• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Petisah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Petisah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Early Childhood Caries

Early Childhood Caries akhir – akhir ini digunakan untuk menggantikan istilah karies yang berkembang cepat serta akut atau rampan, termasuk Baby Bottle Caries, Nursing Caries sehingga merupakan definisi yang lebih spesifik menggambarkan keadaan yang terjadi. Istilah-istilah lain yang digunakan yaitu Nursing Bottle Syndrome, Milk Bottle Syndrome, Bottle Mouth Caries dan Baby Bottle Tooth Decay (BBTD).1-2,9

The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefenisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai adanya satu atau lebih decay (kavitas atau non kavitas), kehilangan gigi (karena karies) atau permukaan gigi yang ditumpat pada gigi sulung manapun di usia 71 bulan atau kurang.1,5-6,10-12 Pada anak di bawah usia 3 tahun, tanda lesi yang dijumpai pada permukaan gigi mengindikasikan Severe Early Childhood Caries (S-ECC). Sedangkan dikatakan S-ECC apabila dijumpai karies pada anak usia 3-5 tahun dengan satu atau lebih kavitas, hilang karena karies atau tambalan pada gigi sulung anterior maksila, indeks deft (white spot, rusak, hilang dan tambalan) ≥ 4 pada anak usia 3 tahun, ≥ 5 pada anak usia 4 tahun, ≥ 6 pada anak usia 5 tahun.1,10,12

(2)

Pada anak yang tertidur dengan botol tetap di dalam mulut, maka cairan yang

berada di sekitar gigi akan menyebabkan proses dekalsifikasi. Aliran saliva yang berkurang selama tidur akan membahayakan gigi. Kebiasaan menghisap botol atau ASI yang dilakukan sepanjang hari atau waktu tidur merupakan dasar terjadinya karies setelah beberapa bulan.6,9

WHO menyatakan pemberian susu botol dan menyusui sampai usia anak 2 tahun merupakan kebutuhan, namun AAPD menyatakan bahwa menyusui dan minum melalui botol pada anak adalah hal potensial penyebab karies karena gigi terpapar dalam waktu lama dan berulang tanpa penjagaan oral hygiene yang baik.1 Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Rizal MF dkk menyatakan bahwa pada anak yang minum susu melalui botol sebanyak 4 kali atau lebih dalam sehari memiliki risiko karies sebesar 46,8% dan 53,2% pada anak yang hanya sekali minum susu botol pada malam hari, 32,2% pada anak yang minum susu botol 2 kali pada malam hari. Juga dijelaskan bahwa pada anak dengan frekuensi minum susu botol ≥ 2 kali dalam sehari dapat meningkatkan risiko ECC 2,27 kali dan meningkatkan risiko ECC 1,16 kali pada anak dengan minum susu botol ≥ 2 kali pada malam hari.7

Penggunaan susu botol sebagai pengganti ASI memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap timbulnya karies gigi pada anak usia prasekolah. Pola karies ini berkaitan dengan pemberian susu atau cairan manis lain dengan menggunakan botol secara berkepanjangan. Terlebih lagi bila anak terbiasa atau dibiasakan meminum susu botol sebelum tidur, dan tak jarang botol susu masih ada dalam mulut saat anak lelap tertidur.8 Kegemaran makan makanan manis disertai dengan kebersihan mulut

yang buruk akan memudahkan terjadinya ECC.3

Pola makan yang tidak sehat, misalnya mengonsumsi jenis makanan kariogenik yang dilakukan secara beberapa kali diantara waktu makan merupakan hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya karies oleh karena keterlibatan karbohidrat

(3)

kariogenik pada anak dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya karies,

terutama ECC.2

2.1.1 Gambaran Klinis ECC

ECC adalah penyakit serius dan kadang menimbulkan sakit, ditandai dengan

ciri khas yaitu timbul dan berkembang sangat cepat, terdiri atas empat tahap, terjadi segera setelah gigi erupsi, mengenai gigi insisivus atas, terutama yang berkaitan dengan gusi, berlanjut ke kaninus. Jika proses berlanjut dapat mengenai gigi molar, namun gigi insisivus bawah terlindungi.1

Tahap perkembangan karies yaitu:1-2,9 a. Tahap satu / inisial

Disebut juga tahap reversible, tahap ini diawali dengan terlihatnya garis berwarna putih seperti kapur, lesi berwarna opak karena demineralisasi pada permukaan licin gigi insisivus atas. Lesi dapat diketahui dengan mengeringkan gigi terlebih dahulu. Tahap ini terjadi pada anak usia 10-20 bulan, atau bahkan pada usia lebih muda. Garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan vestibular dan palatal insisivus maksila yaitu gigi yang erupsi pertama pada rahang atas dan merupakan gigi yang paling sedikit dilindungi oleh saliva. Pada tahap ini lesi sering tidak diketahui oleh orang tua karena anak tidak mengeluh. Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat menjadi kavitas kuning–coklat.

(4)

b. Tahap dua / kerusakan

Tahap ini terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat, menyebabkan demineralisasi enamel sehingga mengenai dan terbukanya dentin. Ketika lesi berkembang, lesi putih pada enamel tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, pada kasus yang lebih

parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Enamel berubah warna karena makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila mulai terkena tahap inisial di regio servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh dan sensitif terhadap rasa dingin, orangtua mulai peduli dengan perubahan warna gigi anaknya.

Gambar 2. ECC stadium dua9

c. Tahap tiga / lesi

(5)

Gambar 3. ECC stadium tiga9

d. Tahap empat / traumatik

Tahap ini terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi meluas secara cepat ke seluruh permukaan enamel, mengelilingi region servikal, dentin dan dalam waktu singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa. Pada tahap ini, insisivus maksila biasanya nekrosis dan molar pertama maksila pada tahap tiga, sedangkan molar kedua maksila, kaninus maksila, dan molar pertama mandibula pada tahap dua. Beberapa anak menderita tapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah tidur dan menolak untuk makan.

Gambar 4. ECC stadium empat9 Gambar 5. Destruksi gigi insisivus maksilla

disertai abses gigi 519

2.1.2 Etiologi ECC

(6)

bakteri dapat bertahan (diet gula), faktor host (saliva dan gigi) serta pengaruh waktu.

Keempat faktor tersebut saling berinteraksi pada waktu tertentu, menyebabkan tidak seimbangnya demineralisasi dan remineralisasi antara permukaan gigi dan plak yang terdapat pada gigi. Tanpa salah satu dari beberapa faktor ini maka karies gigi tidak dapat terjadi. Faktor yang paling berperan untuk terjadinya ECC adalah adanya

aktivitas mikroorganisme penyebab karies yang tinggi, seringnya mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik serta kebersihan mulut yang buruk.1-2,11

Gambar 6. Skema karies sebagai penyakit multifaktorial11

Mikroorganisme kariogenik utama adalah Streptokokus mutans dan streptokokus sobrinus yang merupakan mikroorganisme patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan cepat menghasilkan asam dengan bantuan plak. Asam yang dihasilkan akan menyebabkan pH dalam rongga mulut menjadi <5,5 dan terjadi demineralisasi enamel gigi. Keparahan ECC berhubungan langsung dengan jumlah Streptokokus pada bayi yang berasal dari infeksi ibu atau orang yang dekat dengannya. Penelitian (cit. Taqwa) menunjukkan bahwa mikroorganisme ini baru terdapat dalam mulut segera setelah gigi sulung erupsi dan bertambah seiring dengan bertambahnya erupsi gigi. Mikroorganisme lain yang juga dijumpai pada penderita ECC adalah laktobasilidan beberapa spesies actinomyces.1

(7)

bakteri kariogenik dan membantu bakteri melekat pada permukaan gigi. Sering dan

lamanya mengonsumsi gula merupakan penyebab terjadinya karies. Gula tersebut dimetabolisme oleh Streptokokus mutans dan laktobasilus menjadi asam organik menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin.1-2

Faktor risiko host terjadinya ECC adalah enamel yang pembentukan dan

perkembangannya tidak sempurna seperti enamel hipoplasia, anomali karakteristik dan anatomi gigi (ukuran, permukaan, kedalaman pit dan fisur) dan gigi berjejal. Saliva membersihkan substrat di mana bakteri menyebabkan karies dan menyediakan mekanisme pembersihan gigi. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Individu dengan gangguan sekresi saliva memiliki peningkatan risiko terjadinya karies. Bila sekresi saliva berkurang akan terlihat peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme bertambah.1-2

Semakin lama gigi terpapar gula, semakin cepat enamel mengalami demineralisasi, terjadi terutama pada bayi yang minum susu sambil tertidur. Pemakaian botol pada bayi merupakan predisposisi terjadinya ECC karena dot dapat menahan saliva pada gigi insisivus rahang atas, sedangkan gigi insisivus rahang bawah yang dekat dengan kelenjar ludah terjaga dari botol atau ASI. Pemakaian botol pada malam hari dapat mengurangi aliran saliva dan menetralkan kemampuan saliva, menyebabkan penumpukan debris dan makin lamanya gigi terpapar dengan karbohidrat yang berfementasi.1

Pada waktu makanan atau minuman yang mengandung karbohidat dikonsumsi, pH plak mulai menurun, keadaan ini dapat bertahan selama 20 – 30

menit sebelum sifat bufer saliva menetralisir keasaman plak. Ketika asam dihasilkan, kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Waktu yang diperlukan untuk membentuk sebuah kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.11

2.2 Pola Diet Anak

(8)

dengan polisakarida atau starches (pati) atau dietary fibers (serat). COMA membuat klasifikasi gula untuk kesehatan gigi yaitu gula intrinsik dan ekstrinsik. Gula intrinsik adalah gula yang secara alami berintegrasi ke dalam struktur seluler sedangkan gula ekstrinsik adalah semua jenis gula yang tersedia dalam bentuk bebas atau yang ditambahkan ke dalam makanan. Gula ekstrinsik lebih cepat dimetabolisme oleh

bakteri rongga mulut daripada gula intrinsik sehingga berpotensi untuk bersifat lebih kariogenik.2,13

Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi bagi tubuh. Walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak dikonsumsi sehari-hari sebagai makanan pokok, terutama di negara – negara sedang berkembang termasuk Indonesia yang mengonsumsi karbohidrat sekitar 70 – 80% dari total kalori. Karbohidrat dalam makanan memiliki derajat kariogenik yang berbeda – beda. Sukrosa adalah jenis karbohidrat dengan berat molekul rendah yang bersifat paling kariogenik daripada jenis lainnya, dan paling banyak dikonsumsi orang terutama anak-anak. Sukrosa akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, oleh karena itu makanan dan minuman yang mengandung sukrosa akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel.2,13

Hasil penelitian (cit. Pintauli) menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada giginya. Sebaliknya, orang – orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak

mempunyai karies gigi. Dari penelitian Stephan (cit. Pintauli) diketahui bahwa terjadi penurunan plak dari pH 6 menjadi 5 setelah berkumur dengan larutan sukrosa selama 3 menit. pH yang rendah ini akan bertahan selama 40 menit, namun setelah gigi dibersihkan, tidak terjadi lagi penurunan plak.13

(9)

non-milk extrinsic sugars) atau disingkat NMES. Gula yang sangat berbahaya bagi kesehatan gigi adalah NMES dari semua gula tambahan seperti gula yang terkandung dalam jus buah segar, madu dan sirup.13

Rekomendasi / anjuran diet harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap orang. Rekomendasi diet yang baik dapat dilakukan dengan anjuran untuk menggunakan

makanan pengganti gula, seperti gula alkohol dan pemanis buatan, membiasakan mengonsumsi diet antikariogenik, dan penggunaan obat – obatan bebas gula. Bahan ini memberikan rasa manis tetapi tidak menghasilkan asam ketika difermentasi oleh bakteri plak. Bahan pengganti gula ini ada yang mempunyai nilai kalori (pemanis nutritif) dan ada yang tidak mempunyai nilai kalori (pemanis non-nutritif).13,14

Pemanis nutritif yang paling umum adalah xylitol, sorbitol, dan manitol, maltitol dan isomalt. Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan alkohol yang paling banyak digunakan, terutama Indonesia. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet, pastiles, permen karet, minuman ringan dan lain-lain yang dapat menghambat perkembangan karies. Sedangkan pemanis non-nutritif memberikan rasa manis tetapi tidak mengandung kalori dan benar-benar aman bagi gigi. Misalnya, sakarin, siklamat, aspartame, acesulfame-K dan sucralose. Rasa manis sakarin adalah 500 kali lebih manis dari gula sukrosa. Penggunaan siklamat sebagai bahan pemanis biasanya pada makanan / minuman rendah kalori, digunakan juga oleh pedagang untuk berbagai jenis es, sirup, limun dan minuman ringan lain serta manisan. Produk pemanis non-nutritif sangat berguna bagi pasien dengan insiden karies tinggi yang disebabkan oleh keseringan mengonsumsi minuman bergula

seperti kopi atau teh manis.11,13-15

2.2.1 Jenis Makanan

Karbohidrat adalah salah satu nutrisi yang kariogenik, fermentasi dari

(10)

murni seperti madu (fruktosa dan glukosa), molasses (sukrosa dan gula lain), brown

sugar (sugar dan molasses) memiliki tingkat kariogenitas seperti sukrosa. Polisakarida – makanan pokok seperti nasi, kentang dan jagung – lebih tidak kariogenik dibanding golongan monosakarida dan disakarida. Buah segar adalah jenis makanan yang rendah tingkat kariogenitasnya karena rendahnya kandungan

karbohidrat dan tingginya kandungan air.11

Berdasarkan jenisnya, karbohidrat dapat dibagi atas tingkatan kariogeniknya (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogenitasnya16

Jenis Karbohidrat Tingkat Kariogenik

Sukrosa Tinggi

Laktosa Sedang

Glukosa Sedang

Fruktosa Sedang

Maltosa Sedang sampai rendah

Sorbitol Rendah

Mannitol Rendah

Xylitol Rendah

Zat Pati Rendah

Makanan yang baik untuk kesehatan gigi adalah keju. Keju merupakan bentuk lain dari susu, banyak mengandung kalsium dan fosfat dan kasein yang mampu mengurangi kelarutan enamel. Oleh karena itu keju ini disebut mempunyai efek kariostatik, artinya mampu mengurangi atau menghentikan berlangsungnya proses karies. Selain itu, aroma keju dapat merangsang dan mempercepat keluarnya saliva sehingga bersama – sama dengan saliva, kandungan dalam keju akan ikut memerangi kemungkinan terjadinya karies gigi. Keju ini jika dikunyah setelah makan makanan

yang mengandung karbohidrat, dapat membentuk senyawa yang bersifat basa, sehingga dapat menghentikan terjadinya suasana asam yang dapat menyebabkan proses penghancuran enamel sebagai proses awal karies gigi.17

Permen karet bebas gula atau mengandung sorbitol juga dapat merangsang

(11)

dapat membersihkan mulut dari sisa – sisa makanan, melumat atau mengunyah

permen karet setelah menyantap makanan berkarbohidrat dapat mengurangi risiko karies gigi.17

Penelitian oleh Badan Peneliti Eastman Dental Center di New York mengklasifikasikan makanan kariogenik berdasarkan potensi tinggi, sedang, rendah,

tidak berpotensi dan yang mampu menghambat karies, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogenik18

Potensi Jenis Makanan

Tinggi Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis tambahan Sedang Jus buah, sirup, manisan, buah kalengan, minuman

ringan, roti dan potato chips

Rendah Sayur, susu, kacang, jagung dan yoghurt Tidak Berpotensi Daging, ikan, lemak dan minyak Mampu Menghambat Karies Keju dan golongan xylitol

Air putih merupakan hal yang paling sederhana dan perlu. Setelah makan, setelah minum susu, atau bahkan setelah minum manis dan makan makanan yang merusak gigi, air putih adalah salah satu solusi termudah untuk membantu menetralkan keadaan asam di dalam mulut akibat fermentasi makanan di dalam gigi dan mulut oleh kuman. Kebiasaan minum air putih sejak anak – anak akan membantu gigi selalu bersih setelah makan atau minum manis, susu, atau jus.17

2.2.2 Frekuensi dan Durasi Makan

Seringnya mengonsumsi makanan kariogenik merupakan salah satu pemicu terjadinya karies. Setiap mengonsumsi 1 makanan kariogenik, maka akan menyebabkan gigi terpapar dengan asam selama 20 menit. Jika hanya makan 3 kali dalam sehari dan tidak jajan atau mengonsumsi makanan dan minuman lain, kecuali air putih, maka gigi akan terpapar hanya 3 kali 20 menit selama sehari.

(12)

terpapar dengan asam dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resiko yang besar

untuk terjadinya demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi.11,17

Dua individu dapat memakan jumlah karbohidrat yang sama, tetapi orang yang lebih sering mengonsumsi makanan tersebut memliki potensi yang lebih besar

untuk terjadinya karies. Setiap gigi terpapar maka pH akan turun selama 2 sampai 3 menit dengan pH 5,5 atau kurang (pH kritis) dan terjadinya dekalsifikasi enamel, dan secara perlahan yaitu sekitar 40 menit kemudian pH akan naik kembali.11,17

Seseorang yang mengonsumsi permen selama 5 menit, gigi akan terpapar hingga ke pH kritis dan akan kembali normal setelah 40 menit berikutnya. Jika orang lain memakan permen dalam 5 gigitan, tetapi menghabiskan 1 gigitan per jam maka gigi akan terpapar oleh asam selama 200 menit (5 gigitan x 40 menit = 200 menit). Frekuensi meminum minuman bersoda, sports drinks, energy drinks serta kopi dan teh juga dapat menyebabkan risiko karies dan menyebabkan erosi.11

Bibby (cit. Stegeman) menyatakan bahwa hal penting yang harus diubah dalam pola diet anak untuk mencegah terjadinya karies yaitu dengan mengurangi frekuensi mengonsumsi makanan atau minuman yang manis. Bibby juga mengatakan bahwa dalam berbagai penelitian, ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab karies tersebut adalah frekuensi mengonsumsi makanan atau minuman serta jajanan yang kariogenik.11

2.2.3 Bentuk Fisik Makanan

Jenis makanan yang lengket dan manis merupakan makanan yang sangat menyenangkan bagi anak. Pada umumnya makanan yang mengandung karbohidrat atau pati dan gula sukar dibersihkan dari gigi – gigi di dalam mulut. Makanan kecil (snack) bersifat lebih asam dibandingkan makanan yang hanya mengandung gula

(13)

Sifat fisis yang mempengaruhi keluarnya saliva dan pembersihan makanan

adalah kekasaran, kelarutan tekstur dan lengketnya makanan. Makanan yang lengket dan mudah dikunyah tidak ada hubungannya dengan kecepatan pembersihan makanan di dalam mulut. Makanan – makanan ini merupakan karbohidrat yang dimasak dan relatif mudah dikunyah, sehingga saliva tidak akan terpacu untuk

banyak keluar seperti jika menggigit sesuatu yang keras, dan sesudahnya makanan ini akan banyak tertinggal di atas permukaan gigi, sedangkan makanan seperti karamel, karena teksturnya yang keras, saliva akan banyak keluar dan makanan akan mudah ditelan tanpa banyak tertinggal di permukaan gigi.16

2.2.4 Cara Mengonsumsi Makanan

Cara mengonsumsi makanan / minuman merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam proses terjadinya ECC. Salah satu contoh ialah mengonsumsi gula sebelum tidur. Menurunnya aliran saliva selama tidur dapat menurunkan oral clearance dan dapat meningkatkan terjadinya kontak yang lama antara plak dan substrat, dan juga dapat meningkatkan tingkat kariogenitas dari substrat tersebut.12

Dilley et al (cit. Dalimunthe) menjelaskan hasil penelitiannya, mereka menemukan anak dengan ECC menggunakan / mengisap minuman melalui botol dan menyusui dalam waktu yang lama. Hal yang sama dijumpai oleh Johnson yaitu persentase yang besar pada anak dengan ECC bila ia meminum minuman manis terutama susu melalui botol sebelum ia tidur.9

2.2.5 Penambahan Bahan Pemanis

Goose dan Gittus (cit. Dalimunthe) menunjukkan bahwa pemberian vitamin dan penggunaan mainan yang diberi bahan pemanis jelas lebih banyak menimbulkan karies dibandingkan anak yang tidak diberi. Persentase penduduk yang memberikan

(14)

mengenai penggunaan makanan melalui botol yang diberi pemanis dalam jangka

waktu yang lama, cenderung mengarah menjadi ECC yang dijelaskan sebagai suatu kondisi merusak yang dapat menyebabkan melemahnya gigi anak.9

Pada bayi yang diberi minum dengan posisi digendong, kemungkinan substansi sirup atau susu yang manis sedikit melapisi permukaan gigi, dibandingkan

(15)

2.3 Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Early Childhood Caries (ECC) Host

Pencegahan

Anjuran dan Analisis Diet Pola Diet Anak : • Pola makan utama • Pola makan selingan

• Pola minum minuman manis • Pola minum susu

Analisis Perilaku Diet Pola Diet Anak: • Pola makan utama • Pola makan selingan

• Pola minum minuman manis

• Pola minum susu

Pengalaman

Early Childhood Caries (ECC)

Gambar

Gambar 1. ECC stadium insisal9
Gambar 2. ECC stadium dua9
Gambar 3. ECC stadium tiga9
Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogenitasnya16
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi semua itu juga tergantung dengan karakter yang dimiliki orang tua, orang tua yang mempunyai karakter yang keras akan dengan mudah melakukan kekerasan verbal

BBA, dimana pada sampel BBA intensitas puncak semakin tinggi yang belum teridentifikasi fasanya. Kemungkinan yang terjadi adalah zat pengotor tersebut tidak larut dalam

Bapak/Ibu siswa akan memberikan informasi sejujur-jujurnya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan pihak Pusat Layanan Autis Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Kuesioner yang dilakukan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert untuk menanyakan tanggapan konsumen mengenai.. pengaruh hubungan interpersonal dan

Penelitian yang berjudul pengaruh profitabilitas terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dengan opini audit dan reputasi kantor akuntan publik sebagai

Bahan baku yang digunakan pada pabrik NaOCl adalah air

[r]

Menguasan materi, struktur, konsep dan pola pikir Menganalisis aspek-aspek perencanaan usaha Mengidentifikasikan aspek organisasi dalam usaha. keilmuan yang mendukung mata