BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Visi Direktorat Gizi Masyarakat adalah terwujudnya “masyarakat sehat
yang mandiri dan berkeadilan”. Untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat, perlu ditanamkan pola hidup sehat sejak usia dini. Kesehatan yang dimulai dari usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat
target Direktorat Gizi Masyarakat, maka angka pemenuhan gizi balita harus baik dan tercukupi. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting
dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Gizi ternyata sangat berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja (Almatsier, 2009).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi kurang anak usia pra sekolah (4-6 tahun) sebesar
19,6% dan gizi buruk sebesar 5,7% dilihat dari berat badan per umur. Prevalensi kurus pada anak usia balita adalah 12,1% terdiri dari 6,8% kurus dan 5,3% sangat kurus. Padahal status gizi yang kurang atau buruk dapat mempengaruhi
kecerdasan anak dan daya tahan anak terhadap penyakit sehingga menentukan kesehatan anak di masa dewasa dan berpengaruh pada kualitas generasi penerus
Indonesia.
Pada usia ini anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat, sehingga memerlukan zat zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya.
akibat kekurangan gizi. Pada usia ini anak juga sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu sudah bisa memilih makanan yang disukainya.
Anak kelompok usia 4-6 tahun sudah mulai dapat memilih apa yang disukai. Yang terpenting orang tua harus bijaksana dalam hal memperkenalkan
makanan pada usia prasekolah. Sebagian orang tua ada yang sudah memperkenalkan makanan semacam fast food yang saat ini sedang menjamur dimana-mana, sehingga anak sering hanya ingin mengonsumsi makanan jenis fast
food yang menunya tidak merupakan makanan yang lengkap, karena tidak selalu dimakanan dengan sayuran. Kegemaran ini tentu akan dibawa sampai anak
meningkat remaja dan dewasa. Akibatnya, banyak anak muda sudah menderita penyakit degeneratif(Irianto dan Kusno, 2007).
Pada usia ini mulai adanya penolakan yang dilakukan pada makanan yang
ditawarkan. Kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan yang sangat disukainya selama berminggu-minggu Karena di usia ini balita belum mengerti
tentang pemenuhan kebutuhan gizi yang tidak mungkin hanya didapatkan dari satu jenis makanan saja. Selain itu adanya faktor budaya yang lebih mengistimewakan kepala rumah tangga, sehingga anak balita umumnya hanya
mendapat makanan dengan porsi kecil dibandingkan anggota keluarga lainnya. Usia prasekolah merupakan periode emas (golden period) atau masa kritis
(critical period) seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk
menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan anak salah satu faktor yang berperan penting adalah asupan nutrisinya. Asupan nutrisi yang baik berpengaruh
Berdasarkan hasil penelitian Aritonang, E dkk (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat yang adekuat dan asupan lemak yang
adekuat terhadap status gizi. Pola pemberian makan seimbang sesuai dengan kebutuhan gizi serta pemilihan bahan makanan yang tepat dan aman akan
menghasilkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang tidak mencukupi atau bahkan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh kurus dan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi, sebaliknya jika asupan makanan yang
diberikan melebihi kebutuhan akan menyebabkan kelebihan berat badan.
Kondisi status gizi yang baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadi pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan kemampuan kerja organ tubuh. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanan.
Taman Kanak-kanak (TK) merupakan awal dari pengenalan anak dengan suatu lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar keluarga. Seorang
anak usia TK sedang mengalami masa tumbuh kembang yang relatif pesat. Pada masa ini, proses perubahan fisik, emosi, dan sosial anak berlangsung dengan cepat. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu dari diri sendiri dan
lingkungan. Pada usia ini anak masih belum dapat mengambil dan memilih makanan sendiri sesuai kebutuhan gizinya, sehingga pada usia ini anak sangat
rentan terhadap berbagai masalah kesehatan apabila kondisinya kurang gizi. Pada usia ini sangat diperlukan perhatian khusus dari orang tua.
Membimbing anak agar menyukai makanan yang sehat dan bergizi adalah
optimal. Pada masa balita terjadi pertumbuhan fisik maupun mental yang sangat cepat. Menu seimbang seharusnya diberikan sejak bayi sesuai dengan
kebutuhannya. Status gizi adalah cerminan dari apa yang dimakan (Irianto dan Kusno, 2007).
Orang tua yang telah menanamkan kebiasaan makan yang baik dan bergizi pada usia dini tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak, karena dia telah mengenal makanan yang baik. Apalagi jika di sekolah diarahkan pula
oleh gurunya dengan praktik makan makanan yang bergizi setiap minggunya. Hal ini sangat menguntungkan karena seandainya ada anak yang susuah makan,
dengan petunjuk guru tentunya anak akan mengikuti. Oleh karena itu, adanya program Pemberian Makanan Tambahan yang diadakan oleh TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan dirasa sangat baik dilaksanakan sebagai
modal dasar supaya anak mau diarahkan pada gizi yang baik.
Berdasarkan Permendagri nomor 18 tahun 2011, Penyediaan Makanan
Tambahan Anak Sekolah yang selanjutnya disingkat PMT-AS adalah kegiatan pemberian makanan kepada peserta didik dalam bentuk jajanan/kudapan atau makanan lengkap yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya,
dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Tujuan PMT ini sendiri adalah untuk meningkatkan kecukupan asupan gizi peserta didik melalui
makanan tambahan dan meningkatkan ketahanan fisik dan kehadiran peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.
Penanaman perilaku hidup sehat sangat baik jika dimulai dari usia dini.
Asahan diharapkan dapat mengenalkan makanan sehat kepada peserta didik dan menyukainya, serta tata cara makan yang baik. Perilaku hidup sehat anak mulai
terbentuk dari lingkungan rumah, sekolah, dan sekitarnya.
Dari data pengukuran tinggi badan dan berat badan siswa-siswi TK Tunas
Buana pada anak baru masuk sekolah yang dilakukan oleh guru TK Tunas Buana terhadap 22 siswanya yang hadir pada saat pengukuran, diketahui bahwa siswa dalam kategori kurus adalah 18,17% (4 siswa), terdiri dari 13,63% (3 siswa) kurus
dan 4,54% (1 siswa) sangat kurus. Anak yang status gizinya berada dalam kategori kurus kemungkinan karena asupan gizinya yang tidak terpenuhi.
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan ada 24,4% anak balita yang konsumsi energinya dalam kategori defisit (<70% AKG). Dari hasil food recall saat survei pendahuluan pada 6 orang ibu dari siswa-siswi TK Tunas Buana, 5 siswa
mengonsumsi energi dibawah 80% AKG dan 3 siswa mengonsumsi protein dibawah 80% AKG. Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung energi dan
protein dapat menjadi penyebab langsung dari masalah gizi Kurang Energi Protein (KEP). Harapannya dengan adanya program penyediaan makanan tambahan di TK Tunas Buana ini dapat membantu orang tua dan anak untuk meningkatkan
konsumsi makan anak.
TK Tunas Buana ini sudah melaksanakan program Penyediaan Makanan
Tambahan secara mandiri dan berkelanjutan sejak sekitar 20 tahun lalu sampai dengan sekarang. Dananya berasal dari uang sekolah siswa-siswi TK Tunas Buana setiap bulannya dan dilaksanakan satu kali seminggu yaitu setiap hari
goreng, nasi sop ayam, mie goreng dan beberapa jenis makanan lainnya dalam porsi kecil. Makanan tambahan yang diberikan diolah oleh guru TK Tunas Buana
tersebut. Untuk cita rasa makanan tambahan, siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja mengaku menyukai makanan yang diberikan pihak sekolah. Hal ini
juga dapat diketahui karena sebagian besar anak menghabiskan makanannya dan hanya sedikitnya makanan yang tersisa setelah pemberian makanan tambahan.
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola konsumsi dan
kontribusi pemberian makanan tambahan di TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan karena TK ini sudah sekitar 20 tahun terakhir melaksanakan
pemberian makanan tambahan namun dari survei pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, masih ada siswa-siswi yang konsumsi energi dan proteinnya dibawah 80% AKG, juga belum pernah diadakan penelitian sebelumnya tentang bagaimana
pemberian makanan tambahan ini berkontribusi terhadap tingkat kecukupan energi dan protein harian siswa-siswi di TK tersebut.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola konsumsi
dan makanan tambahan yang diberikan pada siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan berkontribusi terhadap tingkat kecukupan energi
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pola konsumsi dan kontribusi makanan tambahan terhadap tingkat kecukupan energi dan protein pada siswa-siswi TK Tunas Buana
Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui konsumsi energi siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan dari makanan di rumah.
2. Mengetahui konsumsi protein siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan dari konsumsi makanan di rumah.
3. Mengetahui konsumsi energi siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu
Raja Kabupaten Asahan dari makanan tambahan.
4. Mengetahui konsumsi protein siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu
Raja Kabupaten Asahan dari makanan tambahan.
5. Mengetahui kontribusi makanan tambahan terhadap kecukupan energi dan protein harian siswa-siswi TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten
Asahan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai refrensi keilmuan mengenai gizi kesehatan masyarakat, khususnya mengenai penyediaan makanan tambahan dan kontribusinya pada anak
2. Sebagai bahan untuk memperkaya informasi yang ada di TK Tunas Buana Kebun Pulu Raja Kabupaten Asahan mengenai kegiatan pemberian