• Tidak ada hasil yang ditemukan

D 762012001 BAB VIII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "D 762012001 BAB VIII"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

KESIMPULAN

Di dalam bab ini akan dipaparkan suatu kesimpulan dan rekomendasi yang bisa diambil dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, sebagai dasar dan isi jawaban atas apa yang dipermasalahkan oleh disertasi ini dan sebagai sumbangan pikiran penulis bagi pemerintah, gereja dan masyarakat Indonesia lainnya. Karena demikianmuatan bab ini, maka ia terdiri dari dua bagian. Bagian A berisi kesimpulan, sedangkan bagian B berisi rekomendasi.

VIII.A.KESIMPULAN

Pancasila adalah agama sipil Indonesia. Sebagai agama sipil Indonesia Pancasila adalah kesadaran kolektif bangsa Indonesia yang berfungsi sebagai kohesi sosial, dan kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang berfungsi sebagai otoritas transendental, guna untuk menuntun dan menuntut setiap anak bangsa dalam mewujudkan kehendak umum Indonesia. Sebagai agama sipil Indonesia, Pancasila bukanlah sebuah institusi agama dengan keyakinan-keyakinan eksklusif, yang menafikan institusi agama-agama, tetapi ia adalah misi Indonesia berupa pemuliaan akan nilai-nilai: kesatuan, kemanusiaan dan kesetaraan yang mengakomodir semua prinsip fundamental dari semua ajaran agama Indonesia, sebagai jalan untuk meraih cita-cita luhur bangsa yakni Indonesia sejahtera. Misi Pancasila yang demikian ini, selaras dan sejalan dengan misi gereja, sebab misi gereja sebagai misi yang meneruskan perutusan Yesus Kristus untuk menghadirkan nilai-nilai kerajaan Allah di bumi, juga berupa pengagungan akan kebersamaan, kemanusiaan dan keadilan demi terciptanya bumi yang yang bersukacita dalam damai sejahtera, sehingga misi gereja senyatanya adalah misi Pancasila.

(2)

termaksud di atas, gereja Indonesia tidak boleh memaksakan reliigionismenya di negara Indonesia.Sebaliknya justru religiositas Indonesialah yakni kodrat bangsa yang tidak berseberangan dengan spirit kerajaan Allah, berupa pengagungan akan nilai-nilai: kesatuan, kemanusiaan, dan kesetaraan, yang harus berfungsi sebagai roh yang menggerakkan misi gereja Indonesia demi terciptanya kesejahteraan Indonesia.

Dilihat dari penetapan visinya pada periode 2008-2028, “Bumi Bersukacita Dalam Damai Sejahtera” dan rumusan misinya untuk periode yang sama “Membangun Peradaban Yang Dijiwai Oleh Kasih Terhadap Tuhan, Sesama Dan Lingkungan”, serta penetapan tema pelayanannya pada periode 2012-2016, “Menjadi Gereja Yang Bertumbuh Bersama Masyarakat”, dapat dikatakan bahwa dalam tataran ideal nampaknya Gereja Kristen Protestan Di Bali (GKPB), sebagai bagian integral dari Indonesia, memang berkehendak mengaktualisasikan Pancasila dalam misinya. Namun berdasarkan pada pengkajian yang dilakukan atas pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian dari perspektif Pancasila; ditemukan bahwa pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016, belum sepenuhnya mengaktualisasikan nilai kesatuan, kemanusiaan, dan kesetaraan.

Bahwa pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016, sekalipun bertemakan “Bertumbuh Bersama Masyarakat” diungkapkan belum sepenuhnya mengaktualisasikan nilai kesatuan Indonesia, didasarkan pada fakta bahwa pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016, lebih banyak berupa karya penguatan identitas primodial daripada pelayanan yang merawat dan mengutamakan kesatuan Indonesia. GKPB hanya melihat Indonesia itu sebagai ladang misi, tidak sebagai misi itu sendiri. Fakta itu terjadi demikian. adalah karena dalam pelaksanaan misinya pada periode 2012-2016, GKPB belum tiba pada pemahaman mendalam tentang kesatuan Indonesia itu sebagai karya penyelamatan Tuhan.

(3)

Bahwa pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016, kendatipun bertema “ Bertumbuh Bersama Masyarakat”, dinyatakan belum sepenuhnya mengaktualisasikan nilai kesetaraan didasarkan pada fakta bahwa melalui pelaksanaan misinya pada periode 2012-2016, baik dalam kegiatan sosial terlebih lagi dalam kegiatan profit oriented, GKPB berulangkali mengajarkan dan menunjukkan sikap menjunjung tinggi pola hidup berlomba-lomba untuk memperoleh kemajuan sebanyak-banyaknya dengan dalih agar nanti bisa memberkati sesama. Aksi-aksi sosial GKPB terhadap sesama baru berupa solidaritas sosial terbatas belum merupakan kepedulian sosial yang total terhadap sesama. Realitas ini nyata di depan mata adalah karena dalam pelaksanaan misinya pada periode 2012-2016, GKPB beraksi dengan lebih banyak dikendalikan oleh roh kapitalisme daripada spirit kegotong-royongan Pancasila.

Berdasarkan pada hasil kajian atas pelaksanaan misi GKPB pada periode 2012-2016 dalam bidang Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian dari perspektif Pancasila, seperti terdiskripsi di atas, maka dalam diskursus aktualisasi Pancasila dalam misi gereja, penulis dapat membangun tiga gagasan. Ketiga gagasan tersebut ialah sebagai berikut: Pertama, GKPB dan gereja Indonesia lainnya patut memperdalam pemahamannya tentang Indonesia itu sebagai karya penyelamatan Tuhan dengan membangun teologi keindonesiaan. Kedua, GKPB dan gereja Indonesia lainnya patut menjadi lembaga keagamaan yang berspiritualitas humanis, dengan jalan membebaskan diri dari religionisme, biblitarianisme dan dogmalatrianisme. Ketiga, GKPB dan gereja Indonesia lainnya patut menjadi lembaga keagamaan yang beretika sambung rasa.

(4)

tertentu mau menang sendiri dengan mengorbankan sesama anak bangsa lainnya, sikap itu tidak hanya tidak menghormati Tuhan pencipta Indonesia, namun juga mengingkari keindonesiaan, dan itu berarti merubuhkan Indonesia dan keindonesiaan. Hanya bila Indonesia kokoh berdiri, maka demikianlah pula akan kokoh berdiri seluruh anak bangsa Indonesia, yaitu gereja bersama dengan semua agama Indonesia lainnya.

Dalam gagasan untuk membentuk GKPB dan gereja Indonesia lainnya, sebagai lembaga keagamaan yang berspiritualitas humanis, yaitu sebagai lembaga keagamaan yang melihat sesama manusia bukan orang lain, sehingga harus diperlakukan secara manusiawi, penulis memulainya dengan mengemukakan bahwa gereja harus dibebaskan dari tiga sumber kungkungan pemahaman yang mengindoktrinasinya yang menyebabkan dia berspiritualitas dishumanis. Ketiga pemahaman termaksud ialah: religionisme, bibliotarianisme dan dogmalatarianisme.

Membebaskan gereja dari religionisme, oleh penulis diperkirakan akan membuka pikiran gereja untuk memahami bahwa agama itu hanyalah jalan belaka untuk menghayati keagamaan yang bermuara pada kebajikan bagi manusia. Membebaskan gereja dari bibliotarianisme, oleh penulis, diperkirakan akan menjernihkan mata gereja untuk melihat bahwa Alkitab itu hanyalah teks yang menarasikan penghayatan iman umat Yahudi dan umat Kristiani terhadap dan tentang Tuhan dalam konteks sejarah mereka pada masa lalu di bidang sosial, politik dan ekonomi. Membebaskan gereja dari dogmatolatarianisme, diduga oleh penulis, akan mencerahkan pandangan dan sikap gereja bahwa dogma itu bukan sesuatu yang bersifat ilahi yang harus dibakukan, sebab ia hanya instrument lewat mana gereja menjelaskan apa yang dipercayainya.

Setelah gereja terbebas dari sikap religiolatri, bibliolatri dan dogmatolatri, penulis berkeyakinan gereja Indonesia akan terbentuk menjadi lembaga keagamaan yang berspiritualitas humanis. Kemudian dengan berspiritualitas humanis, gereja Indonesia melalui misinya akan dimampukan untuk menjadi gereja yang menghormati Tuhan, berupa sikap membiarkan Tuhan menjadi Tuhan, dan sekaligus menghormati semua manusia yang beragama lain, berdasarkan pemahaman bahwa sekalipun mereka beragama lain, tidak berarti mereka bukan umat kepunyaan Tuhan, dan juga bukan berarti mereka di jalan yang sesat.

(5)

mengindonesia, harus dipimpin bukan oleh spirit kapitalisme yang tidak pernah berpola hidup cukup, sehingga melahirkan keserakahan dan menyebabkan munculnya kesenjangan sosial, tetapi justru oleh roh sambung rasa yaitu pola hidup peduli sosial, sehingga senantiasa tergerak untuk membatasi keinginan dan menghindari keserakahan, guna untuk mengikis kesenjangan sosial dan menciptakan kesetaraan.

VIII.B.REKOMENDASI

Berangkat dari ketiga gagasan tersebut di atas, penulis menyampaikan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut:

VIII.B.1.Rekomendasi Kepada Pemerintah Indonesia

Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu sekali mengupayakan adanya gerakan penginternalisasian dan pengaktualisasian Pancasila bagi seluruh rakyat Indonesia, agar Pancaila yang adalah keagamaan (religiositas) Indonesia dihidupi oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam beragama, berbangsa dan bernegara. Dalam merealisasi upaya itu, nampaknya baik pemerintah membentuk kembali sebuah lembaga yang pernah ada pada masa kepresidenan Jendral Soeharto, yaitu Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Badan ini perlu merancang dan nanti mensosialisasikan pemantapan pemahaman dan pengaktualisasian Pancasila. Namun pemantapan itu kiranya tidak dilakukan seperti dilakukan oleh pemerintah Order Baru, tetapi lebih dialogis. Hal itu direkomendasi demikian, agar tidak terjadi pendangkalan dan pemanfaatan yang digunakan untuk kepentingan diri, dalam pemahaman dan penghayatan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab Pancasila senyatanya adalah nafas Indonesia yang menentukan hidup matinya Indonesia.

(6)

atau jiwa bangsa merupakan sebuah pekerjaan menjinakkan agama. Kemampuan pemerintah menagani keragaman agama Indonesia dengan Pancasila, akan membuatperbedaan agama bukan sebagai sumber bagi lahirnya konflik, tetapi justru sebagaikekuatan yang positif dan konstruktif, bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Bila pemerintah Indonesia, berhasil memanifestasikan bahwa Indonesia Pancasila adalah sebuah rumah dimana semua orang mendapat tempat, keadaan itu akan bisa menjadi suatu sumbangan yang sangat konstruktif bagi umat manusia di seluruh dunia dalam membangun peradaban yang manusiawi.1

VIII.B.2. Rekomendasi Kepada Lembaga Pendidikan dan Keagamaan Indonesia

Para pimpinan lembaga pendidikan Indonesia patut merancang pendidikan agama secara sosiologis. Hal itu direkomendasi demikian sebab pendidikan agama yang melihat agama secara sosiologis, akan memberdayakan masyarakat untuk melihat semua agama itu sesungguhnya adalah jalan semata untuk menghadirkan religiositas manusia demi kemaslahatan dunia. Para pimpinan lembaga keagamaan Indonesia patut menghadirkan kepemimpinan agama yang tidak menjunjung tinggi institusi agama lebih dari religiositas. Hal itu direkomendasi demikian sebab agama bukanlah segala-galanya. Sebaliknya agama bisa menistakan kemanusiaan manusia bila ia dijalankan tanpa spiritualitas. Melanjutkan rekomendasi ini, penulis juga merekomendir para pimpinan lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan Indonesia, untuk memikirkan semua produk hukum dan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tidak sejalan dengan Pancasila sebagai sari pati dan soko guru bangsa, lalu mengusulkan kepada pemerintah agar semua undang-undang dan peraturan tersebut dibatalkan.

Penulis juga merekomendir agar para pimpinan lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan Indonesia, sebagai tokoh-tokoh bangsa yang memikirkan perjalanan negeri ini namun mereka bukan politikus, mengkaji tentang sistem partai politik Indonesia. Penulis bersaran demikian sebab dengan adanya multi partai politik dan partai-partai politik yang berbasis agama di rumah Pancasila, energi, waktu dan nampaknya juga dana di antara anak bangsa, banyak tergerus hanya untuk menonjolkan diri, mendiskreditkan sesama anak bangsa, dan melakukan politasi agama demi untuk mendapatkan kekuasaan. Keadaan yang demikian ini, membuat negeri ini, walau telah banyak berjalan, namun hanya berjalan di tempat, belum banyak bergerak cepat untuk meraih cita-cita bangsa.Melanjutkan saran yang

(7)

berdasar pada pikiran tersebut di atas, dan demi sehatnya demokrasi Indonesia, penulis juga berharap agar para pimpinan lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan Indonesia, merekomendir pemerintah untuk mentiadakan partai-partai politik yang berbasis agama dan mengupayakan terciptanya hanya dua partai politik saja, sehingga di Indonesia selalu akan ada hanya dua partai politik, yaitu partai politik yang tengah berkuasa karena memenangkan pemilu, dan partai politik yang tengah tidak berkuasa karena suara yang diraih dalam pemilu lebih sedikit dari partai yang tengah berkuasa.

VIII. B.3. Rekomendasi Kepada Gereja Indonesia Dan Lembaga Pendidikan Teologi Kristen

Lembaga pendidikan teologi Kristen dan gereja Idonesia sudah sepatutnya segera membangun teologi keindonesiaan. Dalam membangun teologi Indonesia, gereja Indonesia patut melihat Indonesia itu sebagai teks karena ia senyatanya adalah sebuah penyataan tentang karya penyelamatan Tuhan. Dengan membaca Indonesia sebagai penyataan tentang karya penyelamatan Tuhan, gereja Indonesia akan mampu untuk mengakarkan dirinya dalamkeindonesiaan. Kemudian bila gereja Indonesia berakar dalam keindonesiaan, dia juga akan dimampukan untuk bertumbuh dan mematangkan diri, bersama dengan semua agama Indonesia lainnya, sesuai dengan jalan dan arus pergumulan Indonesia. Hanya dengan jalan menteologisasikan Indonesia, gereja Indonesia akan diberdayakan untuk beridentitas diri sebagai suatu lembaga keagamaan nasional yang menggereja dan mengindonesia, yaitu menjadi gereja nusantara, bertubuh gereja atau Kristen namun berjiwa Indonesia.

(8)

demikian, gereja Indonesia akan dimungkinkan untuk mampu mengadaptasi bentuk-bentuk baru dalam menggereja yang melampaui batasan kelembagaan gerejawi.

VIII.B.4. Rekomendasi Kepada Seluruh Masyarakat Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Meningkatkan kemampuan pengemasan produk secara kreatif berbasis kearifan lokal yang bisa dijadikan sebagai bagian dalam content marketing memanfaatkan platform digital pelaku UKM

peraturan zonasi sistem provinsi dan kabupaten; 2) Arahan perizinan; 3) Arahan pemberian insentif dan disinsentif; dan 4) Arahan sanksi. Indikasi arahan peraturan zonasi

Dari temuan tersebut penulis menyimpulkan bahwa dengan adanya system pembelajaran online dan offline sangat membantu guru dan peserta didik kelas VI mata pelajaran matematika di

Berdasarkan fenomena yang peneliti temukan dilapangan kecenderungan pemilik warung kopi maupun kafe terkadang kurang memperhatikan apa yang menjadi tolak ukur sebuah

Hasil dari penelitian ini adalah penerimaan yang baik budaya makanan Korea Selatan oleh masyarakat global dengan tingginya konsumsi terhadap reality show dan kecanggihan

Sebelum membahas perputaran kas perlu diketahui kas merupakan pos paling penting karena secara langsung atau tidak langsung kas terlibat dalam hampir semua transaksi perusahaan

Menurut Soewarso (2000:11-13) dalam bukunya yang berjudul Cara-cara Penyampaian Pendidikan Sejarah Untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Bangsanya “kurang

6 paket 6 paket 4 Peningkatan Peran Aktif Indonesia dalam Kerja Sama Perta- hanan dan Keamanan Laut Baik di Tingkat Regional maupun Inter- nasional Pencapaian