisasi dan mapping akan membuat data menjadi tersaji dengan

jelas di hadapan penggunanya (Kusumadewi, 2009).

2.2.3 Model Data pada Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Puntodewo (2003), yang dikutip oleh Kusumadewi (2009), data yang

akan diolah dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas dua bentuk yaitu

data spasial (Geografi) dan data atribut (non-spasial). Data spasial adalah data tentang

suatu lokasi geografi yang diset ke dalam bentuk koordinat. Sedangkan data

non-spasial/atribut adalah gambaran data yang mempunyai informasi yang relevan

terhadap suatu lokasi.

Menurut Kusumadewi (2009), data spasial mempunyai dua bagian penting

yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(6)

lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.

Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk

mengidentifikasi lokasi misalnya adalah Kode Pos.

2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non-spasial. Suatu lokalitas bisa

mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya; sebagai

contoh jenis vegetasi, populasi, pendapatan pertahun.

2.2.4 Alur Kerja Sistem Informasi Geografis (SIG)

Data input

Gambar 2.1 Gambaran Lengkap Subsistem Sistem Informasi Geografis (SIG) Sumber : Prahasta (2002)

2.2.5 Penerapan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) pada Kesehatan

Menurut Kusumadewi (2009), beberapa aplikasi Sistem Informasi Geografis

(SIG) lainnya yang biasa diterapkan dalam lingkup kesehatan adalah:

1. Mencari distribusi dari variasi dari berjangkitnya suatu penyakit/masalah

(7)

kesehatan lainnya.

2. Melakukan analisis spasial terhadap berbagai kecenderungan berjangkitnya

suatu penyakit/ masalah kesehatan lainnya.

3. Peta distribusi layanan kesehatan (imunisasi, distribusi makanan).

4. Analisa kebutuhan dan alokasi resource dari suatu komunitas.

5. Peramalan kejadian epidemik

6. Monitoring penyakit.

7. Visualisasi fasilitas kesehatan umum.

8. Rute terdekat untuk para pekerja mencapai lokasi kejadian tertentu.

9. Manajemen dan perawatan serta sumber dayanya.

2.3 Gizi Buruk

Menurut Kemenkes RI (2011), gizi buruk adalah keadaan gizi anak yang

ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut:

1. Sangat kurus

2. Edema, minimal pada kedua punggung kaki

3. BB/TB <-3 SD

4. LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan).

Menurut Depkes RI (2000), gizi buruk atau Severe Malnutrition yaitu

keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan berat badan

(8)

Menurut Soekirman (2000), gizi buruk itu adalah bentuk terparah (akut) dari

proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi

buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus,kwashiorkor dan

kombinasi marasmus kwashiorkor.

2.3.1 Kelompok Rentan Gizi

Menurut Moehji (2003), kelompok rentan gizi ialah kelompok masyarakat

yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila suatu masyarakat terkena

kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya kelompok ini berhubungan

dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat, yang memerlukan zat-zat gizi dalam

jumlah relatif besar, yang termasuk ke dalam kelompok rentan gizi ini adalah:

1. Bayi, 0-1 tahun.

2. Kelompok balita, 1-5 tahun.

3. Kelompok anak sekolah, 6-13 tahun.

4. Kelompok remaja, 14-20 tahun.

5. Kelompok ibu hamil dan ibu menyusukan.

2.3.2 Kriteria Anak Gizi Buruk

1. Gizi buruk tanpa komplikasi

a. BB/TB : < -3 SD.

b. Terlihat sangat kurus.

c. Adanya edema.

d. LiLA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.

(9)

Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut diatas disertai salah satu atau lebih

dari tanda komplikasi medis tersebut :

a. Anoreksia.

b. Pneumonia berat.

c. Anemia berat.

d. Dehidrasi berat.

e. Demam sangat tinggi.

f. Penurunan kesadaran (Kemenkes RI, 2011)

2.3.3 Penentuan Status Gizi Anak

Tabel 2.1 Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB-PB) Kemenkes RI 2011

Status Gizi Klinis Antropometri

(BB/TB-PB)

Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

< - 3 SD

Gizi Kurang Tampak kurus -3 SD -<-2 SD

Gizi Baik Tampak sehat -2 SD - 2 SD

Gizi Lebih Tampak gemuk >2 SD

Sumber : Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk (Kemenkes RI, 2011)

2.3.4 Faktor Penyebab Gizi Buruk

Dibawah ini adalah diagram resmi dari UNICEF (1998), tentang penyebab

terjadinya gizi buruk yang dianut oleh intansi pemerintah yang menggunakan

(10)

Gambar 2.2 Penyebab Gizi Buruk (Disesuaikan dari bagan UNICEF (The State

of the World’s Children 1998. Oxford Univ. Press)

1. Penyebab Langsung

Timbulnya gizi buruk adalah asupan gizi yang tidak seimbang dan

infeksi penyakit sehingga menimbulkan gangguanpertumbuhan. Kedua

penyebab tersebut saling berpengaruh, dengan demikian timbulnya gizi buruk

(11)

dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Anak yang mendapat makanan

cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita

gizi buruk.

Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan

seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan

demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak

kekurangan makan akhirnya berat badan menurun. Apabila keadaan ini terus

berlangsung, anak menjadi kurus dan timbullah gizi buruk.

2. Penyebab tidak Langsung

a. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga

Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga menunjukkan adanya

kerawanan ketahanan pangan keluarga (household food insecurity). Artinya

kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah

maupun mutu gizinya, bagi seluruh anggota keluarga belum terpenuhi.

b. Perilaku/asuhan ibu dan anak

Sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan

anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberikan

kasih sayang dan sebagainya.Semuanya itu sangat berpengaruh pada

tumbuh kembang anak.

c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan

Pengasuhan anak yang baik memerlukan pelayanan kesehatan yang baik

seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

(12)

serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana

kesehatan makin kecil resiko anak terkena penyakit gizi buruk.

Semua masalah tersebut diatas pada hakekatnya didasari oleh krisis

politik dan ekonomi yang terjadi menyebabkan meningkatnya kemiskinan

disertai dengan pendidikan rendah, menurunnya ketersediaan pangan dan

kesempatan kerja (Soekirman, 2000).

2.3.5 Pencegahan dan Pengobatan Gizi Buruk pada Anak 1. Pencegahan

Menurut Info Gizi (2011), beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi

buruk pada anak:

a. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Setelah itu anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai

pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah

berumur 2 tahun.

b. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan

protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya :

untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara

protein 12% dan sisanya karbohidrat.

c. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program

posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar diatas,

(13)

d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan

kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah

pulang dari rumah sakit.

e. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan

kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak dan gula. Sedangkan

untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya

sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen

mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali

membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa

dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,

biasanya akan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun,

biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan

akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

2. Pengobatan

a. Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.

b. Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena

masing-masing penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya

Gambar

  Tabel
Tabel 2.1 Penentuan Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/TB-PB) Kemenkes RI 2011 Antropometri
Gambar 2.2 Penyebab Gizi Buruk (Disesuaikan dari bagan UNICEF (The State

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Tri

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan

Uji Perbedaan Rerata Skor Pretes Hasil uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan bahwa data Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) data dari hasil kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran meningkat dari skor rata-rata yaitu pada siklus

Seleksi Umum ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan (Memiliki Ijin Usaha Jasa Konsultansi melakukan Kegiatan Usaha Jasa Perencanaan

100 = tingkat keberhasilan yang dicapai Analisis Korelasi Product Moment untuk menjawab pertanyaan nomor tiga yang bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel

Paket pekerjaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan [ijin usaha perdagangan umum, klasifikasi Komputer/ Komputer dan Suku Cadangnya/ perawatan

dilakukan kepada seluruh guru di SMA Negeri 1Sungai Tebelian Kabupaten Sintang. Supervisi akademik yang tidak merata yang dilakukan oleh kepala sekolah karena