• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Putusan Mahkamah Agung Nomor 626 K Pdt 2010 Terhadap Masalah Gadai Tanah Pertanian (Studi Di Kabupaten Tanah Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Putusan Mahkamah Agung Nomor 626 K Pdt 2010 Terhadap Masalah Gadai Tanah Pertanian (Studi Di Kabupaten Tanah Karo)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

EFEKTIFITAS HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI TANAH KARO

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Karo merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara, yang terletak pada jajaran Dataran Tinggi Bukit Barisan dan sebelah barat daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan daerah hulu sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2050’ – 3019’ Lintang Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur.

· Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang · Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir · Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam

· Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

(2)

Kabupaten Karo merupakan wilayah yang berbasiskan pertanian dan sudah ditetapkan sebagai pusat Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Dengan demikian saat ini pengembangan pertanian dengan konsep agropolitan serta pariwisata berbasis pertanian.

Kabupaten Karo merupakan catchment area bagi kawasan perkotaan Mebidang dengan penekanan fungsi pada kawasan hutan lindung dan suaka alam. Dengan demikian keberadaan hutan harus diperhatikan dengan pengelolaan kawasan hutan dengan konsep social-forestry (melibatkan masyarakat) serta pemanfaatan kawasan hutan lindung dan suaka alam sebagai objek wisata, dengan tetap mempertahankan fungsi lindungnya. Sebagai wilayah yang berada di dataran tinggi dengan kemiringan juga yang cukup curam, menyebabkan wilayah ini merupakan kawasan bencana geologi (daerah waspada dan daerah bahaya), dengan demikian pencegahan dan penanggulangan bencana merupakan hal yang sangat penting di Kabupaten ini.

(3)

Tahunan” yang diselenggarakan setiap tahun oleh masyarakat karo yang tinggal di daerah tersebut atau pun yang sudah merantau datang kembali ke perkampungan yang memiliki hubungan keluarga untuk saling berkunjung dan bersilaturahmi.

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Gadai Tanah

1. Gadai Tanah Menurut Hukum Adat

Gadai tanah ini dikenal dalam hukum adat, yang merupakan tindakan terhadap tanah, bukan tindakan yang ada hubungannya dengan tanah. Gadai tanah merupakan lembaga atau pranata yang pertama sekali dipopulerkan oleh Ter Haar Bzn, sebagaimana ditemukan pada awalnya dari Mr. Van Vollenhoven, dimana disebut dengan jual gadai yaitu perjanjian yang menyebabkan bahwa tanahnya diserahkan untuk menerima tunai sejumlah uang dengan permufakatan bahwa si penyerah akan berhak mengembalikan tanah itu ke dirinya sendiri dengan jalan membayarkan sejumlah uang sama(grond verpanding).41

Gadai tanah menurut hukum adat ini juga terdapat suatu larangan pemilikan tanah oleh si penerima gadai(pandnemer), meskipun itu diperjanjikan, suatu larangan yang juga kita jumpai dalam gadai menurut Hukum Perdata (pasal 1154 mengenai pand). Kalau si penggadai tersebut ingin memiliki tanahnya, maka selalu diperlukan suatu transaksi baru dengan pemiliknya, yang biasanya mewajibkan sipenggadai itu menambah uang gadainya. Adanya kemungkinan bahwa si penggadai (pandnemer) mengulanggadaikan tanahnya, sedangkan tanah itu boleh ditebus di tangan siapa saja

(4)

ia berada, adalah mirip dengan sifat “melekat” (droit de suite) yang terdapat pada hipotik.

Transaksi dalam hukum adat dibagi menjadi 2 macam, yaitu transaksi tanah bersegi satu dan transaksi tanah bersegi dua/ timbal balik. Transaksi tanah bersegi satu dari individu ialah pembukaan tanah dari sebagian hak ulayat dimana ia menjadi anggota kelompok masyarakat yang mempunyai hak ulayat tersebut.42 Karena hak ulayat berada dibawah kekuasaan penghulu, maka setiap pembukaan tanah harus atas sepengetahuan penghulu untuk melindungi agar hak-hak terdahulu tidak terlanggar.43 Dalam tindakan hukum bersegi satu dari perseorangan itu timbul ”hubungan magis antara sipembuka tanah dengan tanah pertanian yang dibuka dan hubungan hukum dalam lingkungan magis dan hubungan hukum yang ada pada manusia dengan tanah.”44

Transaksi tanah bersegi dua/timbal balik menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Untuk memahami transaksi tanah bersegi dua, haruslah bertitik tolak dari hubungan hukum yang mengandung unsur magis religius antara manusia dan tanah sebagai akibat dari pembukaan tanah tersebut. Sehingga melepaskan hak atas haruslah serentak penyerahan tanah dengan benda-benda yang setara dengan nilai tanah tersebut sehingga keseimbangan kosmis tidak terganggu akibat transaksi tanah tersebut. Unsur dari perbuatan itu ialah peralihan yang serentak pembayaran tunai, sehingga perbuatan hukum semacam itu dapat dikatakan perbuatan tunai/kontan.45

42. ibid, hal, 103.

43. Ibid, hal 104.

44. Ibid, hal, 105.

(5)

Disamping transaksi tanah, adapula yang disebut transaksi yang berkaitan dengan tanah, maksudnya tanah tetap merupakan faktor penting dalam transaksi, namun tidak dapat disebut objek dari transaksi dan transaksi tersebut tidak bermaksud untuk menyerahkan tanah seperti perjanjian jual, yang termasuk perjanjian ini antara lain: perjanjian bagi hasil, sewa, kombinasi bagi hasil dan sewa dengan gadai tanah dan transaksi pinjam uang dengan tanggungan tanah.

Pengertian jual dalam hukum adat lebih luas dari pengertian jual dalam hukum perdata barat. Jual(verkoop)menurut hukum perdata barat hanya persis nama artinya dengan jual lepas dalam hukum adat, yaitu menyerahkan untuk selama-lamanya hak dari penjual kepada pembeli, sehingga pembeli menjadi pemilik baru.

Transaksi jual dalam hukum adat adalah sejenis perjanjian timbal balik yang bersifat riil, dilapangan hukum harta kekayaan, merupakan salah satu bentuk perbuatan tunai dan berobjek tanah. Penyerahan benda (sebagai prestasi) berlangsung serentak dengan penerimaan pembayaran tunai (seluruhnya) selaku kontra prestasi. Perbuatan menyerahkan itu dinyatakan dengan jual istilah jual (ind), odol, sade (jawa). Dalam hukum tanah adat, transaksi jual dapat mengandung tiga maksud:

(6)

2. Menjual lepas (Ind), odol plas, runtumurun (jawa), yaitu menyerahkan tanah untuk/ menerimapembayaran sejumlah uang secara tunai, tanpa hak untuk menebusnya kembali, jadi penyerahan itu berlaku utnuk selamanya.

3. Menjual tahunan (Ind)adol ayodan, (jawa): yaitu menyerahkan tanah dengan menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan janji tanpa perbuatan satu perbuatan hukum lagi, tanah itu akan kembali dengan sendirinya kepada pemiliknya sesudah berlalu beberapa tahun/ beberapa kali panen (menurut perjanjian).46

Menurut Imam Sudiyat, transaksi tanah bersegi dua tersebut diatas mengandung pokok pikiran bahwa seseorang atau pihak pertam melepaskan tanah setelah menerima sejumlah uang tertentu, dan pihak kedua menjadi pemegang hak atas tanah tersebut untuk selamanya (jual lepas), atau selama pihak pertama tidak menebusnya (jual gadai), atau untuk beberapa tahaun saja (jual tahunan.)47

Agar transaksi gadai yang dilakukan menjadi terang, yaitu terjamin atau terlindung dalam lalu lintas hukum, khususnya terhadap kemungkinan tangkisan/gugatan pihak ketiga, maka transaksi dilakukan dengan bantuan atau kesaksian kepala persekutuan hukum adat, seperti penghulu, kepala desa dan sebagainya.

Suroyo Wignyodipuro mengatakan bahwa gadai tanah adalah penyerahan kontan disertai ketentuan, bahwa yang menyerahkan tanah mempunyai hak mengambil kembali tanah itu dengan pembayaran uang sama jumlahnya.

46Ibid hal, 29.

(7)

Demikian pula R. Supomo, menyatakan gadai tanah adalah penyerahan hak atas tanah dengan syarat tanah itu dapat kembali pada yang memberikan gadai dengan terlebih dahulu uang pembayaran dari pemegang gadai itu di kembalikan.48

Soerjono Soekanto merumuskan bahwa gadai tanah merupakan penyerahan tanah dengan pembayaran kontan, akan tetapi yang menyerahkan mempunyai hak mengambil kembali tanah dengan pembayaran uang yang sama jumlahnya.49

Dilihat dari definisi diatas, tanah akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila pemilik tanah telah membayar uang kepada penerima gadai sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam penyerahan tanah tersebut maka terikut pula diserahkan hak-hak untuk menikmati manfaat yang melekat pada tanah tersebut, jadi setelah ada penyerahan tanah tersebut maka terputuslah hubungan hukum antara pemilik tanah dengan tanahnya untuk memperoleh manfaat tanahnya yang telah diserahkan, tetapi kepemilikan tanah itu masih tetap ditangan si penggadai.50

Pelaksanaan gadai tanah menurut hukum adat dimana tanah yang digadaikan jatuh kepada kreditur tidak sesuai dengan sistem perundang-undangan yang dianut Undang-Undang Pokok Agraria, karena dengan diserahkannya tanah yang digadaikan kepada kreditur, maka debitur kehilangan mata pencahariannya. Bagaimana debitur

48R.Supomo,Bab-Bab Tentang Hukum Adat,(Jakarta: Pradnya Paramita, 1960), hal.28. 49Soerjono Soekanto,Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar Untuk Mempelajari

Hukum Adat,(Jakarta: Rajawali,)hal 85

(8)

dapat membayar hutangnya jika modalnya untuk mencari nafkah sudah ditangan orang lain.

Beberapa alasan mengapa gadai tanah ini digunakan oleh masyarakat yang dikenal dalam hukum adat, yakni:

1. Lalu lintas hukum adat dulunya tidak mengenal ”kredit” seperti sekarang sehingga jarang dipakai dalam bisnis besar seperti Eksport-Import. Ini diakibatkan karena sistem hukum yang kongkrit dalam setiap tindakan hukum.51

2. Lembaga ini kelihatannya tidak akan pernah hilang dari kehidupan masyarakat desa, karena merupakan salah satu sarana tolong menolong dari masyarakat.52

Karena berfungsi atau dijadikan sebagai sarana tolong menolong dalam masyarakat desa, maka gadai tanah ini merupakan suatu pranata yang sangat penting keberadaanya dalam upaya memenuhi kebutuhan uang yang tidak dapat dielakkan. Dengan waktu sedemikan cepat dan mendesak harus ada tersedia uang, tanpa harus menjual benda-benda miliknya serta tidak perlu diketahui oleh orang banyak. Justru satu keluarga telah menjual lepas tanahnya, maka akan dirasakan sebagai merendahkan martabat keluarga tersebut. Sebab dalam kebiasaan masyarakat kalaupun terjadi jual lepas tanah, harus terlebih dahulu menuruti ketentuan ”hak

51S.Adiwinata,Perkembangan Hukum Perdata/ Adat Sejak Tahun 1960,)(Bandung: Alumni, 1970), Hal 70-71

52Liliek Istiqomah,hak Gadai Atas Tanah Sesudah Berlakunya Hukum Agraria

(9)

terdahului” yakni orang yang mau menjual tanah tidak begitu saja dapat menjualnya kepada siapa saja. Akan tetapi harus mendahulukan penjualan itu kepada kerabat dekatnya atau keluarga satu marganya. Bila tidak ada kawan satu kerabat yang hendak membeli tanah itu, dia harus menjualnya kepada orang sekampungnya dan apabila juga tidak ada yang membeli dari kawan sekampung, pemilik tanah masih harus mencari orang yang berdekatan dengan tanah tersebut atau dimana tanah itu berada, tetangganya didahulukan. Bila juga tetangga yang berdekatan dengan tanah itu tidak ada yang mau membeli, barulah dia dapat menjual lepaskanya kepada siapa saja yang mau membelinya. Hal ini supaya tidak diketahui bahwa telah terjadi jual lepas tanah.53

Gadai tanah menurut hukum adat mengandung ciri-ciri sebagai berikut: 1. Hak menebus tidak mungkin kadaluarsa.

2. Pemegang gadai selalu berhak untuk mengulanggadaikan tanahnya. 3. Pemegang gadai tidak boleh menuntut supaya tanahnya segera ditebus. 4. Tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis menjadi milik

pemegang gadai bila tidak ditebus.54

2. Gadai Tanah Menurut Undang-Undang Pokok Agraria

Sekalipun UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) berdasarkan hukum adat (pasal 5 UUPA), namun UUPA tidak mengambil alih lembaga gadai itu untuk

53Muhammat Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 127.

(10)

jaminan hutang. Bahkan pada Pasal 16 ayat 1 (h) dan Pasal 53 UUPA secara tegas dinyatakan bahwa gadai tanah tersebut adalah hak-hak atas tanah bersifat sementara dalam arti sifatnya bertentangan dengan UUPA oleh karenanya di usahakan hapus dalam waktu yang singkat.

Sifat-sifat yang menonjol dari gadai tanah itu termasuk bagi hasil pertanian, sewa tanah pertanian dan hak menumpang (Pasal 53 UUPA) adalah tidak menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekkonomi lemah bahkan cenderung terjadi pemerasan. Hal itu terlihat pada konstruksi hukum dari gadai tanah pertanian dimaksud.

1. Gadai tanah pertanian adalah penyerahan tanah oleh si pemberi gadai sebagai imbalan dari sejumlah uang (bisa juga berupa jasa dan atau benda lainnya) yang diterimanya berupa hutang dari si pemegang gadai dengan ketentuan tanah tersebut dapat diserahkan kembli kepada si pemberi gadai setelah hutangnya dibayar lunas kepada si pemegang gadai. Hutang pemberi gadai nilai intrinsiknya bisa berbeda pada waktu terjadinya gadai dan pada waktu pelunasan hutang/penebusannya disebabkan perubahan nilai uang. Untuk mengantisipasi hal tersebut biasanya uang gadai didasarkan kepada kesetaraan nilai benda tertentu seperti emas atau beras pada saat terjadinya gadai itu. 2. Penyelesaian hutang atau penebusannya di dalam gadai tanah harus memenuhi

ketentuan-ketentuan tertentu.

(11)

menteri pertanian dan agraria No.20 Tahun 1963 dan peraturan pelaksanan lainnya. Dengan berlakunya peraturan perundang-undangan tersebut di atas bukan menghapuskan lembaga gadai tanah pertanian melainkan sifat-sifat dari lembaga tersebut yang bertentangan dengan UUPA, hal itu dapat dilihat dari bunyi Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang No.56 Prp Tahun 1960 tersebut.

3. Jika uang gadai/tebusan hutang yang harus dibayar didasarkan kepada sejumlah barang tertentu seperti emas atau beras pada saat terjdinya gadai, maka perubahan nilai rupiah atas harga barang tersebut pada waktu penebusannya menjadi tanggungan bersama kedua pihak (sipemberi gadai dan pemegang gadai).

4. Penambahan uang gadai pada perjanjian gadai tanah dengan ketentuan pemegang gadai yang sama, dipandang sebagai melahirkan gadai baru yang mengakibatkan perhitungan jangka waktu berlangsungnya gadai di dasarkan kepada timbulnya perjanjian gadai baru tersebut. Pemindahan gadai kepada pemegang gadai yang baru dapat berlangsung dengan ijin si penggadai yang melahirkan gadai baru dengan akibatnya, perhitungan jangka waktu berlangsungnya gadai di dasarkan kepada timbulnya perjanjian gadai tersebut. 5. Hapusnya gadai disebabkan.

a. Waktunya sudah mencapai 7 tahun;

b. Pembayaran uang gadai sesuai dengan ketentuan bagi gadai yang waktunya tidak cukup 7 tahun;

(12)

d. Tanah objek gadai dicabut untuk kepentingan umum;

e. Pemegang gadai yang tidak menyerahkan tanah objek gadai kepada si penggadai setelah jangka waktu 7 tahun, dipidana dengan hukuman kurunganselama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp10.000,- (pasal 10 ayat 1 b UU No. 56 Prp Tahun 1960).

Mengenai prosedur penyelesaian sengketa gadai diatur berdasarkan peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 20 Tahun 1963 tentang pedoman penyelesaian masalah gadai dalam pasal 4, yaitu:

1. Pada tingkat pertama penyelesaiannya supaya diusakan secara musyawarah antara penggadai dan pemegang gadai, dengan disaksikan oleh kepala desa/panitia landreform desa setempat letak tanah atau tanaman yang bersangkutan.

2. Jika tidak dapat dicapai penyelesaiannya secara yang tersebut diatas, maka soalnya diajukan kepada Panitia Landreform Daerah Tingkat II malalui panitia Landreform Kecamatan, untuk mendapat keputusan, Panitia Landreform kecamatan memberi pertimbangan kepada Panitia Landreform Tingkat II;

(13)

dalam Pasal 7 ayat I barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan. Pasal 7 (tujuh) Ayat (2) menyebutkan, mengenai gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum berlangsung tujuh tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan membayar uang tebusan yang besarnya dihitung menurut rumus:

(7+1/2)- waktu berlangsung hak gadai X uang gadai, 7

Ketentuan pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp Tahun 1960, menunjukkan bahwa pembentk Undang-Undang menginginkan sebagian dari hasil perolehan atas pengusahaan tanah gadai menjadi cicilan pembayaran hutang penggadai serta adanya anggapan juridis bahwa setelah 7 tahun maka hutang penggadai menjadi lunas.

Undang-Undang No 56/1960 Tahun 1960 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1961, maka diharapkan gadai tanah yang telah berlangsung lebih dari 7 tahun telah berakhir dan transaksi gadai tanah berdasarkan hukum adat yang masih berlaku sejak saat itu tidak dilakukan lagi. Apabila gadai berdasarkan hukum adat yang masih berlaku di masyarakat, maka harus tunduk kepada ketentuan peraturan yang berlaku sehingga gadai tanah berdasarkan hukum adat akan terhapus.

(14)

diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hal-hal tersebut diusahakan akan dihapus dalam waktu dekat.

Dari rumusan resmi tentang gadai tanah diatas disimpulkan bahwa pembentuk Undang-Undang berpendirian bahwa gadai tanah merupakan perjanjian asseoir dari suatu perjanjian hutang–piutang. Jadi hak gadai itu lahir manakala ada dua pihak yang melakukan perjanjian hutang piutang dan pihak debitor menyerahkan tanah yang dimilikiya kepada kreditor sebagai jaminan atas pelunasan hutang. Dengan demikian, definisi tentang gadai tanah yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang diatas berbeda dengan definisi gadai tanah yang dirumuskan oleh para ahli hukum adat yang menyatakan gadai tanah sebagai perjanjian yang mandiri dengan objek tanah dan bersifat tunai. kemungkinan kesalahan akan pemahaman tentang gadai tanah sudah diingatkan jauh sebelumnya oleh Ter Haar. menurut beiiau penterjemahan terhadap lembaga transaksi gadai tanah dalam hukum adat diatas dengan istilah grondverpanding yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai gadai tanah menimbulkan dua alasan keberatan, yaitu:

a. Penterjemahan sedemikian itu mengedepankan pemikiran seolah-olah perjanjian tanah itu memiliki sifat assesoir, padahal perjanjian itu adalah perubahan hukum yang berdiri sendiri (zelfstandige rechtshandeling)

(15)

dapat menarik kembali tanah tersebut kepada dirinya sendiri dengan jalan membayarkan uang yang sudah diterimanya tetapi tindakan tersebut tidak diwajibkan.55

Namun, lebih lanjut beliau juga mengatakan bahwa hendaknya tetap dipakai istilah grondverpanding (gadai tanah) karena tidak ada istilah yang lebih baik dan harus dihindari kecenderungan untuk menghubung-hubungkan dalam pikiran istilah tersebut dengan “pandtransactie” belanda yang bersifatassesoirtersebut.”56

Penjelasan Undang-Undang No. 56/Prp Tahun 1960 pada bagian umum angka 9 (a) menyatakan bahwa “gadai tanah itu menunjukkan praktek-praktek pemerasan, hal mana bertentangan dengan azas sosialisme indonesia” sehingga dalam UUPA hak gadai dimasukkan kedalam golongan “hak yang bersifat sementara, yang diusahakan. Hapusnya dalam waktu yang singkat”(pasal 53 UUPA). Sedangkan para ahli hukum adat meyakini bahwa lembaga gadai tanah yang telah lama hidup di masyarakat tersebut masih dibutuhkan karena bersifat tolong menolong.

Pengertian hak gadai tanah (Gadai Tanah), UUPA tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan Hak Gadai (Gadai Tanah). Untuk memperoleh pemahaman tentang pengertian Gadai Tanah, berikut ini dikemukakan pendapat Boedi Harsono, Gadai tanah adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai dari padanya, selama uang gadai belum dikembalikan tanah tersebut dikuasai oleh pemegang uang gadai.

(16)

Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut penebusan tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan.57

Undang-Undang hak tanggungan menganut sebagai jaminan hutang yang diberikan hak-hak atas tanah kepada seseorang baik sebagai hipotik yang masih dianut oleh UUPA sebelum lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan No 4 tahun 1996, demikian juga pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 itu sendiri bahwa jaminan hutang yang dibebankan atas tanah, tanahnya tetap berada ditangan si debitur.

3. Gadai Menurut Hukum Perdata

Gadai adalah suatu hak kebendaan yang di punyai kreditur atas barang milik debitur sebagai jaminan hutang (1150 BW). Dari pengertian diatas ini ternyata hak gadai adalah tambahan saja atau buntut (bersifat accesoir) dari perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjaman uang. Maksudnya adalah untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali uang pinjaman atau bunganya.

Sifat-sifat hak kebendaan unumnya yaitu selalu mengikuti bendanya dimanapun berada (droit de suite), dapat dipindahkan kepada orang lain, yang lebih dahulu di dahulukan dalam pemenuhannya dan sebagainya, kreditur yang mempunyai

57Boedi Harsono (I), Hukum Agreria Indonesia SejarahPembentukan Undang-Undang Pokok

(17)

hak gadai mempunyai kedudukanpreferensiyaitu didahulukan dalam pemenuhannya daripada kreditur-kreditur lainnya.

Sebagaimana terlihat pada definisi hak gadai sendiri, yang menjadi objek dari hak gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (Lichamelijke Zaken) dan benda bergerak yang tidak berwujud(Onlichakelijke Zaken)berupa hak untuk mendapatkan uang yang berwujud surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini dapat berupa “atas bawa” (aan toonder), “atas tunjuk” (aan order), dan “atas nama” (op naam).

Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian (pand overeenkomst) antara penerima gadai dengan pemberi gadai untuk membuat perjanjian mengadakan gadai, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menentukan syarat apa-apa, artinya perjanjian itu dapat dibuat secara tertulis (otentik atau dibawah tangan) dan dapat dibuat secara lisan. Inilah yang dimaksudkan pasal 1151 BW yang menyatakan bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan semua alat-alat bukti yang diperolehkan buat membuktikan perjanjian pokok yaitu perjanjian peminjaman uang.

(18)

hasilnya kemudian diperuntukkan untuk melunasi hutangnya. Jika barang-barang yang dipergunakanya untuk berusaha tersebut ditarik dari kekuasaanya, maka sudah tentu ia tidak dapat berusaha lagi, hal mana jelas mengakibatkan kesukaran baginya untuk melunasi hutang-hutangnya itu.58

Untuk mengatasi kesulitan diatas adalah dengan menggunakan suatu bentuk jaminan yang dinamakan “fiduciare eigendoms overdracht” yang sering di singkat Feoyaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan bahwa penyerahan hak milik tersebut hanyalah sebagai jaminan untuk pembayaran hutang, dengan tetap menahan benda yang di feokan berada dalam kekuasaan yang menyerahkan hak milik.

Pemberian jaminan barang bergerak menurut hukum Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk, ”Pand” menurut Hukum Perdata, “Borg” menurut hukum adat atau gadai menurut hukum adat. Boreg menurut hukum adat ditujukan kapada pemberian jaminan dimana barang jaminan tetap dikuasai oleh si peminjam uang, sedangkan gadai atau apa yang dinamakan “cekelan” ditujukan kepada pemberian jaminan yang barangnya diserahkan dalam kekuasaan si “pemberi kredit”

Adanya perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan “penyerahan benda yang digadaikan” oleh pemberi gadai kepada penerima gadai. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1152 BW yang menentukan bahwa benda yang digadaikan harus berada dalam kekuasaan kreditur selaku penerima gadai.

(19)

Hukum perdata mengatur bahwa gadai sebagai lembaga jaminan hutang berlaku terhadap benda bergerak dan barang yang digadaikan diserahkan kepada orang yang meminjamkan uang, sedangkan untuk benda tidak bergerak (termasuk dengan benda yang melekat dengan tanah) lembaga jaminan yang dipakai adalah hipotik dan creditverband sebagaimana diatur dalam Staabld No.1937-190, sedangkan barang yang dihipotikkan tetap berada di tempat debitor (peminjam).

Gadai menurut hukum perdata barat terdapat dua perbuatan hukum yang berupa perjanjian pinjam-meminjam uang sebagai perjanjian pokok dan penyerahan benda bergerak sebagai jaminan, sebagai perjanjian ikutan.

Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkanya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

(20)

atau kepada pihak ketiga ini bahkan merupakan syarat mutlak bagi terbitnya hak gadai. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1152 (1) dan 1152 (2) BW, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1152 (1) BW: hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barangnya jaminan kedalam kekuasaan siberpiutang atau seorang pihak ketiga tentang siapa yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Pasal 1152 (2) BW: tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan siberhutang ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang.

Pasal 1153: hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya kepada orang terhadap siapa yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini, tentang hal pemberitahuan tersebut serta tentang izinnya sipemberi gadai dapat dimintanya suatu bukti tertulis.

(21)

pinjaman uang dengan jaminan.59 Sungguhpun dalam kenyataannya sekarang ini dilakukan oleh masyarakat, gadai tanah mengarah pada lembaga jaminan atau diperlakukan sebagai lembaga jaminan. Namun harus diingat bahwa gadai tanah ini bukanHipotheek dan bukan juga Credietverbandyang pernah dikenal dalam hukum jaminan pada jaman Belanda (Stb. 1847 NO 23) dan Stb. 1908-542 yo 1937-190), serta tidak juga tergolong apa yang disebutkan sebagai Hak Tanggungan (UU No.4 Tahun 1996). Sungguhpun ada penafsiran yang berupaya memasukkannya ke dalam undang-undang ini, namun gadai tanah itu tidak sama dengan Hak Tanggungan.

Seperti disebut juga, telah ada kemungkinan bahwa dalam perkembangannya gadai tanah sudah merupakan hal yang sama dengan Hak Tanggungan, namun tetap tidak sama filosofi dan karakteristiknya. Tapi juga mungkin akan merupakan sub sistem jaminan, bahkan dapat dimasukkan dalam sistem Fidusia nantinya, yang telah menampung bangunan-bangunan (benda tetap), disebut objek Fidusia. Sehingga dapat menampung perkembangan gadai tanah dalam hukum adat.60

C. Efektifitas Hukum Pelaksanaan Gadai Tanah Di Tanah Karo

Dalam hukum adat setiap perbuatan yang berhubungan dengan transaksi tanah mengikuti asas terang dan tunai yakni sepengetahuan atau dihadapan Kepala Desa/Ketua Adat. Demikian juga dalam pelaksanaan dalam gadai tanah Kepala

59R. Subekti,jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum

Indonesia,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1989), hal 57.

60M. Yamin,Gadai tanah dalam perkembangan Hukum adat Studi Mengenai Gadai Tanah Di

(22)

Desa/Ketua Adat awalnya berfungsi untuk menguatkan tindakan penggadaian tanah tersebut agar apa yang diperbuat sekedar telah dilakukan secara terang sehingga bila ada permasalahan antara mereka, Kepala Desa ikut bertanggung jawab.61

Perkembangan dalam gadai tanah, Kepala Desa/Ketua Adat sering tidak diikutkan dalam perikatan pelaksanaan perjanjian mereka, karena tindakan menggadai tanah dianggap merendahkan marwah yang menggadai sehingga perbuatan gadai selalu dilakukan secara diam-diam.62 Oleh karena itu kepala desa/ketua adat sering tidak dilibatkan dalam pelaksanaan gadai tanah, maka kepala desa itupun sering tidak mau menyelesaikan sengketa yang muncul dalam pelaksanaan gadai tanah di desanya. Akan tetapi bila permasalahan gadai tanah telah menjadi permasalahan desa, yakni telah melibatkan keluarga besarnya maka kepala desa tidak bisa tidak harus ikut mendamaikan atau menyelesaikan permasalahan gadai tersebut.63

Perjanjian gadai tanah di Desa Payung, Kabupaten Tanah Karo yang dibuat oleh para pihak yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan kepala desa ikut menandatangani perjanjian tersebut. Keikutsertaan Kepala Desa menandatangani perjanjian merupakan syarat untuk sahnya secara hukum perjanjian tersebut, karena kepala desa merupakan pejabat pemerintah di desa tersebut. Dalam perjanjian para pihak membuat jangka waktu yang lamanya 2-5 tahun pemberi gadai akan menebus tanah tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut pemberi gadai tidak menebus

61Muhammad yamin. Op.Cit,hal 162

62Ibid hal, 162

(23)

tanahnya maka penerima gadai tetap berhak menguasai tanah gadai tersebut, sampai saat ini banyak penguasaan tanah gadai yang jangka waktunya telah lebih dari tujuh tahun karena pemberi gadai tidak mampu menebusnya kembali atau karena atas dasar perhitungan pemberi gadai bahwa hutang dalam perjanjian dengan dibandingkan dengan harga tanah maka selisihnya tidak jauh lagi oleh karena itu pula pemberi gadai tidak menebusnya kembali. Apabila ada transaksi gadai tanah biasanya penendatangannya dilakukan di depan Kepala Desa, kalau tidak ada tanda tangan kepala desa maka penerima gadai tidak mau melakukan transaksi, tanda tangan kepala desa wajib ada dan dianggap sebagai sah secara hukum. Selain kehadiran kepala desa dalam penandatanganan perjanjian gadai tanah, biasanya dihadiri oleh anakberu (keluarga laki-laki) ataupun kalimbubu (keluarga perempuan) pemberi gadai, dilihat dari sejarah status tanah tersebut apabila dahulunya tanah tersebut milik anakberu ataupun kalimbubu yang diberikan kepada pemberi gadai maka kehadiran atau tanda tangan kalimbubu ataupun anakberu wajib ada, kalau tidak maka penerima tidak mau melakukan transaksi karena takut suatu saat mungkin akan menjadi suatu masalah. Cara pengembalian tanah gadai kepada pemberi gadai apabila pemberi gadai atau ahli warisnya menebus tanah gadai sesuai perjanjian yang telah disepakati atau hutangnya dikurangi oleh penerima gadai, biasanya penerima gadai mau mengurangi utangnya pemberi gadai karena penerima gadai sangat membutuhkan uang, apabila penerima gadai tidak mau maka tanah tetap dikuasai oleh penerima gadai walapun telah lewat dari tujuh tahun lamanya.64

(24)

Urip Santoso dalam buku hukum agraria dan hak-hak atas tanah menjelaskan bahwa:

a. Hak gadai (Gadai Tanah) yang lamanya tidak ditentukan, maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan sewaktu-waktu, misalnya sekarang di gadai, 1 atau 2 bulan kemudian ditebus. Penebusan baru dapat dilakukan apabila pemegang gadai minimal telah melakukan satu kali masa panen. Hal disebabkan karena hak gadai merupakan perjanjian penggarapan tanah, bukan perjanjian pinjam-meminjam uang.

b. Gadai tanah yang lamanya ditentukan, dalam hal hak gadai tanah ini, pemilik tanah baru dapat menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjikan dalam hak gadai berakhir. Kalau jangka waktu tersebut sudah berakhir dan pemilik tanah tidak dapat menebus tanahnya, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi sehingga pemegang gadai bisa menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pemilik tanah tidak dapat menebusnya, maka pemegang gadai tidak dapat memaksa pemilik tanah untuk menebus tanahnya, dan kalau pemegang gadai tetap memaksa menjual lelang tanah yang di gadaikan tersebut, maka pemilik tanah dapat menggugat pemegang gadai kecuali pemilik tanah dapat mengujinkan menjual tanah yang di gadaikan.

Mengenai gadai tanah di Desa Rimokayu Kecamatan Payung Kabupaten Tanah Karo, biasanya dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pemberi gadai dengan penerima gadai dan diketahui oleh Kepala Desa sebagai saksi, biasanya dalam perjanjian ditulis jangka waktu pelunasan utang pemberi gadai tetapi setelah jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak melunasi hutangnya maka penerima gadai tetap menguasai tanah apabila pemberi gadai belum melunasi hutangnya maka selama itu penerima gadai tetap menguasai tanahnya walaupun jangka waktu telah lewat dari yang diperjanjikan, .65

2014.

65Wawancara dengan Kepala Desa Rimokayu, Bapak Ngikut Pelawi pada tanggal 17 Oktober

(25)

Mengenai gadai tanah di Desa Tanjung Merawa Kecamatan Tiganderket Kabupaten Tanah Karo, biasanya gadai tanah dibuat secara tertulis oleh pemberi gadai dengan penerima gadai dan untuk penebusan hutangnya dengan perhitungan mengikuti harga emas, mengenai jangka waktu penebusan oleh pemberi gadai tidak disebutkan dalam perjanjian, yang ada dalam perjanjian adalah apabila pemberi gadai ingin menebus tanah maka harga sesuai dengan yang diperjanjikan oleh pemberi gadai dengan pemberi gadai. Sampai saat ini masih banyak gadai belum ditebus oleh pemberi gadai karena apabila ditebus sesuai dengan perjanjian maka pemberi gadai harus menebusnya sesuai dengan harga emas sekarang, oleh karena itu pemberi gadai tidak mampu untuk menebusnya kembali. Sampai saat ini gadai tanah telah banyak yang dialihkan kepada pihak lain dengan persetujuan pemberi gadai dan biasanya dalam pengalihan kepada pihak lain kepala desa tidak ikut dalam penandatangan dan pemberi gadai biasanya menerima uang tambahan dari pihak ketiga.66

Keterangan dari Bapak Berani singarimbun bahwa tanahnya seluas kurang lebih 3000 M2, telah digadaikan kepada Doman Purba pada tahun 1995, dengan perjanjian bahwa tanah tersebut tetap dikuasai oleh Bapak Berani Singarimbun dan setiap kali panen Bapak Berani membayar kepada Bapak Doman sebagai uang sewa selama utang belum di bayar lunas, jadi mulai dari tahun 1995 bapak Berani Tetap mebayar uang sewa kepada Doman Purba, mulai dari tahun 2010 Bapak Berani

66Wawancara dengan Kepala Desa Tanjung Merawa, Bapak Menanti Sitepu pada tanggal 15

(26)

Singarimbun tidak mau lagi membayar uang sewa karena selama ini Bapak Berani merasa tidak punya uang lagi dan pernah mendengar mengenai peraturan gadai tanah, karena tidak mau membayar uang sewa lagi maka beberapa tahun lalu Bapak Doman Purba mendatangi kerumah Bapak Berani Singarimbun dengan meminta supaya Bapak Berani untuk meninggalkan tanah tersebut dan mau dialihkan kepada pihak lain, karena Bapak berani mengetahui ada aturan tersebut maka dia menolak kemauan dari Bapak Doman purba, sekaligus mengatakan kepada Bapak Doman Purba kalau tidak senang laporkan saja kepada polisi, sampai saat ini bapak Doman purba pun tidak pernah datang lagi untuk meminta uang sewa tanah tersebut.67

Keterangan dari Nyonya Dinan Sitepu bahwa suaminya alm Tuah Singarimbun pada tahun 1978, menggadaikan tanah kepada senter sembiring dengan nilai 60 mayam emas london, dengan perjanjian bahwa emas tersebut dipinjam selama 2 tahun lamanya, apabila emas itu tidak kembalikan maka tanah tersebut tetap dikuasai oleh penerima gadai, pada waktu penggadaian tersebut sebenarnya yang menjadi transaksi bukan emas melainkan uang, tetapi diperhitungkan dengan harga emas, pada tahun 2010 Nyonya Dinan Sitepu menebus tanah tersebut tetapi tidak senilai emas 60 mayam, melainkan dengan perjanjian yang telah disepakati antara penggadai dengan penerima gadai dengan nilai Rp35.000.000,-. Pada awalnya tawaran dari Nyonya Dinan Sitepu dengan harga tersebut ditolak oleh penerima gadai karena merasa tidak sesuai dengan perjanjian, tetapi karena Nyonya Dinan Sitepu pernah mendengar bahwa aturan gadai tanah ada diatur dalam Undang-Undang maka aturan tersebut disampaikan kepada penerima gadai sekaligus mengatakan bahwa

(27)

apabila penerima gadai tidak mau menerima tawaran tersebut maka Nyonya Dinan Sitepu akan melakukan gugatan ke pengadilan, nyonya Dinan mengatakan kepada penerima gadai, apabila melakukan gugatan ke pengadilan maka penerima gadai tidak mendapat apapun lagi seperti tawaran yang di tawarkan oleh Nyonya Dinan Sitepu. Setelah

disampaikan aturan tersebut maka beberapa lama kemudian penerima gadai mendatangi Nyonya Dinan Sitepu dan menerima tawaran tersebut.68

Referensi

Dokumen terkait

Ta – Tetep jumeneng ing dzat kang tanpa niat (Tetap berada dalam dzat yang tanpa niat).Dat atau zat tanpa bertempat tinggal,yang merupakan awal mula adalah dat

Penelitian dilakukan dengan mencari nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilakukan proses perankingan yang akan menentukan alternatif yang optimal, yaitu

Penelitian tindakan kelas ini dilaksa- nakan di SD N Surakarta yang beralamat di Jalan Sere No 08, Kelurahan Pajang, Keca- matan Laweyan, Kota Surakarta.

publik yang ada dalam instansi atau perusahaan tersebut. Sudah tentu suasana di dalam badan atau perusahaan itu sendiri yang menjadi target internal Public Relations ,

Pada penelitian ini ditemukan bahwa ketidakmapanan keluarga petani yang hanya mengandalkan pola nafkah dari usaha onfarm saja bukan berarti mereka harus mencari

Metode pembahasan diawali dengan pengumpulan data yang diolah melalui analisis dan sintesis data yang kemudian diprosese menjadi sebuah konsep

Pengajaran bahasa Inggris dengan Kurikulum 1984 menawarkan suatu pendekatan yang disebut dengan “pendekatan komunikatif” dengan dasar pikir bahwa belajar bahasa

Setelah diberikan terapi murottal Al-Qur’an sebagian besar pasien pre operasi katarak dengan hipertensi kelompok perlakuan memiliki tekanan darah sistole