• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indie Pop Simbol dan Identitas Individu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Indie Pop Simbol dan Identitas Individu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah : Kajian Konsumsi dan Gaya Hidup

Paper:

Konsumsi Simbolik Individu Pada Sebuah Komunitas Indie Pop di

Yogyakarta

“Simbol dan Identitas Individu dalam Komunitas”

Nino Citra Anugrahanto

11/318531/SA/16060

Fakultas Ilmu Budaya

(2)

Daftar Isi

1. Daftar Isi

2

2. Abstrak

3

3. Pendahuluan

4

4. Indie Pop

5

5. Manifestasi Simbol dalam Tubuh

7

6. Identitas dan Ruang Sosial Baru

9

7. Kesimpulan

12

8. Daftar Pustaka

13

Konsumsi Simbolik Individu Pada Sebuah Komunitas Indie Pop di Yogyakarta Simbol dan Identitas Individu didalam Komunitas

(3)

11/318531/SA/16060

Citra atau image sudah menjadi hal yang umum untuk dikonsumsi masyarakat dewasa ini. Mereka mengkonsumsinya melalui akun-akun sosial media juga barang-barang di sekitarnya. Brand-brand suatu produk yang kini dikonsumsi, dalam bentuk apapun, tujuannya untuk menjadikan seseorang memiliki citra sama dengan barang yang di konsumsinya. Didalam masyarakat terdapat berbagai komunitas, dan menurut saya konsumsi atas citra akan mudah ditemukan dalam ruang ini. Komunitas merupakan salah satu ruang sosial yang terbentuk dalam masyarakat diantara ruang-ruang sosial yang lainnya, tentunya dalam ruang ini juga terbentuk pola-pola konsumsi tertentu. Dalam komunitas indie pop, bentuk dari konsumsi citra bisa berupa konsumsi musik, gaya berpakaian, ataupun gagasan. Menurut Pasi Falk (1994), “…the body has been into representational issues, examining the symbolic significance of the body as a metaphor of social relationships”. Tubuh dijadikan representasi akan isu-isu yang berkembang pada masyarakat modern. Pola konsumsi yang dilakukan lebih kepada nilai-nilai simbolis akan suatu hal, seperti yang dituliskan Abdullah (2006) bahwa citra yang dipancarkan suatu produk dan praktik merupakan alat ekspresi diri bagi kelompok. Jadi, hubungan sosial terbentuk karena makna simbolis yang terdapat pada tubuh sebagai metafor dari hubungan sosial tersebut, dan dijadikan identitas bagi suatu kelompok. Kemudian yang terjadi adalah ketika seorang individu ingin memasuki suatu komunitas tertentu yang akan dilakukan adalah mengidentifikasikan dirinya sama dengan komunitas tersebut, dan disini dapat dilihat bahwa hal ini yang sering terjadi pada sebagian besar masyarakat sekarang. Gregory Stone (1962) menjelaskan identitas adalah lokasi sosial individu, dimana dia diletakkan sehubungan dengan orang lain, ditambah dengan Soeprapto (2002) yang menyatakan bahwa identitas seseorang merupakan apa yang orang lain beritahukan melalui interaksi-interaksi. Tulisan ini selanjutnya akan membahas mengenai bagaimana konsumsi simbolik berujung pada pindahnya individu ke ruang sosial yang baru, dan mengkonstruksi konsumsi individu-individu, atas perkara identitas, agar seseorang diakui keberadaannya dalam suatu kelompok atau komunitas.

Keywords : Konsumsi Citra, Simbol, Indie Pop, Ruang Sosial, Komunitas, Identitas.

Pendahuluan

(4)

kebutuhan konsumsi manusia itu dibagi menjadi tiga yaitu primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer untuk kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan, yang memang harus dipenuhi, karena apabila salah satunya tidak dipenuhi akan mengganggu keberlangsungan hidup manusia. Lalu, kebutuhan sekunder dipenuhi setelah kebutuhan primer terpenuhi, karena sifatnya kebutuhan sekunder ini hanya sebagai pemuas hasrat saja, seperti handphone, televisi, atau jalan-jalan. Selanjutnya, yang terakhir adalah kebutuhan tersier yang dipenuhi setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi, sebab kebutuhan ini nilai ekonomisnya tinggi karena sifat dari barangnya yang mewah, seperti motor, mobil, atau rumah mewah yang harganya tentu saja sangat tinggi.

Namun, pola konsumsi yang seperti itu nampaknya sudah berubah. Fenomena yang terjadi pada masyarakat sekarang ini adalah konsumsi dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan seperti sandang, pangan, dan papan, tapi juga nilai apa yang terdapat suatu barang itu. Persepsi orang banyak atas suatu barang menjadi penting disini, karena konsumsi yang dilakukan oleh individu tidak hanya sebagai tindakan untuk memenuhi kebutuhan, tapi juga untuk mendapat pengakuan dalam kelompok sosialnya. Jadi seperti keinginan untuk makan yang sekarang tidak semata-mata untuk mengisi perut saja, namun juga memperhatikan dimana tempat kita makan dan nilai apa yang terdapat dalam makanan tersebut. Irwan Abdullah (2006) dalam hal ini memisahkan kegiatan konsumsi itu menjadi dua, yaitu etika dan estetika. Konsumsi secara etika maksudnya adalah melakukan konsumsi sesuai dengan kebutuhannya saja, tidak memiliki maksud lain. Sedangkan konsumsi secara estetika dijelaskan disini bahwa kegiatan konsumsi sudah tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan saja, tapi yang dilakukan juga mengkonsumsi nilai dari suatu barang juga untuk kepentingan pengakuan dalam kelompok sosial, karena disini nilai-nilai seni atau keindahan sudah diinternalisasi dalam kegiatan mengkonsumsi suatu produk. Estetisasi dalam kegiatan konsumsi ini dijelaskan juga terjadi karena munculnya kelas menengah baru yang dinilai lebih konsumtif.

Lagi, dalam bukunya Reproduksi dan Rekonstruksi Kebudayaan kembali Irwan Abdullah (2006) menjelaskan pola konsumsi seperti diatas juga disebut dengan konsumsi simbolis karena masyarakat melakukan konsumsi berdasarkan nilai yang terdapat dalam suatu barang. Nilai tersebut menyimbolkan suatu ‘citra’, dan ‘citra’ tersebut lah yang sekarang justru dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga nilai-nilai simbolis atas suatu barang lebih ditekankan daripada kegunaannya secara fungsional. Douglas dan Isherwood (1980) menyatakan bahwa konsumsi menjadi penanda identitas, sejalan dengan pemikiran Ben Fine dan Ellen Leopold yang berargumen, “.You are what you eat, where you live, what you drive, what you drink..”, (1993:3). Imbasnya adalah munculnya berbagai kelompok sosial yang baru, karena proses konsumsi dilakukan secara selektif dan masing-masing individu melakukan interpretasi yang berbeda terhadap proses konsumsi, sehingga seolah proses konsumsi seperti ini mengelompokkan masyarakat dalam berbagai kelas atau kelompok sosial.

(5)

ini Falk juga menguji bagaimana tubuh itu menjadi metafor-metafor atas hubungan sosial, hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada komunitas-komunitas diatas. Melalui tubuh beserta segala macam properti yang terdapat didalamnya komunikasi terjalin.

Komunitas terdiri dari berbagai individu, seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, meskipun seperti itu, komunitas ini terbentuk atas adanya kesamaan latar belakang atau gagasan dari para anggotanya. Dalam tulisan ini yang akan bahas adalah mengenai konsumsi simbolik yang dilakukan oleh salah satu komunitas musik di Yogyakarta yaitu komunitas indie pop. Pola konsumsi disebut simbolik karena barang-barang yang di konsumsi tidak berdasarkan fungsinya, namun lebih kepada ‘citra’ atas barang tersebut, yang mengacu pada sebuah negara di Eropa yaitu Inggris sebagai negara asal genre musik indie pop ini. Identitas individu menjadi penting disini, karena Irwan Abdullah beranggapan bahwa proses konsumsi simbolik ini juga merupakan bentuk dari eskpresi dari suatu kelompok (2006:33-35).

Kemudian, pertaruhan mengenai identitas menjadi penting disini antara identitas kelompok dengan individu. Identitas dijelaskan oleh Gregory Stone (1962) merupakan lokasi sosial individu, dimana dia diletakkan sehubungan dengan orang lain. Sehubungan dengan konsumsi simbolik, identitas individu disini ditentukan bagaimana dia melakukan pola konsumsi yang simbolis, apakah konsumsinya sama dengan suatu kelompok atau tidak. Fakta yang banyak terjadi adalah individu-individu semakin banyak mengkonsumsi hal yang ‘citra’ nya mengacu pada suatu kelompok, untuk kepentingan keberadaan dirinya dalam kelompok. Pada komunitas indie pop, proses konsumsi simbolik yang dilakukan tidak hanya terhadap barang seperti makanan, minuman dan pakaian, namun juga gagasan-gagasan yang tersirat dalam setiap lagu-lagu indie pop, serta gaya hidup dari kelompok pecinta musik indie pop di tanah Inggris Raya.

Pertanyaan saya disini adalah mengingat dalam konsumsi simbolik ini yang dikonsumsi oleh komunitas itu adalah simbol, dalam bentuk apakah konsumsi simbolik ini dilakukan? Bagaimana komunitas ini melakukan konsumsi simbolik tersebut? Lalu, di dalam masyarakat modern individu-individu bebas menentukan identitasnya, salah satunya dengan memasuki komunitas. Apakah bila individu memasuki sebuah komunitas akan melakukan konsumsi simbolik yang sama dengan yang dilakukan komunitas tersebut?

Selanjutnya, tulisan ini akan membahas bagaimana konsumsi simbolik dapat menghantarkan individu pada ruang sosial yang baru dan konsumsi simbolik tersebut dilakukan demi perkara identitas agar diakuinya keberadaan seseorang dalam kelompok. Untuk membahas hal tersebut tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu; Indie Pop; Manifestasi Simbol dalam Tubuh; Identitas dan Perpindahan Ruang Sosial.

Indie Pop

Indie Pop merupakan genre musik alternative rock yang berasal dari Inggris pada pertengahan 1980-an. Berakar dari band post-punk Skotlandia melaluisebuah label yang bernama “Postcard Records”

pada awal 80-an yaitu “Josef K” dan “Orange Juice”, dan dominasi oleh band independen dari Inggris yaitu “The Smiths” pada pertengahan 80-an aliran musik ini berkembang menjadi salah satu aliran musik yang cukup diperhitungkan di dunia musik.

Indie Pop berasal dari dua kata, yaitu “indie” dan “pop”, yang keduanya berasal dari bahasa Inggris. Secara etimologis “indie”, menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary 8th Edition (2010)

(6)

independent yang artinya adalah merdeka atau bebas. Sedangkan, “pop” berasal dari bahasa Latin yaitu

Polaris yang dalam bahasa Inggris adalah populous yang merupakan bentuk jamak dari people atau orang, dan menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary 8th Edition (2010), populous diartikan “ where

a large number of people live. Disini pop bisa disimpulkan sebagai masyarakat melalui artinya yaitu sejumlah besar orang yang tinggal di suatu tempat. Maka, indie pop sebagai sebuah susunan kata yang memiliki artian masyarakat yang bebas. Dewasa ini, ilmu yang mengkaji tentang hal ini lebih dikenal dengan kajian budaya populer.

Di Inggris, indie pop tidak hanya menjadi sebuah genre musik, tapi menjadi sebuah subkultur, karena sekelompok anak-anak muda di Inggris yang memiliki kesamaan gagasan mengenai indie pop seperti membentuk sebuah komunitas. Ideologi indie pop sendiri terinspirasi dari subkultur yang lain yaitu punk yang memiliki gagasan tentang DIY ethics, yang kemudian berkembang dengan menghasilkan

fanzine, label rekaman, dan rangkaian gigs dan dimulai sejak munculnya kaset kompilasi rekaman C86.

DIY ethics ini sebenarnya adalah singkatan dari “Do It by Yourself” yang secara harafiah memiliki artian mengerjakan suatu hal itu sendiri. Seperti yang dituliskan oleh Alex Petridis pada sebuah surat kabar harian online Inggris yang memaparkan tentang ideologi indie pop, “If there was any kind of coherence, it was the fact that the bands were so independent from the music industry and from the mainstream media. People were doing everything themselves: making their own records, doing the artwork, gluing the sleeves together, releasing them and sending them out, writing fanzines because the music press lost interest really quickly.” (www.guardian.co.uk, 25 Oktober 2006). Yang menarik dari subkultur indie pop ini menurut saya justru adalah ideologi DIY –nya tersebut. Dalam hal musik prinsip ini terlihat pada bagaimana bebasnya mereka karena tidak mengikuti arus industri musik. Mereka melakukan perekaman sendiri, mengemas dan merilis albumnya sendiri, dan menyebarluaskan secara sendiri pula.

Dalam perkembangannya kejadian seperti itu ternyata tidak terjadi di Inggris saja. Akibat pengaruh globalisasi, ideologi dari indie pop sampai ke Indonesia. Akses telekomunikasi yang semakin mudah menyebabkan band-band yang membawa semangat indie pop pun dapat diperdengarkan di Indonesia. Imbasnya adalah munculnya komunitas pecinta musik indie pop yang berangkat dari kesukaannya terhadap musik-musik indie pop ataupun britpop. Salah satu komunitas dari komunitas tersebut dapat kita temukan di Yogyakarta dengan nama Common People yang terbentuk sejak tahun 2001. Komunitas merupakan sebuah subkultur, sehingga semangat yang dimiliki oleh komunitas ini juga sama dengan semangat indie pop yang terdapat di Inggris, karena ideologi-ideologi indie pop perlahan-lahan terinternalisasi dalam struktur pemikiran mereka melalui gagasan-gagasan yang tersirat dalam lagu atau perilaku band-band yang mereka sukai.

(7)

Manifestasi Simbol dalam Tubuh

Common People sebagai sebuah komunitas indie pop tampak mengasosiasikan dirinya dengan sebuah aliran musik yang berasal dari Inggris yaitu indiepop. Mereka seolah mengidentifikasikan diri sama dengan hal-hal yang identik dengan aliran musik itu, baik dari gaya berpakaian hingga keseharian dari para ikon pop yang mereka idolakan. Caranya adalah dengan meniru gaya hidup dari para ikon pop tersebut, yang sebenarnya memiliki potensi untuk melahirkan ikon pop yang baru, karena secara tidak langsung mereka membentuk replika-replika dari ikon pop tersebut, baik secara gaya berpakaian maupun gagasan. Berangkat dari pemikiran Rusbiantoro, peniruan yang dilakukan oleh anggota komunitas tersebut untuk menunjukkan identitas kelompoknya dan mengkomunikasikannya kepada orang lain (2008:104). Jadi peniruan gaya berpakaian dilakukan sebagai bentuk eksistensi komunitas tersebut dalam masyarakat yang berimbas pada diakuinya komunitas ini dalam sebuah masyarakat sebagai sebuah subkultur yang dapat dilihat dengan jelas oleh masyarakat melalui kesamaan tema antar anggota komunitas ini dalam hal-hal tertentu yang menjadikan hal tersebut ciri dari komunitas. Hal yang paling sederhana dapat dilihat dari kesamaan gaya berpakaian masing-masing anggotanya, sedangkan yang lainnya adalah kesamaan selera terhadap suatu aliran musik tertentu atau konsumsi terhadap suatu produk tertentu.

Dalam hal gaya berpakaian, seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa terdapat kesamaan tema yang mengacu pada ikon-ikon pop di Inggris. Mengingat komunitas ini berdiri atas dasar kecintaannya terhadap musik-musik dari tanah Inggris tersebut. Berawal dari kecintaan terhadap musik itu lalu terbentuk semacam hegemoni gaya berpakaian dalam komunitas ini untuk menandakan identitas mereka berasal dari mana, karena mereka menyukai musik indiepop yang berasal dari Inggris, maka yang mereka tiru adalah gaya berpakaian band-band indiepop dari Inggris seperti Oasis, Blur, Joy Division, dan lain sebagainya.

Jack Solomon (1988) berargumen,“Ada sesuatu yang hampir totemik di dalam cara kita mengenakan pakaian untuk mengkomunikasikan identitas kelompok kita. Dengan cara memakai totem tertentu, kita dapat mengumumkan siapa diri kita, dan dengan siapa kita mengidentifikasikan diri.” Seperti yang dilakukan masyarakat aborigin di Australia, menggunakan totem untuk menyatakan mereka dari kelompok yang mana. Saya melihat disini terjadi pengkultusan terhadap ikon-ikon pop tersebut, karena ikon-ikon pop tidak lagi semata-mata dipandang sebagai musisi namun juga telah dijadikan totem oleh anggota komunitas ini. Ikon-ikon pop ini merupakan totem modern bagi anggota komunitas yang kebanyakan memang masih muda. Melalui pengkultuskan para ikon pop ini, komunitas membedakan dirinya dengan komunitas lainnya.

(8)

komunitas indie pop, karena gambar yang terdapat dalam kaos adalah ikon pop yang menjadi representasi ideologi indiepop dalam komunitas ini.

Selera musik yang sama antar sesama anggotanya juga menjadi ciri pembeda antara komunitas ini dengan yang lain. Sebab dengan adanya kesamaan selera musik tersebut, komunitas ini seolah mengeksklusikan diri dari masyarakat dengan mengacu terhadap suatu aliran musik tertentu yang secara tidak langsung menjadi salah satu ciri khusus dan menandakan mereka berasal dari kelompok mana. Lalu, sama halnya dengan gaya berpakaian, dibalik lagu-lagu yang dibawa oleh aliran musik indiepop ini tersirat juga tentang ideologi tertentu yang biasanya menyiratkan tentang perlawanan terhadap kapitalisme, sesuai dengan semangat DIY yang dimiliki oleh komunitas ini. Lagu disini tidak hanya menjadi sebuah lagu saja, karena dalam lirik maupun komposisi musiknya membawa makna tertentu yang biasanya menjadi cermin dari komunitas ini.

Kemudian, konsumsi atas suatu produk juga dapat menjadi ciri khusus dari komunitas ini. Seperti konsumsi beer yang dilakukan komunitas ini pada saat mengadakan acara atau sedang berkumpul. Beer seperti yang kita ketahui berasal dari negara-negara Barat. Inggris sebagai salah satu negara barat merupakan konsumen beer yang cukup besar. Kita dapat menemukan dengan mudah bar-bar yang menyediakan beer disana, dan kegiatan minum beer seperti menjadi budaya bagi orang-orang Inggris. Mengacu pada hal tersebut, dalam komunitas ini kegiatan minum beer juga sudah menjadi hal yang biasa. Hal ini terjadi karena menurut saya komunitas ini tidak hanya mengadopsi ideologi-ideologi yang dibawa oleh aliran musik, tapi juga gaya hidup para musisinya, dilihat dari kegiatan minum beer yang sebenarnya bukan kultur orang-orang Indonesia. Mengingat bahwa beer berasal dari barat yang dianggap modern oleh orang Indonesia, ada simbol modernitas pula yang dibawa oleh minuman beer ini. Jadi minum beer tidak hanya digunakan untuk menghangatkan badan seperti yang dilakukan orang-orang Barat, tapi juga digunakan untuk menunjukkan sisi modern dari orang-orang Indonesia yang mengkonsumsi produk dari barat tersebut.

Seperti yang terjadi pada komunitas ini, dalam acara-acara yang mereka adakan atau saat mereka berkumpul, kadang-kadang beberapa orang ada yang mengkonsumsi beer. Alasan awalnya untuk mencairkan suasana, tapi secara tidak langsung terjadi konsumsi simbol modernitas dari beer yang juga menjadi representasi dari budaya barat. Mengingat komunitas ini sebenarnya mengadopsi salah satu subkultur di Inggris yaitu indie pop. Namun, selain itu minum beer juga menjadi bentuk adaptasi komunitas ini dengan orang-orang asing. Hal ini menjadi bentuk adaptasi karena hubungan komunitas ini sudah tidak hanya dengan orang-orang Indonesia saja, dalam suatu acara mereka pernah mengundang band dari Selandia Baru dan Jepang. Beer dinilai sudah menjadi produk global yang bisa dikonsumsi banyak orang, maka dengan minum beer mereka berusaha menyamakan diri mereka dengan orang-orang asing tersebut untuk mendudukkan mereka dalam ruang sosial yang baru, yaitu ruang global atau dunia yang komunikasinya sudah tidak dengan masyarakat dalam satu negara melainkan antar negara, sehingga komunikasi terjalin melalui simbol-simbol yang dipahami bersama oleh masyarakat dunia, contohnya dengan beer ini.

(9)

mengkomunikasikannya dengan merepresentasikan isu-isu perlawanan terhadap kapitalisme yang menjadi ideologi dari komunitas ini melalui tubuh dengan gaya berpakaian, aliran musik (baik dari lirik maupun komposisi musiknya), dan konsumsi terhadap suatu produk, kepentingannya untuk eksistensi komunitas dengan ciri khusus yang telah direpresentasikan melalui tubuh masing-masing anggotanya. Berarti disini tubuh melakukan konsumsi simbolik, sehingga ornamen-ornamen simbol menghiasi tubuh dari anggota komunitas dan berkombinasi membentuk suatu identitas khusus, karena dalam komunitas ini simbol-simbol yang dibawa adalah simbol-simbol tentang indie pop, maka identitas dari kelompok ini pun adalah indiepop. Kemudian, rangkaian simbol yang menghiasi tubuh ini tidak hanya untuk menandakan mereka dari kelompok mana, namun juga menjadi metafor dalam menjalin hubungan sosial. Hubungan sosial seperti ditentukan dengan adanya simbol-simbol tentang indie pop tersebut ketika mereka berada di dalam komunitas, karena komunikasi terjalin melalui berbagai ornament simbol yang melekat di tubuh masing-masing anggota komunitas. Tubuh yang melakukan konsumsi simbolik ini menjadi representasi atas isu-isu tertentu yang menjadi fokus dari komunitas ini.

Identitas dan Ruang Sosial Baru

Dalam bagian sebelumnya dibahas mengenai bagaimana konsumsi simbolik dapat menjadi penanda identitas individu berasal dari kelompok mana. Dengan simbol-simbol tertentu yang dikonsumsi oleh para anggotanya komunitas ini membedakan dirinya dengan komunitas lain. Seperti yang sudah dijelaskan, konsumsi simbolik yang dilakukan oleh suatu komunitas memberikan ciri khusus dalam komunitas tersebut, karena konsumsi simbolik memiliki sifat ekspresif yang menunjukkan ekspresi kelompok dan berimbas pada diasosiasikannya simbol tersebut terhadap suatu komunitas, pada bab sebelumnya dijelaskan melalui kesamaan tema yang dimiliki komunitas ini dalam gaya berpakaian, aliran musik, dan konsumsi suatu produk tertentu. Komunitas dapat terbentuk karena terdiri dari beberapa individu, sedangkan individu berasal dari masyarakat yang latar belakangnya berbeda-beda. Individu-individu tersebut masuk ke dalam komunitas karena memiliki rasa keterikatan dengan komunitas tertentu.

Koentjaraningrat menjelaskan hal tersebut dengan pernyataannya bahwa komunitas itu memiliki sifat wilayah, cinta wilayah, dan kepribadian kelompok itu dan hal ini menjadi pangkal munculnya perasaan yang kuat terhadap komunitas tersebut (1980:155). Dari pernyataan tersebut saya dapat mengatakan bahwa berdirinya komunitas atas dasar kecintaan individu terhadap hal tertentu yang juga menjadi kepribadian komunitas itu. Hal tersebut menurut saya dapat mengikat rasa persatuan antar individu di dalam komunitas. Kejadian seperti inilah yang terjadi pada masa sekarang, komunitas tidak hanya didasarkan pada rasa cinta wilayah tapi rasa cinta akan suatu hal, mengingat batas wilayah kini semakin kabur seperti konsep komunitas terbayang milik Benedict Anderson (2001). Kecintaan terhadap suatu simbol yang kini menyatukan antar anggota komunitas. Hal ini terbukti dalam komunitas indiepop yang ada di Yogyakarta, karena dilihat dari asal musik indiepop yang dari Inggris, namun komunitas pecinta aliran musik tersebut tersebut juga terdapat di Yogyakarta. Komunitas indiepop yang ada di Yogyakarta ini awal berdirinya juga didasari rasa suka atas musik indiepop yang memang tujuannya hanya untuk saling berkumpul saja antar sesama pecinta musik indiepop, lalu rasa cinta dengan musik indiepop inilah yang kemudian menyatukan perasaan antar anggotanya.

(10)

Contohnya; seseorang yang masuk dalam komunitas indiepop akan mendapat anggapan dari masyarakat sebagai orang yang sering datang ke acara-acara pertunjukkan musik khususnya band, karena kegiatan dari komunitas indiepop ini sendiri mengadakan pertunjukkan musik dengan menghadirkan band-band yang tentunya beraliran indiepop.

Gregory Stone (1962) menganggap identitas individu berasal dari lokasi sosial individu, dimana dia diletakkan sehubungan dengan orang lain. Melihat dari hal tersebut, identitas individu dipandang sebagai identitas kolektif, karena seorang individu identitasnya dikaitkan dengan keberadaan suatu kelompok. Peter Berger dan Thomas Luckmann menyutujui hal tersebut dalam The Social Construction of Reality (1966) dengan memahami masyarakat sebagai suatu proses dialektis yang berjalan secara terus menerus melalui tiga proses yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi yang akhirnya menghasilkan sebuah realitas sosial. Dalam konsep Berger dan Luckmann, identitas diperoleh setelah mengalami dialektisasi dalam masyarakat yang melalui ketiga proses tersebut, karena menurut mereka individu tidak lahir sebagai bagian dari masyarakat, tapi dia menjadi bagian masyarakat setelah berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat dan mengalami proses sosial yang dialektis (1966:129). Jadi, ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh identitasnya dan identitas tersebut dibentuk oleh lingkungan hidup yang dipilih oleh individu itu sendiri.

Proses sosial yang dialektis ini terjadi didalam sebuah ruang sosial. Komunitas sebagai bagian dari masyarakat menjadi ruang dimana proses tersebut terjadi, karena komunitas sendiri juga dijadikan sarana oleh individu untuk mendapatkan identitasnya. Di masyarakat terdapat banyak ruang sosial, individu sebelum masuk ke dalam sebuah komunitas pun sudah mempunyai identitas sebelumnya, contohnya dalam sebuah keluarga seorang anak memiliki identitas sebagai seorang anak, tapi bila dia sudah keluar dari rumah lalu berkumpul bersama komunitasnya, identitas anak tersebut berubah menjadi anggota dari komunitas yang diikutinya, karena ada nilai-nilai tertentu didalam komunitas yang membedakannya dari keluarga.

Stone (1962), Berger dan Luckmann (1966) memiliki pandangan yang sama dalam melihat permasalahan identitas ini. Ketiganya memandang identitas sebagai sesuatu yang diberikan oleh kelompok atas hasil interaksi antar anggota dalam kelompok sosial, sehingga interaksi yang terbentuk dalam sebuah kelompok itu menjadi penting adanya. Berangkat dari pemikiran Herbert Mead mengenai interaksionisme simbolik, Soeprapto (2002) memiliki pandangan bahwa identitas seseorang merupakan apa yang orang lain beritahukan melalui interaksi-interaksi. Disini yang saya pahami, identitas seseorang dapat terbentuk karena konstruksi dari orang lain atau lingkungan sosialnya. Dalam komunitas indiepop ini, konsep tentang interaksionisme simbolik ini berlaku, karena melalui interaksi yang dilakukan dengan anggota yang lain dari komunitas ini, seorang individu mendapatkan identitasnya yaitu sebagai anggota dari komunitas indiepop. Interaksi yang terjadi pun sifatnya simbolis, karena dalam melakukan interaksi antar anggota komunitas, simbol tentang indiepop menjadi pengatur terjadinya hubungan. Seperti yang dikatakan oleh Pasi Falk (1994) bahwa simbol yang diwujudkan dalam tubuh menjadi metafor dalam hubungan sosial. Melalui interaksi yang berlangsung secara terus menerus, individu-individu tersebut menerima nilai-nilai tertentu yang dimiliki oleh suatu komunitas. Internalisasi yang dilakukan oleh komunitas ini dikatakan berhasil apabila individu-individu baru yang baru masuk bisa meniru gaya berpakaian, jenis musik yang didengarkan, dan konsumsi terhadap suatu produk tertentu.

(11)

Dengan selalu datang ke acara tersebut, intensitas pertemuan Koen dengan anggota komunitas ini menjadi lebih sering, bahkan dia sering diajak pergi keluar hanya untuk sekedar nongkrong saja. Tingginya intensitas pertemuan tersebut menyebabkan Koen memasuki sebuah ruang sosial yang baru, karena Koen adalah seorang individu biasa yang identitasnya sebagai pelajar atau seorang anak saja, namun karena seringnya dia bermain bersama dengan anggota komunitas, Koen masuk ke dalam struktur pemikiran yang baru yaitu struktur pemikiran komunitas. Maka, agar komunikasi terjalin pun Koen mengikuti struktur pemikiran tersebut yang secara tidak sadar menjadikan musik indiepop sebagai simbol terjalinnya hubungan sosial.

Menurut pengakuan Koen dalam melakukan penyesuaian dirinya mengakui adanya pengidentifikasian dengan kelompok tersebut dengan sedikit-sedikit mengikuti gaya berpakaian dan mendengarkan musik yang sama dengan komunitas ini. Sebelumnya Koen termasuk orang yang biasa-biasa saja dalam berpakaian, namun setelah mengenal komunitas ini dan merasa dirinya memiliki ketertarikan yang dibawa oleh komunitas ini, Koen mulai mengenakan pakaian-pakaian yang bertemakan tentang Inggris seperti menggunakan celana berbahan wol atau sweater-sweater berwarna cerah yang identik dengan band-band indiepop. Koen yang dulunya hanya sedikit-sedikit mengerti tentang indiepop, kini setelah masuk dalam komunitas, referensinya tentang musik indiepop menjadi sangat luas, dia jadi seperti mendalami aliran musik ini. Kesukaannya tersebut justru semakin mengidentikan dirinya dengan komunitas.

Sama halnya dengan Koen, Nick ketika masuk dalam komunitas ini pun juga melakukan berbagai penyesuaian berbentuk pengidentifikasian agar dirinya dianggap sama dalam komunitas ini. Nick bergabung dengan komunitas ini karena ajakan bermain dari Koen. Nick terlibat karena Koen saat itu sering bermain bersama dengan komunitas ini, sehingga intensitas pertemuan Nick dengan anggota komunitas yang lain juga menjadi lebih sering. Nick pun mengakui adanya penyesuaian yang dilakukan dirinya untuk masuk dalam komunitas ini. Agar dapat diterima didalam komunitas penyesuaian yang dilakukan oleh Nick adalah mengajak ngobrol tentang hal-hal yang ringan dan hal-hal yang mereka sukai, karena komunitas ini merupakan pecinta musik indiepop, hal-hal mengenai musik indiepop sering menjadi bahan perbincangan Nick untuk menyesuaikan diri dengan komunitas ini. Nick pun tidak langsung mengenal seluruhnya, dia berkenalan dengan anggotanya satu per satu. Proses penyesuaian yang dilakukan oleh Nick ini juga mengakibatkan dirinya mengalami internalisasi akan nilai-nilai yang ada dalam indiepop, karena yang dilakukannya adalah berbincang-bincang tentang hal-hal yang disukai oleh komunitas ini. Hingga pada suatu saat Nick dan Koen dilibatkan pada sebuah pembuatan gigs yang dinamakan dengan Japanese Whispers. Disini mulailah terbentuk anggapan bahwa Nick dan Koen merupakan bagian dari komunitas ini, mengingat acara tersebut merupakan acara komunitas yang diadakan dengan tujuan mempropagandakan indiepop melalui acara-acara musik.

(12)

dapat terus berjalan. Berarti disini yang dilakukan oleh individu adalah menyamakan sistem berpikir dari komunitas ini agar dirinya dapat diterima dan terlibat dalam struktur yang bekerja dalam komunitas yang selanjutnya berimbas pada diakuinya individu sebagai bagian dari kelompok. Mengingat kerja prinsip strukturalisme ini seperti mesin yang apabila ada sistem yang tidak sesuai harus diganti dengan sistem yang baru, maka individu agar dapat masuk dalam komunitas harus mengganti sistem pemikirannya sama dengan sistem pemikiran komunitas.

Upaya dari penyamaan sistem berpikir melakukan konsumsi simbolik yang sama dilakukan dengan komunitas. Indiepop menjadi simbol yang dikonsumsi oleh komunitas baik dalam gaya berpakaian, ideologi, musik, dan gaya hidupnya. Maka, individu-individu yang ada didalamnya melakukan konsumsi atas hal-hal tersebut. Kepentingannya adalah agar individu diterima dalam komunitas ini, karena simbol tentang indiepop menjadi pengikat terbentuknya komunitas. Interaksi yang terjalin adalah secara simbolis, karena simbol menjadi metafor atas berlangsungnya hubungan sosial. Selanjutnya, bagi individu-individu yang baru masuk ke dalam komunitas konsumsi simbolik ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan dari lingkungan sosialnya yang baru, karena konsumsi atas simbol atas suatu hal merupakan ekspresi yang merujuk pada identitas kolektif dari individu. Seperti dalam komunitas ini, indiepop menjadi suatu simbol yang dikonsumsi sekaligus menjadi bentuk eksistensi atas sebuah kelompok sosial.

Kesimpulan

Indiepop sebagai suatu aliran musik yang berasal dari Inggris, selain menjadi sebuah subkultur juga menjadi pergerakan sosial bagi anak-anak muda dengan membawa ideologi DIY(Do It by Yourself) yang melawan kapitalisme. Dari pergerakan musiknya yang melakukan semuanya secara sendiri baik dari perekaman lagu, pengemasan, hingga pemasarannya, serta lagu-lagu yang menyuarakan kesetaraan hal ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kapitalisme yang membentuk suatu hegemoni konsumsi atas masyarakat. Ideologi tersebut ternyata menyebar hingga ke Indonesia dengan ditemukannya komunitas pecinta indiepop di Yogyakarta yang awalnya hanya berangkat dari kecintaannya terhadap musik indiepop hingga berkembang menjadi pergerakan anak muda. Indiepop ini juga membawa nilai-nilai modernitas, mengingat asal genre musik ini dari negara yang maju, yang secara tidak langsung juga menjadi daya tarik bagi masyarakat, imbasnya adalah komunitas pecinta indiepop ini.

(13)

dibawa dari barat dan bentuk adaptasi komunitas ini terhadap ruang global, mengingat komunitas ini pernah menghadirkan musisi dari luar negeri, Beer dijadikan sarana untuk melakukan komunikasi secara simbolik karena sifat minuman tersebut sebagai produk yang global.

Dalam masyarakat modern identitas dapat ditentukan secara bebas oleh masing-masing individu yang mereka temukan dalam ruang-ruang sosial. Komunitas dijadikan sarana oleh individu untuk memperoleh identitasnya secara kolektif, karena komunitas memiliki pola konsumsi yang simbolis atas suatu hal yang menjadi ekspresi bagi kolektif. Maka, yang dilakukan oleh individu-individu adalah turut mengkonsumsi simbol yang sama dengan simbol yang dikonsumsi oleh komunitas. Imbasnya adalah identitas yang diperoleh individu sebagai bagian dari komunitas tertentu, karena kesamaan konsumsi simbolik tersebut citra yang melekat dalam diri individu pun sama dengan kolektifnya. Pola kesamaan konsumsi yang dilakukan secara simbolis tersebut diperoleh individu dengan cara interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan komunitas, sehingga individu terkonstruksi untuk mengkonsumsi hal-hal yang sama dengan yang dikonsumsi oleh komunitasnya. Kepentingan dari konsumsi simbolis ini adalah agar diidentifikasikannya individu secara sama sebagai bagian dari komunitas, dan agar individu memperoleh pengakuan dari lingkungannya sebagai bagian dari komunitas.

Daftar Pustaka Buku

Abdullah, Irwan. 2006. Rekonstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Anderson, Benedict. 2001. Komunitas-Komunitas Terbayang. Yogyakarta : Insist Press

Appadurai, Arjun. 1986. The Social Life of Things. New York : Cambridge Press University.

Berger, Peter and Thomas Luckmann. 1966. The Social Construction of Reality. London: Penguin Books. Falk, Pasi. 1994. The Consuming Body. London: Sage Publication.

Fine, Ben and Ellen Leopold. 1993. The World of Consumption. London and New York: Routledge. Fiske, John. 2011. Memahami Budaya Populer. Jakarta: Jalasutra.

Kaplan, David dan Robert A. Manners. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Ilmu Antropologi Sosial. Jakarta: P.T. Dian Rakyat. Rusbiantoro, Dadang. 2008. Generasi MTV. Yogyakarta : Jalasutra.

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2011. Catatan Reflektif: Antropologi Sosialbudaya. Jakarta : Institut Antropologi Indonesia.

Soeprapto M.S, Dr. H. R. Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik. Jakarta : Averroes Press. Solomon, Jack. 1988. The Sign of Our Time. Los Angeles: Jeremy P. Tarcher, Inc.

(14)

Jurnal

Cerulo, Karen A. Identity Construction: New Issues, New Directions. Annual Review of Sociology. 23: 385-409.

Gartman, David. 2002. Bordieu’s Theory of Cultural Change: Explication, Application, Critique. American Sociological Association. 2: 255-277.

Stokes, Martin. 2004. Music and the Global Order. Annual Review of Anthropology. 33: 47-72

Hallet, Tim. 2003. Symbolic Power and Organizational Culture. Sociological Theory, Vol 21, 2: 128-149. Sumber Dalam Jaringan

www.jstor.org (diakses pada 8 Juni 2013)

http://www.guardian.co.uk/music/2006/oct/25/popandrock (The Birth of Uncool oleh Alex Petridis,

diakses pada 10 Juni 2013)

http://pitchfork.com/features/articles/6176-twee-as-fuck/ (Twee as Fuck oleh Nitsuh Abebe 24 Oktober

2005, diakses pada 11 Juni 2013)

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan, diakses

pada 11 Juni 2013)

http://commonpeopleyk.wordpress.com/2013/02/22/how-an-nme-cassette-launched-indie-music-sample-post/ (Blog resmi Komunitas, diakses pada 11 Juni 2013)

http://jogjanews.com/indiepop-raising-club-common-people-gelar-event-poparade-1 (Indiepop Raising

Club Common People Gelar Event Poparade #1 oleh Nilu, 10 September 2011, diakses pada 11 Juni 2013)

http://musicsemarang.com/satu-dekade-common-people-konsistensi-sebuah-komunitas/67 (Satu Dekade

Common People: Konsistensi Sebuah Komunitas oleh Music Semarang, 27 Oktober 2011, diakses pada 11 Juni 2013)

http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/02/27/-indie-ekspresi-perlawanan-terhadap-budaya-mainstream-532764.html (Indie Ekspresi Perlawanan Terhadap Budaya Mainstream oleh Erda

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap soyghurt yang difermentasi dengan 2 kultur starter pasar (cimory dan king yoghurt) dan 1 kultur starter campuran dengan lama

Kota Blitar Prosentase rata-rata peningkatan pendapatan kelompok penerima pelatihan ketrampilan kerja bidang ketahanan pangan 5% 200.000.000 3.1.1.7 Penguatan Ekonomi

Penyiangan gulma yang dilakukan umur 2 mst dan 4 mst berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering, jumlah polong dan jumlah biji kacang tanah

Berdasarkan prognosis asumsi dasar ekonomi makro semester II tahun 2017 dan realisasi APBN pada semester I tahun 2017, serta perkembangan kebijakan sesuai yang tercantum dalam

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa asam sitrat pada konsentrasi 7,5% b/v bersifat inhibitor proses non-enzimatik browning dan aktivitas enzim dehidrogenase, namun

Spiritual yang dimaksud disini adalah remaja secara pribadi mampu mengaktulisasikan nilai-nilai Illahiah sebagai manifestasi dari aktifitas dalam kehidupan seahari-hari,

Penjelasan dari indikator ini adalah apakah pengguna selalu mencoba menggunakan Go-Pay untuk menyelesaikan tugas atau kegiatan yang sedang dijalani, seperti menggunakan